Efek
men
P
P
k penyem
gkudu
(m
PROGR
UNIVE
mbuhan
(morinda
p
Mar
NI
RAM STU
FAKUL
ERSITA
luka ba
a citrifoli
pada keli
SKRIPS
OLEH
rthauli Na
IM 08150
UDI SAR
LTAS F
AS SUMA
MEDA
2013
akar dari
ia
l.) Dal
Efek
men
DiajuP
k penyem
gkudu
(m
ukan untuk Gelar
PROGR
UNIVE
mbuhan
(morinda
p
k Melengka Sarjana Fa UniversMar
NI
RAM STU
FAKUL
ERSITA
luka ba
a citrifoli
pada keli
SKRIPS
api Salah Sa armasi pad sitas Suma
OLEH
rthauli Na
IM 08150
UDI SAR
LTAS F
AS SUMA
MEDA
2013
akar dari
ia
l.) Dal
PENGESAHAN SKRIPSI
EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI
EKSTRAK BUAH MENGKUDU
(Morinda citrifolia
L.)
DALAM SEDIAAN GEL PADA KELINCI
OLEH:
Marthauli Naiborhu
NIM 081501051
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 14 Februari 2013
Pembimbing I
Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. NIP 195212041980021001
Pembimbing II
Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 130935857
Panitia Penguji
Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001
Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. NIP 195212041980021001
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003
Drs. Suryadi Achmad, M.Sc. Apt. NIP 195109081985031002
Medan, 99 Juli 2013 Dekan Fakultas Farmasi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul Efek Penyembuhan Luka
Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam Sediaan Gel
pada Kelinci. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. M. T.
Simanjuntak, M.Sc, Apt., dan Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., atas waktu
bimbingan, kesabaran dan tanggung jawab kepada penulis selama melakukan
penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr
Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi, Bapak Prof.
Karsono, Apt., Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Drs. Suryadi
Achmad, M.Sc. Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk
dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda serta adik-adik yang
telah memberikan semangat, doa dan pengorbanan baik moril maupun materil
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih
Abang-abang dan Teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum
sempurna, sehingga penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 99 Juli 2013
Penulis,
Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dalam Sediaan Gel pada Kelinci
Abstrak
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tumbuhan bermanfaat. Buahnya dapat digunakan sebagai obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel.
Ekstrak buah mengkudu diperoleh melalui perkolasi dengan etanol 70% dan diuapkan dengan penguap putar untuk memperoleh ekstrak kental. Gel dibuat dari natrium karboksilmetilselulosa dan diformulasi dengan ekstrak buah mengkudu. Kadar ekstrak buah mengkudu dalam sediaan gel terdiri atas 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. Sediaan dievaluasi, yaitu pemeriksaan organoleptis, homogenitas dan pH selama 28 hari. Sediaan gel diuji terhadap luka bakar dengan mengoleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Luka bakar dibuat dengan lempeng besi bulat panas bersuhu 80oC dan berdiameter 2,1 cm dengan kelompok kontrol yaitu kontrol yang diberikan formula basis gel, tanpa pengobatan, dan Bioplacenton®. Sediaan gel ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan paling cepat kemudian dibandingkan dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®). Pengujian dilakukan pada kelinci putih jantan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan diameter luka setiap hari. Analisis data dengan Uji T Sampel Bebas menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan tidak terjadi perubahan organoleptis, homogenitas dan pH dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari dan nilai pH yang diperoleh adalah 5,1 sampai 5,8. Kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15% berturut-turut sembuh pada hari ke-19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 dan diperoleh hasil gel ekstrak buah mengkudu 5% memberikan efek penyembuhan paling cepat yaitu pada hari ke-13. Kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26, sedangkan kelompok yang tanpa pengobatan sembuh pada hari ke-31 dan kelompok yang diberi Bioplacenton® sembuh pada hari ke-10. Hasil yang diperoleh bahwa Bioplacenton® memberikan efek penyembuhan lebih cepat dari gel ekstrak buah mengkudu 5%, tetapi tidak berbeda signifikan secara statistika. Dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak buah mengkudu dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar.
Effect of Burn Healing of Indian Mulberry Fruit Extracts (Morinda citrifolia L.) in Gel Formulations toward Rabbit
Abstract
Indian mulberry (Morinda citrifolia L.) is one of the efficacious herbs. The fruit can be used as a burn medication. The aims for this research was to formulate the indian mulberry fruit extract into a good gel dosage form and to know the effect for burn healing from gel dosage form.
The indian mulberry fruit extract was obtained by percolation used 70% ethanol and evaporated by rotary evaporator to obtain the condensed extract. Gel was made from carboxylmethylcellulose sodium and formulated with indian mulberry fruit extract. The concentrations of indian mulberry fruit extracts in gel formulations were 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. The formulations were evaluated, that were organoleptic, homogenity, and pH test for 28 days. Gel dosage form tested against burns by dabbing dosage forms smoothly on the surface of the wound. The burn wound done by round iron hot plate temperature of 80o C with diameter 2,1 cm and as the control groups were control used gel base formulation, untreatment group, and Bioplacenton®. Gel of indian mulberry fruit extract that gave the most rapid healing effect then compared with commercial gel dosage form (Bioplacenton®). The examination was treated to white male rabit. Observations made visually by observing changes in diameter of wound every day. Analyzed data with Independent Sample T Test used Statistical Program Service Solution (SPSS).
