ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the influence of macroeconomic indicators on stock index return of financial sector. Macroeconomic indicators used are inflation, interest rate, exchange rate, money supply (M2), Indonesian crude price, and domestic gold price. Data variable in this research was secondary data obtained from Sucorinvest’s trading application and official website of Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, ESDM Ministry, and PT Antam. This research is using saturation sampling method and the method of data analysis were multiple regression model and analyzed using EViews software version 9. The result indicates that partially, exchange rate have negative significant influence on stock return and money supply have positive significant influence on stock return, meanwhile inflation, interest rate, Indonesian crude price, and domestic gold price have insignificant influence on stock return.
Keywords: financial sector, stock return, macroeconomic indicators
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh indikator makroekonomi terhadap return indeks saham sektor keuangan. Indikator makroekonomi yang digunakan adalah inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar (M2), harga minyak mentah, dan harga emas. Data variabel dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari aplikasi trading Sucorinvest dan website resmi Bank Indonesia, Badan pusat statistik, Kementerian ESDM, dan PT Antam. Penelitian ini menggunakan metode sampling jenuh dan teknik analisis data model regresi berganda menggunakan software EViews 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, nilai tukar memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap return saham dan jumlah uang beredar memiliki pengaruh signifikan positif terhadap return saham, sedangkan inflasi, suku bunga, harga minyak mentah Indonesia, dan harga emas domestic tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Kata kunci: sektor keuangan, return saham, indikator makroekonomi
PENDAHULUAN
Investasi menjadi bagian vital dalam laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peningkatan kegiatan investasi menjadi fokus pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi pada perluasan lapangan kerja, produktivitas industri dan daya saing ekonomi. Berbagai program terkait manfaat dan pentingnya investasi semakin banyak diselenggarakan guna menumbuhkan minat masyarakat untuk menempatkan sebagian kekayaan yang dimiliki pada produk-produk investasi. Investasi dikenal dengan istilah penanaman modal yang dapat dilakukan di pasar uang dan pasar modal.
Lusita Dewi Agustina Budiono
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected] ; [email protected]
PENGARUH INDIKATOR MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN INDEKS SAHAM SEKTOR KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2015
Perkembangan perdagangan pasar modal di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dan memiliki posisi pasar yang semakin kuat dalam penjualan. Indikatornya adalah ketika saham di BEI mengalami pertumbuhan, hal ini ditunjukkan grafik berikut.
Sumber: BPS 2015, data diolah Gambar 1
IHSG BEI Periode 2011-2015
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan, atau membeli saham di sektor yang diinginkan. Selain pergerakan indeks, salah satu indikator lain yang menunjukkan perkembangan sebuah bursa saham adalah kapitalisasi pasar. Berdasarkan gambar berikut menunjukkan bahwa sektor keuangan memiliki kapitalisasi pasar paling tinggi.
Sumber: IDX Statistic, data diolah
Gambar 2 Kapitalisasi Pasar Indeks Sektoral
Pada umumnya, semakin besar nilai kapitalisasi pasar suatu saham maka semakin besar juga daya pikat saham tersebut bagi investor dan sebaliknya. Besarnya nilai kapitalisasi pasar sektor keuangan mencerminkan besarnya skala bisnis sektor keuangan yang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan memiliki pengaruh sebesar ±25% dalam pergerakan IHSG. Selain memiliki daya pikat tersebut, juga diiringi dengan resiko yang tentu lebih tinggi karena pada dasarnya setiap saham dikenal luas dengan karakteristik high risk high return yang menjadi pertimbangan utama investor dalam menentukan keputusan investasi secara bersamaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap return indeks saham sektor keuangan? Apakah terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap return indeks saham sektor keuangan? Apakah terdapat pengaruh negatif nilai tukar terhadap return indeks saham sektor keuangan? Apakah terdapat pengaruh positif jumlah
3500.00 3750.00 4000.00 4250.00 4500.00 4750.00 5000.00 5250.00 5500.00 2011 2012 2013 2014 2015
uang beredar terhadap return indeks saham sektor keuangan? Apakah terdapat pengaruh negatif harga minyak mentah terhadap return indeks saham sektor keuangan? Apakah terdapat pengaruh negatif harga emas terhadap terhadap return indeks saham sektor keuangan?
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap return indeks saham sektor keuangan, Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh negatif suku bunga terhadap return indeks saham sektor keuangan, Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh negatif nilai tukar terhadap return indeks saham sektor keuangan, Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh positif jumlah uang beredar terhadap return indeks saham sektor keuangan, Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh negatif harga minyak mentah terhadap return indeks saham sektor keuangan, Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh negatif harga emas terhadap return indeks saham sektor keuangan.
