• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KOMITE DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN, IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH. Tutik Rusmawati * ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KOMITE DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN, IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH. Tutik Rusmawati * ABSTRAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN, IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH

Tutik Rusmawati* ABSTRAK

Dalam peningkatan mutu pendidikan, partisipasi masyarakat dan komite sangat berpengaruh, masyarakat dan komite bukan hanya berperan dalam membantu masalah finansial sekolah, akan tetapi memberikan dorongan, pendapat dan saran untuk tujuan peningkatan mutu. Partisipasi masyarakat dan komite seiring dengan desentralisasi pendidikan kepada sekolah, sekolah diberi keleluasaan untuk mengatur dan merencanakan program serta pelaksanaan dalam hal peningkatan mutu pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut untuk menjawab tantangan peningkatan mutu, maka dirancanglah Manajemen Berbasis Sekolah, yang memaksimalkan sinergitas antara kepala sekolah, guru, siswa, orangtua/komite dan masyarakat. Dengan menganalisa tantangan, hambatan dan kekuatan yang kemudian dicari jalan keluar untuk pemecahan hambatan yang ada. Diharapkan dengan adanya sinergitas yang baik dari semua pihak, maka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dapat mencapai tujuan sekolah yaitu peningkatan mutu pendidikan.

Kata Kunci: Partisipasi, masyarakat, komite, Manajemen Berbasis Sekolah

ABSTRACT

In improving the quality of education, community participation and committees are very influential, the community and committees not only play a role in helping financial problems in schools, but provide encouragement, opinions and suggestions for the purpose of improving quality. Community participation and committees along with the decentralization of education to schools, schools were given the freedom to organize and plan programs and implementation in terms of improving the quality of education. In line with this to answer the challenge of improving quality, a School Based Management was designed, which maximizes the synergy between the principal, teachers, students, parents / committees and the community. By analyzing challenges, obstacles and strengths, then solutions are sought for solving existing obstacles. It is expected that with good synergy from all parties, the implementation of School-Based Management can achieve the school's goal of improving the quality of education.

Keywords: Participation, community, committee, School Based Management PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dalam rangka untuk mewariskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap satu generasi diwariskan kepada generasi baru, dalam proses pendidikan tersebut akan tercipta sebuah tatanan budaya yang meru-pakan hasil dari perkembangan proses

pem-*Kepala MTsN Mempawah-Kalimantan Barat

belajaran dan pelatihan yang direncanakan secara sengaja melalui pembimbingan ataupun belajar secara otodidak.

Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional mengatakan bahwa “Pendidikan merupakan usaha dengan sengaja dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

(2)

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampil-an yketerampil-ang diperlukketerampil-an dirinya, masyarakat, bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut diatas bahwa pendidikan merupakan perwujudan dari tiga sinergi yaitu pemerintah, masyarakat dan keluarga, tindakan yang secara rasional yang dilakukakan oleh masyarakat merupakan bentuk dari partisi-pasi masyarakat dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat bukan hanya sebatas membayar iuran, sumbangan atau daftar ulang atau sumbangan lain yang ditentukan oleh komite sekolah akan tetapi kontribusi berupa pemikiran, inisiatif, dedikasi kepada sekolah.

Diera reformasi saat ini, bahwa sistem pendidikan tidak lagi bersifat sentralistik, yang mana manajemen pendidikan diatur oleh pemerintah pusat, sebaliknya manaje-men pendidikan sudah berubah paradigma nya menjadi manajemen desentralistik atau dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah. Pergeseran paradigm pengelolaan sekolah, maka pengelolaan dipusatkan ke-dalam sekolah yang menggabungkan se-luruh partisipasi lain kepala sekolah, guru, konselor Pendidikan, Pengembang kuriku-lum, adminisator, orangtua, siswa, masya-rakat sekitar dan siswa, dengan memanfaat-kan seluruh peluang dan hambatan serta tantangan yang dihadapi sekolah.

