PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAN
KESEHATAN REPRODUKSI M O D U L 4
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN 2022
2022 R e v i s i
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Tahun 2022
Hak Cipta @ 2022
PERANGKAT
TRAINING OF TRAINER (ToT) PELATIHAN FUNGSIONAL DASAR (LFD)
PENYULUH KELUARGA BERENCANA Edisi Tahun 2022
KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI
Tim Penyusun Pejabat Fungsional : Dra. Theodora Pandjaitan, MSc
Afif Miftahul Majid, S.Sos
Desnita Ekaratri Wulandari, SS., MPH
Pengarah :
Dr. Drs. Lalu Makripuddin, M.Si Dr. Dadi Ahmad Roswandi, M.Si
Uswatun Nisa, S.Sos, MAPS
Pelaksana Teknis :
Desnita Ekaratri Wulandari, SS., MPH Iwan Tri Hariyanto, SPd
Tim Editor : Tri Aryadi, S.Psi Sri Agustien, SE
Diterbitkan oleh :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KB BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur 13650
i
Undang - Undang nomor : 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Saat ini program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga masih menjadi perhatian dan komitmen Pemerintah RI, sehingga program ini masih tercantum dan diamanatkan pula dalam Peraturan Presiden RI tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.
Dalam rangka untuk meningkatkan partisipasi pemerintah daerah dalam pelaksanaan program Kependudukan dan Keluarga Berencana, maka dikeluarkanlah Undang - Undang nomor : 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana pada pasal 12 ayat 2 menyebutkan bahwa pengendalian penduduk dan keluarga berencana merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pada lampiran Undang - Undang nomor : 23 tahun 2014 dalam urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana dicantumkan pada sub urusan keempat tentang standarisasi pelayanan KB yang harus disiapkan oleh pemerintah pusat.
Berdasarkan Undang - Undang Nomor : 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah semakin mempertegas kewenangan tersebut, dimana pada lampiran Undang - Undang Nomor : 23 tahun 2014 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat, daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten dan Kota pada huruf N (Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) menegaskan kewenangan dalam pelaksanaan urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana yang harus dilaksanakan oleh masing-masing tingkatan pemerintah yaitu: (1) sub urusan Pengendalian Penduduk, (2) sub urusan Keluarga Berencana, (3) sub urusan Keluarga Sejahtera, dan (4) sub urusan Sertifikasi dan Standarisasi.
ii
Penyusunan perangkat Pelatihan Fungsional Dasar (LFD) Penyuluh Keluarga Berencana yang berkualitas di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam rangka mendukung program Banggakencana, maka diperlukan suatu pelatihan yang secara sistematis dirancang untuk mencapai tujuan penyusunan tersebut.
Selanjutnya, Pelatihan yang dilaksanakan di BKKBN peruntukkannya oleh tenaga Fasilitator yang akan membentuk Penyuluh KB di lapangan menjadi lebih profesional.
Saya sangat menyambut baik diterbitkannya perangkat pelatihan ; Modul dan media/Bahan Tayang Pelatihan Fungsional Dasar sebagai upaya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sesuai dengan kebutuhan dalam mendukung program Banggakencana di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan perkembangan terkini.
Akhirnya kepada semua pihak diucapkan terima kasih atas partisipasi, kontribusi, masukan, saran dan koreksi, hingga tersusunnya Perangkat pelatihan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi upaya kita dalam mendukung dan mengelola Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga secara profesional, hingga terwujudnya Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Berencana itu Keren.
Jakarta, 30 Maret 2022 Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan,
Prof. drh. Muhammad Rizal Damanik, MrepSc., PhD.
iii Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, kami telah menyelesaikan penyusunan Paket Perangkat Pelatihan Fungsional Dasar dengan tepat dan berkualitas guna kepentingan menjaga mutu penyelenggaraan dan memenuhi standarisasi program pelatihan yang disyaratkan.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah secara berkesinambungan mengembangkan Perangkat Pelatihan Fungsional Dasar yang dirancang khusus untuk meningkatkan kompetensi bagi Penyuluh Keluarga Berencana/PLKB. Dengan demikian, para fasilitator, pengelola dan pelaksana dapat melakukan Pengelolaan program Bangga Kencana sesuai dengan standar dari pelaksanaan sampai dengan di tingkat Lini Lapangan.
Pelatihan Fungsional Dasar ini khususnya untuk memantapkan keterampilan peserta dalam pelaksanaan Pengelolaan yang terkini dalam rangka mendukung program Banggakencana.
Perangkat pelatihan ini adalah acuan untuk menyelenggarakan Pelatihan Fungsional Dasar.
Tujuan pedoman pelatihan teknis ini adalah menciptakan panduan yang layak mengenai tahapan pelaksanaan dan evaluasi yang harus dikerjakan oleh penyelenggara pelatihan yang dimasud untuk mewujudkan good governance.
Untuk tercapainya tujuan pelatihan sebagaimana yang diharapkan, maka kurikulum dan bahan pembelajaran Pelatihan Fungsional Dasar dilengkapi dengan berbagai media antara lain handout slide, dan video yang secara terus menerus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
iv
lapangan. Media pembelajaran tersebut diharapkan dapat menguatkan proses belajar mengajar dan meningkatkan kompetensi kepada peserta Pelatihan Fungsional Dasar bagi Penyuluh KB.
Penyempurnaan dan pengembangan perangkat pelatihan kekinian tentunya akan terus dilakukan dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan wilayah, masyarakat, serta perkembangan program, ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerbitan Paket Perangkat) Pelatihan Fungsional Dasar ditujukan untuk lebih memantapkan Sumber Daya Manusia dalam pelaksanaan program Bangga kencana.
Semoga dengan diterbitkannya paket pembelajaran Pelatihan Fungsional Dasar bagi Penyuluh KB di Kabupaten dan Kota, dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan Pengelolaan program Banggakencana.
Akhir kata, penghargaan dan apresiasi yang setingi-tingginya serta ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan Paket Perangkat Pelatihan ini. Semoga paket pelatihan ini bermanfaat untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan Pelatihan Fungsional Dasar yang berkualitas.
