MAKNA SIMBOLIK BENTUK PENYAJIAN TARI JATHILAN DALAM KESENIAN REOG
Danis Novita Pratiwi
Abstract: Based on an appeal of the District Government and Reog Ponorogo Foundation, Jathilan dance is one of the dances that must be given as a local subject in Ponorogo. According to the results observations is conducted by researchers in the field that the State Junior High School (SMP Negeri 2) Bungkal is one of the schools which is always follows any dance festivals both inside and outside Ponorogo regency and earn any awards. The learning activity of Jathilan dance in SMP Negeri 2 Bungkal is implemented as
extracurricular. Extracurricular activities are intended as the student personal development. Based on the reason above, the researcher uses Jathilan dance as a topic of the research. The problem of this study are (1) What is the form of Jathilan dance in Reog?, (2) What is the symbolic meaning of Jathilan dance in Reog?.
Kata kunci: Makna Simbolik Bentuk Penyajian Tari Jathilan Dalam Kesenian Reog Ponorogo.
Berdasarkan himbauan dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan Yayasan Reog Ponorogo. Tari Jathilan merupakan salah satu tarian yang wajib diberikan sebagai muatan lokal di wilayah Ponorogo. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan bahwa SMP Negeri 2 Bungkal merupakan sekolah yang banyak mengikuti festival-festival tari baik yang di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Ponorogo dan banyak mendapat penghargaan. Kegiatan pembelajaran tari Jathilan di SMP Negeri 2 Bungkal dilaksanakan dalam ekstrakulikuler. Ekstrakulikuler tersebut dimaksudkan sebagai kegiatan pengembangan diri bagi siswa dan siswi. Dari alasan tersebut di atas maka peneliti memilihnya sebagai topik penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah bentuk tari Jathilan dalam kesenian Reog?, (2) Bagaimanakah makna simbolik bentuk tari Jathilan dalam kesenian Reog?.
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan menghasilkan data yang deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru seni budaya dan seniman pakar kesenian Reog Ponorogo. Pada penelitian ini peneliti sebagai instrumen atau alat pengumpul data utama. Dalam teknik pengupulan datanya, peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dirancang. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi sumber.
METODE
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa makna simbolik tari Jathilan dalam kesenian Reog. Maka peneliti langsung terjun kelapangan dengan penelitian pada seorang guru seni budaya SMP dan seorang seniman pakar kesenian Reog Ponorogo, untuk mengetahui bagaimana makna simbolik tari Jathilan dalam kesenian Reog tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif berupa kata-kata dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2003: 3).
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksanaan pengumpulan data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya.kehadiran peneliti merupakan hal yang mutlak dalam penelitian. Peneliti merupakan instrument yang menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian, peneliti sebagai perencana, pengumpul data, melakukan analisis, menafsirkan data sekaligus sebagai pelapor penelitian (Moleong, 1990: 34).
Mengingat pentingnya kehadiran peneliti, sebagai penunjang data peneliti mendatangi secara langsung dan terjun langsung ke lokasi penelitian. Di lokasi penelitian tersebut peneliti akan mengumpulkan data-data dari guru seni budaya, seniman, dokumentasi kegiatan dan observasi. Peran peneliti di sini sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data karena peneliti secara langsung terjun ke lapangan sehingga dapat melihat secara langsung keadaan di lapangan sehingga menghasilkan data yang akurat.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Ponorogo yakni di salah satu SMP dan daerah Paju, Ponorogo. Subjek dalam penelitian ini adalah guru seni budaya dan seniman pakar kesenian Reog Ponorogo. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa materi ekstrakurikuler tari Jathilan dalam kesenian Reog diajarkan pada sekolah-sekolah di wilayah Ponorogo.
Dalam pengumpulan data atau informasi tentang makna simbolik tari Jathilan dalam kesenian Reog tersebut, data diperoleh dari sumber data. Sementara sumber data yang dimaksud di sini adalah sumber asli yang memuat informasi data-data tertentu. Data tersebut merupakan data yang diproses langsung dari hasil observasi yang berupa hasil wawancara tentang makna simbolik tari Jathilan dengan informan sebagai sumber data pada penelitian ini adalah Ibu Jarumi, S.Pd sebagai seniman dan sebagai pengajar SMP dan Sudirman, M.Pd selaku seniman pakar kesenian Reog Ponorogo.