Pelaksanaan dukungan yang diberikan oleh masyarakat dalam pencapaian pendi-dikan di di MTs Negeri 1 Mempawah dapat dirasakan, walaupun belum maksimal. Me-ningkatnya kualitas dan kuantitas kepeduli-an masukkepeduli-an (kritik dkepeduli-an sarkepeduli-an) untuk pening katan mutu pendidikan tanggung jawa, mas-yarakat terhadap penyelenggaran pendidik-an di sekolah. Dpendidik-an keputuspendidik-an ypendidik-ang dibuat oleh sekolah sudah mengeksperesikan aspirasi dan pendapat masyarakat dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

PEMBAHASAN

1. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi berasal dari bahasa latin partisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atau turut serta. Depdiknas (2007: 46) partisipasi adalah stakelhoders (warga sekolah dan masyarakat) merupakan keterlibatan secara aktif masyarakat baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputus-an pembuatkeputus-an kebijakkeputus-an, perenckeputus-anakeputus-an, pe-laksanaan, pengawasan atau pengevaluasian pendidikan diharapkan dapat mendorong warga masyarakat sekitar dalam mengguna kan haknya menyampaikan pendapat untuk kepentingan sekolah. Selanjutnya menurut Wolf dalam Goutet (1989) dalam buku Model Partisipasi Masyarakat dalam pen-didikan, memberikan pengertian partisipasi sebagai usaha terorganisasi meningkatkan peranan pengendalian atas sumber-sumber daya dan lembaga-lembaga dalam suatu masyarakat tertentu, bagi kelompok-kelom-pok dan gerakan-gerakan yang sampai seka-rang tidak diikutkan dalam pengendalian. Sedangkan menurut Lue Sudiyono (2016: 5-6) mengatakan Partisipasi masyarakat di bidang pendidikan adalah keterlibatan mental dan emosional seorang atau kelom-pok masyarakat, untuk mengambil keputus-an pembuatkeputus-an kebijakkeputus-an, perenckeputus-anakeputus-an, pelaksanaan, pengawasan atau pengevaluasi an pendidikan diharapkan dapat mendorong warga masyarakat sekitar dapat mengguna-kan haknya dalam menyampaimengguna-kan pendapat dan ikut melaksanakan upaya pembangunan pendidikan untuk kepentingan pendidikan/ sekolah dan siswa itu sendiri.

Lain lagi menurut Siti Irene Astuti Dwinigrum (2011: 50) Partisipasi merupa-kan keterlibatan dari mental dan emosi seseorang didalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepa da pencapaian tujuan kelompok dan berta-nggung jawab terhadap kelompoknya. Dari pemaparan tentang pengertian partisipasi masyarakat diatas dapat penulis simpulkan, Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan

(3)

seseorang dalam sebuah organisasi kelom-pok yang menimbulkan bentuk tanggung jawab seseorang untuk menyampaikan haknya yaitu pendapat dan saran serta men-dorong tercapainya tujuan dari organisasi tersebut, istilah partisipasi masyarakat jika dikaitkan dengan pendidikan yaitu memberi kan dorongan, pendapat dan saran untuk tujuan peningkatan kemajuan dibidang pen-didikan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang peduli akan pendidikan.

2. Komite Sekolah

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75 tahun 2016, Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masya rakat yang peduli pendidikan. Pada pasal 2 menyebutkan bahwa Komite Sekolah berkedudukan di setiap Sekolah. Komite Sekolah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Komite Sekolah menjalankan fungsinya secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Komite Sekolah bertugas untuk: 1). memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait kebijakan dan program sekolah; 2). Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Rencana Kerja dan Anggaran se-kolah (RAPBS/RKAS); 3). kriteria kinerja Sekolah; 4). kriteria fasilitas pendidikan di sekolah; dan 5) kriteria kerjasama sekolah dengan pihak lain; 6). menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan industri mau-pun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif; 7). mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja sekolah.