Jakarta, 25 Maret 2022
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana,
Dr. Drs. Lalu Makripuddin, M.Si
v
KATA SAMBUTAN ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Deskripsi Singkat ... 3
C.Manfaat Modul ... 3
D.Tujuan Pembelajaran ... 3
E. Materi pokok ... 3
F. Petunjuk Belajar ... 4
BAB II PELAYANAN PROGRAM KB DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL .... 5
A. Hakikat Program KB dalam Era Jaminan Kesehatan ... 5
B. Penyelenggaraan Pelayanan KB Dalam Era Jaminan Kesehatan ... 6
C.Pelayanan KB Di FKTP Dan FKRTL ... 26
D.Rangkuman ... 35
E. Latihan... 36
F. Evaluasi Formatif ... 36
G.Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 37
BAB III KELUARGA BERENCANA PASCAPERSALINAN ... 39
A. Tujuan Dan Strategi Pelayanan KBPP... 39
B. Tata kelola Program Dan Layanan KBPP ... 39
C.Pembiayaan Kegiatan Dan Pelayanan Keluarga Berencana Pascapersalinan .. 43
D.Alat Kontrasepsi Dan Material Pendukung Kegiatan Dan Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan ... 44
E. Pembinaan Partisipasi Keluarga Dan Masyarakat ... 45
F. Rangkuman ... 49
G.Latihan... 50
H.Evaluasi Formatif ... 51
I. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut ... 52
BAB IV ALAT, FUNGSI, DAN PROSES REPRODUKSI MANUSIA ... 53
vi
A. Alat dan Fungsi Reproduksi Laki-Laki ... 53
B. Alat dan Fungsi Reproduksi Perempuan ... 55
C. Proses Reproduksi Manusia ... 57
D. Rangkuman ... 64
E. Latihan ... 65
F. Evaluasi Formatif ... 65
G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut ... 67
BAB V METODE KONTRASEPSI ... 68
A. Jenis-Jenis Kontrasepsi ... 68
B. Pemilihan Penggunaan Kontrasepsi Rasional, Efektif, dan Efisien ... 106
C. Mitos-Mitos dalam Penggunaan Kontrasepsi ... 109
D. Rangkuman ... 112
E. Latihan ... 114
F. Evaluasi Formatif ... 114
G. Umpan Balik Dan Tindak Lanjut ... 116
BAB VI PENUTUP ... 118
A. Kesimpulan ... 118
B. Evaluasi Sumatif ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 125
1
A. Latar Belakang
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan merupakan amanah yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan ini dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan termasuk didalamnya adalah pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang juga memperhatikan fungsi sosial, nilai, norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.
Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu, Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sejalan dengan hal ini, Negara telah bersepakat dan berkomitmen dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memasukkan jaminan kesehatan sebagai salah satu program jaminan sosial selain 4 (empat) program jaminan sosial lainnya yaitu jaminan kecelakaan kerja,
2
hari tua, pensiun, dan kematian. Didalam undang-undang ini diatur pula dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan KB.
Dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dikatakan bahwa penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan. Untuk itu dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran sehingga terwujud pertumbuhan penduduk yang seimbang melalui diantaranya pengaturan kehamilan sebagai upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat dan obat kontrasepsi.
Dengan telah diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhitung mulai 1 Januari 2014, telah terjadi beberapa perubahan pengaturan sistem pelayanan kesehatan nasional termasuk didalamnya adalah sub-sistem jaminan pembiayaan, sub-sistem pelayanan kesehatan dan pengelola pembiayaan pelayanan kesehatan. Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS maka BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Serta diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan ini tentunya juga akan berimplikasi terhadap kebijakan, strategi dan program KB yang diyakini dapat mengurangi kesenjangan dan unmet need pasangan usia subur tehadap kebutuhan pelayanan KB.
Merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, BKKBN diberi mandat untuk berkontribusi secara langsung terhadap 2 ( dua ) dari 7 (tujuh) agenda Pembangunan/Prioritas Nasional (PN) pada RPJMN IV 2020-2024, yaitu untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM)
3
Berkualitas dan Berdaya Saing, serta mendukung Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan.
B. Deskripsi Singkat
Selamat! Anda sedang mempelajari modul pembelajaran tentang Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, modul ini membahas tentang pelayanan KB era JKN, Alat, Fungsi, dan Proses reproduksi Manusia dan metode kontrasepsi
C. Manfaat Modul
Peserta diharapkan dapat memahami Program Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi
D. Tujuan Pembelajaran 1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari modul keluarga berencana dan kesehatan reproduksi peserta diharapkan mampu memahami program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
2. Indikator Hasil belajar
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat:
1) Menjelaskan pelayanan KB pada era Jaminan Kesehatan Nasional 2) Menjelaskan Pelayanan KB Pascapersalinan
3) Menguraikan Alat, Fungsi, dan Proses reproduksi Manusia 4) Menguraikan metode kontrasepsi
E. Materi pokok
1) Pelayanan Keluarga Berencana pada era JKN 2) Pelayanan KB Pascapersalinan
4
3) Alat, Fungsi, dan Proses reproduksi Manusia 4) Metode kontrasepsi
F. Petunjuk Belajar
Agar dapat memahami isi modul ini dengan cepat, Anda perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Bacalah modul ini tahap demi tahap. Sebelum anda benar-benar paham tentang materi pada tahap awal, jangan membaca materi pada halaman berikutnya. Lakukan pengulangan pada halaman tersebut sampai anda benar-benar memahaminya.
b. Jika anda mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman atau sub bahasan tertentu, diskusikan dengan teman anda atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu untuk memahami materi modul ini.
c. Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar sebaiknya anda mengerjakan latihan-latihan dengan menjawab soal-soal.
d. Lakukan pengulangan untuk mengerjakan soal latihan hingga Anda memahami materi tiap bab.
5
A. Hakikat Program KB dalam Era Jaminan Kesehatan
Keluarga Berencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengatur kelahiran anak, jarak serta usia ideal melahirkan, hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Secara eksplisit pada pasal 23 disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan kontrasepsi.
Dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi, pada lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada huruf N yaitu Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana..
Arah kebijakan dan strategi BKKBN secara umum mengacu pada arah kebijakan dan strategi nasional yang dijabarkan dalam RPJMN 2020-2024, terutama dalam menerjemahkan Prioritas Nasional melalui Program Prioritas (PP) dan Kegiatan Prioritas (KP) yang menjadi arahan Presiden RI sebagai fokus penggarapan Pembangunan Nasional Indonesia periode 2020-2024. Adapun arah kebijakan BKKBN adalah sebagai berikut:
6
a. meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang holistik dan integratif sesuai siklus hidup, serta menguatkan pembentukan karakter di keluarga
b. menguatnya pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk (GDPK)
c. meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan KBKR yang komprehensif berbasis kewilayahan dan fokus pada segmentasi sasaran
d. meningkatkan Advokasidan Penggerakan Program Bangga Kencana sesuai dengan karakteristik wilayah dan segmentasi sasaran
e. memperkuat system informasi keluarga yang terintegrasi
B. Penyelenggaraan Pelayanan KB Dalam Era Jaminan Kesehatan
Dalam penyelenggaraan pelayanan Keluarga Berencana (KB) terdapat 2 (dua) tahapan yaitu sebagai berikut :
A. Persiapan
1. Penyiapan Data Sasaran Peserta KB
Data sasaran peserta KB dalam JKN mengacu pada data basis yang ada di Bank Data BPJS Kesehatan. Dari data basis yang ada di BPJS Kesehatan dipilah peserta yang berstatus Pasangan Usia Subur (PUS). Data sasaran peserta KB dalam JKN meliputi:
a. Pasangan Usia Subur Peserta JKN
1) PUS Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN
PUS PBI JKN meliputi PUS peserta JKN yang tergolong fakir miskin/tidak mampu. Data tersebut bersumber dari Basis Data Terpadu (BDT) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diperoleh melalui hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) secara berkala yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut mencakup 40% rumah tangga yang memiliki tingkat
7
kesejahteraan paling rendah dari seluruh rumah tangga di Indonesia. Data PUS PBI JKN diperoleh dari indikator PPLS yaitu Wanita Usia Subur (usia 15-49 tahun) yang berstatus kawin.
2) PUS Bukan PBI JKN
PUS Bukan PBI JKN meliputi PUS peserta JKN yang tidak tergolong fakir miskin dan tidak mampu.
