• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Pengertian Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Pengertian Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana

2.1.1 Pengertian Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu delik atau strafbaar feit. Kata strafbaar feit kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.28 Beberapa perkataan yang digunakan untuk menerjemahkan kata strafbaar feit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain: tindak pidana, delict, dan perbuatan pidana. Sementara di dalam berbagai perundang-undangan digunakan istilah untuk menunjukkan pengertian kata strafbaar feit. Beberapa istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut antara lain: peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam dengan hukum, dan tindak pidana. Seperti halnya Utrecht, Moeljatno, dan Tirtaamidjaja dalam buku Wirjono Prodjodikoro memakai istilah peristiwa pidana sebagai jalan tengah agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak tepat.29

Menurut Tongat, penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakekatnya tidak menjadi persoalan sepanjang penggunaanya disesuaikan dengan konteksnya dan dipahami maknanya. Karena itu berbagai istilah tersebut digunakan bergantian

28

Wirjono Prodjodikoro,op.cit, h.57 29 Ibid.

29

(2)

bahkan dalam konteks yang lain istilah kejahatan untuk menunjukkan maksud yang sama.30

Pengertian tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro, yaitu tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tindak hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana.31

Simons memberikan pendapatnya mengenai delict yaitu, delik merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. Menurut d.Simons dalam bukunya C.S.T Kansil tindak pidana merupakan perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.32

Adapun Van Hamel dalam bukunya Lamintang yang merumuskan strafbaar feit sebagai suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain, kemudian menurut Pompe dalam buku yang sama menyatakan perkataan strafbaar feit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan segaja telah

30 Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Effendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,

Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 40.

31 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h.1.

32 C.S.T. Kansil dan Kristine S.T. Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cet. Kedua,

(3)

dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.33 Menurut Moeljatno yang menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan.34

Menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan terhadap syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Sesuai dengan penjelasan di atas, maka pendapat Bambang Poernama sejalan dengan pendapat J.E Jonkers dalam buku Bambang Poernama, yang telah memberikan defenisi mengenai strafbaar feit menjadi dua pengertian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo yaitu:

a. Definisi dalam arti sempit yaitu strafbaar feit merupakan suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

b. Definisi dalam arti luas yaitu strafbaar feit merupakan suatu kelakuan yang melawan hukum berhubungan dengan dilakukannya suatu perbuatan dengan sengaja atau alfa oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan.35

33 P.A.F. Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h.

172.

34 Moeljatno, op.cit, h. 54.

35

(4)

Menurut definisi dalam arti sempit pada hakekatnya menyatakan bahwa untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan undang-undang yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain dari pada apa yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Definisi dalam arti luas lebih menitik beratkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggungjawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada.36

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh undang-undang (sanksi pidana) dan dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan. Adanya suatu tindak pidana tidak dapat terlapas dari akibat yang ditimbulkan tindakan tersebut. Selain merugikan orang lain, tindak pidana juga akan berakibat pada adanya pertanggungjawaban pidana yaitu berupa hukuman, vonis atau penjatuhan sanksi pidana dimuka pengadilan kepada pelaku tindak pidana atau kejahatan tersebut. Pada umumnya tidak semua tindak pidana atau kejahatan dapat dijatuhi pidana, oleh karena itu di dalam hukum pidana berlaku suatu asas yaitu tidak dipidana jika ada kesalahan atau sering disebut dengan Geen Starf Zonder Schuld.37

36 Ibid.

37 Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983, Suatu Tinjauan Sistem Pemidanaan Di Indonesia,

(5)

Andi Hamzah mengemukakan dalam bukunya bahwa ada empat tujuan pidana, yaitu :

1. Reformasi adalah memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat;

2. Restraint adalah mengasingkan pelanggar dari masyarakat;

3. Retribution adalah pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan;

4. Deterrence adalah memberikan efek jera atau mencegah sehingga baik terdakwa maupun orang lain yang mempunyai potensial menjadi penjahat akan jera dan takut melakukan kejahatan karena melihat pidana yang dijatuhkan. Sedangkan tujuan pidana yang banyakberkembang saat ini adalah variasi dari tujuan pidana reformasi dan deterrence.38

Berdasarkan sudut pandang terjadinya suatu tindakan yang dilarang, maka seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan yang dilakukanya tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Menurut Moeljatno dalam perbuatan yang dilarang disitu yang terpenting adalah guilty mind yaitu sikap batin yang jahat dari si pelaku. Selain itu perbuatan tersebut menghambat cita-cita bangsa Indonesia yaitu datangnya masyarakat yang adil, makmur sehingga perbuatan tersebut merupakan bahaya bagi keselamatan masyarakat.