Teknik ini terdiri atas metode penelitian dan instrumen penelitian sebagai alat bantu untuk mempermudah penggunaan metode dalam peneitian. Penelitian ini menggunakan metode
wawancara, serta observasi yang dilengkapi dengan dokumentasi. Ketiga metode ini saling
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi dokumen. Untuk lebih jelasnya akan disampaikan pada ulasan di bawah ini, yaitu:
a. Observasi
Observasi yang dilakukan di sini yakni dengan cara pengamatan secara langsung pada saat kegiatan ekstrakurikuler. Untuk mengetahui makna simbolik tari Jathilan dalam kesenian Reog.
b. Wawancara
Wawancara atau kuisioner lisan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan nara sumber data mengenai permasalahan yang dihadapinya secara lisan (Arikunto, 2002: 132).
Wawancara disini dilakukan dengan cara tersruktur dan wawancara tak tersruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan (Moleong, 2009: 190). Pertanyaan yang akan diajukan peneliti pada guru seni budaya di sini berkaitan dengan kesenian tari Jathilan. Kemudian wawancara pada seniman pakar kesenian Reog berkaitan dengan kesenian Reog khususnya tari Jathilan.
Wawancara tak tersruktur ini sangat berbeda dari wawancara tersruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respons, yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya (Moleong, 2009: 191). Pertanyaan yang diajukan tidak terpaku pada lembar wawancara dan hal yang ditanyakan sudah keluar dari masalah penelitian.
c. Studi dokumen
Studi dokumen digunakan untuk mengambil gambar atau foto-foto kegiatan siswa. Selama proses kegiatan berlangsung dengan tujuan melengkapi data dari hasil penelitian yang dilakukan dan sebagai bukti nyata berlangsungnya kegiatan. Metode studi dokumen dalam penelitian ini digunakan sebagai pelengkap, yang sengaja dilakukan untuk menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai suatu peristiwa. Kebenaran hasil data peneliti dikuatkan oleh dokumen berupa dokumen observasi. Dalam studi dokumen di sini, selain menggunakan dokumen yang berasal dari subjek penelitian juga peneliti menggunakan dokumen milik sendiri yang berupa dokumentasi kegiatan.
Pendokumentasian ini berupa foto kegiatan berlangsungnya penelitian baik foto-foto dengan nara sumber ataupun foto-foto struktur tari Jathilan.
Untuk analisis datanya menggunakan analisis data secara induktif. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan dan memperhitungkan nilai-nilai secara ekplisit sebagai bagian dari struktur analitik. Peneliti dalam hal ini menyusun atau membuat gambaran yang makin menjadi jelas sementara data-data dikumpulkan dan bagian-bagiannya diuji. (Moleong, 2002: 6).
Sedangkan untuk pengecekan keabsahan datanya menggunakan teknik Triaggulasi sumber. Menurut Patton (dalam Moleong, 2002:178) trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dicapai dengan mengunakan jalan (1)
membandingkan data hasil pengamatan kegiatan apresiasi dengan data hasil wawancara, dan yang ke (2) membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen terkait.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi sumber. Dalam hal ini peneliti berusaha mencari informasi dari guru seni tari tentang makna simbolik tari Jathilan. Dalam hal ini penerapan trianggulasi sumber berkaitan dengan temuan peneliti, yang dilakukan dengan pengumpulan semua informasi yang diperoleh dari beberapa sumber data atau subjek penelitian.
HASIL
A. Bentuk Tari Jathilan Dalam Kesenian Reog
Keberadaan Reog Ponorogo secara historis tidak dapat dipisahkan dengan budaya gemblak. Gemblak adalah penari Jathilan laki-laki dalam kesenian Reog. Dahulu kehadiran gemblak dalam kesenian Reog Ponorogo sebagai penari Jathilan adalah untuk menarik minat masyarakat penontonnya.Seiring dengan perkembangan zaman penari Jathilan yang dilakukan oleh penari laki-laki semakin lama semakin berkurang.
Dalam perkembangannya tari Jathilan yang dahulu hanya dipertunjukkan bersama dengan Kesenian Reog, sekarang sudah banyak kita jumpai tari Jathilan ditarikan di luar rangkaian pementasan kesenian Reog Ponorogo.
1. Bentuk Gerak Tari Jathilan
Seorang penari Jathilan sebagai media utama dalam pengungkapan gerak adalah tubuh. Gerak tari Jathilan dapat digali dari gerak tari yang sudah ada, disesuaikan dengan gerakan dan iringannya.
