• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat (Studi Deskriptif Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian tari Topeng Cirebon di Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat (Studi Deskriptif Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian tari Topeng Cirebon di Jawa Barat)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Deskriptif Makna Pesan Komunikasi Nonverbal dalam

Kesenian Tari Topeng Cirebon Di Jawa Barat)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh

NURUL FITRI 41809124

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G

(2)

xi

Halaman

LEMBAR PERSEMBAHAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 9

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

(3)

xii

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu ... 12

2.1.2 Tinjauan Tentang Makna ... 14

2.1.2.1 Defenisi Makna ... 14

2.1.2.2 Teori Makna ... 16

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 19

2.1.3.1 Defenisi Komunikasi ... 19

2.1.3.2 Fungsi Komunikasi ... 23

2.1.3.3 Konteks Komunikasi ... 25

2.1.3.4 Unsur Komunikasi ... 26

2.1.3.5 Sifat Komunikasi ... 27

2.1.3.6 Hambatan Komunikasi ... 30

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Nonverbal ... 32

2.1.4.1 Defenisi Ilmu Komunikasi Nonverbal ... 32

2.1.4.2 Fungsi Komunikasi Nonverbal ... 33

2.1.4.3 Klasifikasi Pesan Komunikasi ... 34

2.1.4.4 Bahasa Tubuh ... 34

2.1.4.5 Prabahasa ... 38

2.1.4.6 Ekspresi Wajah dan Tatap Mata ... 38

2.1.4.7 Penampilan, Pakaian atau Busana ... 39

(4)

xiii

2.1.4.10 Waktu ... 41

2.1.4.11 Pesan ... 42

2.1.4.12 Sentuhan ... 43

2.2 Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 49

3.1.1 Sejarah Kesenian Tari Topeng ... 49

3.1.2 Susunan Penyajian Topeng ... 50

3.1.3 Tari Topeng Panji ... 51

3.1.4 Tari Topeng Pamindo atau Samba ... 53

3.1.5 Tari Topeng Rumyang ... 54

3.1.6 Tari Topeng Tumenggung atau Patih ... 55

3.1.7 Tari Topeng Klana atau Rowana... 57

3.1.8 Tata Rias dan Busana tari Topeng Cirebon... 59

3.1.9 Pemain, Waditra dan Busana ... 59

3.1.10 Kesenian Tari Topeng sebagai Potensi Wisata ... 60

3.1.12 Sejarah Singkat Cirebon ... 61

3.2 Metode Penelitian... 66

3.2.1 Desain Penelitian ... 66

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 67

3.2.2.1 Studi Pustakan ... 67

(5)

xiv

3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 76

3.2.5.1 Lokasi Penelitian ... 76

3.2.5.2 Waktu Penelitian ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Identitas Informan ... 80

4.1.1 Identitas Informan ... 80

4.1.2 Identitas Informan Kunci (Key Informan)... 85

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 87

4.2.1 Makna Ekpresi para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 88

4.2.2 Makna Busana para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 101

4.2.3 Makna Gerakan para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 110

4.2.4 Makna Ruang/Tempat untuk melaksanakan pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 129

4.2.4 Makna Waktu yang tepat untuk melaksanakan pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 131

(6)

xv

Jawa Barat ... 138

4.3.2 Makna Busana para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 141

4.3.3 Makna Gerakan para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 143

4.3.4 Makna Ruang/tempat untuk melaksanakan pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 144

4.3.5 Makna Waktu untuk melaksanakan pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat ... 145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 147

5.2 Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 154

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 157

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang

senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga

peneliti dapat menyelesaikan Skripsi selama ujian akhir semester ini sebagaimana

mestinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Salam dan syalawat

tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya,

sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi Penelitian ini berisi penelitian MAKNA PESAN KOMUNIKASI NONVERBAL DALAM KESENIAN TARI TOPENG CIREBON DI JAWA BARAT. hambatan dan kesulitan yang dihadapi sebagai pemenuh kewajiban yang memang semestinya dilaksanakan. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat

usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang peneliti terima

baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya

peneliti dapat menyelesaikan tugas skripsi ini.

Ucapan terimakasih kepada Ayahanda H. M. Sain A Rahman dan Ibunda

Hj. Hasnah Amir tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, serta

doanya terhadap penulis untuk menyelesaikan perkuliahan ini dari awal hingga

sekarang.

Peneliti tidak luput dari hambatan dan kesulitan. Namun, berkat bantuan,

(8)

vii

alhamdulillah, Skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian ini dan

memberikan pengesahan penelitian ini sehingga dapat digunakan sebagai literatur

bagi yang membutuhkan.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat.,M.Si, selaku Dosen dan Ketua Program Studi

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer

Indonesia yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian ini.

3. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si selaku Dosen wali yang selama ini telah

banyak membimbing peneliti selama perkuliahan.

4. Yth. Ibu Melly Maulin, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi juga sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan

membimbing peneliti dalam membuat Skripsi, memberikan pengetahuan dan

berbagai ilmu selama peneliti melakukan perkuliahan.

5. Yth. Bapak Ali Syamsuddin S.Ag., M.Si selaku Dosen Penguji Peneliti, yang

telah membantu peneliti dan memberikan saran dalam pembuatan Skripsi.

6. Yth. Seluruh Jajaran Staf Dosen Tetap di Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, yang telah

mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Yang memberikan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan.

7. Yth. Seluruh Jajaran Staf Dosen Luar dari Program Studi Ilmu Komunikasi

(9)

viii

mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Yang memberikan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan.

8. Yth. Ibu Astri Ikawati, Amd selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang telah banyak

membantu dalam mengurus surat perizinan yang berkaitan dengan penelitian.

9. Yth. Dede Supriyatna, selaku penata tari di Kota Cirebon yang telah membantu

saya banyak mencari data yang diperlukan dalam pembuatan Skripsi, dan

membantu peneliti dalam proses penyelesaiannya, sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan dengan baik dan terimakasih juga sudah menjadi informan peneliti

dan membantu untuk mendokumentasikan pada saat penelitian.

10.Yth. Bapak Inu Kertapati selaku ketua Sanggar Panji Asmara Cirebon.

Terimakasih karena sudah menerima peneliti untuk meneliti. Peneliti

berterimakasih atas Informasinya seputar Kesenian tari Topeng Cirebon, sehingga

peneliti mendapatkan ilmu yang sangat banyak dan tak pernah terukur. Dan

terimakasih sudah mau menjadi informan peneliti.

11.Yth. Tomi uli Durhayanto selaku penari Topeng dan Instruktur Tari Cirebon,

terimakasih atas informasinya yang diberi kepada peneliti, dan terimakasih sudah

mau menjadi informan peneliti.