Alf Ross dalam bukunya Moeljatno mengemukakan pendapatnya mengenai apa yang dimaksud dengan seseorang yang bertanggungjawab atas pebuatannya, yaitu:

Pertanggungjawaban pidana dinyatakan dengan adanya suatu hubungan antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat akibat dan akibat hukum yang diisyaratkan. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya suatu perbuatan dengan pidana. Ini tergantung dari persoalan, apakah dalam melakukan perbuatan itu dia mempunyai kesalahan, sebab asas dalam

38

(6)

pertanggungjawaban dalamhukum pidana ialah: tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen starf zonder schuld: Actus non facit reum mens rea).39

Pertanggungjawaban pidana bagi seseorang, harus mempunyai kemampuan bertanggungjawab atau keadaan batin orang itu harus normal dan sehat.

Simons dalam bukunya Tongat menyatakan bahwa “ kesalahan adalah keadaan batin psychis yang tertentu dari si pembuat dan hubungan antara keadaan batin si pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.40 Kemampuan untuk bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, maka dari itu untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan lagi, mengingat hal ini susah untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggungjawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal bathinnya mampu bertanggungjawab, kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal, maka hakim akan memerintahkan untuk dilakukan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, maka berarti bahwa kemampuan bertanggungjawab tidak berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.41

39 Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Bina

Aksara, Jakarta, h. 150. (Selanjutnya disingkat Moeljatno II).

40 Tongat, 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,

UUM Press, Malang, h. 222.

41

(7)

Selain itu untuk menentukan adanya pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan suatu tindak pidana harus ada sifat melawan hukum dari tindak pidana, yang merupakan sifat terpenting dari tindak pidana. Mengenai sifat melawan hukum apabila dihubungkan dengan keadaan psikis atau jiwa pembuat tindak pidana yang dilakukannya dapat berupa kesengajaan atau karena kelalaian. Akan tetapi kebanyakan tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan bukan unsur kelalaian. Bachtiar Agus Salim dalam bukunya Djoko Prokoso menyatakan bahwa ada beberapa syarat agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Tenang melakukan perbuatan pidana, perbuatan yang bersifat melawan hukum;

2. Mampu bertanggungjawab;

3. Melakukan perbuatan tersebut dengan sengaja atau karena kealpaannya; 4. Tidak adanya alasan pemaaf.42

2.1.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada dasarnya, setiap tindak pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan tindak pidana, oleh karena itu harus diketahui apa saja unsur-unsur atau ciri-ciri dari perbuatan pidana itu sendiri. Adapun 5 unsur yang terkandung dalam tindak pidana, yaitu:

42

(8)

a. Harus ada sesuatu kekuatan (gedraging);

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang; c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;

d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku; e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.43

Terdapat begitu banyak rumusan mengenai unsur-unsur tindak pidana. Setiap sarjana memiliki pendapat yang berbeda serta ada kesamaan pendapat. Seperti halnya Lamintang yang mengemukakan bahwa:

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku harus dihapuskan.44

Adapun penjelasan mengenai unsur subjektif dan unsur objektif, yaitu: 4. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan. Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld).

5. Unsur Objektif

Unsur objektif adalah unsur yang berasal dari luar diri pelaku yang terdiri atas:

a. Perbuatan manusia, berupa: act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif; omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

b. Akibat (result) tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh

43 C.S.T. Kansil II, op.cit, h.11.

44 Leden Merpaung, 1991, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Ed I,

(9)

hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan lainnya.

c. Keadaan-keadaan (circumstances) pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain; keadaan pada saat perbuatan dilakukan; keadaan setelah perbuatan dilakukan.

d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum, sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.45

Tidak hanya pengertian yang dijabarkan oleh Lamintang, Cristine dan Cansil pun turut menyatakan pendapat mengenai unsur-unsur tindak pidana yakni, selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan pidana), Toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab), serta adanya Schuld (terjadi karena kesalahan).46

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris dalam buku Moeljatno merumuskan empat hal pokok dalam tindak pidana, yaitu tindak pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumus delik, Wederrechtjek (melanggar hukum), dan dapat dicela. Tidak jauh berbeda dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, Moeljatno menyebutkan bahwa tindak pidana terdiri dari lima elemen, yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur

45 Laden Mepaung, op.cit, h. 9.

46

(10)

melawan hukum yang subjektif dan unsur melawan hukum yang objektif.47 Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang akan dikenakan sanksi pidana.