RERANGKATEORITISDANHIPOTESIS Signalling Theory
Signalling theory secara konsisten berhubungan dengan masalah pengungkapan, dimana apabila perusahaan mengungkapkan bad news maka pasar akan memberikan reaksi yang negatif dan hal ini konsisten dengan hipotesis pasar efisien (Wolk et al. 2001 dalam Purnamasari, 2005:4). Jogiyanto (2009:392) mengungkapkan bahwa informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Reaksi pasar sebagai suatu sinyal terhadap informasi adanya peristiwa tertentu dapat mempengaruhi perubahan harga dan volume perdagangan saham yang terjadi (Budiarto dan Baridwan, 1999 dalam Wismar’ein, 2004:22). Adapun reaksi pasar tersebut akan ditunjukkan dengan adanya perubahan dari saham perusahaan yang diukur dengan menggunakan return
sebagai nilai perubahan harga saham.
Indeks Sektoral
Indeks sektoral BEI adalah sub indeks dari IHSG. Semua emiten yang tercatat di BEI diklasifikasikan ke dalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA (Jakarta Industrial Classification). Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham.
Return Saham
Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya (Fahmi, 2012:189). Menurut Jogiyanto (2014:235), Return
dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi maupun return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Adapun rumus perhitungan return yaitu:
𝑅𝑖𝑡 =
𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1 𝑃𝑡−1 Keterangan:
Rit = return realisasi periode t
Pit = harga saham periode t
Inflasi
Menurut Bank Indonesia, inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks harga konsumen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household).
Suku Bunga
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate apabila inflasi diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan dan menurunkan BI Rate apabila inflasi diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. (Bank Indonesia)
Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai tukar riil adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. (Mankiw, dkk., 2012: 193-194)
Uang Beredar (M2)
Menurut Bank Indonesia, uang beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valas), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Harga Minyak Mentah
Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) adalah harga rata-rata 50 jenis minyak mentah Indonesia di pasar dunia yang ditetapkan setiap bulan. ICP digunakan sebagai asumsi harga minyak dalam APBN untuk menentukan besaran penerimaan migas, subsidi energi, dan dana bagi hasil minyak.
Harga Emas
Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Investasi emas yang cukup baik adalah dalam bentuk batangan (emas lantakan). Di Indonesia, emas batangan yang cukup terkenal adalah emas bermerek Logam Mulia yang diproduksi oleh PT Aneka Tambang dengan kadar emas 99,99 persen (24 karat).
Hubungan Inflasi dan Return Saham
Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga ini dapat menjadi sinyal negatif (bad news) bagi masyarakat/investor dan industri produsen. Dari sisi masyarakat, apabila harga barang naik secara terus menerus menjadi sinyal bahwa akan terjadi penurunan daya beli masyarakat yang mencerminkan turunnya permintaan produk barang dan jasa. Bagi industri, adanya sinyal yang mengindikasikan turunnya permintaan akan mengakibatkan turunnya profitabilitas dan kinerja perusahaan karena laba yang sedikit. Kedua sisi tersebut selanjutnya akan menyebabkan lesunya perdagangan saham dan berimbas pada penurunan tingkat harga saham dan selanjutnya apabila tingkat penurunan harga saham semakin besar maka akan menyebabkan turunnya perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Zaighum (2014) dan Abbas, et.al yang menemukan hubungan negatif inflasi dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Kibria, et.al (2014) dan Samadi et.al (2012) yang menyatakan hubungan positif antara inflasi dan return saham sedangkan dalam penelitian Garba (2014) dan Kirui et.al (2014) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara inflasi dan return
saham.
Hubungan Suku Bunga dan Return Saham
Kenaikan BI Rate menjadi sinyal negatif (bad news) yang mengindikasikan akan menyebabkan adanya peralihan dana dari pasar modal ke perbankan yaitu penempatan dana pada produk deposito. Hal ini akan menyebabkan cost of fund perbankan meningkat. Di sisi lain, kenaikan BI Rate juga akan menyebabkan bank sulit menyalurkan dana akibat kenaikan suku bunga kredit dan dapat memicu kenaikan jumlah kredit macet. Kedua sisi tersebut akan menyebabkan bank memiliki biaya lebih atas dana yang diperoleh sehingga dapat menyebabkan laba perusahaan menurun. Turunnya laba perusahaan dapat memicu investor untuk tidak menempatkan dana pada sektor keuangan karena dinilai tidak menguntungkan dan selanjutnya dapat berimbas pada turunnya harga saham dan perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Laichena & Obwogi (2015) yang menemukan hubungan negatif suku bunga dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Olweny & Omondi (2011) dan Kganyago & Gumbo (2015) yang menyatakan hubungan positif antara suku bunga dan return saham sedangkan dalam penelitian Garba (2014) dan Zakaria & Shamsudin (2012) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara suku bunga dan return saham.
