BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya pemerintah untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan
keluarga berkualitas di antaranya melalui program keluarga berencana. Program
yang digencarkan sejak tahun 1970an tersebut dinilai sukses dengan berhasil
menurunkan angka kelahiran total/Total Fertility Rate (TFR). Menurut data
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka TFR tercatat
mengalami penurunan sebesar 2,8 pada tahun 1997 menjadi 2,6 pada tahun
2002/2003 meskipun kemudian mengalami stagnansi pada SDKI tahun 2007
hingga tahun 2012 sebesar 2,61.
Menurunnya angka TFR salah satunya disebabkan oleh peningkatan angka
penggunaan kontrasepsi/Contraceptive Prevalensi Rate (CPR)2 yang merupakan
wujud dari penyelenggaraan program KB, baik melalui sumber pelayanan
pemerintah (Puskesmas, klinik pemerintah, Rumah Sakit pemerintah, dll) maupun
sumber pelayanan swasta (Bidan Praktik Swasta, Dokter Praktik Swasta, klinik
swasta, apotek, dll). Hasil SDKI tahun 2002/2003, 2007, hingga 2012
menunjukkan pengguna sumber pelayanan swasta sebagai tempat memperoleh
pelayanan kontrasepsi modern tercatat terus mengalami peningkatan.
1, 2
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, 2007, 2012 dalam Badan Pusat Statistik.
Kecenderungan pengguna sumber pelayanan KB di Indonesia dari waktu ke
waktu dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Sumber Pelayanan KB Berdasarkan Data SDKI Tahun 2002-2012
Sumber Pelayanan 2002-2003 2007 2012
Pemerintah 28% 22% 23%
Swasta 63% 69% 73%
Lainnya 9% 9% 4%
Sumber: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, 2012.
Tabel 2. Sumber Pelayanan KB Melalui Jalur Swasta Berdasarkan Data SDKI Tahun 2007 dan 2012
Sumber Pelayanan Swasta SDKI 2007 SDKI 2012
Rumah Sakit Swasta 2,2% 2,3%
Klinik Swasta 1,3% 1,9%
Dokter Umum Praktik 1,7% 1,3%
Bidan 28,8% 31,7%
Bidan di Desa 19,6% 18,5%
Apotek/ Toko Obat 8,7% 11,6%
Rumah Sakit Bersalin - 0,8%
Rumah Bersalin - 0,2%
Dokter Kandungan Praktik - 0,9%
Perawat - 3,2%
Pelayanan Keliling Swasta - 0,0%
Pelayanan Keliling Swasta Lainnya
- 0,3 %
Lainnya 6,8% -
Swasta 69,1% 72,7%
Sumber: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, 2012.
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada SDKI tahun 2002/2003 pengguna
pada tahun 2007, sebaliknya kondisi ini disertai dengan menurunnya pengguna
sumber pelayanan KB pemerintah dari 28 persen pada tahun 2002/2003 menjadi
22 persen pada tahun 2007. Pada tahun 2012 pengguna sumber pelayanan KB
swasta kembali meningkat menjadi 73 persen dan menjadi 23 persen pada
pelayanan KB pemerintah, lebih lanjut dari hasil SDKI pada tahun 2012 di antara
sumber pelayanan KB swasta maka perawat/bidan, bidan di desa, dan apotek/toko
obat tercatat sebagai sumber pelayanan yang banyak diakses masyarakat
(masing-masing 32 persen, 19 persen, dan 12 persen) meningkat dari hasil SDKI 2007
sumber pelayanan KB oleh perawat/bidan sebesar 29 persen, bidan di desa
sebanyak 20 persen, dan apotek/toko obat sebanyak 9 persen.
Menurut Sukamdi (2012) perubahan pilihan konsumen terhadap sumber
pelayanan kontrasepsi dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya dampak
privatisasi pelayanan KB maupun kurangnya ketersediaan alat kontrasepsi di
sumber pelayanan pemerintah. Darwin dan Sukamdi (2010) menjelaskan dampak
privatisasi dapat berarti positif sebab masyarakat tidak lagi bergantung kepada
pelayanan KB yang difasilitasi oleh pemerintah, namun bermakna negatif dengan
kemungkinan menurunnya ketersediaan alat kontrasepsi di sumber pelayanan
pemerintah. Kondisi ini dikhawatirkan akan merugikan keluarga miskin yang
tidak mampu menjangkau pelayanan KB di sektor swasta sementara jumlah
pelayanan kontrasepsi pemerintah yang murah terbatas, sehingga akan memicu
meningkatnya TFR dan menurunnya penggunaan kontrasepsi di kalangan
Kondisi keterbatasan pemerintah dalam menyediakan alat/obat kontrasepsi
bagi seluruh lapisan masyarakat juga dinyatakan oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Keterbatasan anggaran akibat krisis
ekonomi menyebabkan pemerintah hanya memfokuskan penyediaan alat/obat
kontrasepsi bagi para peserta KB dari keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera
I3, hal ini kemudian melatarbelakangi kebijakan pelayanan KB yang diarahkan
pada kemandirian masyarakat dalam mendapatkan KB dan peningkatan peran
swasta atau yang lebih dikenal dengan KB Mandiri. Program KB Mandiri
bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pelayanan KB dan memperoleh pelayanan melalui tempat-tempat yang tersedia di
sektor swasta secara aktif4.