Data sasaran Peserta KB dalam JKN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama meliputi: PUS PBI JKN, PUS anggota TNI/Polri, PUS peserta Askes, PUS peserta Jamsostek, PUS peserta Jamkesda, PUS peserta Jaminan Kesehatan Komersial, dan PUS peserta asuransi mandiri. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh PUS yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
b. PUS Bukan Peserta JKN
PUS Bukan Peserta JKN meliputi :
1) PUS yang tidak tergolong fakir miskin dan tidak mampu serta belum mendaftar sebagai peserta JKN. Bagi PUS bukan peserta JKN dapat mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya paling lambat tanggal 1 Januari 2019 dengan cara :
a) Mendaftar langsung ke kantor BPJS Kesehatan terdekat sesuai dengan domisili, info lokasi BPJS terdekat dapat dilihat di http://www.bpjs- kesehatan.go.id atau melalui telepon 500400 (bebas pulsa) atau di Rumah Sakit Pemerintah yang menyediakan fasilitas pendaftaran kepesertaan JKN yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
b) Mendaftar secara online melalui http://www.bpjs-kesehatan.go.id.
Informasi lebih lanjut mengenai tata cara/prosedur pendaftaran peserta JKN dapat dilihat pada web bkkbn (http://www.bkkbn.go.id).
8
2) PUS yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu atau keluarga prasejahtera atau sejahtera I agar dapat didaftarkan sebagai peserta JKN melalui Sistem Pengaduan Masyarakat (Sismadur) yang dikoordinasikan antara SKPD KB Kab/Kota dan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Kantor BPJS Kesehatan setempat.
c. Penyiapan Data Faskes KB
Data Faskes KB mengacu pada Daftar Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Penyelenggara pelayanan KB dalam JKN meliputi semua Faskes yang telah memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BPJS Kesehatan serta telah teregistrasi dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKKBN melalui Kartu Pendaftaran Fasilitas Kesehatan KB (K/0/KB/13).
Ketentuan pendataan Faskes KB dalam SIM BKKBN:
1) Bagi Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun belum teregistrasi dalam SIM BKKBN maka BKKBN dan SKPD KB setempat berkewajiban untuk melakukan registrasi.
2) Bagi Faskes yang sudah teregistrasi oleh BKKBN tetapi belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka BKKBN dan SKPD KB setempat dapat merekomendasikan Faskes tersebut untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan.
3) Salah satu persyaratan teknis Puskesmas bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah kesanggupan untuk memiliki jejaring pelayanan bersama dengan Praktik Bidan.
Pendataan Faskes yang melayani KB dalam JKN dilakukan dengan menggunakan Formulir Pendaftaran Faskes KB (K/0/KB/13). Untuk Faskes KB yang sudah memiliki PKS dengan BPJS Kesehatan namun belum teregistrasi dalam SIM BKKBN maka Perwakilan BKKBN Provinsi dan atau SKPD KB tingkat Kabupaten dan Kota harus segera melakukan pemberian nomor registrasi
9
kepada Faskes KB tersebut menggunakan Formulir K/0/ KB/13 dengan berkoordinasi dengan Dinkes setempat. Pemutakhiran data Faskes yang melayani KB dalam JKN dapat dilakukan setiap saat ada pembentukan Faskes KB baru yang telah memiliki PKS dengan BPJS Kesehatan yang akan dilaporkan setiap enam bulan.
Pemuktahiran data Faskes yang bekerjasama degan BPJS Kesehatan dapat diakses melalui www.bpjs-kesehatan.go.id atau kantor BPJS kesehatan terdekat. Dalam hal penambahan atau pengurangan jumlah Faskes yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan maka BKKBN atau SKPD KB kabupaten dan kota melakukan koordinasi dengan kantor cabang BPJS Kesehatan dan Kantor Layanan Operasional BPJS Kesehatan kabupaten dan kota.
2. Faskes KB
Faskes KB adalah fasilitas yang mampu dan berwenang memberikan pelayanan Keluarga Berencana, berlokasi dan terintegrasi di Faskes tingkat pertama atau rujukan tingkat lanjutan, yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau swasta (termasuk masyarakat) meliputi :
a. Faskes Tingkat Pertama :
Yang termasuk dalam Faskes Tingkat Pertama terdiri dari:
1) Puskesmas atau yang setara;
2) Praktik Dokter;
3) Praktik Dokter Gigi
4) Klinik Pratama atau yang setara;
5) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
b. Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan :
Yang termasuk dalam Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan terdiri dari:
1) Klinik Utama atau yang setara;
10
2) Rumah Sakit Umum;
3) Rumah Sakit Khusus.
c. Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat Dokter berdasarkan penetapan :
Dinkes setempat, maka Faskes KB meliputi:
1) Praktik Bidan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
2) Praktik perawat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam hal ini hanya untuk pelayanan KB sederhana.
3. Jaringan / Jejaring Faskes KB
Jaringan Faskes KB adalah Fasilitas kesehatan yang menginduk ke Puskesmas pembina sebagai berikut :
a. Puskesmas Pembantu (Pustu);
b. Bidan di desa
c. Puskemas Keliling (Pusling);
Jejaring Faskes KB adalah fasilitas kesehatan yang menginduk ke Puskesmas pembina setelah melakukan perjanjian kerjasama, yaitu :
a. Praktek Bidan
b. Pos Pelayanan Terpadu (Pustu) c. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) d. Pos Bersalin Desa ( Polindes)
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Praktik Bidan sebagai jejaring puskesmas pembina, terdiri atas:
a. Surat Ijin Praktik (SIP);
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan KB dalam JKN.
11
Dalam menetapkan Praktik Bidan sebagai jejaring, puskesmas melakukan seleksi dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis sebagai berikut :
a. Lingkup Pelayanan KB Sederhana, meliputi:
1) Sumber daya manusia, memiliki sertifikat pelatihan :
• Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/Konseling) KB.
2) Kelengkapan sarana penunjang pelayanan KB, mempunyai :
• Materi KIE;
• Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK);
• Tensimeter;
• Safety Box;
• Formulir, register, kartu pencatatan dan pelaporan Keluarga Berencana.
3) Komitmen pelayanan KB
• Adanya jadwal pelayanan KB.
b. Lingkup Pelayanan KB Lengkap, meliputi:
1) Sumber daya manusia, memiliki sertifikat pelatihan
• Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/Konseling) KB
• Contraceptive Technology Update (CTU) IUD dan Implan
• Pelatihan Vasektomi tanpa pisau
2) Kelengkapan sarana penunjang pelayanan KB, mempunyai :
• Materi KIE;
• Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK);
• Tensimeter;
• Obgyn Bed;
• Safety Box;
• IUD Kit;
• VTP Kit;
• Implan Removal Kit;
• Sterilisator;
12
• Formulir, register, kartu pencatatan dan pelaporan KB.
3) Komitmen pelayanan KB
• Adanya jadwal pelayanan KB.
Faskes KB dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan ruang lingkup pelayanan KB (Tabel 1). Faskes KB merupakan bagian dari Faskes Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan dengan perincian sebagai berikut :
a. Faskes Tingkat Pertama terdiri dari : 1) Faskes KB Sederhana.
2) Faskes KB Lengkap.
b. Faskes Tingkat Lanjutan terdiri dari : 1) Faskes KB Sempurna.
2) Faskes KB Paripurna.
Tabel1.