Hubungan Nilai Tukar dan Return Saham
Pada perusahaan sektor keuangan, ketika mata uang USD menguat terhadap rupiah, menjadi sinyal negatif (bad news) yang mengindikasikan akan menyebabkan beban hutang luar negeri semakin bertambah karena sebagian besar pembiayaan dalam negeri bergantung pada sumber pembiayaan luar negeri. Bertambahnya jumlah beban ini akan menyebabkan turunnya laba perusahaan dan dapat memicu investor untuk tidak menempatkan dana pada sektor keuangan karena dinilai tidak menguntungkan dan selanjutnya dapat berimbas pada turunnya harga saham dan perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Ouma & Muriu (2014) dan Esmaeili & Gholami (2013) yang menemukan hubungan negatif nilai tukar dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Bing Zhu (2012) dan Samadi et.al (2012) yang menyatakan hubungan positif antara niali tukar dan return saham sedangkan dalam penelitian
Izedonmi & Abdullahi (2011) dan Zakaria & Shamsudin (2012) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara nilai tukar dan return saham.
Hubungan Uang Beredar dan Return Saham
Ketika bank sentral memutuskan untuk menaikkan jumlah uang beredar (dengan asumsi masyarakat dalam keadaan keseimbangan portfolionya), maka hal ini member sinyal positif (good news) kepada investor yaitu akan mengakibatkan ketidakseimbangan portfolio masyarakat yakni kelebihan uang kas yang dipegang. Kelebihan uang kas memicu masyarakat yang cenderung membelanjakan kelebihan tersebut untuk berinvestasi pada saham. Dalam hal ini, apabila permintaan terus meningkat, maka harga akan terdorong naik (Surjanti & Aji, 2009:99). Kenaikan harga pada produk saham ini apabila semakin besar dari periode ke periode dapat meningkatkan perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Kibria et.al (2014) dan Kirui et.al (2014) yang menemukan hubungan positif uang beredar dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Zararee & Ananseh (2014) dan Zaighum (2014) yang menyatakan hubungan negatif antara uang beredar dan return saham sedangkan dalam penelitian Bing Zhu (2012) dan Kganyago & Gumbo (2015) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara suku bunga dan return saham.
Hubungan Harga Minyak dan Return Saham
Pada sektor keuangan, kenaikan harga minyak menjadi sinyal negatif (bad news) secara tidak langsung yaitu meningkatkan resiko kredit bermasalah (Non Perfoarming Loan) karena menurunnya laba pelaku usaha yang menjadi debitur bank dan lesunya konsumsi masyarakat. Adanya kenaikan resiko kredit ini dapat mempengaruhi penurunan profitabilitas perusahaan sektor keuangan. Turunnya laba perusahaan dapat memicu investor untuk tidak menempatkan dana pada sektor keuangan karena dinilai tidak menguntungkan dan selanjutnya dapat berimbas pada turunnya harga saham dan perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Esmaeili & Gholami (2013) yang menemukan hubungan negatif harga minyak dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Akomolafe & Danladi(2014) yang menyatakan hubungan positif antara harga minyak dan return saham sedangkan dalam penelitian Amir Khan, et.al (2016) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara harga minyak dan return saham.
Hubungan Harga Emas dan Return Saham
Pengaruh kenaikan harga emas akan memberi sinyal negatif (bad news) yang mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal karena resiko yang relatif lebih rendah dan dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya. Ketika banyak investor yang megalihkan investasinya ke dalam bentuk emas batangan, hal ini akan mengakibatkan turunnya indeks saham karena aksi jual yang dilakukan investor. Penurunan indeks saham yang semakin besar dari hari ke hari tentu akan menyebabkan penurunan juga pada perolehan return saham.
Hubungan ini didukung temuan empiris Monjazebi Shakerian (2014) yang menemukan hubungan negatif harga emas dan return saham. Namun terdapat temuan empiris lain yang diungkapkan dalam penelitian Samadi, et.al (2012) yang menyatakan hubungan positif antara harga emas dan return saham sedangkan dalam penelitian Amir Khan, et.al (2016) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara harga emas dan return saham.
Hipotesis
H1 :Inflasi berpengaruh negatif terhadap perolehan return indeks saham sektor keuangan. H2 :Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap perolehan return indeks saham sektor
keuangan.
