• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Iklim

Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca tahunan yang mencakup wilayah yang cukup luas (Utoyo, 2007). Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), lokasi wilayah Indonesia yang strategis menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan cuaca (iklim). Lokasi wilayah Indonesia yang diapit oleh dua samudera, yakni Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dua benua, yakni Benua Asia dan Benua Australia, menyebabkan pola iklim Indonesia dipengaruhi oleh angin musim atau angin muson (Utoyo, 2007). Selain itu, BMKG juga menyatakan bahwa pada umumnya angin di wilayah Indonesia berhembus dari arah Timur-Tenggara. Akan tetapi, di wilayah Sumatera bagian Utara, angin berhembus dari arah Tenggara-Barat Daya. Adapun kecepatan anginnya berkisar antara 05-15 knots (09-27 km/jam).

2.2 Iklim dalam Kaitannya dengan Arsitektur

Menurut Boutet (1987), iklim memiliki pengaruh besar terhadap bangunan, sehingga para desainer arsitektural harus mempertimbangkan kondisi cuaca setempat untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya bernilai estetis, namun juga bernilai ekonomis serta efisien dan tahan lama. Salah satu faktor iklim adalah aliran udara (angin). Aliran udara (angin) pada selubung bangunan menentukan kondisi lingkungan yang dirasakan pemakai bangunan di dalam bangunan. Angin merupakan salah satu faktor penentu kenyamanan termal (Satwiko, 2009). Angin dapat mempengaruhi kemurnian udara, temperatur, dan kelembaban, sehingga memiliki efek langsung terhadap kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, para desainer arsitektural harus memahami prinsip dasar iklim, dalam hal ini angin, untuk menghasilkan bangunan yang memberi kenyamanan bagi pemakainya (Boutet, 1987).

(2)

2.3 Orientasi Bangunan

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (PU), orientasi bangunan adalah arah suatu bangunan dengan mempertimbangkan kondisi fisik (lingkungan) dan kondisi non fisik. Adapun kondisi fisik (lingkungan) berupa arah sirkulasi matahari (Timur-Barat), jarak antar bangunan, dan klimatologi; sementara kondisi non fisik berupa ideologi, nilai-nilai sosial budaya setempat, dan makna ruang yang diciptakan. Givoni (1994) menyatakan bahwa orientasi bangunan (ventilasi) mempertimbangkan arah matahari dan arah angin. Akan tetapi, pada daerah beriklim panas lembab, orientasi bangunan terhadap arah angin merupakan faktor yang lebih dominan. Faktor angin pada bangunan dan pemakai bangunan berperan penting dalam tercapainya kondisi nyaman (Kussoy, 1998; Sangkertadi, 2009 dalam Kussoy, 2011). Walaupun demikian, hingga saat ini banyak pemakai bangunan masih belum menyadari pentingnya hal tersebut (Kussoy, 2011).

2.4 Layout Bangunan

Berdasarkan fungsinya, bangunan terbagi atas beberapa jenis (UU RI No. 28 Tahun 2002), antara lain: (a) bangunan fungsi hunian (rumah); (b) bangunan fungsi keagamaan (tempat ibadah); (c) bangunan fungsi usaha (toko, kantor, dan sebagainya); (d) bangunan fungsi sosial dan budaya (sekolah, rumah sakit, dan sebagainya); dan (e) bangunan fungsi khusus (instalasi pertahanan dan keamanan). Secara umum, layout bangunan dibedakan atas 5 bentuk (Ching, 2008), yakni: (a) bentuk terpusat, berupa sejumlah bentuk sekunder yang mengelilingi satu bentuk dominan yang berada di pusat; (b) bentuk linear, berupa bentuk-bentuk yang diatur berurutan dalam suatu baris; (c) bentuk radial, berupa komposisi dari bentuk-bentuk linear yang berkembang ke arah luar dari bentuk terpusat dalam arah radial; (d) bentuk cluster, berupa sekumpulan bentuk yang tergabung bersama karena saling berdekatan atau memiliki kesamaan visual; dan (e) bentuk grid, berupa bentuk-bentuk modular yang dihubungkan dan diatur oleh

grid-grid tiga dimensi. Di sisi lain, bangunan itu sendiri juga memiliki bentuk

(Ching, 2008), antara lain: (a) bentuk beraturan, dimana bentuk-bentuk bangunannya simetris, tersusun secara rapi dan konsisten; dan (b) bentuk tidak

(3)

beraturan, dimana bentuk-bentuk bangunannya tidak simetris dan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan bentuk beraturan.