The results showed the indian mulberry fruit extracts could be formulated into gel dosage form and there were no organoleptic, homogenity and pH changes of indian mulberry extract gel formulations for 28 days and the pH values obtained was 5,1 to 5,8. The group was given gel that contained indian mulberry fruit extract 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15% respectively recovered by day 19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 and obtained result that gel of 5% indian mulberry fruit extract gave the most rapid healing effect by day 13. Control group that given gel base without extract recovered by day 26, whereas the untreatment group recovered by day 31 and group that given Bioplacenton® recovered by day 10. The result was obtained that Bioplacenton® gave more rapid healing effect than gel of 5% indian mulberry fruit extract, but there was no significant difference statistically. It can be concluded that gel of indian mulberry fruit extract can be used to heal burn.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 4
1.3Hipotesis ... 5
1.4Tujuan Penelitian ... 5
1.5Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
BAB III METODE PENELITIAN ... 16
3.1 Alat-alat ... 16
3.2 Bahan-bahan ... 16
3.3 Hewan Percobaan ... 16
3.4 Identifikasi Tumbuhan ... 16
3.5 Pembuatan Simplisia ... 17
3.5.1 Pengambilan dan pengolahan sampel ... 17
3.5.2 Pengolahan simplisia ... 17
3.6 Standardisasi Simplisia ... 17
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ... 17
3.6.3 Penetapan kadar air simplisia ... 18
3.6.4 Penetapan kadar sari larut air ... 18
3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 19
3.6.6 Penetapan kadar abu total ... 19
3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 19
3.7 Skrining Fitokimia ... 20
3.7.1 Skrining fitokimia golongan alkaloida ... 20
3.7.2 Skrining fitokimia golongan glikosida ... 21
3.7.3 Skrining fitokimia golongan glikosida sianogenik ... 22
3.7.4 Skrining fitokimia golongan glikosida antrakuinon ... 22
3.7.5 Skrining fitokimia golongan saponin ... 22
3.7.6 Skrining fitokimia golongan tanin ... 22
3.7.7 Skrining fitokimia golongan flavonoida ... 23
3.7.8 Skrining fitokimia golongan triterpen/steroida ... 24
3.8 Pembuatan Ekstrak ... 24
3.9 Pembuatan Sediaan Gel ... 25
3.10 Evaluasi Sediaan ... 26
3.10.1 Pemeriksaan organoleptis ... 26
3.10.2 Uji homogenitas ... 26
3.10.3 Pemeriksaan pH ... 27
3.13 Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
5.1 Kesimpulan ... 39
5.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak buah
mengkudu ... 25
Tabel 4.1Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak
buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 31
Tabel 4.2Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak
buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 32
Tabel 4.3Hasil pemeriksaan pH sediaan gel ekstrak buah
mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 32
Tabel 4.4Nilai AUC gel ekstrak buah mengkudu 5% dan
Bioplacenton® ... 36
Tabel 4.5Proses penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1Cara mengukur diameter luka bakar ... 28
Gambar 4.1 Grafik lama waktu penyembuhan terhadap
masing-masing perlakuan ... 34
Gambar 4.2 Grafik perbedaan waktu penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan mengkudu (Morinda
citrifolia L.) ... 43
Lampiran 2. Gambar tumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia
L.) dan buah mengkudu segar ... 44
Lampiran 3. Gambar simplisia dan serbuk simplisia buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 45
Lampiran 4. Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah
mengkudu ... 46
Lampiran 5. Perhitungan kadar air serbuk simplisia buah
mengkudu ... 47
Lampiran 6. Perhitungan kadar sari larut air ... 48
Lampiran 7. Perhitungan kadar sari larut etanol ... 50
Lampiran 8. Perhitungan kadar abu total serbuk simplisia buah
mengkudu ... 52
Lampiran 9. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk
simplisia buah mengkudu ... 53
Lampiran 10. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah
mengkudu ... 54
Lampiran 11. Bagan alur penelitian ... 55
Lampiran 12. Bagan pembuatan ekstrak buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) ... 56
Lampiran 13. Bagan orientasi gel ... 57
Lampiran 14. Bagan pembuatan gel ekstrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia L.) ... 58
Lampiran 15. Bagan orientasi gel pada kulit ... 59
Lampiran 16. Gambar sediaan gel ekstrak buah mengkudu
Lampiran 17. Gambar perubahan diameter luka bakar yang diberi
gel ekstrak buah mengkudu 5% ... 61
Lampiran 18. Perubahan diameter luka bakar yang diberi sediaan
gel di pasaran (Bioplacenton®) ... 63
Lampiran 19. Contoh perhitungan diameter luka bakar ... 65
Lampiran 20. Data diameter luka bakar dengan interval waktu pengukuran setiap hari dari sediaan gel ekstrak buah
mengkudu 5% ... 66
Lampiran 21. Data diameter luka bakar dengan interval waktu pengukuran setiap hari dari sediaan gel di pasaran
(Bioplacenton®) ... 67
Lampiran 22. Data diameter luka bakar rata-rata dengan interval waktu pengukuran setiap hari dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di
pasaran (Bioplacenton®) ... 68
Lampiran 23. Data nilai AUC dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran
(Bioplacenton®) ... 69
Lampiran 24. Hasil analisis Uji T terhadap efek penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan
sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) ... 71
Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dalam Sediaan Gel pada Kelinci
Abstrak
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tumbuhan bermanfaat. Buahnya dapat digunakan sebagai obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel.