H3 :Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap perolehan return indeks saham sektor keuangan.
H4 :Jumlah uang beredar (M2) berpengaruh positif terhadap perolehan return indeks saham sektor keuangan.
H5 :Harga minyak mentah berpengaruh negatif terhadap perolehan return indeks saham sektor keuangan.
H6 :Harga emas berpengaruh negatif terhadap perolehan return indeks saham sektor keuangan.
METODEPENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausalitas yang ingin menemukan ada tidaknya pengaruh hubungan indikator makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar, harga minyak mentah, dan harga emas terhadap perolehan return pada indeks saham sektor keuangan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Data dan Sampel
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data metode dokumentasi.
Tabel 1 Sumber data sekunder
Variabel Sumber data Laman sumber data
Return Indeks Saham Sucorinvest Aplikasi Trading Sucorinvest Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Badan Pusat Statistik www.bps.go.id
Suku Bunga Bank Indonesia www.bi.go.id Nilai Tukar Bank Indonesia www.bi.go.id Uang Beredar (M2) Badan Pusat Statistik www.bps.go.id Harga Minyak Mentah Kementrian ESDM www.esdm.go.id
Harga Emas PT Antam www.antamgold.com
Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2012:123), sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang termasuk dalam indeks sektor keuangan yang terdaftar di BEI periode 2011-2015.
Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah return indeks saham sektor keuangan sedangkan variabel independennya adalah indikator makroekonomi (inflasi, suku bunga, nilai tukar, uang beredar, harga minyak mentah, dan harga emas).
1. Return Saham yang dihitung berdasarkan perubahan closing price harga indeks sektor keuangan setiap akhir bulan
𝑅𝑡 = 𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1 𝑃𝑡−1
2. Inflasi yang dihitung berdasarkan perubahan kenaikan indeks harga konsumen setiap bulan
𝐼𝑁𝐹 = 𝐼𝐻𝐾𝑡− 𝐼𝐻𝐾𝑡−1 𝐼𝐻𝐾𝑡−1
3. Suku bunga yang dihitung berdasarkan perubahan suku bunga BI rate setiap bulan
𝑆𝐵𝐼 =𝑆𝐵𝐼𝑡− 𝑆𝐵𝐼𝑡−1 𝑆𝐵𝐼𝑡−1
4. Nilai tukar yang dihitung berdasarkan perubahan kurs tengah nilai nominal USD terhadap rupiah setiap bulan
𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 = 𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡− 𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡−1 𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡−1
5. Uang beredar yang dihitung berdasarkan perubahan jumlah uang beredar (M2) setiap bulan
𝑀𝑆𝑡 =𝑀𝑆𝑡− 𝑀𝑆𝑡−1 𝑀𝑆𝑡−1
6. Harga minyak mentah yang dihitung berdasarkan perubahan harga rata-rata ICP setiap bulan
𝐼𝐶𝑃𝑡 =𝐼𝐶𝑃𝑡− 𝐼𝐶𝑃𝑡−1 𝐼𝐶𝑃𝑡−1
7. Harga emas yang dihitung berdasarkan perubahan harga emas logam mulia pt antam setiap bulan
𝐷𝐺𝑃𝑡= 𝐷𝐺𝑃𝑡− 𝐷𝐺𝑃𝑡−1 𝐷𝐺𝑃𝑡−1
Teknik dan Metode Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan menggunakan metode statistik yang sudah tersedia. Langkah-langkah teknik analisis data pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Tabulasi dan perhitungan data variabel 2. Uji asumsi klasik
- Uji Normalitas - Uji Multikolinieritas - Uji Autokorelasi - Uji Heteroskedastisitas 3. Uji Regresi
Analisis regresi ganda dilakukan bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan variabel dependen bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (Sugiyono, 2008:277). Persamaan regresi untuk 6 prediktor dalam penelitian ini adalah:
Y = a + bINF + bSBI + bKURS + bMS + bICP + bDGP + e
Dimana:
Y = Return Indeks Saham Sektor Keuangan
a = konstanta
b = koefisien regresi
INF = Inflasi (Indeks Harga Konsumen)
SBI = Suku Bunga BI Rate
KURS = Kurs tengah USD terhadap Rp
ICP = Indonesian Crude Price DGP = Domestic Gold Price e = standart error
4. Uji Hipotesis
- Uji Signifikansi Simultan (Uji F) - Uji Statistik t
- Koefisien Determinasi
-ANALISISDATADANPEMBAHASAN
Data penelitian diolah menggunakan analisis regresi linear berganda dengan software
EViews versi 9. Sebelum melakukan regresi linear berganda, langkah yang terlebih dahulu dilakukan adalah menguji apakah model regresi memiliki model yang baik atau tidak melalui uji asumsi klasik.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk menguji agar model regresi tidak bias atau agar model regresi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
1. Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Gambar 3 Hasil Uji Normalitas
Keputusan normalitas data dapat dilihat dari nilai probability Jarque-Bera dengan tingkat signifikansi > 0,05, apabila nilai probability > 0,05 maka residual data terdistribusi normal dan sebaliknya. Berdasarkan keterangan histogram di atas, maka dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal dimana tingkat probability Jarque-Bera sebesar 0,623 > 0,05 yang artinya uji normalitas asumsi klasik terpenuhi.
2. Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2013:106).
Tabel 2
Hasil Uji Multikolinieritas
Variance Inflation Factors Sample: 1 60
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
C 4.93E-05 1.187890 NA INF 0.040851 1.034589 1.034481 SBI 0.093170 1.118066 1.102525 KURS 0.077892 1.214458 1.110133 M2 0.076392 1.222272 1.104837 ICP 0.007625 1.066041 1.036539 DGP 0.017950 1.100776 1.094106
Untuk mendeteksi ada atau tidak adanya multikolinearitas didalam model regresi dapat dilihat dari nilai variance inflation factor yaitu VIF≥10 (Ghozali, 2013:106). Berdasarkan tabel hasil uji multikolinieritas di atas, nilai VIF dapat dilihat pada kolom centered VIF dimana nilai VIF enam variabel independen masing-masing < 10. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi diantara enam variabel independen yang berarti model penelitian ini memenuhi syarat uji asumsi klasik tidak ada multikolinieritas.
3. Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson (Ghozali, 2013:111).
Tabel 3 Hasil Uji Autokorelasi
Dependent Variable: RETURN Method: Least Squares
R-squared 0.339798 Mean dependent var 0.008145 Adjusted R-squared 0.265058 S.D. dependent var 0.058199 S.E. of regression 0.049893 Akaike info criterion -3.048587 Sum squared resid 0.131934 Schwarz criterion -2.804247 Log likelihood 98.45762 Hannan-Quinn criter. -2.953012 F-statistic 4.546416 Durbin-Watson stat 2.241174 Prob(F-statistic) 0.000867
Nilai Durbin-Watson berdasarkan tabel dengan derajat kepercayaan sebesar 5% (α=0,05) dengan jumlah variabel independen (k) = 6 diperoleh nilai tabel dl = 1,3719 dan nilai tabel du = 1,8082. Dari nilai dl dan du tersebut maka dapat ditentukan kriteria terjadi tidaknya autokorelasi seperti pada gambar berikut:
Gambar 4 Daerah Kriteria Uji DW
Berdasarkan gambar di atas, nilai Durbin-Watson stat sebesar 2,241174 terletak pada daerah ragu-ragu (diantara nilai 4-du dan 4-dl). Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesimpulan ada tidaknya autokorelasi, peneliti menggunakan tambahan alternatif uji autokorelasi lain yaitu dengan menggunakan Breusch-Godfrey LM test.
Tabel 4
Hasil Breusch-Godfrey LM test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.496015 Prob. F(2,51) 0.6119
Obs*R-squared 1.144825 Prob. Chi-Square(2) 0.5642
Keputusan ada tidaknya korelasi dapat dilihat dari nilai P-value Obs*R-squared dengan tingkat signifikansi > 0,05, apabila nilai probability < 5% atau < 0,05 maka data terdeteksi autokorelasi dan sebaliknya. Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data bebas autokorelasi dimana nilai P-value Obs*R-squared (Prob. Chi-Square) sebesar 0,5642 > 0,05 yang artinya uji autokorelasi asumsi klasik terpenuhi.
4. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas (Ghozali, 2013:139). Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidak adanya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan uji white.
Tabel 5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.146014 Prob. F(27,32) 0.3532
Obs*R-squared 29.49591 Prob. Chi-Square(27) 0.3373 Scaled explained SS 29.43739 Prob. Chi-Square(27) 0.3400
Keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai P-value Obs*R-squared dengan tingkat signifikansi > 0,05, apabila nilai probability < 5% atau < 0,05 maka data terdeteksi heteroskedastisitas dan sebaliknya. Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data bebas heteroskedastisitas dimana nilai P-value Obs*R-squared (Prob. Chi-Square) sebesar 0,3373 > 0,05 yang artinya uji heteroskedastisitas asumsi klasik terpenuhi.