Perbedaan kualitas pelayanan yang diberikan antara sumber pelayanan KB
pemerintah dan swasta juga diduga menjadi penyebab terhadap beralihnya
pengguna sumber pelayanan KB ke swasta. Selama ini kualitas pelayanan pada
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dinilai masih kurang dan masih rendah.
Kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke atas lebih memilih untuk
melakukan pelayanan kesehatan di swasta, sementara kelompok dengan
pendapatan menengah ke bawah terpaksa mendapat pelayanan kesehatan di
fasilitas pemerintah yang masih bermutu rendah atau kurang memuaskan5.
Mereka yang berpenghasilan lebih baik cenderung akan memilih pelayanan yang
lebih baik, meskipun harus membayar lebih mahal.
3
Direktorat Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk. 2011.
4
Haryono Suyono. 1988.
5
Mengenai pentingnya kualitas pelayanan, Dwiyanto (1996) dan
Widaningrum (1999) berpendapat bahwa peningkatan kualitas merupakan cara
yang efektif untuk mempertinggi keberhasilan program. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Antoh (2004) mengenai kualitas pelayanan KB disebutkan bahwa
hambatan utama dalam kualitas pelayanan KB salah satunya disebabkan
kurangnya perhatian pada klien (akseptor), sehingga penelitian mengenai kualitas
pelayanan publik berdasarkan kriteria/indikator pengguna dalam hal ini kualitas
pelayanan KB sangat penting untuk dilakukan. Dalam pelaksanaan pelayanan KB,
banyak studi menunjukkan bahwa berbagai aspek dalam kualitas pelayanan KB
memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan dan kepuasan klien dan akhirnya
meningkatkan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi.
Kondisi peningkatan pengguna sumber pelayanan swasta dalam pelayanan
KB juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Provinsi DIY
merupakan salah satu daerah pengembangan dan penyanggah program KB
nasional. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka kelahiran total (TFR)
terendah yaitu 1,8 (SDKI 2007) dan 2,1 (SDKI 2012) dengan prosentase terbesar
wanita berstatus kawin berumur 15-49 tahun yang menggunakan metode
kontrasepsi di pulau Jawa (SDKI 1997-2007). Dengan kondisi tersebut maka
Provinsi DIY menjadi salah satu daerah pionir kesuksesan program KB, sehingga
menjadi pilihan lokasi dalam penelitian ini.
Hasil pelayanan Peserta KB Baru (PB) berdasarkan tempat pelayanan di
Provinsi DIY tahun 2011 hingga Agustus 2014 menunjukkan bahwa pada tahun
pemerintah. Pada tahun 2012 seluruh Kabupaten/Kota mengalami kenaikan
jumlah pengguna yang cukup besar pada sumber pelayanan swasta. Meskipun
pada tahun 2013 terjadi penurunan pengguna pada seluruh sumber pelayanan
kesehatan, namun apabila diperhatikan lebih lanjut Kabupaten Bantul dan Sleman
tercatat sebagai daerah dengan pengguna KB di sumber pelayanan swasta yang
cukup tinggi, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Pelayanan Peserta KB Baru (PB) Menurut Tempat Pelayanan Provinsi DIY Tahun 2011, 2012, 2013, dan s/d Agustus 2014
Kabupaten 2011 2012 2013 s/d Agt 2014 A B A B A B A B Kulon Progo 3.191 1.379 3.314 4.258 2.983 4.020 1.856 2.464 Bantul 5.542 1.092 7.061 9.956 6.550 9.827 3.186 5.833 Gunung Kidul 6.119 1.127 6.604 7.383 6.667 8.121 3.854 5.491 Sleman 4.468 3.745 6.084 10.264 6.125 9.774 2.329 7.388 Kota Yogyakarta 2.443 2.823 3.167 3.322 3.490 2.601 1.707 1.578 Provinsi 21.763 10.166 26.230 35.183 25.815 34.343 12.932 22.754 Sumber: aplikasi.bkkbn.go.id. Keterangan :
A : Sumber Pelayanan Pemerintah. B : Sumber Pelayanan Swasta.