12.Yth. Elang Nur Rahmat selaku sesepuh atau dalang topeng, terimakasih atas

waktu yang telah diluangkan kepada peneliti untuk memberikan informasi seputar

tarian topeng Cirebon yang diberi kepada peneliti, dan terimakasih sudah mau

(10)

ix

13.Yth. Para pengrajin Topeng dan Busana yang ada di Cirebon, terimakasih atas

waktu yang telah diluangkan kepada peneliti mengizinkan peneliti untuk melihat

aktivitas yang telah dilakukan selama pembuatan Topeng dan Busana Kesenian

Tari Topeng Cirebon.

14.Kepada Dimas membantu saya mencari data yang diperlukan dalam pembuatan

Skripsi dan terimakasih kepada orang tua serta keluarga dimas yang telah

memberi tumpangan kepada peneliti selama peneliti di Cirebon

15.Terimakasih kepada keluarga tersayang Abangku Abu Bakar, Nurdin, Kakak ku

Khairun Nisa, dan adik ku Nurul Izzah beserta keluarga Amir’s terimakasih atas

do’a dan dukungannya. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat

balasan setimpal dari Allah SWT, Amin.

16.Terima kasih saya ucapkan kepada sahabat-sahabat saya Fajar, Wellie, Roni,

Dimas, Uli, Rendy, Jay, Putra, Kentung, Cici Mas Ari, Jimmy beserta

Sahabat-Sahabat SMA, Novi, Rizki, Reno, Octy, Andrian, Firman, Anto, Ike, Fauzi,

Rhe-Rhe yang telah memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan Skripsi ini.

17. Dan tidak lupa kepada teman-teman saya tercinta dan seperjuangan IK Jurnal 2

Memei, Eka, Ayla, Dwi, Gita, Olga, Gita, Ncel, Dewi, Viva Anggi Fajar, Ergan,

Ono, Reza, Rizki, Abbas, Kill, Berry, Melvin, Tiar, Onyu, Aep, Rizman, Rifan,

Boril, Oscar, All, bang Philip, Isal, Ruli, Reno, Adi, Gugah dan lain-lain yang

telah atas berbagi pikirannya kepada peneliti.

18. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan Skripsi.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

(11)

x

ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca lain pada

umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan

itu akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Dan dengan segala

kerendahan hati peneliti mengaharapkan masukan, saran dan kritik untuk

menyempurnakan Skripsi ini.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, 1Agustus 2013

(12)

154

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Riswandi, 2009. Ilmu Komunikasi (cetakan Pertama). Yogyakarta : Graha Ilmu

Effendy, Onong Uchjanna. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Pustaka Pelajar

Mulyana, Dedi. 2007. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT remaja Rosdakarya

Kurniawati, Nia 2010. Antropologi

Rosala, 1999. Bunga Rampai Tarian Khas Jawa Barat (cetakan Pertama).

Bandung : Humaniora Utama Press

Unikom. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi dan Pelaksanaan Sidang

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : CV Alfabeta

Satori, Djam’an & Komariah, Aan. 2012. Metode Penelitian Kualitatif .

Bandung : CV Alfabeta

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitin Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

(13)

155

(cetakan pertama ). Bandung : Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademi Seni Tari Indonesia

Suanda, Amsar Toto. 1983. Pelajaran Tari Topeng Rumyang (cetakan pertama). Bandung : Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademi Seni Tari Indonesia

B. SUMBER INTERNET

Halimi SE.,MM., “Sejarah Perkembangan Pokok-pokok Tari dan Jenis

Topeng Cirebon”, http://Cirebonkukotaku.blogspot.com, diakses pada hari Rabu tanggal 3 Juli 2013

Sejarah Cirebon : www.amalyadianene.wordpress.com, diakses pada hari

Senin tanggal 5 April 2013

KeadaanGeografisCirebon:http://blesak.wordpress.com/2009/01/20/geografis

-kota-cirebon/, diakses pada hari Kamis 15 Mei 2013

Ciri Penari Topeng :

http://www.wisatamelayu.com/id/tour/767-Tari-Topeng/navgeo, diakses pada hari Kamis 15 Mei 2013

C. SKRIPSI

(14)

156

Petir Kabupaten Serang Banten). Bandung : UNIKOM

Hardianti, Novi. 2012. Komunikasi ritual pada kesenian debus Banten :

(studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten). Bandung: UNIKOM

Fitri, Nurul. 2013. Tari Topeng Cirebon Kesenian yang diIslamkan.

Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.

Yuhanda, Puji Genik. 2007. Pesan Dalam Tarian Topeng Panji Cirebon.

Bandung: UNISBA

D. SUMBER LAIN

Arsip Sanggar Seni Sekar Pandan Cirebon

Para Pengrajin Topeng di Desa Selangit

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Membicarakan budaya pasti tidak akan terlepas dari seni dan itu

merupakan upaya pemahaman kita tentang seni budaya dan karya cipta

manusia yang begitu kompleks dan luas. Pemaparan yang bukan tentang

hanya warisan leluhur semata, tetapi ada makna yang terkandung dalam

bentuk seni terutama seni tari. Dari situlah kita dapat mengenali pengalaman.

Tari Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku

bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di

Indonesia, dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austroensia dan Melanesia,

dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan

pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di

Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri.1

Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat

digolongkan ke dalam tiga era, era kesukuan prasejarah, era Hindu-Budha,

dan era islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam

dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan

tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya,

tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok yaitu tari tradisional dan tari

kontemporer1.

1

(16)

Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan

berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Unsur utama yang

paling pokok dalam tari adalah gerakan tubuh manusia yang sama sekali lepas

dari unsur ruang, waktu, dan tenaga.

Tari juga sebagai sarana komunikasi, tari memiliki peranan yang

penting dalam keindahan masyarakat. Pada berbagai acara tari dapat berfungsi

menurut kepentingannya, masyarakat membutuhkan tari sebagai sarana untuk

upacara agama dan adat.

Tari membuat seseorang tergerak untuk mengikuti irama dan gerak

tari. Tari memberikan penghayatan rasa empati dan simpati. Tari

sesungguhnya merupakan penampilan gerak tubuh, oleh karena itu tubuh

sebagai media sangat penting peranannya bagi tari. Gerakan tubuh dapat

dinikmati sebagai bagian dari komunikasi bahasa tubuh/komunikasi

nonverbal, dengan itu tubuh menjadi bahasa tari untuk memperoleh makna

gerak2.

Makna tidak terletak pada kata-kata, tapi pada manusia kata-kata

hanyalah salah satu cara mendekati makna. Makna bisa merupakan sesuatu

yang nyata dari sebuah simbol, tapi makna juga bisa merupakan sesuatu yang

tersembunyi. Tersembunyi disini dapat diartikan sebagai sesuatu yang

berhubungan dengan rasa, emosi, dan yang bersifat subjektif.