3. Manajemen Berbasis Sekolah.

Secara Leksikal Manajemen Berbasis Sekolah atau disingkat MBS berasal dari tiga kata yakni Manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah suatu proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis atau azas. Sekolah merupakan sebuah lembaga untuk belajar mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut bahwa MBS merupakan penggunaan sumber daya yang berazaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran dan pembelajaran. (Nurkholis, 2002: 1).

Selanjutnya dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah yang diterbitkan oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018: 3) MBS adalah salah satu basis manajemen pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan bersama secara partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat di sekitarnya dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan. Model manajemen demikian ditujukan untuk memberikan kemandirian kepada sekolah serta meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Melalui MBS, setiap satuan pendidik-an dapat menentukpendidik-an kebijakpendidik-an sendiri un-tuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan dengan mengakomodasi keingin an masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Pendekatan manajemen ini, merupakan satu sistem pengelolaan yang luas dalam berbagai aspek.

MBS dalam pengertian yang sama di jabarkan oleh Myers dan Stonehill (1993) bahwa MBS merupakan strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentrans-per otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah

(4)

kesekolah- sekolah secara individual. MBS memberi Kepala Sekolah, guru, siswa, orang tua dan masyarakat untuk memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pen-didikan dan memberikan mereka tanggung jawab untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personel dan kurikulum. Dengan keterlibatan stakeholder lokal dan pengam-bilan keputusan dalam MBS dapat meningkatkan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa (Nurkholis, 2002: 3).

Menurut Mulyasa, (2004:11) MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkat kan mutu dan efisiensi pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyara-kat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan peme-rintah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah konsep otonomi sekolah yang diberikan oleh pemerintah seluas-luasnya dalam mengolah pendidikan yang melibatkan stakeholder sekolah kepala sekolah, guru, siswa, orangtua dan masyara-kat dalam mengontrol proses pendidikan dan pengambilan keputusan partisipatif sehingga dapat berdampak meningkatnya mutu pendidikan. Bagi beberapa Negara, konsep MBS ini sudah lama diluncurkan dan bukan merupakan hal yang baru, hal ini terkait dengan menurunnya kualitas mutu pendidikan dinegara tersebut. Contoh Negara yang sudah melakukan MBM antara lain: Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Hongkong, New Zeland, Australia dan Negara lainnya. Di Indonesia MBS juga bukan merupakan barang baru, karena setelah desentralisasi pemerintah dan tuntutan dari Undang- undang pendidikan nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta dampak dari kualitas mutu pendidikan di Indonesia menurun, maka diluncurkanlah MBS kepada beberapa sekolah binaan. Dan pada saat ini sudah banyak sekolah baik negeri maupun swasta menerapkan konsep MBS ini.

4. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.

Untuk pelaksanaan implementasi mana-jemen berbasis sekolah tidaklah mudah, perlu sinergitas antara stakeholder yang ada disekolah tersebut. Sinergitas yang secara kontinyu dilaksanakan pasti akan membuah-kan hasil. Mengutip dari Nurkholis (2005: 135) adapun langkah- langkah implementasi pelaksanaan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah harus mensosialisasikan program MBS kepada seluruh warga sekolah.

2. Melakukan analisis kekuatan, hambatan dan tantangan yang ada di sekolah baik berasal dari dalam maupun luar sekolah. 3. Merumuskan tujuan situasional terhadap

tantangan yang dihadapi oleh sekolah. 4. Meneliti tingkat kesiapan warga sekolah

yang terlibat.

5. Melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) 6. Memilih langkah- langkah pemecahan

permasalahan.

7. Membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang beserta program-programnya

8. Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS

9. Pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil MBS.

5. Peranan Masyarakat dan Komite dalam Implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)

Berdasarkan undang –undang nomor 22 tahun 2003 pasal 56 menyatakan bahwa: Dewan pendidikan merupakan lembaga man diri yang dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dengan mem-berikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana, serta pengawas an pendidikan beranggotakan unsur masya-rakat yang peduli pendidikan. Dan komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat

(5)

yang peduli pendidikan. Lue Sudiyono (2012: 36).