2.1.3 Jenis-Jenis Tindak Pidana

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membagi semua jenis tindak pidana kedalam dua golongan, baik yang termuat didalam maupun diluar KUHP, yaitu golongan kejahatan (misdrijven) yang terdapat dalam Buku II KUHP dan golongan pelanggaran (overtredingen) yang terdapat dalam Buku III KUHP. Terdapat dua pendapat mengenai jenis tindak pidana, yaitu penggolongan jenis tindak pidana bersifat kwalitatif dan penggolongan jenis tindak pidana bersifat kwantitatif, adapun penggolongan jenis tindak pidana yang bersifat kwalitatif, yaitu :

1. Rechtdelicten adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Tindak pidana ini disebut dengan kejahatan (mala perse). Kejahatan jenis ini tergolong dalam perbuatan pidana berat, misalnya: pembunuhan dan pencurian.

2. Wetsdelicten adalah perbuatan yang baru disadari oleh masyarakat sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai tindak

47

(11)

pidana,karena adanya undang-undang yang mengancamnya dengan sanksi pidana (mala quia prohibita).48

Terdapat perbedaan pendepat mengenai kedua jenis pidana tersebut, menurut Mr.J. M. Van Bemmelen, dalam bukunya “Hand-en Leer-boek van het Nederlandse Starfrecht” jilid II halaman 7, menyatakan suatu pendapat bahwa perbedaan antara dua golongan tindak pidana ini tidak bersifat kwalitatif, melainkan hanya bersifat kwantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman lebih berat dari pada pelanggaran dan ini nampaknya didasarkan pada sifat lebih berat dari pada kejahatan.49

Penggolongan ini penting, karena dalam Buku I KUHP terdapat beberapa ketentuan yang hanya berlaku bagi kejahatan, misalnya tentang percobaan dan penyertaan. Maka dari itu karena perbedaan antara dua golongan ini adalah kwantitatif maka diluar dari KUHP dalam undag-undang tertentu yang memuat penyebutan tindak pidana harus ditegaskan, apakah tindak pidana tersebut masuk golongan kejahatan atau masuk golongan pelanggaran.

2.2 Pengertian Rumah Sakit dan Korporasi Rumah Sakit

Istilah rumah sakit berasal dari bahasa Belanda yaitu Zeikenhuis. Ziek berarti sakit, zeiken yang berarti banyak orang sakit, sehingga diterjemahkan menjadi rumah

48 Moch Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju,

Bandung, h. 392.

49

(12)

para orang sakit dan dipersingkat menjadi rumah sakit.50 Pada kamus lengkap bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa rumah sakit adalah gedung tempat merawat orang sakit atau gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan.51

Ensiklopedi Nasional Indonesia memberikan definisi bahwa rumah sakit adalah:

“Sarana yang menyediakan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan berupa klinik yang bergantung padabesarnya rumah sakit yang dapat bersifat tunggal atau terdiri dari banyak bagian sesuai pelayanan spesialistik. Sedangkan yang ada pada rawat inap adalah melayani pasien yang perlu dirawat, yang biasanya terbagi dalam bagian-bagian sesuai jenis penyakit, kelompok umur, dan jenis kelamin”.52

Menurut rumusan World Health Organization (WHO), rumah sakit adalah usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnotik, terapeutik, dan rehabilitatif untukorang-orang yang menderita sakit, terluka, dan untuk mereka yang melahirkan.

Pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/ MENKES/ PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit dalam Pasa1 ayat (1) menyatakan :

50 Amir Ilyas, op.cit, h. 9.

51 Rizky Maulana dan Putri Amelia, 2013, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cahaya

Agency, Surabaya, h. 360.