2. Bentuk Busana Tari Jathilan
Busana yang dipergunakan oleh penari Jathilan, menunjukkan busana seorang prajurit. Sementara itu secara struktur busana tari Jathilan antara lain: celana kepanjen, kain parang barong warna putih, bara-bara samir, sampur, epek, stagen cinde, baju hem lengan panjang, gulon ter, kalung kace, srempang, cakep, iket, binggel.
3. Bentuk Properti Tari Jathilan
Properti yang digunakan oleh penari Jathilan adalah Eblek atau Jaranan yang dikenakan penari sebagai alat bantu waktu menari.
4. Bentuk Tata Rias Tari Jathilan
Bentuk tata rias tari Jathilan memakai tata rias wajah putra alus lanyap sesuai dengan peran prajurit, serta bentuk alisnya adalah alis gagah, memakai godheg (athi-athi) prajurit. Sudirman juga menegaskan bahwa tata rias tari Jathilan tidak menggunakan kumis.
5. Bentuk Iringan Tari Jathilan
bentuk iringan tari Jathilan hanya menggunakan iringan gendhing obyog dengan iringan pembuka gendhing panaragan, namun seiring perkembangan saat ini tari Jathilan menggunakan tiga macam gendhing, yaitu gendhing sampak dan gendhing obyog dengan iringan pembuka gendhing panaragan.
B. Makna Simbolik Bentuk Tari Jathilan
Tari Jathilan memiliki makna simbolik kepandaian dan ketangkasan seorang prajurit, yang bertemakan penggambaran ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih perang di atas kuda. Ketangkasan dan kepandaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan berbagai ekspresi (greget) oleh penari.
1. Makna Simbolik Bentuk Gerak Tari Jathilan Dalam Kesenian Reog
Makna Simbolik Bentuk Gerak Tari Jathilan Pada Iringan
Sampak dan Iringan Obyog
No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 1. Jalan Nyongklang Sampak dan Obyog Kebyak sam- pur kedua ta- ngan, disertai kaki kiri tan- jak kaki kanan jalan nyongklang kedua tangan pegang kuda Prajurit berku- da yang sedang melakukan perjalanan dan mengemban suatu tugas berat.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 2. Jalan Drap di Tempat Sampak
Kedua kaki sejajar, men- dak. Tolehan kearah kanan dan kiri. Diakhiri tanjak kaki kanan lalu duduk. Prajurit yang selalu waspada dan melihat keadaan seki- tarnya. Merasa tidak ada baha- ya mengancam lalu prajurit melanjutkan perjalanan, karena bahaya yang selalu mengancam, semuanya ia serahkan kepada Tuhan. 3. Sembahan Sampak
Sembahan mengangkat kedua tangan dengan mem- pertemukan kedua telapak tangan di de- pan hidung. Dalam keada- an apapun dan bagaimanapun seorang praju- rit meminta berkah dan perlindungan kepada Hyang Widi (Tuhan). 4. Berdiri Sampak
Turun kedua tangan, kedua tangan diletakkan dipinggang, tangan kiri diletakkan dilutut kiri. Prajurit harus siap mengha- dapi resiko yang ada da- lam menjalan- kan tugasnya. 5. Jalan Lenggang di Tempat Sampak
Tangan kiri memegang kuda, tangan kanan lembehan. Kewaspadaan. Kuda sebagai tunggangan, sampur seba- gai senjata, sebelum meneruskan perjalanan, prajurit harus menyatakan aman.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 6. Edreg Sampak
Kedua tangan memegang kuda. Jalan ditempat memutar haluan keka- nan, ketengah dan kekiri. Kewaspadaan dalam perjala- nan prajurit harus menge- tahui daerah sekelilingnya, harus menyeli- diki apakah didaerah terse- but ada musuh atau tidak.
7. Ogek Bahu Sampak Kaki tanjak
kanan, kedua tangan me- megang kuda menggerak- kan bahu. Dalam tugas yang berat se- kalipun, kerile- kan diperlukan oleh prajurit. Kecapean atau kelelahan yang berlebihan akan mengaki- batkan kelalai- an dan kurang- nya kewaspa- daan. Maka sedikit istirahat akan mengem- balikan semangat.