2.5 Layout Bangunan Sekolah

Pada dasarnya, layout bangunan sekolah dibedakan atas 4 tipe, antara lain: (a) tipe courtyard; (b) tipe blok; (c) tipe cluster; dan (d) tipe town-like (Rigolon, 2010). Bangunan sekolah dengan tipe courtyard memiliki halaman yang diselubungi bangunan, sementara bangunan sekolah dengan tipe blok berupa bangunan yang bermassa compact. Di sisi lain, tipe cluster membagi bangunan menjadi beberapa massa yang dihubungkan oleh lorong ataupun atrium. Berbeda dengan tipe cluster, pola penataan bangunan tipe town-like lebih organik (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Tipe layout bangunan sekolah (Rigolon, 2010:2)

Sekolah modern memiliki beragam layout bangunan, beberapa mirip dengan bangunan kantor modern, namun sebagian besar sekolah masih menggunakan struktur petak tertutup sederhana (Dudek, 2007). Secara umum, rata-rata layout bangunan sekolah di Indonesia bertipe courtyard atau bangunan dengan halaman, baik halaman yang bersifat terbuka (open courtyard) maupun

(4)

tertutup (closed courtyard). Beberapa layout bangunan sekolah di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Layout bangunan sekolah di Indonesia (Sumber: https://maps.google.com/)

Layout bangunan sekolah di Indonesia berupa bangunan-bangunan yang

mengitari halaman, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Dengan layout bangunan seperti ini, terdapat beberapa massa bangunan yang berdekatan dengan massa bangunan yang lain. Adanya struktur bangunan yang satu akan mempengaruhi aliran udara pada struktur bangunan yang lain. Struktur bangunan yang ada akan membelokkan, menghalangi, dan menuntun pergerakan angin di sekitarnya serta mengurangi dan menambah kecepatan angin (Boutet, 1987).

2.6 Aliran Udara (Angin)

2.6.1 Pengertian Aliran Udara (Angin)

Aliran udara (angin) adalah udara yang bergerak (Szokolay, 1980; Kinsey, 1983 dalam Kussoy, 2011) karena adanya perbedaan tekanan di permukaan bumi. Angin cenderung bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Angin yang berhembus di permukaan bumi ini terjadi akibat adanya perbedaan penerimaan radiasi matahari, sehingga mengakibatkan perbedaan suhu udara. Perbedaan suhu udara inilah yang menyebabkan perbedaan tekanan, yang akhirnya menimbulkan gerakan udara (Tjasyono, 2006 dalam Habibie, Sasmito, dan Kurniawan, 2011).

2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Udara (Angin)

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aliran udara atau angin (Prasetya, 2008 dalam Resmi, 2010), antara lain:

(5)

a. Gradien barometris

Gradien barometris merupakan bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari dua isobar yang jaraknya 111 km. Semakin besar gradien

barometrisnya, semakin cepat pula kecepatan anginnya. b. Lokasi

Kecepatan angin di dekat garis khatulistiwa lebih cepat daripada kecepatan angin di daerah yang jauh dari garis khatulistiwa.

c. Tinggi lokasi

Di permukaan bumi, gunung, pohon, dan topografi yang tidak rata

menciptakan gaya gesekan yang besar yang menghambat laju udara. Akan tetapi, semakin tinggi suatu tempat, gaya gesekan ini semakin kecil sehingga semakin tinggi lokasinya, kecepatan angin semakin cepat.

d. Waktu

Angin bergerak lebih cepat pada siang hari, dan sebaliknya lebih lambat pada malam hari.

2.6.3 Pengertian Kecepatan Angin

Dua aspek dari angin adalah arah datangnya dan kecepatannya, yang mana gabungan kedua hal tersebut berupa kecepatan angin (Aronin, 1953). Samadi (2006) mendefinisikan kecepatan angin sebagai kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada ketinggian dua meter di atas tanah. Kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan dipengaruhi kecepatan angin berupa gradien barometer, gaya coriolis, kekuatan geseran, dan kekuatan sentrifugal. Untuk pengukuran kecepatan angin, digunakan skala Beaufort berikut ini (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Skala Beaufort (Aronin, 1953)

Skala Beaufort Gambaran Umum Keterangan Satuan m/s feet/menit mil/jam 0 Calm Asap naik secara vertikal < 0,3 < 88 < 1