Klasifikasi Faskes KB Berdasarkan Lingkup Pelayanan
No. Lingkup
Pelayanan
Faskes KB Sederhana
Faskes KB Lengka
p
Faskes KB Sempurna
Faskes KB Paripurna
1. Konseling ¥ ¥ ¥ ¥
2. Pemberian
Kondom ¥ ¥ ¥ ¥
3. Pelayanan Pil KB ¥ ¥ ¥ ¥
4. Pelayanan Suntik
KB ¥ ¥ ¥ ¥
5. Pelayanan
IUD/Implan - ¥ ¥ ¥
6. Pelayanan Vasektomi/
MOP
- - ¥ ¥ ¥
7. Pelayanan
Tubektomi/MOW - - ¥ ¥
8. Rekanalisasi dan penanggulangan Infertilitas
- - - ¥
9.
Penanggulangan Efek Samping (sesuai
kemampuan) dan upaya rujukan
¥ ¥ ¥ ¥
13
Dalam menyelenggarakan pelayanan KB, tenaga kesehatan yang diperlukan di Faskes tingkat pertama adalah Dokter atau Bidan terlatih yang melaksanakan pelayanan KB. Tenaga yang diperlukan untuk melayani KB di Faskes Tingkat Lanjutan:
Tabel 2.
Tenaga Untuk Melayani KB di Faskes Tingkat Lanjutan
No Pelayanan Tenaga
1. Tubektomi Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan, Dokter Spesialis Anestesi
2. Vasektomi Dokter Spesialis Urologi/ Dokter Spesialis Bedah/ Dokter Umum yang mendapat pelatihan untuk melayani vasektomi
3. IUD Dokter/Bidan yang telah mendapat pelatihan CTU IUD 4. Implan Dokter/Bidan yang telah mendapat pelatihan CTU
Implan
5. Administrasi Tenaga Administrasi peralatan dan pelaporan pelayanan KB
Tabel 3.
Klasifikasi Faskes KB
Berdasarkan Persyaratan Minimal Tenaga Kesehatan
Klasifikasi Tenaga
Sederhana Dokter / Bidan / Perawat Kesehatan V
Administrasi V / 0
Lengkap Dokter/Bidan/Perawat Kesehatan V
Administrasi V / 0
Sempurna Dokter V V
Bidan V V
Perawat Kesehatan V V
Administrasi V V
Paripurna Dokter V V
Bidan V V
Perawat Kesehatan V V
Administrasi V V
V : Boleh terisi salah satu atau keduanya VV : Harus terisi dan tidak bernilai nol “0”
V / 0 : Boleh terisi atau boleh bernilai nol “0”
14
Tabel 4. Klasifikasi Faskes KB
Berdasarkan Persyaratan Minimal Sarana Faskes KB
Sederhana Lengkap Sempurna Paripurna
Konseling Kit Konseling Kit Konseling Kit Konseling Kit
BP3K BP3K BP3K BP3K
Tensimeter Tensimeter Tensimeter Tensimeter
Timbangan Berat Badan
Timbangan Berat Badan
Timbangan Berat Badan
Obgyn Bed Obgyn Bed Obgyn Bed
IUD KIT IUD KIT IUD KIT
Implant Removal Kit
Implant Removal Kit
Implant Removal Kit
VTP Kit VTP Kit VTP Kit
Minilaparotomi Kit/Laparoskopi
Minilaparotomi Kit/Laparoskopi
B. Pelaksanaan
1. Advokasi dan KIE
Advokasi dan KIE merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN. Kegiatan Advokasi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan KB diperuntukkan bagi pembuat kebijakan untuk memastikan semua pemangku kepentingan (stakeholders), terkait pelayanan KB dalam sistem JKN, baik di pusat, provinsi dan kabupaten dan kota, memberikan dukungan kebijakan dan komitmen operasional untuk menunjang pelaksanaan, baik dalam aspek regulasi, infrastruktur, sarana prasarana, SDM, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi, serta dukungan penganggaran yang memadai.
Sementara komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dalam penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN dilaksanakan dalam konteks untuk memastikan terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan
15
masyarakat, memiliki kepedulian dan peran serta dalam program JKN pada umumnya.
a. Advokasi
Kegiatan advokasi diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan mempengaruhi praktek para pembuat kebijakan, (termasuk pemberi layanan kesehatan dan KB) badan legislatif, tokoh masyarakat, agama dan adat, sehingga mereka mampu menciptakan lingkungan yang kondusif.
1) Tujuan
Tujuan advokasi penyelenggarakan pelayanan KB dalam JKN adalah : a) Meningkatkan dukungan dan komitmen pemangku kepentingan
(eksekutif dan legislatif) dalam penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN.
b) Meningkatkan sinergitas kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan kota dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN.
c) Meningkatkan partisipasi dan kerjasama semua institusi formal dan informal dalam penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN.
d) Meningkatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam penyelenggaraan pelayanan informasi KB dalam JKN.
2) Sasaran
a) Kementerian dan Lembaga di Pusat terkait penyelenggaraan Pelayanan KB.
b) Kepala Pemerintahan dalam semua tingkatan: Gubernur dan Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah.
c) Lembaga legislatif, baik DPR RI maupun DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota.
16
d) Pimpinan organisasi massa/kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, universitas/perguruan tinggi serta tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam semua tingkatan.
e) Pimpinan media massa cetak, media elekronik dan jejaring sosial media.
f) Penyedia layanan kesehatan, baik perorangan maupun di fasilitas kesehatan yang sudah memberikan pelayanan KB maupun yang belum memberikan pelayanan KB.
3) Pelaksanaan
Advokasi penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN dilaksanakan pada Tingkat Pusat dan Daerah.
a) Pusat
Advokasi diarahkan kepada pengambil kebijakan pemerintah pusat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, untuk mendapatkan dukungan terhadap implementasi penyelenggarakan pelayanan KB dalam JKN.
b) Provinsi
Advokasi diarahkan kepada pengambil kebijakan pemerintah provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk mendapatkan dukungan terhadap implementasi penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN.
c) Kabupaten dan Kota
Advokasi diarahkan kepada pengambil kebijakan pemerintah kabupaten dan kota serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk mendapatkan dukungan terhadap implementasi penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN yang terkait pelaksanaan di wilayah kabupaten dan kota, terutama untuk mendekatkan pelayanan KB ke masyarakat dan meningkatkan komitmen masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN.
17
4) Bentuk dan Media Advokasi
Untuk menentukan bentuk dan media advokasi, terlebih dahulu dilakukan analisis situasi terkait dengan kebijakan dan regulasi penyelenggaraan pelayanan KB JKN. Selanjutnya memetakan stakeholders kunci yang terkait pelayanan KB, serta isu-isu yang berkembang terkait pelayanan KB. Bentuk-bentuk advokasi antara lain:
a) Seminar eksekutif dengan sasaran Pemerintah Daerah (Gubernur, Walikota, Bupati, DPRD)
b) Dialog interaktif c) Lokakarya
d) Kunjungan kerja
e) Audiensi dengan stakeholders, tokoh masyarakat-tokoh agama f) Kunjungan ke redaksi media dan konferensi pers
g) Lobby h) Audiensi
i) Pembentukan jaringan ahli dan pemerhati permasalahan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana
Selanjutnya, penggunaan media advokasi tergantung dengan permasalahan, hubungan sebab akibat munculnya masalah dan dimana permasalahan itu berada. Ketajaman dalam merumuskan masalah mempermudah solusi pemecahan masalah penyelenggaraan Pelayanan KB dalam JKN.