8. Loncatan Sampak Loncatan 3x,
kedua tangan memegang kuda disertai anggukan. Menghindari melakukan masalah supa- ya tidak timbul masalah baru. Liku-liku kehi- dupan ataupun perjalanan pra- jurit memang berat, harus selalu waspada. Waspada dan berdo a meru- pakan jalan yang terbaik.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 9. Jalan Empat Sampak
Melangkah kaki kanan 4x. Melang- kah kaki kiri 4x.Melang- kah kaki kanan 4x diselingi jujugan kaki kiri, kanan, diakhiri tanjak kanan. Prajurit harus selalu berpedo- man, tanggap, dan harus bisa menjalankan tugas sebagai umat, saudara 4 (amarah, aluamah, mutmainah, sufiah) harus- lah selalu dipegang untuk ridhonya dan keberhasi- lannya. 10. Tebahan Sampak
Tebahan kanan trecet kekiri. Tebahan kiri trecet kekanan. Janji seorang prajurit. Dalam setiap tugas yang diemban, prajurit harus memegang janji atau sum- pah prajurit. Janji sakti prajurit bumi dan langit.
11. Gejugan Sampak Kedua tangan
memegang kuda (mekak). Gejug kaki kanan kekiri, 2 hitungan jalan. Kewaspadaan seorang praju- rit. Melihat sekeliling ada- lah salah satu cara bersikap waspada.
12. Gejug Mundur
Sampak Kaki kanan
didepan, kedua tangan memegang kuda, tanjak kanan. Prajurit dalam menjalankan tugasnya harus siap dan percaya diri.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 13. Polah kaki Sampak
Kedua tangan memegang kuda, tanjak kekiri, gerak kaki kanan kekiri, keka- nan. Diakhiri tanjak kanan. Dalam pepera- ngan, Raja maupun praju- rit berstatus sama. Rela dan berani mati, tugas yang diemban seorang praju- rit merupakan kewajiban yang harus diselesaikan. Prajurit harus mampu men- junjung tinggi tugas dan kewajiban. 14. Ukel Karna Sampak
Tangan ka- nan dimuka dahi, tangan kiri ukel trap ditelinga, ke- mudian seba- liknya dise- lingi olah janggan. Prajurit dalam menjalankan tugasnya harus mengetahui situasi dan kondisi yang sedang ramai dibicarakan orang. Harus selalu mencari kabar dan mendengarkan kabar terbaru. 15. Bumi Langit Sampak
Bumi langit tangan kanan, tangan kiri memegang kuda. Dalam menghadapi kondisi apapun, meng- hadapi perang (musuh), dalam perjalanan sekalipun sumpah sakti prajurit haruslah tetap dipegang.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik
16. Lawung Obyog Ukel dua
tangan kesamping kanan dan kekiri. Prajurit dalam menerima perintah dari Raja harus dicermati supaya nantinya tidak ada kesalahan tugas yang harus segera dilaksanakan. 17. Penthangan Tangan
Obyog Tangan kanan
lurus kesamping kanan, tangan kiri nekuk disamping / didepan pinggang. Dalam menempuh perjalanan yang jauh, istirahat juga diperlukan oleh seorang prajurit. Namun dalam peristirahatan kewaspadaan tidak boleh kendor.
18. Trisik Obyog Kebyok
sampur kanan putar kekiri, kebyok sampur kiri putar kekanan. Dalam suatu perjalanan, senjata harus selalu dibawa dan tanggap terhadap kea- daan sekitar. 19. Keplok Dara Obyog Menggerakka n kedua tangan kekiri, kanan, kepundak menthang disertai olah jangga. Antara prajurit yang satu dengan lainnya harus terjalin persatuan dan kesatuan. Keadaan susah dan senang dijalani dengan lapang dada.
Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Gerak Jenis Iringan Gambar Uraian Gerak Makna Simbolik 20. Pegangan Tangan Satu
Obyog Tangan kiri
memegang kuda, tangan kanan ditepukkan saling menggengga m. Diakhiri trecet, kebyok sampur trisik. Dalam medan perang, seorang prajurit harus mengenal siapa kawan dan lawan. Persatuan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam suatu peperangan. 21. Pegangan Kedua Tangan
Obyog Kedua tangan
berpegangan saling menggengga m, saling mendorong.
2. Makna Simbolik Busana Tari Jathilan
Makna simbolik busana penari Jathilan adalah menggambarkan pakaian seorang prajurit. Jarumi juga menegaskan bahwa pada umumnya busana penari Jathilan dalam kesenian Reog Ponorogo terdiri dari warna hitam, merah, putih dan kuning. Hal ini mengandung arti dan karakteristik sendiri-sendiri misalnya:
Warna hitam melambangkan sifat berwibawa, tenang dan berisi. Warna merah berarti berani sesuai dengan karakter yang heroic. Warna putih berarti keberanian yang dilandasi dengan tujuan suci.