1 Light Air Arah angin dapat dilihat dari

kecondongan asap 0,6-1,7 88-264 1-3

2 Slight

Breeze

Angin terasa pada wajah;

daun bergoyang 1,8-3,3 352-614 4-7

3 Gentle

Breeze

Daun dan ranting bergerak

konstan; bendera berkibar 3,4-5,2 704-968 8-11

4 Moderate

Breeze

Debu dan kertas

beterbangan; cabang kecil bergerak

5,3-7,4 1056-1408 12-16

(6)

Skala Beaufort Gambaran Umum Keterangan Satuan m/s feet/menit mil/jam 6 Strong

Breeze Cabang besar bergerak 9,9-12,4 2024-2376 23-27

7 Moderate

Gale Seluruh pohon bergerak 12,5-15,2 2464-2992 28-34

8 Fresh Gale Ranting patah; gerak maju

terhalang 15,3-18,2 3080-3608 35-41

9 Strong Gale Kerusakan ringan 18,3-21,5 3696-4224 42-48

10 Whole Gale Pohon tumbang; kerusakan

bangunan yang cukup parah 21,6-25,4 4312-4928 49-56

11 Storm Jarang terjadi; kerusakan

luas 25,5-29,0 5016-5896 57-67

12 Hurricane > 29,3 > 5984 > 68

2.6.4 Standar Kecepatan Angin

Dalam kaitannya dengan kenyamanan termal, kecepatan angin memiliki standar tertentu. Adapun standar kecepatan angin tersebut berupa bahwa dalam mempertahankan kondisi nyaman, kecepatan udara yang jatuh di atas kepala berkisar antara 0,15-0,25 m/s (BSN, 2001). Lippsmeier (1997) menjelaskan karakteristik nyaman yang dirasakan untuk kecepatan angin tertentu, antara lain: (a) 0,25 m/s terasa nyaman tanpa dirasakan adanya gerakan udara; (b) 0,25-0,5 m/s terasa nyaman dengan adanya gerakan udara; (c) 1-1,5 m/s terjadi aliran udara yang ringan hingga tidak menyenangkan; dan (d) di atas 1,5 m/s terasa tidak menyenangkan. Akan tetapi, Givoni (1994) menyatakan standar kecepatan angin dalam kaitannya dengan suhu udara luar, dimana ketika suhu udara luar berkisar antara 28-32 °C, keadaan nyaman di dalam ruangan dapat dicapai ketika kecepatan angin berkisar antara 1,5-2,0 m/s.

2.6.5 Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Udara (Angin)

Udara bergerak mengikuti hukum-hukum alam tertentu, sehingga pergerakan udara ini relatif teratur dan dapat diprediksi (Boutet, 1987). Adapun prinsip-prinsip dasar aliran udara (Lechner, 2007), antara lain:

a. Pergerakan udara

Udara bergerak karena adanya arus konveksi natural yang disebabkan oleh perbedaan suhu atau karena adanya perbedaan tekanan (Gambar 2.3).

(7)

Gambar 2.3 Pergerakan udara karena adanya arus konveksi natural atau karena adanya perbedaan tekanan (Lechner, 2007:293)

b. Tipe-tipe pola aliran udara

Boutet (1987) membagi pola aliran udara atas 3 kategori, yakni pola aliran udara laminar (berlapis) yang cenderung sejajar dan mudah diprediksi, pola aliran udara turbulen (bergolak) yang acak dan susah diprediksi, dan pola aliran udara separated (terpisah) yang kecepatan anginnya berkurang walaupun tetap bergerak sejajar. Selain ketiga pola aliran udara ini, Lechner (2007) menambah pola aliran udara eddy (berpusar), seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tipe-tipe pola aliran udara (Lechner, 2007:294) c. Kelambanan (inertia)

Udara mempunyai massa, sehingga pergerakannya cenderung di jalur yang lurus. Oleh karena itu, bila dipaksa mengubah arah alirannya, aliran udara ini akan mengikuti bentuk kurva dan tidak pernah membentuk sudut yang benar. d. Konservasi udara

Garis-garis yang menggambarkan aliran udara harus digambar secara terus-menerus karena udara yang mendekati suatu bangunan harus setara dengan udara yang keluar dari bangunan tersebut.

e. Area dengan tekanan udara yang tinggi dan rendah

Sewaktu angin mencapai permukaan bangunan, ia akan memadatkan dan menciptakan tekanan positif (+). Kemudian udara akan dibelokkan ke sisi