Ekstrak buah mengkudu diperoleh melalui perkolasi dengan etanol 70% dan diuapkan dengan penguap putar untuk memperoleh ekstrak kental. Gel dibuat dari natrium karboksilmetilselulosa dan diformulasi dengan ekstrak buah mengkudu. Kadar ekstrak buah mengkudu dalam sediaan gel terdiri atas 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. Sediaan dievaluasi, yaitu pemeriksaan organoleptis, homogenitas dan pH selama 28 hari. Sediaan gel diuji terhadap luka bakar dengan mengoleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Luka bakar dibuat dengan lempeng besi bulat panas bersuhu 80oC dan berdiameter 2,1 cm dengan kelompok kontrol yaitu kontrol yang diberikan formula basis gel, tanpa pengobatan, dan Bioplacenton®. Sediaan gel ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan paling cepat kemudian dibandingkan dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®). Pengujian dilakukan pada kelinci putih jantan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan diameter luka setiap hari. Analisis data dengan Uji T Sampel Bebas menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan tidak terjadi perubahan organoleptis, homogenitas dan pH dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari dan nilai pH yang diperoleh adalah 5,1 sampai 5,8. Kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15% berturut-turut sembuh pada hari ke-19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 dan diperoleh hasil gel ekstrak buah mengkudu 5% memberikan efek penyembuhan paling cepat yaitu pada hari ke-13. Kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26, sedangkan kelompok yang tanpa pengobatan sembuh pada hari ke-31 dan kelompok yang diberi Bioplacenton® sembuh pada hari ke-10. Hasil yang diperoleh bahwa Bioplacenton® memberikan efek penyembuhan lebih cepat dari gel ekstrak buah mengkudu 5%, tetapi tidak berbeda signifikan secara statistika. Dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak buah mengkudu dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar.
Effect of Burn Healing of Indian Mulberry Fruit Extracts (Morinda citrifolia L.) in Gel Formulations toward Rabbit
Abstract
Indian mulberry (Morinda citrifolia L.) is one of the efficacious herbs. The fruit can be used as a burn medication. The aims for this research was to formulate the indian mulberry fruit extract into a good gel dosage form and to know the effect for burn healing from gel dosage form.
The indian mulberry fruit extract was obtained by percolation used 70% ethanol and evaporated by rotary evaporator to obtain the condensed extract. Gel was made from carboxylmethylcellulose sodium and formulated with indian mulberry fruit extract. The concentrations of indian mulberry fruit extracts in gel formulations were 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. The formulations were evaluated, that were organoleptic, homogenity, and pH test for 28 days. Gel dosage form tested against burns by dabbing dosage forms smoothly on the surface of the wound. The burn wound done by round iron hot plate temperature of 80o C with diameter 2,1 cm and as the control groups were control used gel base formulation, untreatment group, and Bioplacenton®. Gel of indian mulberry fruit extract that gave the most rapid healing effect then compared with commercial gel dosage form (Bioplacenton®). The examination was treated to white male rabit. Observations made visually by observing changes in diameter of wound every day. Analyzed data with Independent Sample T Test used Statistical Program Service Solution (SPSS).
The results showed the indian mulberry fruit extracts could be formulated into gel dosage form and there were no organoleptic, homogenity and pH changes of indian mulberry extract gel formulations for 28 days and the pH values obtained was 5,1 to 5,8. The group was given gel that contained indian mulberry fruit extract 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15% respectively recovered by day 19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 and obtained result that gel of 5% indian mulberry fruit extract gave the most rapid healing effect by day 13. Control group that given gel base without extract recovered by day 26, whereas the untreatment group recovered by day 31 and group that given Bioplacenton® recovered by day 10. The result was obtained that Bioplacenton® gave more rapid healing effect than gel of 5% indian mulberry fruit extract, but there was no significant difference statistically. It can be concluded that gel of indian mulberry fruit extract can be used to heal burn.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang
menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain
kemampuannya sebagai penghadang mikrobial, pelindung terhadap zat-zat
kimia, radiasi, panas, dan berperan dalam regulasi suhu tubuh (Florence dan
Siepmann, 2009) dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk
mengeluarkan kotoran (Aiache, dkk., 1993).
Kerusakan pada kulit dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu di
antaranya adalah kontak antara kulit dengan panas. Kontak antara kulit dengan
panas dalam batas-batas temperatur dan waktu kontak tertentu masih dapat
ditoleransi, tetapi panas yang tinggi dan waktu kontak yang cukup lama dapat
menyebabkan kerusakan jaringan kulit. Semakin tinggi temperatur, semakin
sedikit waktu yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan kulit (Suratman, dkk., 1996). Luka bakar adalah suatu bentuk
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2003).