Warna kuning berarti mempunyai cita-cita untuk memperoleh kebahagian dan kejayaan.
3. Makna Simbolik Properti Tari Jathilan
makna simbolik property dari tari Jathilan adalah tunggangan prajurit berupa kuda yang gagah, lincah, dan gesit. Serta memiliki jiwa kesucian.
4. Makna Simbolik Tata Rias Tari Jathilan
Makna tata rias wajah putra alus lanyap adalah gambaran seorang prajurit yang gagah dan pemberani. Pada tata riasnya tajam yang mengandung makna pemberani. Makna alis gagah
merupakan penekanan dari tata rias putra alus lanyap penggambaran keprajuritan. Sementara itu makna godheg (athi-athi) adalah penggambaran kematangan dan seseorang, kegagahan, kemampuan berilmu, jiwa kepemimpunan dan kewibawaan
5. Makna Simbolik Iringan Tari Jathilan
makna simbolik iringan tari Jathilan adalah penggambaran seorang prajurit yang halus dan lemah lembut, namun memiliki jiwa yang kuat, tangguh, dan percaya diri.
PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan pembelajaran tari Jathilan, siswa diajarkan mengenai pengetahuan tentang bentuk tari Jathilan tersebut beserta makna simbolik yang terdapat didalamnya dengan tujuan untuk memberikan dasar dan wawasan tetang seluk beluk tari Jathilan tersebut sehingga dapat membantu siswa dalam mengimplementasikan pengetahuannya dalam gerakan, selain itu tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan sikap dan kreatifitas siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk Tari Jathilan dalam Kesenian Reog
Tari Jathilan merupakan tari berpasangan yang ditarikan oleh 2 orang penari atau kelipatannya, artinya antara penari yang satu dengan yang lain saling berhubungan.
2. Makna Bentuk Simbolik Tari Jathilan dalam Kesenian Reog
a. Dari segi gerak tari Jathilan adalah ungkapan jiwa keprajuritan. Keprajuritan yang dimaksud berlatih perang di atas kuda.
b. Dari segi busana tari Jathilan adalah menggambarkan pakaian seorang prajurit.
c. Dari segi properti yang digunakan penari Jathilan adalah Eblek atau yang biasa disebut Jaranan, yang dikenakan penari sebagai alat bantu waktu menari.
d. Dari segi tata rias tari Jathilan menggambarkan simbolisasi seorang prajurit yang gagah dan pemberani, hal tersebut nampak pada alis dan godheg (athi-athi).
Dari segi iringan tari Jathilan dalam gendhing sampak menggambarkan simbolisasi jiwa kesatria yang tangguh dan unggul, dan dalam gendhing obyog menggambarkan simbolisasi jiwa prajurit yang halus, lembut dan lemah gemulai.
Saran
Sebagai sumbangan pemikiran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin memberikan saran dan masukan kepada pihak-pihak yang terkait sebagai berikut:
1. Bagi siswa sekolah tidak hanya bias menarikan tari Jathilan namun juga dapat memahami makna simbolik yang terkandung dalam tari Jathilan tersebut.
2. Bagi guru dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan ajar pembelajaran siswa di sekolah.
3. Masyarakat penikmat seni dalam melihat suatu pertunjukan seni tidak hanya melihat saja, melainkan mencermati lebih dalam karena suatu seni banyak mengandung makna simbolik yang dalam.
4. Makna simbolik suatu kesenian termasuk Jathilan banyak masyarakat yang tidak tahu, oleh karena itu instansi atau lembaga-lembaga perlu menanamkan kepada masyarakat sejak dini pentingnya makna simbolik suatu kesenian untuk diketahui.
5. Dalam pelestarian tari Jathilan dalam kesenian Reog Ponorogo diperlukan pembinaan disegala bidang, baik lewat jalur sekolah maupun dimasyarakat.
6. Perkembangan yang terjadi diharapkan tidak menghilangkan ciri khas Tari Jathilan dalam Kesenian Reog.
Daftar Rujukan
Moleong, J. Lexi, 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Moleong, J. Lexi, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Supriyono, 2011. Pengetahuan Komposisi Tari. Bayumedia Publishing: Malang.