Uji Regresi Berganda
Tabel 6
Hasil Regresi Berganda
Dependent Variable: RETURN Method: Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.013706 0.007020 1.952394 0.0562 INF -0.334345 0.202117 -1.654215 0.1040 SBI -0.137488 0.305238 -0.450428 0.6542 KURS -1.138820 0.279091 -4.080463 0.0002 M2 0.615031 0.276391 2.225222 0.0303 ICP 0.077388 0.087323 0.886231 0.3795 DGP -0.135271 0.133979 -1.009645 0.3173
Berdasarkan output hasil regresi berganda di atas dapat dirumuskan hasil persamaan regresi berganda pada penelitian ini yaitu:
Return Indeks Saham
= 0,013706 - 1,138820 Nilai Tukar +
0,615031 Jumlah Uang Beredar + e
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan:
1)Konstanta (a) sebesar 0,013706 menyatakan bahwa pada saat tidak ada variabel X (independen) yang mempengaruhi Y, maka nilai Y sebesar 0,013706.
2)Koefisien regresi untuk nilai tukar (bKURS) sebesar -1,138820 menyatakan bahwa setiap perubahan satu satuan pada nilai tukar maka return indeks saham mengalami penurunan sebesar 1,138820 dengan asumsi variabel lain yang mempengaruhi return indeks saham dianggap konstan.
3)Koefisien regresi untuk uang beredar (bMS) sebesar 0,615031 menyatakan bahwa setiap perubahan satu satuan pada uang beredar maka return indeks saham mengalami peningkatan sebesar 0,615031 dengan asumsi variabel lain yang mempengaruhi return indeks saham dianggap konstan.
4)Standart error (e) merupakan variabel independen lain yang tidak termasuk dalam model penelitian.
Uji Hipotesis 1. Uji F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Apabila tingkat probabilitasnya lebih rendah dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013:98).
Tabel 7 Hasil Uji F Dependent Variable: RETURN
Method: Least Squares
R-squared 0.339798 Mean dependent var 0.008145 Adjusted R-squared 0.265058 S.D. dependent var 0.058199 S.E. of regression 0.049893 Akaike info criterion -3.048587 Sum squared resid 0.131934 Schwarz criterion -2.804247 Log likelihood 98.45762 Hannan-Quinn criter. -2.953012
F-statistic 4.546416 Durbin-Watson stat 2.241174
Prob(F-statistic) 0.000867
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung = 4,546416 dengan signifikansi (Prob F-statistic) sebesar 0,000867 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan variabel inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar, harga minyak mentah, dan harga emas dapat menjelaskan kelayakan model regresi atau secara bersama-sama berpengaruh terhadap return indeks saham sektor keuangan.
2. Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen yaitu inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar, harga minyak mentah, dan harga emas secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen return indeks saham sektor keuangan di BEI. Jika prob. t hitung < 0,05 maka variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel 6 Hasil Regresi Berganda, hasil yang diperoleh yaitu:
1) Pengujian hipotesis dari inflasi (INF) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,334345 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,1040 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa inflasi secara parsial tidak bepengaruh terhadap return indeks saham sektor keuangan.
2) Pengujian hipotesis dari suku bunga (SBI) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,137488 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,6542 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suku bunga secara parsial tidak bepengaruh terhadap return indeks saham sektor keuangan.
3) Pengujian hipotesis dari nilai tukar (KURS) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar -1,138820 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,0002 < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H3 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai tukar secara parsial bepengaruh negatif terhadap return indeks saham sektor keuangan.
4) Pengujian hipotesis dari jumlah uang beredar (M2) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,615031 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,0303 < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H4 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah uang beredar secara parsial bepengaruh positif terhadap return indeks saham sektor keuangan.
5) Pengujian hipotesis dari harga minyak mentah (ICP) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,077388 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,3795 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H5 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga minyak mentah secara parsial tidak bepengaruh terhadap return indeks saham sektor keuangan.
6) Pengujian hipotesis dari harga emas (DGP) terhadap return indeks saham sektor keuangan dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,135271 dengan tingkat signifikansi (Prob.) sebesar 0,3173 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut maka H6 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga emas secara parsial tidak bepengaruh terhadap return indeks saham sektor keuangan.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013:97). Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu.