Absorpsi perkutan adalah absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi di
bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran darah (Ansel, 1989). Absorpsi
perkutan meliputi: (a) disolusi obat dalam pembawanya, (b) difusi obat terlarut
dari pembawa ke permukaan kulit, dan (c) penetrasi obat melalui
dalam proses tersebut biasanya meliputi perjalanan melalui stratum corneum;
oleh karena itu, ini merupakan laju yang membatasi atau mengontrol permeasi.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat ke dalam
kulit adalah: (1) konsentrasi obat terlarut, karena laju penetrasi sebanding
dengan konsentrasi; (2) koefisien partisi antara kulit dan pembawa, yang
merupakan ukuran afinitas relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawa;
dan (3) koefisien difusi yang menggambarkan tahanan pergerakan obat melalui
molekul obat melalui barier pembawa dan pembatas kulit (Martin, dkk, 1993).
Pada umumnya, absorpsi perkutan dari bahan obat terdapat pada preparat
dermatologi seperti salep, krim, pasta, atau gel (Ansel, 1989). Salep adalah
sediaan setengah padat yang yang digunakan sebagai obat luar dan bahan obat
harus terdispersi homogen dalam dasar yang cocok (Ditjen POM, 1979). Krim
didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe a/m
atau m/a yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi merata
dalam bahan dasar yang sesuai (Syamsuni, 2005). Pasta adalah dispersi
bahan-bahan serbuk yang tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20 sampai 50%)
dalam suatu basis lemak atau basis yang mengandung air.
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari partikel kecil yang terpisah, maka
gel digolongkan sebagai sistem dua fasa. Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan
terdispersi cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara
topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Gel
mengandung cairan dalam proporsi yang tinggi, biasanya air. Oleh karena itu,
gel cocok digunakan untuk luka bakar. Pada pemakaian obat secara topikal,
obat berdifusi dari pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum
corneum dan sebum) serta obat yang selanjutnya menembus epidermis.
Kestabilan formulasi obat dapat dideteksi dengan mengamati perubahan
penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut (Ansel,
1989). Penyimpanan gel baik dilakukan pada wadah yang tertutup baik, dalam
botol mulut lebar, di tempat sejuk.
Mengkudu (Morinda citrifolia L.), dikenal secara komersil sebagai noni, banyak tumbuh di seluruh Pasifik dan merupakan salah satu sumber obat
tradisional signifikan di antara masyarakat pulau Pasifik. Pohon atau perdu
yang selalu hijau ini asli dari Asia (Indonesia) sampai Australia. Mengkudu
ditandai dengan toleransinya yang sangat besar terhadap keadaan lingkungan.
Mengkudu ditemukan tumbuh alami pada tanah kering atau dataran rendah
yang hampir mendekati garis pantai, atau sebagai spesies penting di hutan
pulau Pasifik. Seluruh bagian tumbuhan ini memiliki kegunaan tradisional
maupun modern, termasuk akar dan kulit batang (pewarna, obat), batang (kayu
api, perkakas), dan daun dan buah (makanan, obat). Penggunaan sebagai obat
baik tradisional maupun modern, mencakup kondisi dan jenis penyakit,
walaupun kebanyakan dari manfaat ini belum didukung secara ilmiah (Nelson,
Mengkudu mengandung senyawa saponin yang merupakan senyawa
polar yang memiliki sifat seperti sabun. Hal ini dibuktikan dengan
terbentuknya busa yang mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan atau sewaktu
memekatkan ekstrak tumbuhan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak
kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah (Harborne, 1987).
Saponin merupakan salah satu senyawa yang memacu pembentukan
kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka
(Suratman, dkk., 1996). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai
pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (Robinson, 1995).
Penelitian khasiat mengkudu untuk mengobati penyakit-penyakit
tertentu telah banyak dilakukan, seperti sebagai antidiabetes, antimikroba,
antioksidan (Nelson, 2006) dan sebagainya, yang diperoleh dari sari mengkudu
maupun ekstrak daun mengkudu. Sehingga dalam hal ini, peneliti mencoba
untuk menemukan dan mengembangkan khasiat lain, terutama dari buah
mengkudu.
Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian untuk membuat
sediaan gel yang baik yang mengandung ekstrak buah mengkudu dan meneliti
efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah mengkudu yang
diformulasikan dalam bentuk sediaan gel.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
a. Apakah ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk
sediaan gel yang baik?
b. Bagaimanakah efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah
mengkudu yang dibuat dalam bentuk sediaan gel?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
a. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel
yang baik.
b. Sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu berpengaruh pada efek
penyembuhan luka bakar.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam
bentuk sediaan gel yang baik.
b. Untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari bentuk sediaan
gel dari ekstrak buah mengkudu.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Dapat diperoleh sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu yang
diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai obat luka bakar.
b. Dapat memanfaatkan khasiat buah mengkudu menjadi suatu sediaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama
daerah, habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, kandungan kimia,
dan khasiat.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L. (Anonim, 2012).
2.1.2 Sinonim
Sinonim dari tumbuhan mengkudu adalah Bancudus latifolia Rumph.
(Anonim, 2012).