Gerak tari merupakan unsur utama dari tari. Gerak didalam tari

bukanlah gerak yang realistis, melainkan gerakan yang telah diberi bentuk

2

(17)

ekspresi dan estetis. Gerak tari selalu melibatkan unsur anggota badan

manusia. Gerak dalam tari berfungsi sebagai media untuk

mengkomunikasikan maksud-maksud tertentu.

Kebudayaan menunjukkan identitas serta integritas seseorang atau

suatu bangsa. Dalam kebudayaanlah tertuang segala kekayaan serta mutu

hidup suatu bangsa. Bangsa Indonesia terdiri atas ratusan etnik yang berbeda,

masing-masing etnik memiliki karakter yang berbeda pula.

Berbagai ekspersi manusia yang coba dituangkan dalam suatu karya

dari berbagai bentuk yang masuk kedalam seni tari, baik harapan atau hasrat

dan lain-lain. Seni tari yang lahir akan memiliki keunikan dari penyampaian

pesan dan makna. Seni tari tercipta dari sistem budaya dan sosial, kepercayaan

yang diyakini di lingkungan dimana mereka berada dan sebagai satu kesatuan

yang utuh serta hubungan realitas yang tidak terpisahkan.

Setiap budaya pasti memiliki seni tari yang berbeda hal tersebut

dipengaruhi oleh kepekaan rasa terhadap nilai estetika yang ada. Seni di

Indonesia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan etnik yang satu dengan

yang lainnya dan memiliki ciri khas masing-masing. Banyak kesenian yang

tumbuh dan berkembang disetiap daerahnya, dengan segala keragaman dan

keunikan yang dimiliki. Cirebon merupakan salah satu daerah yang memiliki

beragam kebudayaannya.

Salah satu seni budaya Cirebon adalah tari topeng dan merupakan

salah satu tarian di tatar parahyangan. Tari topeng Cirebon merupakan

(18)

Brebes. Disebut tari topeng, karena penarinya menggunakan topeng di saat

menari. Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami

perkembangan dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan.

Tari Topeng Cirebon ternyata salah satu seni yang berisi hiburan juga

dan melambangkan berbagai aspek kehidupan seperti nilai kepemimpinan,

kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan

hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Dalam hubungan

ini maka seni Tari Topeng ini dapat digunakan sebagai media komunikasi.

Terkadang tari topeng dimainkan oleh salah satu penari tarian solo,

atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang kata Dede Supriyantna

(wawancara 15 April 2013) Perkembangan tari topeng itu sendiri merupakan

dari gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, serta iringan musik yang

didominasi oleh kendang dan rebab, hal tersebut merupakan ciri khas dari tari

topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk Cirebon telah tumbuh dan

berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur. Pada masa

pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa.

Melalui seni jalanan (pengamen) seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon

dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa

Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam (zaman Wali Songo), Syekh

Syarif Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama

dengan Syekh Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari

upaya penyebaran Agama, simbol-simbol primordial yang melekat di

(19)

kelima kedok topeng pun dimaknai sesuai dengan falsafah Islam. Inilah yang

sekarang lebih dipahami daripada asalnya. Segala atribut yang menyertainya

ditumpangi muatan sesuai dengan misi awalnya sebagai media penyebaran

agama Islam3.

Dalam perkembangan di masyarakat umum, Topeng Cirebon

kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajian yang spesifik,

yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari

Topeng Tumenggung, Tari Topeng Rumyang, Tari Topeng Samba dan Tari

Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jeni

topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau

lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.

Pada penelitian ini akan dibahas mengenai kesenian tari topeng

Cirebon, dimana susunan penyajian yang sudah tetap, artinya tidak bisa

berubah-ubah lagi. Susunanya adalah Panji, Pamindo atau Samba, Rumyang,

Tumenggung atau Patih, dan Klana.

Sesuai dengan urutannya yang pertama yaitu tari topeng Panji yang

artinya Panutan Insawiji (bahasa Jawa) mengikuti perintah tuhan kata dede supriyatna salah satu informan peneliti (wawancara 15 April 2013) , dimana

tarian ini ditarikan pada awal pertunjukan. Tari topeng panji digambarkan

sebagai sosok manusia yang baru lahir, penuh dengan kesucian tanpa dosa,

sifatnya yang baik hati, berbudi luhur, dan penuh dengan gerakan yang halus

dan lembut membuat semua orng terpesona. Tarian ini merupakan gabungan

3

(20)

dari hakiki gerakan diam dalam sebuah filosofi tarian, tari topeng panji juga

merupakan seni pertunjukan tradisional yang sangat familiar dilingkungannya

yaitu di Cirebon.

Keistimewaan dari Tarian topeng panji adalah tarian Panji kontras

dengan musik pengiringnya, yang cepat dan keras, namun gerakannya yang

lambat dan lemah lembut, membuat tarian ini paling sukar ditarikan.

Topeng panji mengajarkan kebaikan kepada setiap umat manusia yang

berbeda agama, ras, strata. Ditengah kehidupan manusia sekarang ini yang

penuh dengan kekerasan dan peperangan, namun tarian panji menawarkan

sesuatu yang patut dicontoh oleh masyarakat dengan kebaikan yang ada.

Yang Kedua, topeng Samba yang yaitu Sami’un dan Basirun yang

artinya melihat dan mendengar kata dede supriyatna (wawancara 30 Mei

2013), tarian ini menggambarkan seorang remaja yang mulai menginjak

dewasa yang serba ingin tahu. Oleh karena itu, tari tersebut disesuaikan

dengan karakteritik remaja, yakni gerakan tarinya energik, lincah, dan penuh

dinamika, sehingga topengnya pun menggambarkan tawa ceria seorang remaja

yang penuh cita.

Yang Ketiga, Topeng Rumyang menggambarkan seseorang yang

beranjak dewasa dan serba ingin tahu (sense of knowledge) terhadap lingkungan sekitarnya Sekalipun memancarkan sedikit keragu-raguan menurut

Dedi Rosala dalam bukunya yang berjudul bunga rampai Tarian Khas Jawa

Barat. Berdasarkan nilai filosofis-psikologi itulah, karakter topeng Rumyang

(21)

ini lebih diperkuat oleh warna kedok yang merah jambu (pink) dihiasi oleh

pilis dibagian pipinya.

Yang keempat adalah Topeng Tumenggung, Ciri khas karakter

Tumenggung adalah gagah. Tumenggung adalah satu-satunya topeng yang

kelihatan mengandung unsur cerita. Hal ini terlihat di dalam tariannya yang

mengandung unsur dialog yang ditimbulkan oleh munculnya peran lain, yakni

jinggananom.