Secara umum, media advokasi penyelenggaraan Pelayanan KB dalam JKN adalah:
18
a) Advokasi kit (berisi VCD multi media, film pendek, lembar paparan, lembar fakta (factsheet) terkait pelayanan KB, kependudukan dan keterkaitan dengan sektor- sektor lain).
b) Talkshow / Dialog Interaktif di televisi dan radio c) Advertorial di koran atau majalah
d) Media luar ruang, seperti billboard atau baliho, untuk membangun kesadaran bersama dan kepekaan stakeholders
e) TVC (TV Commercial) atau Iklan layanan Masyarakat (PSA) f) Roundtable discussion
b. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
KIE mengacu pada intervensi program yang komprehensif, yakni merupakan bagian integral dari program pembangunan suatu negara, yang bertujuan untuk mencapai perubahan. KIE menggunakan kombinasi teknologi komunikasi, pendekatan dan proses secara fleksibel dan partisipatif. Titik awal KIE adalah untuk memberikan kontribusi dalam pemecahan suatu masalah atau membangun dukungan dari sasaran terhadap sebuah isu yang terkait dengan sebuah program.
1) Tujuan
Tujuan KIE Pelayanan KB dalam JKN sebagai berikut :
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang belum ber-KB sehingga tercapai penambahan peserta KB baru.
b) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang sudah ber-KB sehingga tercapai kelestarian kesertaan ber-KB
c) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga dan masyarakat tentang kesehatan reproduksi
19
2) Sasaran
Sasaran KIE dipilah menjadi sasaran langsung (penerima akhir) dan sasaran tidak langsung. Sasaran tidak langsung diharapkan dapat meneruskan pesan kepada sasaran langsung.
Sasaran langsung meliputi :
a) PUS yang belum ber-KB (ibu hamil, ingin anak segera, ingin anak ditunda, dan tidak ingin anak lagi)
b) Peserta KB aktif
Sasaran tidak langsung meliputi : a) Tokoh masyarakat,
b) Tokoh agama c) Tokoh adat
d) Tokoh partai politik
3) Pelaksanaan
KIE penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN dilaksanakan pada Tingkat Pusat dan Daerah.
a) Tingkat pusat dan daerah lebih banyak memanfaatkan media above the line yang menempatkan seluruh individu, keluarga, dan masyarakat sebagai sasaran umum dengan pesan yang bersifat umum.
b) Tingkat Kabupaten dan Kota dan lini lapangan, lebih banyak memanfaatkan media below the line dan komunikasi langsung yang memilah individu, keluarga dan masyarakat sebagai sasaran spesifik sesuai dengan isi pesan program yang disampaikan.
20
4) Bentuk dan Media KIE
Bentuk dan media KIE yang dapat dilakukan dalam Pelayanan KB dalam JKN sebagai berikut :
a) KIE Massa adalah KIE yang dilakukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak elektronik atau media tradisional (pentas seni dan budaya) sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak pada waktu yang bersamaan.
b) KIE Kelompok, adalah KIE yang dilakukan kepada sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
c) KIE Perorangan, adalah KIE yang dilakukan kepada orang/individu langsung maupun tidak langsung dengan teknik komunikasi interpersonal.
Media KIE yang digunakan dalam Pelayanan KB dalam JKN antara lain : a) Media Luar Ruang (Billboard, Poster, Mural)
b) Media Massa Cetak (Koran, Majalah, Buku, Tabloid)
c) Media Massa Elektronik (TV, Radio, Radio Komunitas, Internet) d) Media Jejaring Sosial
e) Leaflet dan Brosur
2. Penggerakan Kesertaan Ber-KB
Penggerakan adalah upaya peningkatan kepedulian individu, keluarga dan masyarakat dalam proses pembangunan menyangkut keikutsertaan dalam meningkatkan kepedulian individu, keluarga dan masyarakat untuk tahu, mau dan mampu melaksanakan program KB.
a. Tujuan penggerakan sumber daya program pembinaan kesertaan ber-KB dalam JKN adalah :
21
1) untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan peran serta individu, keluarga dan masyarakat dalam setiap kegiatan keluarga berencana 2) untuk meningkatkan partisipasi aktif dari individu, keluarga dan
masyarakat itu sendiri, sehingga menjadi kelompok yang berdaya, bekerja secara mandiri dalam mengembangkan kapasitas dan sumber daya yang dimilikinya.
b. Sasaran penggerakan dipilah menjadi sasaran langsung (penerima akhir) dan sasaran tidak langsung. Sasaran tidak langsung diharapkan dapat meneruskan pesan kepada sasaran langsung.
Sasaran langsung meliputi :
1) PUS yang belum ber-KB (ibu hamil, ingin anak segera, ingin anak ditunda, dan tidak ingin anak lagi)
2) Peserta KB aktif
Sasaran tidak langsung meliputi : 1) Tokoh masyarakat,
2) Tokoh agama 3) Tokoh adat
4) Tokoh partai politik
c. Pelaksanaan 1) Persiapan
a) Pengumpulan Data dan Informasi, yang mencakup sumber daya, kelembagaan, berbagai kebijakan, sarana dan prasarana, dana sesuai dengan kebutuhan.
b) Identifikasi masalah penggerakan adalah keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain dan dampak pada pencapaian tujuan.
22
c) Masalah dapat dianalisis berdasarkan kekuatan dan kelemahan, alternatif pemecahan masalah yang akan dihadapi sehingga dapat dirumuskan upaya pemecahan, cara mencapai tujuan serta waktu pelaksanaan.
2) Pelaksanaan
a) Penggalangan Dukungan
Penggalangan dukungan dalam melaksanakan penggerakan kesertaan ber-KB melalui komitmen yang tinggi di setiap tingkatan khususnya dari lembaga legislatif, eksekutif, LSOM, pihak swasta maupun perorangan.
b) Keterpaduan Kegiatan
Komitmen operasional yang menumbuhkan kesediaan untuk melaksanakan penggerakan kesertaan ber-KB dalam JKN yang dilanjutkan dengan kegiatan fisik operasional di lapangan.
i. Melakukan Sosialisasi
Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk orientasi, bimbingan, fasilitasi, pelatihan, penyebaran bahan informasi yang dilakukan secara terus menerus sehingga dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, sikap serta keterampilan individu, keluarga dan masyarakat.
ii. Mobilisasi Penggerakan
Melakukan mobilisasi penggerakan untuk meningkatkan pemahaman secara menyeluruh ke semua tempat diberbagai tingkatan. Dari hasil pemahaman dan kesadaran tersebut selanjutnya dilakukan pelayanan KB. Mobilisasi penggerakan perlu untuk menyediakan sarana yang dapat menunjang kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan, seperti penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk pelayanan KB.