2.1.3 Nama daerah
Nama lain dari tumbuhan mengkudu adalah keumeudee (Aceh), pace,
kemudu, kudu (Jawa), cangkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali)
2.1.4 Habitat dan daerah tumbuh
Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara (Indonesia) dan Australia dan
sekarang sudah ditemukan di seluruh daerah tropis. Tumbuhan mengkudu
merupakan pohon atau perdu yang beradaptasi secara luas pada daerah tropis,
pada ketinggian 1-800m (0-2600 ft) bergantung pada garis lintang, rata-rata
suhu tahunan 20-350C (68-950F), curah hujan tahunan 250-4000 mm (10-160
in).
Tumbuh pada tanah dengan jangkauan yang sangat luas. Laju pertumbuhan
sedang, umumnya 0,75-1,5 m/ tahun (2,5-5 ft/ tahun) (Nelson, 2006).
2.1.5 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan mengkudu adalah pohon kecil yang selalu hijau atau perdu
setinggi 3-10 m (Nelson, 2006). Batang pohon bengkok-bengkok, berdahan
kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang
cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuningan, berbelah dangkal, tidak
berbulu, anak cabangnya bersegi empat. Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun
(Anonim, 2011a). Bunga sempurna, panjang tangkai bunga 10-30 mm (0,4-1,2
inci), pinggiran kelopak terpotong. Mahkota bunga berwarna putih, terdiri dari
5 lobus, tuba berwarna putih kehijauan, panjang 7-9 mm (0,28-0,35 in)
(Nelson, 2006). Daun tebal mengkilap, terletak berhadap-hadapan. Ukuran
daun besar-besar dan tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran 150 x
5-17 cm, tepi daun rata, ujung lancip pendek. Urat daun menyirip, tidak berbulu.
Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm. Buah berbentuk bulat lonjong.
dan berkutil. Awalnya berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih
kekuningan. Setelah masak, warna putih transparan, lunak dan berbau
(Anonim, 2011a).
2.1.6 Kandungan kimia
Mengkudu banyak mengandung senyawa terpenoid, acubin, alizarin,
beberapa jenis asam (asam askorbat, asam kaproat, asam kaprilat, asam
kaprik), nutrisi lengkap (karbohidrat, vitamin, protein, dan mineral-mineral
essensial), scopoletin, xeronine dan prexeronine, morindon dan morindin, dan
saponin (Anonim, 2011b).
2.1.7 Khasiat tumbuhan
Mengkudu berkhasiat sebagai peningkat daya tahan tubuh,
menormalkan tekanan darah, anti kanker, analgesik, antiinflamasi dan
antiallergen, antimikroba, penyembuh luka seperti luka bakar (Anonim, 2011c).
Mengkudu mengandung senyawa saponin yang merupakan senyawa polar yang
memiliki sifat seperti sabun. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya busa yang
mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak
tumbuhan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan
kemampuannya menghemolisis sel darah. Tetapi biasanya lebih baik bila diuji
dan dipastikan dengan cara KLT dan pengukuran spektrum (Harborne, 1987).
2.2 Ekstrasi
Ekstrasi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia aktif yang
dapat larut dalam pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dikandung simplisia, akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstrasi
yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Metode-metode ekstrasi menurut Ditjen POM (2000) antara lain
sebagai berikut, yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Remaserasi
berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstrasi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan, tahap maserasi, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan dan penampungan ekstrak) secara terus-menerus sampai
diperoleh ekstrak atau perkolat
b. Cara panas
3. Refluks
Refluks adalah ekstrasi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
Sokletasi adalah ekstrasi menggunakan pelarut yang umumnya
dilakukan dengan pelarut khusus sehingga terjadi ekstrasi kontiniu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur kamar, umumnya pada temperatur 40-50o C.
6. Infundasi
Infundasi adalah ekstrasi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (96-98o C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstrasi yang prinsipnya sama dengan infundansi
namun dilakukan pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air.
2.3 Bentuk Sediaan Topikal
Penggunaan obat secara topikal diberikan melalui kulit terutama pada
bagian superfisial epidermis untuk tujuan lokal. Bentuk sediaan topikal apabila
diberikan bahan aktif akan dilepas dari pembawa dan masuk ke dalam jaringan
kulit secara difusi pasif dimana yang berperan adalah laju absorpsi dan jumlah
zat yang terabsorpsi (Jas, 2004).
Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai
membran buatan yang semipermebel, dan molekul obat dapat terpenetrasi
minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum
korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel,
1989).
2.4 Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua
konstituen yang terdiri dari massa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh
cairan. Jika matriks yang saling melekat kaya akan cairan, maka produk ini
sering kali disebut dengan jelly. Jika cairannya hilang maka gel ini dikenal
dengan xerogel (Martin, 1993).
Gel bisa digolongkan baik dalam sistem dua fase atau dalam sistem satu
fase. Gel juga bisa mengandung air, disebut hidrogel dan bisa juga
mengandung cairan organik, disebut organogel (Martin, 1993).
2.5 Stabilitas Sediaan
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat sediaan farmasi. Obat yang disimpan dalam waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan berkurangnya dosis yang diterima oleh pasien. Oleh
karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu
zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut
optimum (Prasetyo, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan antara lain temperatur,
cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan yang
kestabilan suatu sediaan obat biasanya dilakukan dengan cara mengamati pada
kondisi obat tersebut disimpan, misalnya pada temperatur kamar. Metode ini
ternyata memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Pada saat ini untuk
mempercepat analisis, dilakukan uji stabilitas dipercepat yaitu dengan
mengamati perubahan konsentrasi pada suhu yang tinggi (Prasetyo, 2008).