(8)

bangunan tersebut, sehingga tercipta tekanan negatif (-), seperti terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Aliran udara menciptakan area dengan tekanan positif dan negatif (Lechner, 2007:294)

Di sisi lain, tekanan yang tercipta pada bagian atap bergantung pada kelandaian atap itu sendiri (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Tekanan yang terjadi pada atap bergantung pada kelandaian atap (Lechner, 2007:295)

Sebenarnya, pada area-area bertekanan tinggi dan rendah ini juga terdapat aliran udara bergolak dan berpusar (eddy), seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Pola aliran udara bergolak dan berpusar pada area bertekanan (Lechner, 2007:295) f. Efek Bernoulli

Peningkatan kecepatan cairan akan menurunkan tekanan statiknya, sehingga menyebabkan tekanan negatif pada pembatasan tabung „venturi‟ (Gambar 2.8).

(9)

Gambar 2.8 Efek Bernoulli pada tabung „venturi‟ (Lechner, 2007:295) g. Efek cerobong asap

Efek cerobong asap merupakan gabungan dari efek Bernoulli dan efek venturi, dimana pembuangan udara dari bangunan dilakukan melalui aksi konveksi alami (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Efek cerobong asap (Lechner, 2007:296)

2.7 Pola Aliran Udara dan Kecepatan Angin

2.7.1 Pola Aliran Udara dan Kecepatan Angin pada Skala Lingkungan

Menurut Boutet (1987), ada 3 hal yang mempengaruhi pola aliran udara dan kecepatan angin pada skala lingkungan, yakni bentuk lahan, vegetasi, dan bangunan. Struktur bangunan membelokkan, menghalangi, dan mengarahkan aliran udara di sekitarnya, serta mengurangi maupun menambah kecepatan aliran udaranya. Ketika aliran udara menuju permukaan bangunan, sepertiga aliran udara naik ke atas bangunan sementara dua per tiga aliran udara membelok ke sisi bangunan (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Prinsip aliran udara pada bangunan (Boutet, 1987:50)

Selain itu, terbentuk pula area tenang baik pada sisi yang menghadap arah datangnya angin maupun pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Area tenang adalah area dimana pergerakan udara nyaris tidak terasa. Area tenang

(10)

pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin selalu lebih besar daripada pada sisi yang menghadap arah datangnya angin (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Pola aliran udara pada bangunan (Boutet, 1987:50-51)

Pada bangunan dengan ketinggian H yang terisolasi, area tenang pada sisi yang menghadap arah datangnya angin membentuk lebar 2H; sementara pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin, area tenang yang terbentuk berlebar 5H (Santamouris dan Allard, 1998). Dengan kata lain, perbedaan lebar area tenang pada sisi yang menghadap arah datangnya angin dengan sisi yang membelakangi arah datangnya angin adalah 2:5 (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Perbandingan lebar area tenang pada bangunan (Santamouris dan Allard, 1998:21) Area tenang pada sisi yang menghadap arah datangnya angin bergantung pada tinggi, lebar, dan sisi bangunan yang menghadap arah datangnya angin. Walaupun demikian, bila lebar bangunan menjadi 9x tinggi bangunan, maka tinggi bangunan menjadi faktor yang lebih dominan; lebar tidak lagi mempengaruhi pola aliran udara (Harding dan Willard, 1937 dalam Boutet, 1987).

Walaupun bangunan menghambat aliran udara dan mengurangi kecepatan angin awal, perubahan pola aliran udara akibat adanya bangunan ini meningkatkan kecepatan angin pada bagian dasar dan sisi-sisi bangunan tersebut (Gambar 2.13).

(11)

Gambar 2.13 Peningkatan kecepatan angin akibat perubahan pola aliran udara (Boutet, 1987:51) Pembelokan aliran udara dan pengurangan kecepatan angin menciptakan perbedaan tekanan; tekanan positif tercipta sewaktu udara mengumpul di sisi bangunan yang menghadap arah datangnya angin dan tekanan negatif tercipta sewaktu aliran udara membentuk pola baru pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Perbedaan tekanan akibat pembelokan aliran udara dan pengurangan kecepatan angin (Boutet, 1987:52)

Tekanan udara yang tercipta sewaktu udara mengumpul pada sisi yang menghadap arah datangnya angin mencapai nilai maksimal pada ketinggian 2/3H (Gambar 2.15). Pada ketinggian tersebut pula aliran udara terbagi tiga, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 2.15 Distribusi tekanan udara pada bangunan (Boutet, 1987:52)

2.7.2 Pola Aliran Udara dan Kecepatan Angin pada Skala Bangunan

Menurut Boutet (1987), aliran udara pada skala bangunan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: bangunan itu sendiri, vegetasi di sekitar bangunan, pagar

(12)

di sekitar bangunan, dan bangunan sekitarnya. Adapun pada bangunan itu sendiri, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pola aliran udara dan kecepatan angin, seperti konfigurasi, orientasi, tinggi, teritis, bentuk atap, dan bentuk-bentuk arsitektural lainnya.