Penggerakan dan mobilisasi kelompok masyarakat, dapat dilakukan dengan cara:
23
1) Melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama;
2) Mengidentifikasi norma masyarakat, adat dan kebiasaan kelompok masyarakat;
3) Mengidentifikasi bentuk-bentuk kegiatan yang ada di masyarakat untuk penyebaran informasi;
4) Mengorganisasikan kelompok dalam membantu program KB;
5) Menggerakkan kelompok melalui pertemuan, diskusi kelompok, seni tradisional dan pertunjukan langsung.
iii. Kegiatan Momentum
Kegiatan momentum yang dapat dimanfaatkan untuk penggerakan antara lain kerjasama dengan mitra kerja seperti TNI, POLRI, PKK, Organisasi Profesi (IDI,POGI, IBI,PPNI, dll) dan organisasi keagamaan dan kegiatan lainnya. Untuk mengetahui hasil penggerakan dapat dievaluasi melalui hasil kegiatan seperti kesertaan ber KB dan pencapaian peserta KB baru.
iv. Pertemuan/Rapat Koordinasi
Pertemuan/rapat koordinasi dimaksudkan untuk melakukan evaluasi koordinasi dan menyiapkan langkah-langkah untuk membina hasil penggerakan yang telah dicapai serta melanjutkan kegiatan yang tertunda.
Jenis pembinaan meliputi:
(1) Pembinaan Tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten dan Kota, Kecamatan dan Tingkat Desa/Kelurahan.
(a) Melalui pertemuan koordinasi pokja dengan komponen terkait yang dilakukan setiap periode tertentu sesuai rencana kerja (triwulan)
24
(b) Melalui pertemuan sesuai mekanisme operasional, seperti :
o Pertemuan rutin IMP/kader secara berjenjang, staf meeting, pembinaan dari Pusat ke Provinsi dan Kab/Kota, pertemuan UPT/Koordinator, pertemuan PLKB/PKB;
o Rakor Desa/Rakor Kecamatan; Rakor Kabupaten dan Kota.
(2) Pembinaan Tidak Langsung dapat dilakukan melalui video conference, internet, umpan balik (feedback) laporan.
(3) Pembinaan Tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten dan Kota, Kecamatan dan Tingkat Desa/Kelurahan.
(c)Melalui pertemuan koordinasi pokja dengan komponen terkait yang dilakukan setiap periode tertentu sesuai rencana kerja (triwulan)
(d) Melalui pertemuan sesuai mekanisme operasional, seperti :
o Pertemuan rutin IMP/kader secara berjenjang, staf meeting, pembinaan dari Pusat ke Provinsi dan Kab/Kota, pertemuan UPT/ Koordinator, pertemuan PLKB/PKB;
o Rakor Desa/Rakor Kecamatan; Rakor Kabupaten dan Kota.
(4) Pembinaan Tidak Langsung dapat dilakukan melalui video conference, internet, umpan balik (feedback) laporan.
3. Pelayanan KB a. Ruang Lingkup
1) Pelayanan KB di Faskes
Pelayanan KB di Faskes disesuaikan dengan klasifikasi Faskes KB seperti tercantum di atas.
2) Pelayanan KB oleh Praktik Bidan atau Praktik Perawat
Apabila di suatu kecamatan tidak tersedia tenaga dokter dengan penetapan dari Kepala Dinkes setempat, maka Bidan maupun Perawat dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan KB.
25
Ruang lingkup pelayanan :
a) Praktik Bidan mencakup pelayanan KB yang diberikan di Faskes KB sederhana sampai dengan lengkap (tanpa Vasektomi)
b) Praktik perawat mencakup pelayanan KB yang diberikan di Faskes KB sederhana
3) Pelayanan KB oleh jejaring Faskes KB
Ruang lingkup pelayanan KB oleh jejaring Faskes KB mencakup pelayanan KB yang diberikan di Faskes KB sederhana sampai lengkap disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kesehatan terlatih dan sarana penunjang pelayanan KB.
b. Prosedur pelayanan 1) Sistem Pelayanan KB
Sistem pelayanan KB di Faskes meliputi:
a) Pelayanan KB dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku serta menerapkan pilihan kontrasepsi secara cafetaria.
b) Mengisi lembar informed consent untuk setiap pelayanan KB suntik, IUD / implan, vasektomi dan tubektomi.
c) Pelayanan KB di Faskes dilakukan melalui pendekatan satu atap (one stop service) artinya setiap klien/calon klien potensial yang membutuhkan pelayanan KB, dapat dilayani kebutuhan KIEnya di beberapa unit terkait, dan setelah dilakukan promosi dan KIP/Konseling serta pengambilan keputusan mengenai metode kontrasepsi yang dipilih, maka dilakukan pelayanan medis KB di tempat yang telah ditetapkan.
d) Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan komponen kesehatan reproduksi lainnya, antara lain dengan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi
26
Menular Seksual (PP-IMS) dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (dalam hal ini pemberian informasi tentang KB).
e) SDM dan sarana prasana yang tersedia harus memenuhi ketentuan.
f) Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik.
g) Harus ada sistem monitoring, evaluasi dan umpan balik dari klien dalam rangka pengendalian kualitas pelayanan.
h) Ayoman pasca pelayanan.
2) Sistem Rujukan Pelayanan KB
Sistem rujukan diciptakan untuk mengendalikan mutu dan biaya secara terpadu dan berkesinambungan. Perhatian khusus terutama ditujukan untuk menunjang upaya penurunan angka kejadian efek samping dan komplikasi penggunaan kontrasepsi.
C. Pelayanan KB Di FKTP Dan FKRTL
Pelayanan KB dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sesuai kebutuhan medis. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan hanya dapat diberikan atas rujukan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan atau pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan lainnya. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. Ketentuan sebagaimana dimaksud diatas dikecualikan pada keadaaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan klien.
1. Sistem Rujukan
Sistem rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horisontal : a) Rujukan Vertikal
Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud merupakan rujukan antara pelayanan KB yang berbeda tingkatan, dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (rujuk balik).
27
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila :
o Klien membutuhkan pelayanan KB spesialistik atau subspesialistik.
o Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
o Pelayanan KB dapat ditangani oleh tingkatan Faskes yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
o Klien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan Faskes yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang, dan/atau;
o Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
b) Rujukan Horizontal
Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan horizontal dapat berlangsung sebagai berikut :
o antara Faskes tingkat pertama dan Faskes tingkat pertama lainnya:
i. antar internal (antar petugas) di Faskes tingkat pertama;
ii. antara puskesmas dan rumah sakit D Pratama atau laboratorium;
iii. antara puskesmas dan klinik pratama;
28
iv. antara puskesmas dan Praktik Bidan atau Praktik Perawat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan;
v. antara klinik pratama dan rumah sakit D pratama atau laboratorium;
vi. antara rumah sakit D pratama dan Praktik Bidan atau Praktik Perawat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan;
vii. antara klinik pratama dan Praktik Bidan atau Praktik Perawat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
o antara Faskes tingkat lanjutan dan Faskes tingkat lanjutan lainnya.
i. antar internal (antar bagian/unit pelayanan) di suatu rumah sakit atau klinik utama;
ii. antara rumah sakit umum dan klinik utama;
iii. antara rumah sakit khusus dan klinik utama;
iv. antara rumah sakit umum dan rumah sakit khusus;
Pelaksanaan pelayanan rujukan didasarkan kriteria sebagai berikut:
(a) Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada Faskes tersebut;
(b) Komplikasi yang tidak bisa ditangani oleh Faskes tersebut;
(c) Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih canggih/memadai.