Yang terakhir adalah tari topeng Klana, Tari topeng Klana

menggambarkan personalitas raja yang gagah dan angkara murka. Tari

tersebut melatarbelakangi oleh kisah dia insane yang dimabuk cinta, yakni

antara Klana Budanagara yang tergila-gila oleh kecantikan seorang putri,

Dewi Tunjung Ayu, dari Negara bawarna, dengan Rajanya Prabu Amiuhur.

Hal tersebut sangat menarik untuk ditelaah dari sudut pandang Ilmu

Komunikasi terutama makna pesan komunikasi nonverbal. Selain itu belum

adanya penelitian tentang makna dari tarian topeng Cirebon dari sisi

komunikasi yang sangat menarik untuk ditelaah. Terutama dalam arti setiap

gerakan ini menjadi hal paling utama untuk diteliti.

Dengan sebuah makna pesan komunikasi nonverbal, Larry A. Samovar

dan Richard E. Porter mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2

kategori utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan

postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan,

(22)

2. Ruang, waktu, dan diam.

Dalam penelitian ini akan diketahui makna pesan komunikasi

nonverbal dari suatu ekpresi wajah, sentuhan, pakaian, gerakan, ruang/tempat

dan waktu dalam kesenian tari topeng panji. kesenian tari topeng Cirebon

merupakan media Komunikasi nonverbal sebagai penyebaran agama Islam

dan dakwah Islam. Akan tetapi, sesuai dengan perkembangan zaman banyak

yang mengaggap kesenian tari topeng Cirebon sebagai hiburan semata tanpa

mengetahui makna pesan sesungguhnya dari kesenian Komunikasi.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan

sebagai berikut:

1.2.1Pertanyaan Makro

“Bagaimana Makna Pesan Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian

Tari Topeng Cirebon Di Jawa Barat?” 1.2.2Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana Makna Ekpresi para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat?

2. Bagaimana Makna Busana yang digunakan oleh para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat?

(23)

4. Bagaimana Makna Ruang/Tempat untuk melaksanakan Pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat?

5. Bagaimana Makna Waktu yang tepat untuk melakukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat?

1.3Maksud dan Tujuan Peneliti 1.3.1Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk Menganalisis Bagaimana Makna

Pesan Komunikasi Nonverbal Dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon Di

Jawa Barat.

1.3.2Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Makna Ekpresi para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat

2. Untuk mengetahui Makna Busana yang digunakan oleh para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat

3. Untuk mengetahui Makna Gerakan para Penari dalam Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat

4. Untuk mengetahui Makna Ruang/Tempat untuk melaksanakan Pertunjukan Kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat

(24)

1.4Kegunaan Peneliti 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini harapkan dapat dijadikan sebagai pengembangan

ilmiah bagi Ilmu Komunikasi. Guna menambah wawasan dan

pengetahuan khususnya mengenai Makna Pesan Komunikasi Nonverbal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil

penelitian ini dapat menjadi :

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

wawasan dan pengalaman bagi peneliti tentang Makna Pesan

Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Tari Topeng

Cirebon.

b. Bagi Universitas

Penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa program studi

ilmu komunikasi secara khusus dalam penambahan

pengetahuan literatur dan bahan referensi bagi mahasiswa

dan kalangan akademis pada umumnya yang juga ingin

melakukan penelitian ini.

c. Bagi Masyarakat

Kegunaan penelitian ini pada masyarakat umum yakni, dapat

mengembangkan wawasan infomasi dan pesan komunikasi

(25)

Bagi masyarakat Cirebon dapat dijadikan suatu kebanggaan

bagi bangsa yang banyak memiliki keanekaragaman budaya

dan masyarakat bisa ikut serta dalam melestarikan budaya

(26)

12

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu

Penelitian ini akan menjelaskan penelitian sebelumnya yang

berhubungan dengan makna pesan dari suatu budaya. Dalam hal ini

penulis mendapatkan beberapa penelitian yang kiranya relevan dengan

masalah penelitian, yakni :

Makna nonverbal juga

ada didalam tradisi dan

budaya, yang terdapat

dalam kebudayaan yaitu

kesenian debus. Dimana

setiap daerah yang ada di

Indonesia Memiliki

melalui Kesenian debus

(27)

Mengenai

Unikom Banten karena tahapan

dan prosesnya tidak

Proses ritual kesenian

debus Banten terdapat

adanya komunikasi

ritual, dalam komunikasi

ritual ini ada kaitannya

dengan

komunikasitransendental,

dimana komunikasi yang

dijalin merupakan

komunikasi dengan Allah

SWT (leluhurnya). Dari

makna simbol yang ada

pemain debus

mengartikan sebagai satu

rangkaian dalam sebuah

(28)

tidak dapat dipisahkan

begitu saja. Melihat

kedekatan pemain debus

dengan suatu budaya

Sunda menandakan

prosesi ritual debus tidak

akan pernah lepas dan

hilang begitu saja,

apalagi dibarengi dengan

keyakinan pemain debus

yang sangat kental.

Upaya memahami makna, sesungguhnya merupakan

salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia.

Konsep makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi,

psikologi, sosiologi, antropologi dan linguistic. Itu sebabnya,

beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika

mereka merumuskan defenisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan

Sylvia Moss (1994:6), misalnya menyatakan “Komunikasi

adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau

lebih”. Juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979:3),

“Komunikasi adalah proses memahami makna dan berbagi

(29)

Sementara itu Brown dalam buku “Semiotika

Komunikasi” Alex Sobur mendefenisikan makna sebagai:

“kecendrungan (disposisi) untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata

atau kalimat.”

Dengan kata-kata Brown “seseorang mungkin

menhabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan

makna suatu kalimat tunggal dan akhirnya tidak menyelesaikan

tugas itu”. (Mulyana dalam Sobur, 2009:256).

Tampaknya, kita perlu terlebih dahulu membedakan

pemaknaan secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang nyaris

berimpitan antara apa yang disebut (1)Terjemahan atau translate

(2) Tafsir atau interpretasi (3) Ekstrapolasi, dan (4) Makna atau

meaning. (Muhadjir dalam Sobur, 2009:256)

Ada tiga hal yang coba dijelaskan oleh para filsafat dan

linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna.

ketiga hal itu yakni: (1) menjelaskan makna kata secara alamiah,

(2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, dan (3)

menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson,

1977:11). Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk

menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi: (1) kata, (2)

kalimat, dan (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk

(30)

2.1.2.2Teori-teori Makna

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan ilham teori

atau konsep makna. model proses makna Wendell Johnson

(1951, dalam Devito, 1997: 123-125) yang dikutip Sobur (2009)

dalam bukunya yang bertajuk “Semiotika Komunikasi”

menawarkan sejumlah implikasi bagi komuniksi antarmanusia.

a. Makna adalah dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia.

Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk

memproduksi, dibenak pendengaran, apa yang ada

dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah

proses persial dan selalu bisa salah

b. Makna berubah, kata-kata relative statis. Banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang

lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah,

dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional

dari makna.

c. Makna membutuhkan acuan, Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nayata, komunikasi

hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan

dengan dunia atau lingkungakn eksternal.

(31)

membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi

yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa

mengaitkan dengan acuan yang konkret dan dapat

diamati.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas,

tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu,

kebanyakan kata mempunyai banyak makna. ini bisa

menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan

secara berbeda oleh dua orang yang sedang

bekomunikasi.

f. Makna dikomunikasikan hanya sebagain. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya

sebagian saja dari makna-makna ini yang

benar-benar dapat dijelaskan (Sobur, 2009: 258-259).

Brodbeck (1963, dalam Rakhmat, 1994:277-278) yang

dikutip Sobur (2009) juga menyajikan teori makna dengan cara yang cukup sederhana. Ia menjernihkan pembicaraan ihwal

dengan membagi makna tersebut kepada tiga corak. Perdebatan

tidak selesai, menurut Rakhmat (1994:277) seringkali orang

mengacukan makna ketiga corak makna tersebut .

(32)

Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan,

konsep yangdirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden dan

Richards (1946, dikutip Rakhmat, 1994:277) dalam Sobur

(2009), Proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukan

lambang (disebut rujukan atau referen).

Makna kedua yang menunjukan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain.

Fisher, seperti dikutip Rakhmat, member contoh dengan

kata-kata phlogiston. Kata ini dahulu dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Kini, setelah ditemukan oksigen, phlogiston

tidak berarti lagi. Begitu pula instinct dalam psikologi, atau

group mind dalam sosiologi. Kata-kata itu tidak menjadi berari kearena penemuan-penemuan baru yang menunjukan kesalahan

konsep yang lama.

Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Harimurti

Kridalaksana (2001) menyebutkan sebagai makna yang

menekankan maksud pembicara (misalnya: saya mint roti; saya

mau menyimpan roti; saya akan member roti). Makna ini tidak

(33)

makna intensional boleh jadi serupa tapi tidak sama. (Sobur,

2009:262).

2.1.3Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.3.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat

fundamental dalam kehidupan umat manusia.istilah komunikasi

atau dalam bahasa inggris “communication” berasal dari bahasa latin “communicates” atau “communication” atau

“communicare”, yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”.

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus

bahasa mengacu pada “suatu upaya yang bertujuan untuk

mencapai kebersamaan”. Menurut Webster New Collogiate

Dictionary komunikasi adalah “suatu proses pertukaran

informasi di antara individu melalui sistem lambing-lambang,

tanda-tanda atau tingkah laku”.

Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya

dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan terjadi atau

berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang

dipercakapikan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam

percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna.

Dengan kata lain mengerti bahasanya belum tentu mengerti

(34)

dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain

mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari

bahan yang dipercakap” (Effendy, 2006:9).

Berikut ini adalah beberapa definisi tentang komunikasi

yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

a. Carl Hovland, Janis & Kelley

“Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana

seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau embentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).”

Definisi ini memberikan penekanan bahwa

tujuan komunikasi adalah mengubah atau membentuk

perilaku.

b. Bernard Berelson & Gary A.Steiner

“Komunikasi adalah suatu proses penyampaian

informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui pengguna simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain”.

Definisi ini menekankan bahwa komunikasi

adalah proses penyampaian, yaitu penyampaian

informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain.

c. Gode

“Komunikasi adalah suatu proses yang membuat

sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang

(monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang

(35)

proses penularan pemilik, yaitu dari yang semula

(sebelum komunikasi) hanya dimiliki oleh satu orang

kemudian setelah komunikasi menjadi dimiliki oleh

dua orang atau lebih.

Masing-masing definisi diatas memberikan penekanan

arti, ruang ingkup, dan konteks yang berbeda. Hal ini

menunjukan bahwa, Ilmu Komunikasi sebagai bagian dan Ilmu

Sosial adalah suatu ilmu yang bersifa multi-disipliner.

Berdasarkan definisi-definisi tentang komunikasi tersebut

di atas dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai

beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Komunikasi adalah suatu proses

b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan

mempunyai tujuan

c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja

sama dari para pelaku yang terlibat

d. Komunikasi bersifat simbolis

e. Komunikasi bersifat transaksional

f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Gordon I. Zimmerman et al. merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar:

1. Kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas

(36)

makan dan pakaian kepada diri-sendiri, memuaskan

kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati

hidup

2. Kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk

hubungan dengan orang lain.

Rudolph F.Verderber mengemukakan bahwa komunikasi

mempunyai dua fungsi.

1. Fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk

menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun

dan memelihara hubungan.

2. Fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada

saat tertentu.

Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan

bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum.

1. Untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi:

keselamatan Fisik, meningkatkan kesadaran pribadi,

menampilkan diri sendiri kepada orang lain dan

mencapai ambisi pribadi

2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya

untuk memperbaiki hubungan sosial dan

(37)

Berikut adalah empat fungsi komunikasi berdasarkan

kerangk yang dikemukakan oleh William I.Gorden. keempat

fungsi tersebut, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekpresif,

komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling

meniadakan (mutually exclusive). Fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication event) tampaknya tidak sama sekali independen, melainkan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi

lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan.

2.1.3.2Fungsi Komunikasi

a. Fungsi Komunikasi Sosial

Fungsi komunikai sosial menunjukan bahwa

komunikasi penting untuk:

1. Membangun konsep diri

2. Eksistensi dan aktualisasi diri

3. Kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan

mencapai kebahagiaan.

b. Fungsi Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan

mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh

komunikasi tersebut menjadi instrument untuk

menyampaikan perasaasn-perasaan kita. Perasaan-perasaan

tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan

(38)

aau simpati, dapat dikomunikasikan melalui perilaku

non-verbal.

Komunikasi ekpresif dapat pula dikomunikasikan

melalui karya seni seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik,

dan seni patung.

c. Fungsi Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif.

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan

sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut

antropologi sebagai rites of passage, mulai dari upacara tujuh bulanan, kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan,

pernikahan, naik haji ke mekkah, dan sebagainya.

Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi

ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada

tradisi keluaga, suku, bangsa, Negara, ideology, atau

komitmen pada agama mereka.

Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada

sepanjangn zaman, karena ia merupakan kebutuhan manusia,

meskipun bentuknya berubah-ubah demi pemenuhan

kebutuhan dirinya sebagai mahluk individu, anggota

komunitas tertentu, mahluk sosial, dan sebagai salah satu

(39)

d. Fungsi Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan

umum, yaitu:

1. Menginformasikan

2. Mengajar

3. Mendorong

4. Mengubah sikap, keyakinan, dan perilaku

5. Menggerakan tindakan

6. Menghibur

Kesemuan tujuan tersebut di atas dapat di

kelompokan membujuk atau bersifat persuasive. Komunikasi

yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan

mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara

menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa informasi

yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui.

2.1.3.3 Konteks Komunikasi

Menurut Verderber, konteks komunikasi terdiri dari

konteks fisik, konteks social, konteks historis, konteks psikolois,

dan konteks cultural.

Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan

komuniaksi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah

jumlah peserta yang terlibat dalam komuniaksi. Maka

(40)

komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok(kecil),

komunikasi public, komunikasi organisasi dan komunikasi

massa.

2.1.3.4 Unsur Komunikasi

Berdasarkan definsi Lasweel dapat diturunkan lima

unsure komunikasi yang salingbergantung satu sama lain yaitu:

1. Sumber (source), sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi boleh seorang individu, kelompok,

organisasi.

2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber

kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat

symbol verbal atau nonverbal yang mewakili

perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Pesan

mempunyai tiga komponen : makna, symbol yang

digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk

atau organisasi pesan.

3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang

digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya

kepada penerima saluran boleh jadi merujuk pada

bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima,

(41)

4. Penerima (receiver), yakni orang yang menerima pesan dari sumber berdasarkan pengalaman masa lalu,

rujukan nilai, pengetahuan dll,. Penerimaan pesan ini

menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat symbol

verbal dan nonverbal yang diterima menjadi suatu

gagasan yang dapat dipahami, proses ini disebut

penyandian-balik (decoding ).

5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah

menerima pesan tersebut.

Kelima unsur tersebut sebenarnya belum lengkap,

unsure-unsur lain yang ditambahkan adalah umpan balik (feed back)., gangguan atau kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi komunikasi. Kesemua unsur itu saling bergantung

dan atau tumpang tindih.

2.1.3.5Sifat Komunikasi

Sebagai pakar menguraikan sifat komunikasi ada berbagai

macam diantaranya adalah:

A. Tatap muka (face to face)

Komunikasi yang dilakukan di mana komunikator

berhadapan langsung dengan komunikannya

memungkinkan respon yang langsung dari keduanya.

Seorang komunikator harus mampu menguasai situasi

(42)

sehingga komunikan mampu menangkap dan

memahami pesan yang disampaikannya.

Diantara konteks komunikasi tatap muka adalah:

1. Komunikasi interpersonal

Yakni kegiatan komunikasi yang dilakukan

secara langsung antara seseorang dengan

orang lainnya. misalnya, percakapan tatap

muka, korespondensi percakapan melalui

telepon , dan sebagainya.

2. Komunikasi kelompok

Kegiatan komunikasi yang berlangsung di

antara suatu kelompok. Pada tingkatan ini,

setiap individu yang terlibat masing-masing

berkomunikasi sesuai dengan peran dan

kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau

informasi yang disampaikan juga

menyangkut kepentingan seluruh anggota

kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya,

ngobrol-ngobrol anatar ayah, ibu, dan anak

dalam keluarga, diskusi guru dan murid di

kelas tentang topic bahasan,dan sebagainya.

(43)

Komunikasi organisasi mencakup kegiatan

komunikasi dalam suatu organisasi dan

komunikasi antar organisasi. Bedanya

dengan komunikasi kelompok adalah sifat

dari komunikasi organisasi lebih formal dan

lebih mengutamakan prinsip-prinsip

efesiensi dalam melakukan kegiatan

komunikasinya.

B. Bermedia (mediated)

seorang komunikator melakukan komunikasi melalui

madia cetak ataupun elektronik, maka pesan yang

disampaikan haruslah betul-betul diyakini

kebenarannya oleh dirinya dan masyarakat luas

sebagai komunikan. Komunikasi yang dilakukan

dengan media menuntut seorang kominikan untuk

mampu menguasai teknologi komunikasi, juga

keterampilan untuk berkomunikasi dalam bentuk

tulisan. Konteks komunikasi bermedia ini adalah:

a. Komunikasi massa (Mass Communication) komunikasi yang dilakukan seorang

komunikator melalui media massa, baik

(44)

kepada sejumlah besar orang yang

heterogen, anonim, dan di banyak tempat

b. Komunikasi Media (Media Communication) Yaitu komunikasi dengan menggunakan

surat, telepon, pamphlet dan poster.

C. Verbal (Verbal)

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan

menggunakan simbol-simbol verbal

D. Nonverbal (non-verbal).

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi

dimana pesan disampaikan tidak menggunakan

kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah

menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi

wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti

pakaian, potongan rambut, dan sebagainya,

simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi,

penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya

berbicara.

2.1.3.6Hambatan Komunikasi

1. Hambatan dari Proses Komunikasi

a. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan

(45)

b. dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh

perasaan atau situasi emosional.

c. Hambatan dalam penyandian/simbol

d. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan

tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,

simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan

penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan

terlalu sulit.

e. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam

penggunaan media komunikasi,

f. misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga

tidak dapat mendengarkan pesan.

g. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam

menafsirkan sandi oleh si penerima

h. Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya

perhatian pada saat menerima

i. Mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang

keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.

j. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang

diberikan tidak menggambarkan apa

k. adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat

(46)

2. Hambatan Fisik

Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif,

cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya:

gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi.

3. Hambatan Semantik

Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi

kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas

atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima

4. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu

komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan

yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.

2.1.4Tinjauan Tentang Komunikasi Nonverbal 2.1.4.1Definisi Ilmu Komunikasi Nonverbal

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter

“komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan dilingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensi bagi pengirim atau penerima.”

Pesan Nonverbal adalah semua isyarat yang bukan

kata-kata. Hal yang menarik dari kode nonverbal adalah studi Albert

Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa “tingkat

kepercayaan dari pembicaraan orang adalah 7% berasal dari

(47)

muka”. Jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan

seseorang dengan perbuatannya, maka orang lain cenderung

mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal.

2.1.4.2 Fungsi Komunikasi Nonverbal

Perilaku nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Perilaku nonverbal dapat mengulangi/repetisi perilaku

verbal

Misalnya Kita menganggukan kepala ketika kita

mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala ketika

mengatakan “Tidak”.

2. Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku

verbal

Misalnya kita melambaikan tangan seraya

mengucapkan “selamat jalan”, “sampai jumpa” atau

ketika kita berpidato kita melakukan “gerakan tangan”,

atau “nada suara tinggi” atau “nada suara merendah”.