Konfigurasi dan orientasi bangunan terhadap arah datangnya angin mempengaruhi pola pergerakan aliran udara dan kecepatan angin. Seperti terlihat pada Gambar 2.16 berikut, pada bangunan berbentuk panggung, aliran udara menyebar ke bagian atap dan bawah panggung; pada bangunan beratap jengki, sebagian besar aliran udara terhadang oleh dinding bangunan; dan pada bangunan beratap planar, aliran udara mengikuti bentuk atap (Boutet, 1987).

Gambar 2.16 Aliran udara pada konfigurasi dan orientasi bangunan yang berbeda (Boutet, 1987:56)

Selain itu, Boutet (1987) juga menyatakan bahwa area tenang berperan dalam menciptakan aliran udara pada bangunan, karena ukuran area tenang berkaitan dengan potensi terciptanya aliran udara pada bangunan. Tingkat penghalang struktur bangunan (kedalaman bangunan) menentukan potensial aliran udara internal. Bangunan yang semakin lebar menciptakan area tenang yang lebih sempit pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin, dengan catatan panjang dan tinggi bangunan sama. Di sisi lain, bangunan yang semakin panjang juga menciptakan area tenang yang lebih besar (Gambar 2.17)

(13)

Pada bangunan linear, orientasi bangunan terhadap arah datangnya angin bergantung pada kedalaman dan lebar dari area tenang. Area tenang terbesar terbentuk ketika bangunan membentuk sudut 30° terhadap arah datangnya angin. Bangunan berbentuk L juga menciptakan pola aliran udara yang menyerupai pola pada bangunan linear, dimana ukuran area tenang yang terbentuk dipengaruhi oleh orientasi bangunan terhadap arah datangnya angin (Gambar 2.18).

Gambar 2.18 Aliran udara pada bangunan berbentuk linear dan L (Boutet, 1987:61) Berbeda dengan bangunan berbentuk linear dan L, bangunan berbentuk U menciptakan ukuran area tenang yang relatif sama untuk beragam orientasi terhadap arah datangnya angin. Akan tetapi, efektivitas aliran udara untuk masing-masing orientasi tersebut berbeda. Seperti terlihat pada Gambar 2.19, ketika bangunan berbentuk U membelakangi arah datangnya angin, pola aliran udara pada bangunan mirip seperti halnya pada bangunan berbentuk persegi; sebaliknya ketika bangunan berbentuk U menghadap arah datangnya angin, aliran udara menuju bentuk U pada bangunan dan meningkatkan kecepatan angin dalam bangunan. Selain itu, orientasi bangunan yang berbeda terhadap arah datangnya angin juga menciptakan area terlindung yang berbeda (Boutet, 1987).

Gambar 2.19 Aliran udara pada bangunan berbentuk U (Boutet, 1987:61)

Selain bentuk dan konfigurasi bangunan, atap bangunan dan teritis juga mempengaruhi pola aliran udara dan kecepatan angin. Atap bangunan yang semakin landai akan menyebabkan area terlindungnya pun semakin luas,

(14)

sementara penambahan lebar teritis pada sisi yang menghadap arah datangnya angin menyebabkan area terlindung pada sisi yang menghadap arah datangnya angin maupun pada sisi yang membelakangi arah datangnya angin pun melebar (Gambar 2.20). Selain hal-hal tersebut, bentuk-bentuk arsitektural, seperti halaman, atrium, balkon, teras, dan sebagainya, juga dapat meningkatkan aliran udara (Boutet, 1987).

Gambar 2.20 Aliran udara akibat pengaruh atap dan teritis (Boutet, 1987:64-66)

Bangunan seringnya berada di sekitar bangunan-bangunan yang lain. Bangunan yang satu akan mempengaruhi bangunan yang lain, termasuk dalam hal pergerakan aliran udara di sekitarnya. Bangunan menciptakan pola aliran udara dan kecepatan angin tertentu saat udara membelok di sekitarnya. Bangunan yang menghadap arah datangnya angin dapat mengurangi kecepatan angin hingga 50-60 % (Olgyay, 1963 dalam Boutet, 1987).