Dalam melaksanakan rujukan harus diberikan :
(a) Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk
(b) Konseling tentang kondisi yang diharapkan/ diperoleh di tempat rujukan (c) Informasi tentang Faskes tempat rujukan dituju
(d) Pengantar tertulis kepada Faskes yang dituju mengenai kondisi klien saat ini dan riwayat sebelumnya serta upaya/tindakan yang telah diberikan
(e) Bila perlu, berikan upaya stabilisasi klien selama di perjalanan
(f) Klien didampingi perawat/bidan selama menuju tempat rujukan karena kondisi klien.
29
(g) Menghubungi Faskes rujukan agar diberikan pertolongan segera saat klien tiba
2. Alur Pelayanan KB
Alur pelayanan KB digambarkan dalam bagan 1,2 dan 3 di bawah ini menurut Faskes KB yang melayani sebagai berikut :
a) Alur Pelayanan KB di Praktik Dokter dan Praktik Bidan b) Alur Pelayanan KB di Faskes Tingkat Pertama
c) Alur Pelayanan KB di Faskes Rujukan
30
Bagan 1
ALUR PELAYANAN KB DI PRAKTIK DOKTER DAN PRAKTIK BIDAN
31
Penjelasan :
1. Calon klien atau klien KB datang ke Praktik Dokter dan Bidan mendaftar ke petugas dengan menunjukkan kartu kepesertaan BPJS dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter dan Bidan memberikan KIP/K kepada klien untuk memilih pelayanan KB yang dikehendaki.
3. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi khusus untuk pelayanan Suntik, IUD, Implan dan vasektomi maka dilakukan penapisan klien/ kelaikan medis untuk mengetahui eligilibilitas metode kontrasepsi yang dipilih.
32
Bagan 2
ALUR PELAYANAN KB DI FASKES TINGKAT PERTAMA (PUSKESMAS)
33
Penjelasan :
1. Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap Praktik mendaftar ke petugas dengan menunjukkan kartu kepesertaan BPJS Kesehatan dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter dan atau Bidan memberikan KIP/Konseling kepada klien untuk memilih pelayanan KB yang dikehendaki
3. Apabila Dokter dan atau Bidan menemukan kontraindikasi pelayanan KB yang dikehendaki klien maka perlu dirujuk ke Faskes KB yang lebih lengkap/sesuai dengan membuat surat rujukan.
4. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi khusus untuk pelayanan suntik, IUD, implan dan atau vasektomi perlu persetujuan secara tertulis dengan menanda tangani formulr informed consent, apabila klien tidak setuju perlu diberikan KIP/Konseling ulang
5. Setelah pelayanan KB, dokter dan bidan memantau hasil pelayanan KB dan memberikan nasehat pasca pelayanan kepada klien KB sebelum klien pulang dan kontrol kembali.
34
35
Penjelasan :
1. Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap Praktik mendaftar ke petugas dengan menunjukkan surat pengantar rujukan, kartu kepesertaan BPJS Kesehatan dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter atau Bidan di UGD, Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap memberikan KIP/
Konseling kepada klien untuk memilih pelayanan KB yang disarankan
3. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi khusus untuk pelayanan suntik, IUD, implan, vasektomi dan tubektomi, perlu persetujuan secara tertulis dengan menandatangani formulir informed consent, apabila klien tidak setuju perlu diberikan KIP/Konseling ulang
4. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menghindarkan kontraindikasi tindakan sebelum klien menyepakati informed consent yang telah dipahami.
5. Setelah pelayanan KB, dokter memantau hasil pelayanan KB dan memberikan nasehat pasca pelayanan kepada klien KB sebelum klien pulang dan kontrol kembali.
6. Dokter memberikan feedback rujukan pelayanan KB yang telah ditindaklanjuti untuk dipantau oleh Faskes perujuk.
D. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan pelayanan Keluarga Berencana (KB) terdapat 2 (dua) tahapan yaitu Persiapan dan pelaksanaan, pada tahap persiapan dimulai dari penyiapan data sasaran peserta KB, faskes KB dan jaringan atau jejaring faskes KB.
Pada tahap pelaksanaan meliputi pelaksanaan advokasi dan KIE, penggerakkan kesertaan ber-KB dan pelayanan KB
Pelayanan KB dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sesuai kebutuhan medis. Pelayanan KB dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sesuai kebutuhan medis. Sistem rujukan dapat dilakukan dengan vertikal dan horizontal.
36
Alur pelayanan KB digambarkan dalam bagan 1,2 dan 3 di bawah ini menurut Faskes KB yang melayani sebagai berikut :
a) Alur Pelayanan KB di Praktik Dokter dan Praktik Bidan b) Alur Pelayanan KB di Faskes Tingkat Pertama
c) Alur Pelayanan KB di Faskes Rujukan
E. Latihan
Jawablah Pertanyaan Berikut
3. Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Kesehatan Keluarga Berencana (Faskes KB) ?
4. Apa saja yang terdapat dalam tahap pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan KB di era JKN ?
5. Uraikan klasifikasi Faskes KB berdasarkan lingkup pelayanan yang ada.
6. Uraikan tentang sistem rujukan Vertikal dan Horizontal 7. Jelaskan Alur Pelayanan KB di Faskes Tingkat pertama
8. Jelaskan Alur Pelayanan KB di Praktik Dokter dan Bidan Swasta
F. Evaluasi Formatif
Jawablah pertanyaan berikut dengan memilih A, B, C, D atau E pada jawaban yang menurut Saudara paling tepat!
1. Data sasaran peserta KB dalam JKN mengacu pada data basis yang ada di:
a. Bank Data Hasil Pendataan Keluarga b. Bank Data Hasil Sensus Penduduk c. Bank Data BPJS Kesehatan
d. Bank Data Sistem Informasi Keluarga (SIGA) e. Bank Data Hasil Penelitian
2. Berikut termasuk dalam faskes tingkat pertama, kecuali:
a. Puskesmas b. Puskesdes
37
c. Praktik dokter d. Klinik pratama e. Rumah sakit Khusus
3. Yang termasuk dalam faskes rujukan tingkat lanjutan adalah a. Rumah sakit umum
b. Puskesmas dengan akreditasi madya c. Praktik dokter gigi utama
d. Klinik perdana e. Bidan praktek
4. Apabila di suatu kecamatan tidak tersedia tenaga dokter, maka Bidan maupun Perawat dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan KB, dengan penetapan dari:
a. Kepala Dinas Kesehatan setempat b. Para Pemangku Kepentingan setempat c. Camat wilayah yang bersangkutan
d. Masyarakat kecamatan yang bersangkutan e. Lembaga Swadaya kecamatan setempat 5. Sistem Rujukan Pelayanan KB diciptakan untuk:
a. Mengendalikan efek samping dan pembiayaannya
b. Mengendalikan mutu dan biaya secara terpadu dan berkesinambungan c. Mengendalikan resiko kehamilan yang mungkin terjadi
d. Mengendalikan ketertiban SOP pelayanan KB
e. Mengendalikan kemungkinan terjadinya kasus stunting
G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban Evaluasi Saudara dengan rambu jawaban yang ada pada bagian akhir dari modul ini dan hitunglah jawaban yang benar. Kemudian gunakan formula seperti di bawah ini, untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara:
38
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑥 100%
Kategori tingkat penguasaan yang Saudara capai:
90%-100% = Baik Sekali 80%-89% = Baik
70%-79% = Cukup 60%-69% = Kurang
>59% = Kurang Sekali
Jika tingkat kategori penguasaan sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan teman Saudara. Tetapi bila penguasaan Saudara masih dalam tingkat kategori cukup, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi Bab ini hingga penguasaan Saudara pada evaluasi formatif berada pada tingkat kategori Baik.