2.6 Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, pada orang
dewasa beratnya kira-kira 8 pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi
permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan memiliki bermacam-macam fungsi dan
kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia
(Lachman, dkk, 1994).
Kulit terdiri dari bermacam-macam jaringan termasuk pembuluh darah,
kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syaraf,
jaringan pengikat otot polos dan lemak. Kulit manusia teridiri dari 3 lapisan
yang berbeda, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan yang berlemak.
Permukaan kulit terdiri dari lapisan tanduk (stratum corneum) yang dapat
terkelupas. Di bawah lapisan tanduk secara teratur ada lapisan rintangan
(stratum lucidum), lapisan berbutir (stratum granulosum), lapisan sel duri
(stratum spinosum), dan lapisan sel basal (stratum germanitivum). Fungsi
epidermis adalah sebagai pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia, alergi, dan
lain sebagainya (Anief, 2007). Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut
epidermis. Kelenjar keringat berada pada jaringan subkutan. Kelenjar minyak
dan folikel rambut berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan (Ansel, 1989).
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan
lemak subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar
keringat berada pada jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara
pembuluh keringat menemukan jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak
dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan juga
menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut
berturut-turut (Ansel, 1989).
2.7 Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan
khusus sejak awal sampai fase lanjut (Moenadjat, 2003).
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab
dan kerusakan jaringan, yaitu:
Menurut Moenadjat (2003), berdasarkan penyebabnya luka bakar
dibedakan menjadi:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
e. Luka bakar karena radiasi
Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan luka dibedakan atas
beberapa jenis, yaitu:
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan tebatas pada bagian superfisial epidermis. Kulit kering,
hiperemik, memberikan eflorosensi berupa eritema. Tidak dijumpai bula.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa inflamasi akut
disertai proses eksudasi. Dijumpai bula. Dasar luka berwarna merah atau
pucat, sering terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal. Nyeri
karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan. Tidak dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan (kematian). Penyembuhan terjadi lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka,
maupun apendises kulit.
Menurut Sjamsuhidajat dan Wim (1997), proses penyembuhan luka
bakar dibagi dalam tiga fase, yaitu:
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka. Pembuluh darah yang
terputus pada luka menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, retraksi, dan reaksi hemostatis. Sel
mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat dan menyebabkan
pembengkakkan.
2. Fase proliferasi
Fase profilerasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga.
3. Fase terminasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, neraca analitis, pH meter, penangas air, termometer, lempeng
logam berdiameter 2,1 cm, jangka sorong, mortir dan stamfer, gunting, pisau
cukur, sudip, spatula, dan pot plastik.
3.2 Bahan – bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.), Na-CMC (Brataco Chemical), air suling,
gliserin, dan gel Bioplacenton®.
3.3 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah kelinci putih jantan dengan berat 1,5 - 2
kg.
3.4 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium
Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
3.5 Pembuatan Simplisia
3.5.1 Pengambilan dan pengolahan sampel
Pengambilan dan pengolahan sampel akan dilakukan secara purposive
tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Sampel
diambil dari pohon yang tumbuh di sekitar lingkungan perumahan di Jl. Jermal,
Kelurahan Denai, Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatera Utara.
3.5.2 Pengolahan simplisia
Simplisia yang diperoleh dicuci lalu ditiriskan. Setelah kering, simplisia
ditimbang dan dicatat sebagai berat basah simplisia, kemudian dirajang.
Dimasukkan ke dalam lemari pengering. Setelah kering, ditimbang, dan
dihitung susut pengeringan simplisia.
3.6 Standardisasi Simplisia
Standardisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi
(WHO, 1998), penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut
dalam etanol (Ditjen POM, 1979), penetapan kadar abu total, dan penetapan
kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM, 2008).
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati sifat morfologi
luar simplisia berupa irisan buah, berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit
pahit, dengan ketebalan ± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan tonjolan-tonjolan biji
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisa buah
mengkudu. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi
dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian
diamati di bawah mikroskop. Fragmen pengenal adalah testa, serabut, epikarp,
dan endokarp (Ditjen POM, 2008).
Serbuk: Berwarna hitam kecoklatan.
3.6.3 Penetapan kadar air simplisia
Dimasukkan 5 gram simplisia yang telah ditimbang dengan seksama ke
dalam labu alas bulat yang berisi 200 ml toluen dan 2 ml air, lalu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2
tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian
kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes setiap detik. Setelah semua air
terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi
dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin
pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca
dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan
kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung
dalam persen (Ditjen POM, 1979).
3.6.4 Penetapan kadar sari larut air
Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu
bersumbat, ditambahkan dengan 100 ml air jenuh kloroform, dikocok
ml filtrat hingga kering di dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan
105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap.
Dihitung kadar dalam % sari larut air (Ditjen POM, 2008).
3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu
bersumbat, ditambahkan 100 ml etanol (95% P), dikocok berkali-kali selama 6
jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml
filtrat hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105oC
dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung
kadar dalam % sari larut etanol (Ditjen POM, 2008).
3.6.6 Penetapan kadar abu total
Ditimbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan
dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, dipijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang.