Bangunan yang berjajar dalam 1 baris menciptakan area tenang di antara bangunan dan membentuk lompatan aliran udara pada bagian atas bangunan, sehingga mempengaruhi aliran udara pada bangunan sekitarnya (Boutet, 1987) seperti terlihat pada Gambar 2.21. Setelah melalui penghalang seperti bangunan, angin membutuhkan jarak 6x tinggi penghalang (bangunan) agar dapat kembali ke arahnya semula (Koenigsberger, 1973 dalam Mediastika, 2002). Dengan demikian, apabila jarak di antara bangunan kurang dari 6H, angin hanya akan melalui bagian atas bangunan atau melewati bangunan (Boutet, 1987).

(15)

Pada bangunan yang disusun secara linear, tercipta jarak di antara bangunan yang menyebabkan aliran udara bergerak melalui lorong tersebut. Akan tetapi, ketika bangunan diposisikan berselang, aliran udara dibelokkan oleh masing-masing bangunan sepanjang arah aliran udara (Gambar 2.22).

Gambar 2.22 Aliran udara pada bangunan linear dan berselang (Boutet, 1987:83)

2.7.3 Pola Aliran Udara dan Kecepatan Angin pada Skala Bukaan Bangunan

Kecepatan dan arah angin di luar bangunan berperan penting terhadap bukaan pada bangunan. Bukaan pada bangunan menciptakan ventilasi untuk pertukaran udara (Mediastika, 2002). Pada skala bukaan bangunan, pola aliran udara dan kecepatan angin dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu perletakan dan orientasi bukaan, ukuran dan rasio bukaan, serta tipe bukaan (Boutet, 1987).

2.8 Pemanfaatan Aliran Udara

Secara umum, Boutet (1987) menyatakan bahwa aliran udara berperan dalam meningkatkan kualitas kehidupan. Aliran udara tersebut antara lain berperan dalam hal:

a. kualitas udara

Polutan dapat ditemukan di mana saja. Salah satu contoh sederhananya adalah proses respirasi manusia yang dapat menimbulkan gas karbon dioksida. Oleh karena itu, diperlukan ventilasi untuk menjaga kualitas udara di dalam ruangan dengan mengatur pertukaran aliran udara dari luar ke dalam.

b. energi

Pemanfaatan aliran udara yang baik akan mengurangi kebutuhan energi, sehingga kemudian menghemat biaya. Misalnya, dengan penggunaan ventilasi pada atap mengurangi sebagian besar perolehan panas, karena sebagian efek sinar matahari pada bagian atap.

(16)

c. kenyamanan

Kenyamanan dan kesehatan selalu dipengaruhi oleh cuaca. Salah satu faktor yang mempengaruhi aspek fisik kenyamanan adalah aliran udara atau angin (Satwiko, 2009). Aliran udara (angin) akan mengurangi panas berlebih dengan meningkatkan konveksi dan tingkat evaporasi.

2.9 Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah program simulasi untuk

memprediksi aliran udara atau angin (Baskaran, 1996). Pada dasarnya, terdapat berbagai jenis program simulasi CFD. Salah satunya adalah Autodesk Simulation

CFD. Secara umum, metode simulasi dengan menggunakan program CFD ini

terbagi atas 3 tahap (Cheung, 2010), yaitu:

a. pra-proses, meliputi penetapan geometri (domain), penentuan grid, serta penentuan material dan kondisi batas (boundary condition).

b. proses, dimana geometri (domain) diproses berdasarkan hasil penentuan grid dan kondisi batas (boundary condition) pada tahap pra-proses.

c. pasca-proses, meliputi visualisasi dan interpretasi hasil simulasi.

Adapun pada penetapan geometri (domain), ditentukan jarak antara bangunan atau massa-massa bangunan terhadap bidang batas (boundary). Bidang batas inlet, samping dan atas bangunan berjarak 5H dari bangunan tersebut; dimana H merupakan tinggi bangunan. Di sisi lain, bidang batas outlet bangunan berjarak 15H dari bangunan tersebut agar perkembangan aliran udara dapat terlihat. Untuk kasus dimana bangunan terdiri atas beberapa massa bangunan, maka tinggi bangunan (H) yang digunakan adalah tinggi dari massa bangunan tertinggi atau Hmax (Hall, 1997 dalam Franke, 2004).