Tabel 8
Koefisien Determinasi (R2)
Dependent Variable: RETURN Method: Least Squares
R-squared 0.339798 Mean dependent var 0.008145 Adjusted R-squared 0.265058 S.D. dependent var 0.058199 S.E. of regression 0.049893 Akaike info criterion -3.048587 Sum squared resid 0.131934 Schwarz criterion -2.804247 Log likelihood 98.45762 Hannan-Quinn criter. -2.953012 F-statistic 4.546416 Durbin-Watson stat 2.241174 Prob(F-statistic) 0.000867
Berdasarkan hasil pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,339798 atau 33,98%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen sebesar 33,98%, yang berarti 33,98% return indeks saham sektor keuangan dipengaruhi oleh variabel inflasi, suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar, harga minyak mentah, dan harga emas. Sedangkan sisanya sebesar 66,02% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi.
KESIMPULANDANSARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis regresi linier berganda, maka penelitian ini menemukan bahwa:
1. Inflasi (IHK) tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap return indeks saham sektor keuangan periode 2011-2015. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kenaikan inflasi tidak cukup mengakibatkan penurunan pada perolehan return indeks saham sektor keuangan. 2. Suku bunga BI Rate tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap return indeks saham sektor
keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga tidak cukup mengakibatkan penurunan pada perolehan return indeks saham sektor keuangan.
3. Nilai tukar memiliki pengaruh negatif terhadap return indeks saham sektor keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah nilai USD yang ditukarkan terhadap Rupiah akan berdampak pada berkurangnya beban hutang luar negeri sehingga dapat menambah laba perusahaan dan kenaikan perolehan return indeks saham sektor keuangan begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. 4. Jumlah uang beredar (M2) memiliki pengaruh positif terhadap return indeks saham sektor
keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak uang yang beredar di masyarakat akan memicu kenaikan arus dana yang disalurkan baik pada produk konsumsi maupun investasi sehingga mendorong kenaikan perolehan return indeks saham sektor keuangan. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis dalam penelitian ini.
5. Harga minyak mentah tidak berpengaruh signifikan positif terhadap return indeks saham sektor keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak mentah dalam negeri di pasar tidak cukup mengakibatkan kenaikan perolehan return indeks saham sektor keuangan.
6. Harga emas (logam mulia Antam) tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap return indeks saham sektor keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga emas di pasar tidak cukup mengakibatkan penurunan perolehan return indeks saham sektor keuangan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagi Investor
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan penentuan strategi yang efektif dalam berinvestasi serta pemahaman mengenai pergerakan indikator makro ekonomi seperti kurs tengah USD terhadap rupiah dan jumlah uang beredar (M2) yang mempengaruhi return indeks saham sektor keuangan secara signifikan pada periode 2011-2015.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Indeks yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini adalah indeks sektor keuangan. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan indeks lainnya sehingga mampu mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi pasar modal pada tiap sektor perusahaan di Bursa Efek Indonesia.
b. Penelitian ini menggunakan data variabel return saham secara indeks. Pada indeks sektor keuangan, tidak semua emiten aktif di pasar modal dan subsektor perbankan lebih mendominasi. Sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan data variabel per emiten untuk mengetahui lebih detail bagaimana pengaruh variabel makroekonomi terhadap return saham.
c. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai sebesar 0,3398 atau 33,98%.
Hal ini menunjukkan bahwa 66,02% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi. Untuk selanjutnya, diharapkan menggunakan variabel-variabel lain yang lebih variatif seperti Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Ekspor, Tingkat Pengangguran, Pendapatan Luar Negeri, Indeks Harga Produsen, dsb
DAFTARRUJUKAN
Abbas, Safdar et.al. 2014. “Impact of Macroeconomic Variables on Stock Returns: Evidence from
Akomolafe, Kehinde dan Jonathan Danladi. 2014. “Oil Price Dynamics and the Nigerian Stock Market: An Industry Level Analysis”. International Journal of Economics, Finance and Management. Vol 3: hal 308-316
Al-Qudah, Ali. 2014. “The Impact of Oil Price Shocks on Amman Stock Exchange Real Return”.
International Journal of Business and Social Science. Vol 5: hal 224-235
Al-Zararee, Abdul dan Izz Ananzeh. 2014. “The Relationship between Macroeconomic Variables and Stock Market Returns: A Case of Jordan for the Period 1993-2013”. International Journal of Business and Social Science. Vol 5: hal 186-194
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dombusch R. dan S. Fischer. 1992. Makroekonomi. Jakarta: Erlangga
Esmaeili, Jamal dan Sajad Gholami. 2013. “Investigation of the relationship between macroeconomic variables and the stock cash return index in Tehran Stock Exchange”.