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air
panas, diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke
dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM,
2008).
3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan
larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen
POM, 2008).
3.7 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia mengkudu dilakukan terutama pemeriksaan
senyawa saponin dengan mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dengan
air dalam tabung reaksi dan diperhatikan pembentukan busa tahan lama pada
permukaan cairan (Harborne, 1987).
3.7.1 Skrining fitokimia golongan alkaloida
Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, ditambahkan 1 ml asam klorida 2
N dan 9 ml air, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan,
dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam 3 spot plate
atau tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, Bouchardat
dan Dragendorf. Jika terdapat alkaloid maka akan terbentuk endapan
menggumpal putih atau kuning dengan LP Meyer, endapan coklat sampai
hitam dengan LP Bouchardat, dan endapan kuning jingga dengan LP
Dragendorf. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi
memberikan reaksi positif.
Dilanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml
amonia pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil fase organik
dan ditambahakn natrium sulfat anhidrat, disaring. Diuapkan filtrat di atas
percobaan dengan menambah ketiga larutan pereaksi. Simplisia dikatakan
mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Ditjen
POMb, 1995).
3.7.2 Skrining fitokimia golongan glikosida
Ditimbang 3 g serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam labu,
ditambahkan 30 ml campuran etanol 95% - air (7:3), ditambahkan asam sulfat
hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian direfluks dengan menggunkan
pendingin bola selama 10 menit, dinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat
ditambahkan 25 ml air dan 25 ml larutan timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,
didiamkan selama 5 menit, disaring. Diekstrasi filtrat sebanyak 3 kali, tiap kali
dengan 20 ml campuran pelarut kloroform – isopropanol (3:2) kemudian
diperoleh dua lapisan cairan. Dikumpulkan masing-masing sari yang terdiri
dari sari air dan sari pelarut organik. Pada kumpulan sari pelarut organik
ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring, diupkan pada suhu tidak lebih
dari 50o C. Dilarutkan sisa dengan 2 ml etanol.
Uji terhadap senyawa gula:
Dimasukkan sari air ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air.
Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes LP Molisch. Ditambahkan 2 ml
asam sulfat pekat, terbentuk seperti cincin berwarna ungu pada batas cairan
menunjukkan adanya ikatan gula.
Diuapkan sari pelarut organik di atas penangas air, dilarutkan sisa dalam 5 tetes
asam cuka anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, terbentuk larutan
berwarna biru, hijau, merah ungu atau ungu (Ditjen POMb, 1995).
3.7.3 Skrining fitokimia golongan glikosida sianogenik
Ditimbang 10 g simplisia, dihaluskan dalam lumpang dan dilembabkan
dengan sedikit air dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kertas saring yang
telah dibasahi dengan larutan asam pikrat diselipkan dengan bantuan gabus
pada mulut erlenmeyer. Dibiarkan terkena sinar matahari. Timbulnya warna
merah pada kertas saring menunjukkan adanya glikosida sianogenik (Ditjen
POMb, 1995).
3.7.4 Skrining fitokimia golongan glikosida antrakuinon
Dicampurkan 200 mg serbuk simplisia dengan 5 ml asam sulfat 2 N,
dipanaskan sebentar, didinginkan. Ditambahkan 10 ml benzena P, dikocok,
didiamkan. Dipisahkan lapisan benzena, disaring; filtrat berwarna kuning,
menunjukkan adanya antrakinon. Dikocok lapisan benzena dengan 1 ml sampai
2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan; lapisan air berwarna merah intensif
dan lapisan benzena tidak berwarna (Ditjen POMb, 1995).
3.7.5 Skrining fitokimia golongan saponin
Dimasukkan 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik; terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit
setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih
3.7.6 Skrining fitokimia golongan tanin
Ditimbang 0,5 g serbuk simplisia, dimaserasi dengan aquades 10 ml
selama 15 menit. Disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir
tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%.
Diperhatikan warna yang terjadi; biru atau hijau menunjukkan adanya tanin.
3.7.7 Skrining fitokimia golongan flavonoida
Disari 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa, ditambahkan 10 ml
metanol P menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Disaring panas
melalui kertas saring berlipat, diencerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah
dingin, ditambahkan 5 ml eter minyak tanah P, dikocok hati-hati, didiamkan.
Diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40o C di bawah tekanan. Sisa
dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, disaring.
1. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan , sisa dilarutkan dalam 1
ml sampai 2 ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml
asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam
klorida pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah
intensif menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
2. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dilarutkan sisa dalam 1
ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,1 g serbuk magenesium P dan 10 tetes
asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu
menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga
3. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dibasahkan sisa dengan
aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus
asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas penangas air dan dihindari
pemanasan yang berlebihan. Dicampur sisa yang diperoleh dengan 10 ml
eter P. Diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm; larutan berflurosensi
kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Ditjen POMb, 1995).
3.7.8 Skrining fitokimia golongan triterpen/steroid
Ditimbang 1 g serbuk simplisia, ditambahkan eter lalu didiamkan
selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisanya
ditambahkan asam asetat anhidrida kemudian diteteskan dengan asam sulfat
pekat. Timbulnya warna ungu dan merah kemudian berubah menjadi hijau biru
menunjukkan adanya triterpen/steroida.