Di sisi lain, pada penentuan material dan kondisi batas, material (udara) pada kotak pembentuk batas (boundary) dan kondisi-kondisi pada seluruh bidang batas ditetapkan dengan menggunakan persamaan-persamaan. Menurut Nitatwichit (2008), untuk memprediksi pola aliran udara, digunakan model aliran udara yang berkaitan dengan turbulensi. Adapun persamaan yang digunakan adalah persamaan-persamaan penutupan turbulensi k - ɛ (Launder dan Spaulding,

(17)

1974 dalam Nitatwichit, 2008). Berikut adalah persamaan untuk aliran udara

incompressible steady-state,

(1) dimana:

ρ densitas udara

ϕ parameter komponen kecepatan angin rata-rata, tekanan, dan turbulensi v kecepatan angin rata-rata

Γ koefisien difusi

Sϕ source term (diabaikan)

Persamaan ini juga dikenal sebagai persamaan konservasi generik untuk kuantitas ϕ. Dengan mengintegrasikan persamaan ini pada sel yang bersifat control-volume, didapat persamaan:

(2) Pada model turbulensi k - ɛ, notasi k adalah energi kinetik, sedangkan ɛ adalah rasio disipasi turbulensi. Adapun persamaan viskositas turbulensi, yaitu:

(3) Persamaan transport untuk k dan ɛ ini adalah sebagai berikut:

(4)

(5) dengan production term P, yakni:

(6) Adapun pada persamaan-persamaan tersebut, vt adalah viskositas turbulensi, ρ

adalah densitas udara, ui dan uj adalah komponen kecepatan angin rata-rata pada

arah xi dan xj, μ dan μt adalah viskositas dinamik laminar dan turbulen, dan δij

(18)

persamaan 3-6, antara lain: Cμ = 0,09; Cɛ1 = 1,44; Cɛ2 = 1,92; σk = 1,0; dan σɛ =

1,3.

Aliran udara (angin) yang mendekat terbentuk dari persamaan model

power-law sebagai berikut (Fadl, 2013; Nitatwichit, 2008).

(7) dimana:

u kecepatan angin di lokasi penelitian pada ketinggian z

u˳ kecepatan angin dari data cuaca setempat pada ketinggian acuan z˳

α parameter yang bervariasi sesuai dengan kekasaran tanah (0,14 untuk area desa; 0,25 untuk area pinggiran kota; 0,33 untuk area kota)

z ketinggian di lokasi penelitian

z˳ ketinggian acuan (10 m dari permukaan tanah)

2.9.1 Autodesk Simulation CFD

Autodesk Simulation CFD merupakan program simulasi aliran fluida dan

termal untuk membantu menganalisa aliran fluida dan pergantian panas di dalam maupun di luar bangunan. Adapun faktor-faktor seperti tampilan estetis, kenyamanan termal, kualitas udara dalam ruang, dan kebutuhan keamanan menjadi pertimbangan. Autodesk Simulation CFD juga menyajikan simulasi yang nyata untuk membantu dalam menciptakan desain yang hemat energi dan berkelanjutan (Autodesk, 2011).

Autodesk Simulation CFD ini telah digunakan untuk beberapa penelitian.

ElDabosy (2013) menggunakan program ini untuk mengevaluasi desain fasad dan bangunan untuk menciptakan ventilasi alami yang dapat meningkatkan kualitas ruang pada bangunan, sehingga tercipta kenyamanan termal. Kemudian, Zhao (2014) juga menggunakan program ini untuk menyimulasikan kondisi angin dan temperatur di taman Chanba. Adapun dari hasil simulasi tersebut, diperoleh solusi perencanaan kota dan desain layout, orientasi bangunan, desain hemat energi, dan pemanfaatan energi.

(19)

2.10 Studi Kasus Penelitian-Penelitian Terkait

Studi kasus penelitian-penelitian terkait ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul penelitian „Pengaruh orientasi bangunan terhadap kecepatan angin pada massa bangunan dengan layout berbentuk U‟. Berikut adalah beberapa studi kasus penelitian sejenis.

a. Computational analysis and visualisation of wind-driven naturally ventilated

flows around a school building (Nitatwichit, 2008)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi aliran udara di sekitar bangunan sekolah akibat pengaruh bentuk dan orientasi bangunan. Penelitian ini menggunakan metode simulasi dengan program Computational Fluid