International Research Journal of Applied and Basic Sciences. Vol 6: hal 42-52 Fahmi, Irham. 2012. Pengantar Pasar Modal. Bandung: Alfabeta
Garba, Abdulkarim. 2014. “Impact of Macroeconomic Factors on Common Stock Returns: A Study of Listed Manufacturing Firms in Nigeria”. European Journal of Business and Management. Vol 6: hal 140-150
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Ghozali, Imam dan Dwi Ratmono. 2013. Analisis Multivariat dan Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan EViews 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat
Hartono, Jogiyanto. 2014. Teori Portofolio dan Analisis Investasi edisi 8. Yogyakarta: BPFE Izedonmi, Prince dan Ibrahim Abdullahi. 2011. “The Effects Of Macroeconomic Factors On The
Nigerian Stock Returns: A Sectoral Approach”. Global Journal of Management and Business Research. Vol. 11: hal 24-30
Kganyago, Trust dan Victor Gumbo. 2015. “An Empirical Study of the Relationship between Money Market Interest Rates and Stock Market Performance: Evidence from Zimbabwe (2009-2013)”. International Journal of Economics and Financial Issues. Vol 5: hal 638-646
Khan, Amir et.al. 2016. “Relationship of International Oil Prices, Gold Prices and Stock Returns;
Evidence from KSE”. International Conference on Emerging Research for Sustainable Economic Development. Hal 1-22
Kibria, Umar et.al. 2014. “The Impact Of Macroeconomic Variables On Stock Market Returns: A Case Of Pakistan”. Research Journal of Management Sciences. Vol. 3(8): hal. 1-7
Kirui, Evans et.al. 2014. “Macroeconomic Variables, Volatility and Stock Market Returns: A Case
of Nairobi Securities Exchange, Kenya”. International Journal of Economics and Finance.
Vol. 6: hal 214-228
Laichena, Kaunyagi dan Tabitha Obwogi. 2015. “Effects Of Macroeconomic Variables On Stock Returns In The East African Community Stock Exchange Market”. International Journal of Education and Research. Vol. 3: hal 305-320
Mankiw, Gregory, dkk. 2012. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Asia: Principle of Economies an Asian Edition-Volume 2. Jakarta: Salemba Empat
Monjazeb, Mohammadreza dan Maryam Shakerian. 2014. “The Effects Of Gold Price And Oil Price On Stock Returns Of The Banks In Iran”. Arabian Journal of Business and Management Review (OMAN Chapter). Vol. 3:No.9
Olweny, Tobias dan Kennedy Omondi. 2011. “The effect of macro-economic factors on stock return volatility in the Nairobi stock exchange, Kenya”. Economics and Finance Review.
Vol 1: hal 34-48
Ouma, Wycliffe dan Peter Muriu. 2014. “The impact of macroeconomic variables on stock market returns in Kenya”. International Journal of Business and Commerce. Vol. 3: hal 1-31 Purnamasari, D. I. 2005. “Implikasi Signalling Theory Atas Pengumuman Pembagian Devidend
Cuts Terhadap Reaksi Pasar”. Makalah disajikan dalam Simposium Riset Ekonomi II, Surabaya, 23-24 November 2005
Samadi, Saeed et.al. 2012. “The Relationship between Macroeconomic Variables and Stock Returns in the Tehran Stock Exchange”. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol 6: hal 559-572
Sekaran, Una. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis Edisi 4 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Surjanti, Jun dan Aji, Tony Seno. 2009. Dasar-dasar Ekonomi Moneter. Surabaya: Unesa University Press
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE Winarno, Wing Wahyu. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN
Wismar’ein, Dian. 2004. “Reaksi Pasar atas Pengumuman Right Issue terhadap Abnormal Return Saham dan Likuiditas Saham”. Tesis diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro. Zaighum, Isma. 2014. “Impact of Macroeconomic Factors on Non-_nancial Firms' Stock Returns:
Evidence from Sectorial Study of KSE-100 Index”. Journal of Management Sciences. Vol 1: hal 35-48
Zakaria, Zukarnain dan Sofian Shamsuddin. 2012. “Empirical Evidence on the Relationship between Stock Market Volatility and Macroeconomics Volatility in Malaysia”. Journal of Business Studies Quarterly. Vol. 4: hal 61-71
Zhu, Bing. 2012. “The Effects Of Macroeconomic Factors On Stock Return Of Energy Sector In Shanghai Stock Market”. International Journal of Scientific and Research Publications.
Vol. 2: hal 1-4
UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 13
Sumber online: http://www.idx.co.id/id/ http://www.bi.go.id/id/ http://www.bps.go.id/id/ http://www.esdm.go.id/id/ http://www.antamgold.com/id/ http://www.wikipedia.org/wiki/