52

(13)

“Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Upaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh rumah sakit meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, pelayanan gawat darurat,pelayanan medik, dan pelayanan penunjang medik dan non medik”. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah sakit merupakan suatu instansi yang menyediakan jasa di bidang pelayanan kesehatan baik secara rawat jalan ataupun rawat inap, serta rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan. Rumah sakit bukan lagi menjadi sekedar wadah, sarana tempat dilakukannya pelayanan kesehatan namun juga sebagai subjek hukum, penyelenggaraan rumah sakit di dasarkan pada pancasila, nilai kemanusian, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak, serta UU Rumah sakit. Sebagai subjek hukum maka rumah sakit memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Rumah Sakit yang menyebutkan “rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna”. Untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UU Rumah Sakit, maka rumah sakit memiliki fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Rumah Sakit yaitu :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

(14)

Pada dasarnya rumah sakit adalah suatu organisasi yang sifatnya memang sudah kompleks, dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi maka semakin lama semakin bertambah kompleks serta bertambah padat modal, padat tenaga, padat teknologi, dan padat persoalan dalam berbagai bidang antara lain yaitu, hukum, ekonomi, etik, HAM, teknologi dan lain-lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran yang penerapannya dilakukan dirumah sakit membuat bertambah kompleksnya manajemen di rumah sakit sehingga masyarakat bertambah kritis terhadap pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit. Maka perlu dipersiapkan adanya langkah-langkah terhadap dampak hukum yang mungkin timbul terhadap manajemen rumah sakit akibat tuntutan dari pihak pasien baik secara perdata maupun pidana.

Rumah sakit pada hakekatnya adalah sebuah organisasi yang dibentuk oleh suatu badan hukum (pemerintah, perjan, yayasan, perseroan terbatas, dan perkumpulan). Maka dari itu rumah sakit merupakan sebagai subjek hukum pidana karena diakunya korporasi, dan korporasi juga sebagai subyek hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Rancangan Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat RUU KUHP Tahun 2012). Pengaturan tentang tindak pidana korporasi dalam RUU KUHP terletak pada Buku I Bagian II Pertanggungjawaban Pidana Paragraf 6 Korporasi pada Pasal 48 RUU KUHP, Pasal 49 RUU KUHP, Pasal 50 RUU KUHP, dan Pasal 51 RUU KUHP.53

53

(15)

2.2.1 Jenis-Jenis Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan rujukan, artinya pelayanan rumah sakit tipe dan tingkat apapun utamanya melayani rujukan dari berbagai bentuk pelayanan primer atau pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan primer yang dilakukan oleh rumah sakit biasanya dilakukan untuk penderita gawat darurat (emergency) atau pada bagian rawat jalan (out patiet). Berdasarkan hal ini, maka dapat dilihat rumah sakit terbagi atas beberapa jenis yaitu:

a. Berdasarkan jenis penyakit atau masalah kesehatan penderita, rumah sakit dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Rumah Sakit Umum (RSU) adalah rumah sakit yang melayani segala jenis masalah kesehatan atau penyakit dari masyarakat;

2. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang hanya melayani salah satu jenis masalah kesehatan atau penyakit dari masyarakat. Misalnya: rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit ibu dan anak, dan rumah sakit jantung.

b. Berdasarkan kepemilikannya rumah sakit dibedakan menjadi 5, yaitu: Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh Departemen Kesehatan; 1. Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (RSUD), yang

terbagi menjadi 2, yaitu rumah sakit umum daerah provinsi dan rumah sakit umum daerah kabupaten.

2. Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh TNI dan POLRI, yang terbagi menjadi 4, yaitu rumah sakit angkatan darat (AD), rumah sakit angkatan laut (AL), rumah sakit angkatan dara (AU), dan rumah sakit POLRI

3. Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh Departemen lain dan BUMN, yang terbagi menjadi 3, yaitu rumah sakit pertamina, rumah sakit PELNI, dan rumah sakit perkebunan

4. Rumah sakit yang dikelola dan dimiliki oleh swasta terbagi menjadi2 yaitu ,rumah sakit yayasan dan rumah sakit perusahaan (PT)54

54

(16)

2.3 Pengertian Dokter

Istilah kata dokter dalam buku Ari Yunanto dan Helmi menyatakan berasal dari bahasa latin yaitu docere yang artinya mengajar, jadi dokter adalah seseorang yang bertugas mendidik pasiennya agar dapat berkomunikasi dengan tubuhnya secara benar sehingga diharapkan bisa memberdayakan dirinya untuk penyembuhan maupun untuk menjaga agar tubuhnya tetap sehat. Pada buku yang sama Ari Yunanto dan Helmi menyebutkan bahwa dokter adalah orang yang dimintai pertolongan oleh pasien karena kemampuan profesinya yang dianggap mampu untuk mengobati penyakit yang diderita oleh pasien.55

Kamus lengkap bahasa Indonesia memberikan definisi tentang dokter yaitu seseorang yang lulus dalam hal pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya.56

Profesi dokter merupakan pekerjaan mulia yang membantu orang lain untuk sehat, sembuh dari segala macam penyakit dan gangguan kesehatan yang dideritanya. Profesi dokter akan diakui setelah mendapatkan sertifikat kompetensi yang berupa surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran.