Dynamics (CFD). Simulasi terhadap bangunan sekolah dilakukan dengan

menggunakan kecepatan angin yang sama untuk beberapa sudut arah datangnya angin. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa bangunan yang berorientasi terhadap arah angin tidak selalu menghasilkan ventilasi yang baik pada ruang kelas; bentuk dan orientasi bangunan memiliki efek kuat terhadap aliran udara di sekitarnya.

b. CFD simulation for wind comfort and safety in urban area: a case study of

Coventry University Central Campus (Fadl, 2013)

Penelitian ini dilakukan untuk menyediakan gambaran kondisi jalur pejalan kaki di sekitar Hub, bangunan baru yang merupakan bagian dari kampus universitas Coventry dan pada saat yang sama mempelajari pengaruh bentuk bangunan terhadap distribusi angin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode simulasi dengan program CFD. Simulasi dilakukan dengan variasi kecepatan dan arah angin. Adapun hasil dari penelitian ini, antara lain: karakteristik dan distribusi kecepatan angin bervariasi untuk arah angin yang berbeda; faktor peningkatan kecepatan angin di area yang melebar lebih besar dibandingkan dengan di area yang menyempit.

2.11 Sintesa Kajian Pustaka

Sebagian besar layout massa bangunan sekolah di Indonesia bertipe

(20)

lebih dari 1 massa bangunan di sekolah tersebut. Di sisi lain, pada daerah beriklim tropis, orientasi bangunan terhadap arah angin merupakan faktor yang penting. Dengan memperhatikan arah datangnya angin pada bangunan sekolah ini, massa bangunan yang satu akan mempengaruhi aliran udara pada massa bangunan bangunan yang lain, sehingga kecepatan angin pada masing-masing massa bangunan sekolah akan berbeda. Dengan demikian, jelaslah bahwa orientasi bangunan terhadap arah angin berpengaruh terhadap kecepatan angin pada massa bangunan sekolah.

Di sisi lain, metode simulasi CFD untuk memprediksi aliran udara (angin) terbagi atas 3 tahap utama, antara lain: tahap pra-proses, meliputi pembentukan geometri hingga penetapan kondisi-kondisi geometri; tahap proses simulasi; dan tahap pasca-proses, meliputi visualisasi dan interpretasi hasil simulasi. Adapun berdasarkan studi kasus penelitian-penelitian terkait dengan judul penelitian „Pengaruh orientasi bangunan terhadap kecepatan angin pada massa bangunan dengan layout berbentuk U‟, didapat bahwa data kecepatan angin menggunakan perhitungan dari data cuaca dengan rumus tertentu. Selain itu, penelitian-penelitian dengan simulasi ini juga menggunakan variasi arah angin dan/atau kecepatan angin.

Gambar

Gambar 2.1 Tipe layout bangunan sekolah (Rigolon, 2010:2)
Gambar 2.2 Layout bangunan sekolah di Indonesia (Sumber: https://maps.google.com/)
Tabel 2.1 Skala Beaufort (Aronin, 1953)
Gambar 2.3 Pergerakan udara karena adanya arus konveksi natural atau karena adanya  perbedaan tekanan (Lechner, 2007:293)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemyataan Lembar Kegiatan Siswa LKS menggunakan bahasa yang mudah dipahami Kalimat yang terdapat pada LKS mudah dipahami, dan tidak menimbulkan makna ganda Pemilihan jenis huruf,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia (BEJ) memberikan reaksi positif terhadap peristiwa di luar kegiatan ekonomi pada 3 hari bursa selama periode

Dengan demikian, menurut beliau ayat yang ke-105 dari Surat at-Taubah dimaknai: “Wahai Muhammad, katakanlah/lakukanlah apa yang kamu kehendaki, baik atau buruk, karena

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan antara kinerja

The Geography of Disclosure: Evidence from Segment Reporting.Working Paper, Erasmus School of Economic and EDHEC Business School.. An Analysis of Segment Disclosure under IFRS 8

3 Pelaksanaan Pekerjaan Pondasi, Balok, Kolom dan Plat Lantai pada Proyek Pembangunan Toko Buku Gramedia Malang.. Laporan Praktek

Berdasarkan analisis data yang diperoleh selama dalam penelitian ini yang mencakup hasil dari siklus I dan siklus II, semua mengalami peningkatan baik kemampuan guru

Pada metode Hirota yang menggunakan transformasi Cole-Hopf dan operator bilinear Hirota dapat diperoleh solusi 1 soliton sampai solusi N-soliton.. Soliton ini telah diamati