3. Perilaku nonverbal dapat menggantikan/substitusi

perilaku verbal

Misalnya menggoyangkan tangan dengan telapak

tangan menghadap ke depan (sebagai pengganti kata

“tidak”).

(48)

Misalnya anda sebagai pembaca mengenakan jacket

atau membereskan buku-buku, atau melihat jam tangan

anda ketika waktu kuliah sudah berakhir, sehingga

dosen segera menutup kuliahnya.

5. Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan

(kontradiksi) dengan perilaku nonverbal.

Misalnya seorang suami mengatakan ”Bagus! Bagus!”

ketika dimintai komentar oleh istrinya mengenai baju

yang baru dibelinya, seraya terus membaca surat kabar

di tangannya.

2.1.4.3Klasifikasi Pesan Nonverbal

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter

mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori

utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak

mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

2. Ruang, waktu, dan diam.

2.1.4.4 Bahasa Tubuh

Ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa

(49)

Setiap anggota tubuh manusia seperti wajah, tangan,

kepala, kaki, dan bahkan seluruh anggota tubuh kita dapat

digunakan sebagai isyarat simbolik.

a. Isyarat tangan

Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat

tangan, misalnya, orang yang sedang menelpon,

meskipun lawan bicara tidak melihat, ia

menggerak-gerakan tangannya. Isyarat tangan atau “berbicara

dengan tangan” disebut emblem, mempunyai makna

dalam suatu budaya. Desmond Morris et. Al,

mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama tapi

mempunya makna yang berbeda dalam budaya yang

berbeda.

b. Gerakan kepala

Di beberapa Negara, anggukan kepala malah berarti

“Tidak”, seperti di Bulgaria, sedangkan isyarat untuk

“Ya” adalah dengan menggelengkan kepala.

c. Postur tubuh dan posisi kaki

Penelitian yang dilakukan oleh William Sheldon

memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara

bentuk tubuh dan temperamen .Menurut Sheldon,

(50)

Prof. Hafied Cangara mengelompokan kode

nonverbal sebagai berikut, yaitu:

1. Kinesics

Ialah kode nonverbal yang ditunjukan oleh

gerakan-gerakan badan yang bisa dibedakan

atas 5 jenis, yaitu:

a. Emblems

Ialah isyarat yang punya arti langsung

pada symbol yang dibuat oleh gerakan

badan. Misalnya mengangkat jempol

yang berarti baik (Indonesia), tetapi

berarti jelek (India). Kerdipan mata

berarti “saya tidak sungguh-sungguh”.

b. Illustrators

Ialah isyarat yang dibuat dengan

gerakan-gerakan badan untuk

menjelaskan sesuatu, misalnya mengenai

besarnya barang atau tinggi rendahnya

suatu objek yang dibicarakan.

Pandangan kebawah berarti kesedihan

(51)

c. Affect Displays

Ialah isyarat yang terjadi karena adanya

dorongan emosional sehingga

berpengaruh pada ekspresi muka,

misalnya menangis, senyum, mencibir,

sinis dan sebagainya.

d. Regulators

Ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi

pada daerah kepala, misalnya

mengangguk tanda setuju atau

menggeleng tanda menolak

e. Adaptor

Ialah gerak-gerakan badan yang

dilakukan sebagai tanda kejengkelan,

misalnya menggerutu.

2. Gerakan Mata

Mata adalah alat komunikasi yang paling

berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Ada

yang menilai bahwa gerakan mata adalah

cerminan isi hati seseorang. Terbukti adanya

ungkapan “lirikan matanya memiliki arti “

(52)

3. Diam

Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam

juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai

arti. Max Picard menyatakan “diam tidak sem

ata-mata mengandung arti negatif, tetapi bisa juga

mengandung arti positif.

2.1.4.5 Parabahasa

Parabahasa atau vokalika (vocalics) mengaju pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya

kecepatan berbicara, nada (tinggi-rendah), intensitas (volume),

suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara gemetar, suitan

dan lain-lain. Karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi

dan pikiran kita.

2.1.4.6 Eskpresi Wajah dan Tatap Mata

Makna yang terkandung dalam ekspresi wajah, seperti

juga pengarah, pemain, dan penari. Masuk akal bila banyak orang

menganggap perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara”

adalah ekpresi wajah, khususnya pandangan mata, meskipun

mulut tidak berkata-kata. Okulesika (Oculesics) merujuk pada studi tentang penggunaan kontak mata (termasuk reaksi manik

mata) dalam berkomunikasi. Menurut Albert Mehrabian “andil

wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vocal 30%,

(53)

sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang besar”. Bisa

dibuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khususnya mata, paling

ekpresif.

Ekpresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang

mengekpresikan keadaan emosional seseorang, sebagai pakar

mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang

dikomunikasikan oleh ekpresi wajah yang tampaknya dipahami

secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekpresi-ekspresi

wajah tersebut dianggap “murni”, sedangkan keadaan emosional

lainnya (misalnya malu, rasa berdosa, bingung, puas) dianggap

“campuran”, yang umumnya lebih bergantung pada interpretasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekpresi

wajah dan pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat

dipengaruhi oleh budaya. Ekpresi wajah boleh sama, namun

maknanya mungkin berbeda. Bahkan, seperti pesan verbal, dalam

budaya yang sama pun ekpresi wajah yang sama dapat berbeda

makna dalam konteks komunikasi yang berbeda.

2.1.4.7 Penampilan, Pakaian atau Busana

Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis

atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu

(54)

mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan

musim itu dengan perubahan cara mereka berpakaian.

Setiap fase penting dalam kehidupan sering ditandai

dengan pemakaian busana tertentu, seperti pakaian tradisional

ketika anak lelaki disunat, toga ketika diwisuda, pakaian

pengantin ketika menikah, dan kain kafan ketika meninggal.

Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana

yang khas sebagai symbol keanggotaan mereka dalam kelompok

tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai tanda

keagaamaan dan keyakinan mereka.

Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang

atas pakaian mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang

yang konservatif, religious, modern, atau berjiwa muda.

Kita cenderung mempresepsikan dan memperlakukan

orang yang sama dengan cara berbeda bila ia mengenakan

pakaian berbeda. Misalnya, seseorang akan merasa cukup

nyaman berbicara dengan orang yang berkemeja polos biasa.

Namun saat lain seseorang akan merasa agak canggung ketika

berbicara dengan orang yang sama namun berpakaian lengkap

(jas dan dasi) atau berpakaian militer lengkap dengan tanda

(55)

2.1.4.8 Gerakan

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan

melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan terhadap

orang lain yang melihatnya.