55 Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset, Yogyakarta,h.13.

56

(17)

2.4 Pengertian dan Unsur-Unsur Malpraktek

Berkaitan dengan pembahasan dari penulisan penelitian ini tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam melaksanakan tugasnya yang menimbulkan perbuatan pidana sehingga merugikan pihak pasien. Perbuatan tersebut seperti melakukan malpraktek, malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunya arti “salah” dan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, maka malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.57

Annie Isfandyarie dalam bukunya memberikan pengertian tentang malpraktek atau malpractice yang berasal dari kata “mal” yang memiliki arti buruk atau jelek, sedangkan kata “practice” yang memiliki arti tindakan. Berdasarkan hal tersebut malpraktek atau malpractice diartikan sebagai tindakan yang buruk. Hal ini berarti medical malpractice atau malpraktek kedokteran merupakan tindakan medis yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya secara buruk yang disebabkan tindakan dokter tersebut dilakukan di bawah standar yang dipersyaratkan. Maka Annie Isfandyarie, menyimpulkan bahwa malpraktek merupakan sebagai kesalahan dokter karena tidak mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan standar profesinya yang akhirnya mengakibatkan pasien terluka atau cacat badan bahkan menyebabkan meninggal dunia.58

57 Chrisdiono M. Achadiat, 2007, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran (Dalam Tantangan

(18)

Steadman’s Medical Dictonary menyebutkan malpraktek sebagai salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, karena disebabkan sikap tindak yang acuh, sembarang atau berdasarkan motivasi kriminil.59

Menurut Vironika dalam bukunya Hukum Etika Dalam Praktek Dokter memberikan definisi mengenai malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter.60

M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir berpendapat bahwa malpraktek adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama, yang dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati, yaitu melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medis (standar profesi dan standar prosedur oprasional). Berdasarkan uraian di atas M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir memberikan beberapa unsur-unsur malpraktek yaitu:

1. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya;

2. Adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur oprasional; 3. Adanya luka berat atau mati yang mengakibatkan pasien cacat atau meninggal

dunia;

58 Anny Isfandyarie, 2005, Malpraktek dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana,

Prestasi Pustaka, Jakarta, h. 15

59 J. Guwandi, op.cit, h.22.

60 Vironika Komalasari, 1989, Hukum Dan Etika Dalam Praktek Kedokteran, Sinar Harapan,

(19)

4. Adanya hubungan klasual dimana luka berat yang dialami pasien merupakan akibat dari perbuatan dokter yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik.61

Terdapat unsur-unsur malpraktek lain yang ada dalam buku Veronika yaitu: 1. Kewajiban (duty): saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu

kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau meringankan beban penderita pasiennya berdasarkan standar profesi.

2. Tidak melaksanakan kewajiban (breach of the duty): pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa ang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.

3. Sebab-akibat (proximate caused): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami pasien.

4. Cedera (injury): seseorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum.62

Selain unsur-unsur malpraktek yang telah disebutkan di atas, terdapat pula jenis-jenis malpraktek yang dilakukan oleh dokter antara lain yaitu:

1. Malpraktek Etik

Malpraktek etik adalah suatu tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran yang dituangkan didalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan, atau norma yang berlaku untuk dokter. R. Hariadi dikutip dari Ari Yunanto, asas etik merupakan kepercayaan atau aturan umum yang mendasar yang dikembangkan dari sistem etik. Asas etik yang terdiri dari 6 asas tersebut memiliki sifat yang universal yang terdapat dalam etik kedokteran yaitu:

61 Amir Ilyas, op.cit, h. 45.

62

(20)

a. Asas menghormati otonomi pasien; b. Asas kejujuran;

c. Asas tidak merugikan; d. Asas manfaat;

e. Asas kerahasiaan; dan f. Asas keadilan.63 2. Malpraktek Administrasi

Pelanggaran hukum administrasi yang terjadi dalam praktik kedokteran merupakan pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban hukum administrasi kedokteran. Kewajiban administrasi dokter dapat di bagi dua, yaitu: pertama, kewajiban administrasi yang berhubungan dengan kewenangan sebelum dokter berbuat. Kedua, kewajiban admnistrasi pada saat dokter sedang melakukan pelayanan medis. Berdasarkan adanya dua macam kewajiban administrasi maka pelanggaran administrasi dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktik kedokteran (dokter atau dokter gigi);

b. Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis, pelanggaran ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Kewajiban pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, dan kebutuhan medis pasien;

2. Kewajiban merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik;

3. Kewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai pasien;

4. Kewajiban melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan;

63 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 2009, Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan, Cet.