Untuk pelayanan KB yang dilakukan di Bidan Praktik Swasta (BPS)/bidan
swasta berdasarkan data pencapaian peserta KB Baru pada tahun 2011 s/d bulan
Agustus 2014, pada tahun 2012 terlihat bahwa Kabupaten Sleman mengalami
peningkatan jumlah pengguna KB di bidan swasta sebanyak 447 akseptor di mana
pada tahun 2013 penurunan pengguna KB di bidan swasta Kabupaten Sleman
tidak sebanyak kabupaten lainnya, seperti dalam tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Pelayanan Peserta KB Baru (PB) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Provinsi DIY Tahun 2011, 2012, 2013, s/d Agustus 2014
Kabupaten 2011 2012 2013 s/d Agustus 2014 Kulon Progo 2.814 2.079 1.905 1.051 Bantul 8.674 8.235 7.557 4.610 Gunung Kidul 4.609 5.489 3.802 2.143 Sleman 6.074 6.521 6.328 3.835 Kota Yogyakarta 120 58 80 60 Provinsi 22.291 22.382 19.672 11.699 Sumber: aplikasi.bkkbn.go.id. 1.2 Perumusan Masalah
Sumber pelayanan swasta yang mengalami peningkatan sebagai tempat
memperoleh pelayanan kontrasepsi modern berdasarkan hasil SDKI, berpengaruh
terhadap penurunan pengguna sumber pelayanan KB pemerintah. Di antara
sumber pelayanan KB swasta yang meningkat maka bidan, bidan di desa, dan
apotek/toko obat tercatat sebagai sumber pelayanan yang paling banyak diakses
masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya bidan dapat menjalankan praktik
mandiri (praktik bidan swasta perorangan) dan/atau bekerja pada fasilitas
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit pemerintah/swasta, klinik
pemerintah/swasta, sehingga seorang bidan swasta dapat sekaligus berprofesi
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pegawai swasta. Bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan adalah bidan yang memiliki Surat Izin Kerja Bidan
(SIKB) sedangkan bidan yang menjalankan praktik mandiri harus memiliki Surat
Fenomena peningkatan pengguna terhadap sumber pelayanan KB swasta
ini menarik untuk diteliti, terutama pada sumber pelayanan kesehatan di tingkat
dasar yaitu Bidan Praktik Swasta (sumber pelayanan swasta) dan Puskesmas
(sumber pelayanan pemerintah) yang paling mudah diakses oleh masyarakat.
Dengan menggali informasi lebih dalam mengenai kualitas pelayanan KB di
Bidan Praktik Swasta dan perbedaannya dengan kualitas pelayanan KB di
Puskesmas diharapkan akan dapat memberi gambaran mengapa pengguna
memilih pelayanan KB di Bidan Praktik Swasta, apakah itu disebabkan oleh
dampak privatisasi pelayanan KB yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan
alat kontrasepsi di sumber pelayanan pemerintah, ataukah sebab yang lainnya,
sehingga hasil penelitian mampu menjelaskan mengenai kondisi pelayanan KB di
masyarakat yang menunjukkan adanya peningkatan pengguna di sumber
pelayanan swasta.
Kabupaten Sleman di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dipilih sebagai lokus berdasarkan pertimbangan sebagai salah satu daerah
yang mengalami peningkatan pengguna pelayanan KB di sumber pelayanan
swasta dengan pengguna pelayanan KB terbanyak di Bidan Praktik Swasta (BPS).
Kualitas pelayanan KB di bidan swasta akan dibandingkan dengan kualitas
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka
pertanyaan penelitiannya adalah:
1. Bagaimana perbandingan kualitas pelayanan KB antara Bidan Praktik
Swasta (BPS) dengan Puskesmas menurut persepsi pengguna (ibu
berKB).
2. Mengapa pengguna memilih Bidan Praktik Swasta (BPS) dalam
melakukan pelayanan KB.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui bagaimana perbandingan kualitas pelayanan KB antara di
Bidan Praktik Swasta (BPS) dengan Puskesmas menurut persepsi
pengguna (ibu berKB).
2. Mengetahui alasan pengguna memilih pelayanan KB di Bidan Praktik
Swasta (BPS).
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain:
1. Secara Teoritis
Dapat menjadi masukan bagi penelitian atau kajian mengenai kualitas
2. Secara Praktis
Dapat memberikan masukan pada pelaksanaan program KB di daerah
lain maupun Kabupaten Sleman mengenai kualitas pelayanan KB
dalam upaya menjaga kelangsungan program dan meningkatkan