2.1.4.9 Ruang dan Tempat

Untuk proses peyampaian komunikasi non verbal ruang

merupakan tempat atau posisi dimana proses pesan non verbal itu

terjadi.

2.1.4.10 Waktu

Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Pola hidup

manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya. Waktu

berhubungan erat dengan perasaan hati dan perasaan manusia.

Kronemika (Cltronemics) adalah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan.

Bagaimana kita mempersepsikan dan memperlakukan

waktu secara simbolik menunjukan sebagian dari jati-diri: siapa

diri kita dan bagaimana kesadaran akan lingkungan kita. Bila

kita selalu menepati waktu yang dijanjikan, maka komitmen pada

waktu memberikan pesan tentang diri kita. Demikian pula

sebaliknya, bila kita sering terlambat menghadiri pertemuan

(56)

Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua:

a. Waktu monokronik (M)

Cenderung mempersepsi waktu sebagaia berjalan lurus

dari masa silam ke masa depan dan memperlakukannya

sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-pilah,

dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang

atau bahkan dibunuh, sehingga mereka menekankan

penjadwalan dan kesegeraan waktu.

b. Waktu Polikronik (P)

Memandang waktu sebagai suatu putaran yang kembali

dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan

kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang

waktu itu sendiri, menekankan keterlibatan orang-orang

dan penyelesaian transaksi ketimbang menepati jadwal

waktu.

2.1.4.11 Pesan

Keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh

komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang

sebenarnya menjadi pengarah didalam usaha mencoba.

(57)

2.1.4.12 Sentuhan

Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan

Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas 3 macam:

a. Kinesthetic

Ialah isyarat yang ditujukan dengan bergandengan

tangan satu sama lain, sebagai symbol keakraban atau

kemesraan.

b. Sosiofugal

Ialah isyarat yang ditujukan dengan jabat tangan atau

saling merangkul.

c. Thermal

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan

yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan

yang begitu intim.

d. Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama

suara sebagai penerima pesan dapat memahami

sesuatu di balik apa yang diucapkan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pikir penulis yang dijadikan

skema pemikiran yang melatar belakang penelitian ini. Dalam kerangka pikir

(58)

Dalam kerangka penelitian ini, peneliti akan berusaha membahas

masalah pokok dari penelitian ini dengan menggunakan teori komunikasi

nonverbal yang ada hubungannya untuk membantu menjawab pokok

masalah.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi

nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam

suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan

dilingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensi bagi

pengirim atau penerima. Pesan Nonverbal adalah semua isyarat yang bukan

kata-kata.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengklasifikasikan

pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan

postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan,

dan parabahasa.

a. Penampilan, pakaian atau busana

Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis

atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan,

semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Setiap fase

penting dalam kehidupan sering ditandai dengan

pemakaian busana tertentu, seperti pakaian tradisional

(59)

pengantin ketika menikah, dan kain kafan ketika

meninggal.

Pakaian atau busana yang khas sebagai symbol

keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang

mengenakan. Sebagian orang berpandangan bahwa

pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan

kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif,

religious, modern, atau berjiwa muda.

b. Gerakan

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan

melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan

terhadap orang lain yang melihatnya.

c. Ekspresi wajah

Ekpresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang

mengekpresikan keadaan emosional seseorang, sebagai

pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional

yang dikomunikasikan oleh ekpresi wajah yang

tampaknya dipahami secara universal: kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan,

dan minat.

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan

melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan

(60)

d. Sentuhan

Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan

Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas 3 macam:

e. Kinesthetic

Ialah isyarat yang ditujukan dengan bergandengan tangan

satu sama lain, sebagai symbol keakraban atau

kemesraan.

f. Sosiofugal

Ialah isyarat yang ditujukan dengan jabat tangan atau

saling merangkul.

g. Thermal

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan

yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang

begitu intim.

h. Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama

suara sebagai penerima pesan dapat memahami sesuatu di

balik apa yang diucapkan.

2. Ruang, waktu, dan diam.

a. Ruang

Untuk proses peyampaian komunikasi non verbal ruang

merupakan tempat atau posisi dimana proses pesan non

(61)

b. Waktu

Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Pola hidup

manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya.

Waktu berhubungan erat dengan perasaan hati dan

perasaan manusia.

Sedangkan dalam bagan kerangka pemikiran Penulis mengaplikasikan

teori yang digunakan sebagai landasan penelitian mengenai Komunkiasi Non

Verbal dalam kesenian tari topeng Cirebon dimana kesenian ini merupakan

suatu tradisi yang di dalamnya mengandung pesan-pesan nonverbal.

komponen diadaptasikan oleh penulis kegambar di bawah ini agar

lebih jelas mengenai proses terjadinya pesan pesan komunikasi nonverbal

yang terdapat dalam kesenian tari topeng Cirebon dijawa barat. yang

urutannya saling berkaitan sehingga menjadikan suatu informasi yang lebih

efektif dan terencana.

keterangan pada bagan dibawah makna tidak terletak pada kata-kata

namun dalam kebudayaan terdapat pesan-pesan untuk itu kita memerlukan

konteks komunikasi Nonverbal, yang dimana kita bisa membedakan makna

pesan yang terkandung pada kesenian tari topeng Cirebon di Jawa Barat

dengan cara meneliti setiap makna ekspresi, busana, gerakan, ruang dan

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Kesenian Topeng Cirebon
Gambar 3.2 Topeng Panji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proyek desain interior yang akan dirancang adalah desain interior gedung kesenian musik dan tari tradisional Jawa Barat yang menggunakan konsep hybrid yang mengacu pada

Saran untuk perkembangan dan pelestarian tari tradisional topeng Endel adalah: (1)Bagi para seniman diharapkan lebih meningkatkan kualitas penampilan dengan cara mencampurkan

Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam.( Astono, 2007). Pada umumnya semua jenis komunikasi sangat penting, baik komunikasi

Pakaian yang dipakai penari saat Tari Saman adalah pakaian adat Kerawang Gayo yaitu. pakaian yang sesuai syariat agama Islam menutup aurat, yang menunjukan

Imbas dari proses pertunjukan yang disajikan pada para penonton tari topeng menunjukkan proses belajar antara lain dalam menirukan gerakan tari oleh tokoh yang

Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan pesan-pesan dakwah dalam syair lagu yang dinyanyikan dan juga gerakan tari kesenian Topeng Ireng.. Data

Berdasarkan m uraian tersebut penelitian tentang nilai karakter di dala m kesenian tari wayang topeng jatiduwur di desa Jatiduwur, diperlukan agar masyarakat dapat

Fokus permasalahan menitikberatkan tentang bagaimana jalinan interaksi musikal yang terjadi di antara para pemain musik dalam sajian gending pokok pertujukan kesenian Topeng Betawi..