(21)

5. Kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran; dan

6. Kewajiban memberikan penjelasan pada pasien sebelum melakukan tindakan medis.64

3. Malpraktek Perdata

Malpraktek perdata (civil malpractice) merupakan tindakan dokter yang tidak melakukan kewajibannya, yaitu memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya dengan pasien. Tindakan dokter yang dikategorikan sebagai civil malpractice adalah:

1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib untuk dilakukan;

2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat;

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna;

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.65

Berdasarkan prinsip tersebut pihak rumah sakit dapat dikenakan tanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan pihak dokternya, asalkan keselahan tersebut dilakukan oleh dokter dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

4. Malpraktek Pidana

Perbuatan dapat dikategorikan sebagai malpraktek pidana (criminal malpractice) apabila perbuatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang terdiri dari tiga aspek, yaitu:

64

Adami Chazawi, 2007, Malpraktek Kedokteran, Bayu Media, Malang, h. 146.(selanjutnya disingkat Adami Chazawi II)

65 Syarul Machmud, 2012, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang di

(22)

1. Syarat dalam sikap batin merupakan sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Sesuatu tersebut berupa kehendak, pengetahuan, pikiran, perasaan, dan apapun yang melukiskan keadaan batin seseorang sebelum berbuat. Terdapat tiga sifat batin dokter yaitu: a. Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi). Sikap batin yang

diarahkan pada perbuatan pada umumnya berupa kesengajaan yang artinya mewujudkan perbuatan atau menjalankan terapi memang dikehendaki. Terdapat pula sikap batin pada perbuatan (aktif atau pasif) merupakan sikap batin kelalaian.

b. Sikap batin yang ditujukan pada sifat melawan hukum perbuatan yang akan dijalankan bisa berupa kesengajaan dan bisa juga culpa.

c. Sikap batin pada akibat yang merugikan kesehatan atau nyawa pasien pada umumnya malpraktek kedokteran tidak dituju atau tidak dikendaki.

2. Perlakuan salah dalam malpraktek kedokteran merupakan aspek perlakuan medis berupa wujud dan prosedur serta alat yang digunakan dalam pemeriksaan untuk memperoleh data-data medis, menggunakan data-data medis dalam mediagnosis, cara atau prosedur dan wujud serta alat terapi, bahkan termasuk pula perbuatan-perbuatan dalam perlakuan pasca terapi. Semua perbuatan pelayanan medis tersebut dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai) yang pada ujungnya dapat menimbulkan malpraktek kedokteran jika dilakukan dengan menyimpang.

3. Adanya akibat kerugian pasien merupakan akibat yang boleh masuk dalam lapangan malpraktek kedokteran, akibat yang merugikan pihak yang memilki hubungan dengan dokter. Akibat yang merugikan masuk dalam lapangan pidana, apabila jenis kerugian tersebut disebut pada rumusan

(23)

kejahatan sehigga menjadi unsur tindak pidana akibat kematian atau luka yang merupakan unsur-unsur kejahatan pada Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP.66

66

Referensi

Dokumen terkait

Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa penerapan reward dan punishment itu sangat penting untuk membentuk karakter siswa, karena dengan adanya reward dan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Imdonesia.Fenomena ini menjadi daya tarik bagi penulis untuk mengulasnya, karena merupakan realita pendidikan kita dewasa ini.Sertifikasi menjadi buruan yang tak terelakkan bagi

Hasil wawancara yang dilakukan pada bulan april 2017 di Puskesmas Klampis didapatkan jumlah penderita tuberkulosis paru pada tahun 2016 sebanyak 151.Salah satu

Untuk membantu proses pengeringan gabah yang lebih merata perlu dilakukan proses pembalikan atau pengadukan gabah, pada mesin pengering padi tersebut terdapat pengaduk yang

42 Ibid, hlm.. dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan pasif. Kehidupan bermasyarakat tidak dapat terlepas

● Sucorinvest Sharia Money Market Fund mencatatkan kinerja yang baik selama 1 tahun terakhir serta dapat mempertahankan kinerjanya untuk senantiasa lebih tinggi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nya publikasi ”Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012” ini dapat diterbitkan Publikasi ini menyajikan data dari berbagai