Keberadaan Dewan pendidikan dank o-mite sekolah merupakan sarana partisipasi nyata yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, karena menurut Depdiknas 2007; bahwa partisipasi merupakan keterlibatan secara aktif warga sekolah dan masyarakat baik secara individu maupun secara kolektif, secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,perencanaan, pelaksanaan, penga-wasan atau pengevaluasian pendidikan diharapkan dapat mendorong warga masya-rakat sekitar dalam menggunakan haknya menyampaikan pendapat untuk kepentingan sekolah. Keterlibatan langsung seperti ini dapat membuat masyarakat lebih merasa bertanggung jawab atas kemajuan pendidik-an tersebut. Dalam rpendidik-angka membpendidik-angun mas yarakat Indonesia baru maka perlu dilaksanakan beberapa prinsip paradigma baru menyangkut sumber daya penunjang yang memadai yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan (community based education), dilaksanakan secara demokrasi serta mempunyai sumberdaya pendidikan yang professional.

Orientasi pembangunan pendidikan secara desentralistik dengan menggunakan MBS memungkinkan memberikan keman-faatan kepada masyarakat yang menjadi ke-butuhan dan keinginan dari masyarakat dengan partisipasi masyarakat, sekolah dapat memperoleh informasi, kondisi dan keinginan masyarakat, selanjutnya dengan pelibatan masyarakat dalam sebuah kegiatan maka masyarakat akan tahu dan merasa diperlukan serta bertanggungjawab pada

kegiatan tersebut. Salah satu indicator MBS pada sebuah sekolah, adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah, maka pelibatan masyarakat dalam konsep MBS adalah mutlak untuk dilaksanakan. Kesimpulan

1). Partisipasi masyarakat terwujud dalam berbagai macam bentuk nyata yang diberikan kepada sekolah seperti ide atau gagasan, waktu, tenaga, maupun dalam bentuk dukungan dana, sarana dan prasarana. Pihak-pihak yang terlibat terdiri dari berbagai unsur-unsur masyarakat yang saling bersinergi dengan sekolah dalam membantu program-program yang telah ditetapkan sekolah.

2) Komite sekolah merupakan lembaga yang mandiri beranggotakan orang-tua atau wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Komite mempunyai bebrapa fungsi yang diatur didalam peraturan pemerintah.

3. Manajemen Berbasis Sekolah adalah salah satu kebijakan dari desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang terpuruk. Manajeman berbasis sekolah merupakan sinergitas antara kepala sekolah, guru, siswa, orangtua/komite, dan masyarakat sehingga diharapkan dengan sinergitas tersebut tujuan dari peningkatan mutu pendidikan terca-pai.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Dirjo, dkk, 2018, Manajemen Berbasis SEkolah Menengah Atas, Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dam Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Irene Siti Astuti Dwiningrum, 2011, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam

Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyasa E, 2004, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurkholis, 2002, Manajemen Berbasis Sekolah Teori Model dan Aplikasi, Jakarta:

Grasindo.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tahun 2016, tentang Komite Sekolah.

Sudiyono Lue, 2012, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pendidikan, Malang: UMNER

Referensi

Dokumen terkait

dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 123 Tahun 2014

sebagai  Raja Sunda serta larangan menangkap ikan di daerah tertentu yang disebut  Sunda  Sembawa  serta  kutukan  bagi  yang  melanggarnya. 

Proses pendidikan yang berkualitas dan kesempatan untuk dapat menikmati pendidikan seluas - luasnya bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dapat memberikan harapan

Methods: Data on positive laboratory results for the notifiable and serologically detectable diseases hepatitis A, B, C, brucellosis, syphilis, measles and HIV detected in 2003 in

4.3 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89

pengertian wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya

Peta kombinasi ini di dapat dari hasil data wawancara yang sudah diubah menjadi data spasial dengan cara interpolasi dengan peta kerawanan banjir yang merupakan peta hasil

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi nilai, emotional branding , dan kepercayaan merek berpengaruh kepada loyalitas pengguna sepeda