39
A. Tujuan Dan Strategi Pelayanan KBPP
1. Pelayanan KBPP bertujuan untuk meningkatkan kesertaan keluarga dalam KB dan kesehatan reproduksi melalui strategi peningkatan pelayanan KBPP secara nasional.
2. Strategi peningkatan pelayanan KBPP dilaksanakan dengan target meningkatkan kesertaan ber-KB ibu nifas atau pasangannya mencapai 70% (tujuh puluh per seratus),
B. Tata kelola Program Dan Layanan KBPP
Tatakelola program dan pelayananan KBPP merupakan rangkaian kegiatan untuk menata perencanaan dan mengelola pelaksanaan program dan pelayanan KBPP pada masing-masing jenjang administratif. Tatakelola pelaksanaan program dan pelayanan KBPP meliputi:
1. Advokasi;
Merupakan salah satu upaya pendekatan yang dilakukan terhadap pemangku kebijakan agar dapat mempengaruhi keberhasilan program KBPP. Kegiatan advokasi dilakukan kepada mitra kerja sebagai bentuk komunikasi strategis melalui:
a. upaya meningkatkan komitmen;
b. menggunakan sumber daya;
40
c. memberdayakan organisasi masyarakat, organisasi profesi, dan forum.
2. Pengorganisasian tugas;
Pengorganisasian tugas terdiri atas:
a. pengaturan sumber daya untuk melaksanakan program dan pelayanan KBPP yang meliputi:
1) sumber daya manusia;
2) pembiayaan;
3) alat dan obat kontrasepsi; dan
4) material pendukung pelaksanaan program KBPP.
b. pengkoordinasian tugas pelaksanaan program KBPP kepada institusi dan stakeholder terkait di semua jenjang administrasi, yang meliputi:
1) administrasi program KBPP tingkat pusat dan provinsi; administrasi program KBPP tingkat kabupaten/kota;
2) administrasi program KBPP tingkat pelaksana.
Pelayanan KBPP merupakan upaya kesehatan dengan untuk mengatur jarak kehamilan, menjarangkan atau menunda kehamilan yang diberikan kepada ibu pasca persalinan atau pasangannya sampai kurun waktu 42 (empat puluh dua) hari setelah persalinan.
Pelayanan KBPP dilakukan pada fasilitas kesehatan pelayanan KB yakni FKTP beserta jaringannya dan RS yang memberikan pelayanan KB dengan kriteria sebagai berikut:
a. memiliki sarana prasarana penunjang pelayanan KBPP;
b. memiliki sumber daya manusia yang kompeten memberikan pelayanan KBPP;
41
Pelayanan KBPP
Pelayanan KBPP yang dilakukan di FKTP meliputi iud, implan, suntik, pil, metode amenore laktasi, dan metode operasi pria.
Pelayanan KBPP yang dilakukan di RS meliputi semua pelayanan KB yang dapat dilakukan di FKTP dan pelayanan metode operasi wanita.
Pelayanan KB di Rumah Sakit (PKBRS) dilaksanakan dengan tahapan:
1. Pra pelayanan;
a. Konseling;
b. Penapisan;
c. persetujuan Tindakan medis 2. Pelayanan PKBRS.
a. pelayanan KB interval;
b. pelayanan KB pasca persalinan;
c. pelayanan KB karena rujukan.
3. Pasca pelayanan.
a. Konseling pasca pelayanan; dan
b. pemantauan pasca pemasangan alat dan obat kontrasepsi.
Pelaksanaan pelayanan KBPP pada fasilitas kesehatan meliputi:
1. pelayanan Konseling KBPP;
Pelayanan Konseling KBPP dilakukan oleh petugas kesehatan dan petugas pelayanan KB yang telah mendapatkan pelatihan Konseling KBPP atau Konseling KB atau pelatihan KIP/K (KIK).
Konseling dilakukan dengan menggunakan alat bantu Konseling, meliputi:
a. mempromosikan manfaat KBPP bagi ibu, pasangan, dan keluarga;
b. memberi informasi tentang kembalinya masa kesuburan setelah persalinan;
42
c. memberikan informasi tentang waktu dan jarak yang sehat untuk hamil kembali setelah 2 (dua) tahun dari persalinan sebelumnya; dan
d. memastikan ibu dan pasangan memilih salah satu metode kontrasepsi sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapinya.
Konseling KBPP dilakukan di fasilitas kesehatan dan kegiatan KIE yang berbasis masyarakat.
Kegiatan Konseling KBPP yang dilakukan di fasilitas kesehatan terintegrasi dengan Pelayanan Kesehatan Masa Hamil, Pelayanan Kesehatan Sesudah Melahirkan, kunjungan nifas dan kegiatan terpadu lainnya.
Kegiatan Konseling KBPP yang dilakukan masyarakat dapat terintegrasi dengan kegiatan yang berbasis masyarakat.
2. pelayanan medis kontrasepsi KBPP;
Pelayanan medis kontrasepsi diberikan kepada ibu pasca persalinan dan pasangannya setelah mendapatkan Konseling KBPP dan menyepakati untuk mendapatkan pelayanan medis kontrasepsi.
Pelayanan medis kontrasepsi meliputi:
a. penapisan medis;
Penapisan medis merupakan upaya melakukan kajian tentang kondisi kesehatan oleh pemberi layanan kesehatan kepada akseptor pascapersalinan yang akan dilayani pelayanan KBPP.
Penapisan medis dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah calon akseptor mantap untuk memastikan metode kontrasepsi yang di pilihnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan yang di hadapi klien.
b. Informed-Consent;
Harus ditandatangani oleh calon peserta KB.
c. pemberian atau pemasangan metode KB.
43
Sistem rujukan merupakan pelimpahan wewenang dan tugas serta tanggung jawab yang dapat berupa pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan pelayanan KBPP
Sistem rujukan dapat dilakukan antarfasilitas kesehatan secara:
a. Horizontal;
Sistem rujukan horizontal dilakukan ke fasilitas kesehatan yang setingkat.
b. Vertikal.
Sistem rujukan vertikal dilakukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
Peserta KBPP dapat diberikan pelayanan dengan sistem rujukan.
Sistem rujukan dikenakan bagi peserta BPJS maupun non BPJS dengan mengikuti skema rujukan yang berlaku.
Pelayanan rujukan dilakukan apabila di fasilitas kesehatan awal klien tidak dapat dilayani karena tidak tersedia tenaga kesehatan yang mampu, sarana prasarana yang terbatas, dan dikarenakan kondisi medis tertentu sehingga peserta memerlukan penanganan khusus.
C. Pembiayaan Kegiatan Dan Pelayanan Keluarga Berencana Pascapersalinan Pembiayaan kegiatan program dan pelayanan KBPP dapat berasal dari :
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah ;
c. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat baik dari organisasi maupun swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembiayaan kegiatan program dan pelayanan KBPP mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perencanaan dan