3.8 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan menggunakan metode perkolasi dengan
etanol 70%. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dipilih yang matang,
disortasi basah, dicuci bersih, ditiriskan, diiris dengan ketebalan 3-5 mm, lalu
dikeringkan di oven pada suhu 40-60°C. Simplisia kering diserbuk dengan
menggunakan mesin penyerbuk(Pratiwi, dkk., 2011). Ditimbang simplisia dan
dimaserasi dengan etanol 70%, didiamkan 3 jam. Massa kemudian dipindahkan
ke dalam perkolator, kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sampai
simplisia benar-benar terendam. Ditutup perkolator dan didiamkan selama 24
jam. Dibuka keran perkolator sehingga perkolat menetes, sementara cairan
cairan yang keluar telah jernih atau setelah 500 mg perkolat diuapkan tidak
meninggalkan sisa. Perkolat yang ditampung kemudian disatukan dan diuapkan
dengan rotari evaporator pada suhu tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh
ekstrak kental.
3.9 Pembuatan Sediaan Gel
Sediaan gel diorientasi menggunakan tiga jenis formula basis untuk
memperoleh sediaan gel yang baik.
- Formula I (Agoes, 2008)
R/ Carbomer 941 0,5%
Gliserin 10,0%
TEA 0,5%
Air 89,0%
Metil paraben 0,18%
- Formula II (Maryawati, 2006)
R/ HPMC 3%
Propilenglikol 15%
Metil paraben 0,18%
Air suling ad 100
- Formula III (Susanti, 2009)
R/ Na-CMC 2%
Metil paraben 0,18% Air suling 2%
Gliserin ad 100
Dari ketiga jenis formula basis, konsistensi gel yang diamati secara
visual paling baik adalah formula basis gel ketiga.
Pembuatan sediaan gel dilakukan dengan komposisi yang sesuai dengan
orientasi yang dilakukan sebelumnya.
Tabel 3.1 Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak buah mengkudu
Bahan Formula gel (g)
A B C D E F G H I
Ekstrak buah mengkudu
- 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9 1,1 1,3 1,5 Na-CMC 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Metil
paraben 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 Air suling 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Gliserin ad 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Keterangan: A = dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu B = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% C = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% D = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% E = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% F = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% G = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% H = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% I = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%
Sediaan gel dibuat dengan komposisi berdasarkan hasil orientasi yaitu
sediaan gel yang memberikan efek penyembuhan terbaik yaitu menggunakan
gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% yang diperoleh dalam 13
hari.
3.10 Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, dan
pemerikssan pH selama 28 hari, yaitu pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28
hari (Herdiana, 2007).
3.10.1 Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati
3.10.2 Uji homogenitas
Uji homogenitas akan dilakukan dengan menggunakan objek gelas.
Sejumlah tertentu sediaan jika diletakkan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.10.3 Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. pH
meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram sediaan yang
akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda pH meter
dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, dibiarkan jarum pH meter
bergerak sampai menunjukkan posisi yang tetap. pH yang ditunjukkan jarum
dicatat (Maryawati, 2006).
3.11 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Bakar
Kelinci dicukur bulu bagian punggungnya. Luka bakar pada kelinci
dilakukan dengan menempelkan lempeng besi berdiameter 2,1 cm yang telah
dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80oC selama 15 menit pada
punggung kelinci selama 10 detik. Pada kulit yang mengalami luka bakar
tersebut dioleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Pengamatan
dilakukan secara visual dengan memperhatikan perubahan diameter luka. Luka
dinyatakan sembuh jika diameter luka sudah nol (sudah tertutup). Luka bakar
3.12 Perhitungan Diameter Luka Bakar
Luka bakar yang terbentuk diukur menggunakan jangka sorong,
kemudian dihitung diameter luka bakar dihitung dengan rumus (Suratman,
dkk., 1996) sebagai berikut:
4 d d d d
dx 1 2 3 4
Dimana: dx = diameter luka hari ke-x d1 = diameter 1
d2 = diameter 2 d3 = diameter 3 d4 = diameter 4
Cara mengukur diameter luka bakar menurut Suratman, dkk (1996) dapat
[image:44.595.251.337.392.471.2]dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1 Cara mengukur diameter luka bakar
3.13 Analisis Data
Data hasil pengujian efek sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap
perubahan diameter rata-rata luka bakar dianalisis secara statistik
menggunakan Uji T dengan program Statistical Product Services Solution
(SPSS)dengan taraf kepercayaan 95%.
d4 d2
d3
d1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Laboratorium Herbarium
Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara adalah tumbuhan mengkudu (Morinda
citrifolia L.) famili Rubiaceae.
Berat basah simplisia yang diperoleh adalah 5 kg. Setelah simplisia
mengering, berat yang diperoleh adalah 800 g.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia diperoleh sifat morfologi luar
simplisia yaitu berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit pahit, diameter 3-5
cm dan terdapat tonjolan-tonjolan biji. Hasil pemeriksaan mikroskopik ditandai
dengan adanya fragmen pengenal yaitu testa, serabut, epikarp dan endokarp
(Ditjen POM, 2008).
Penetapan kadar air simplisia yang telah dilakukan menunjukkan kadar
air simplisia yang diperoleh adalah 9,32%. Kadar air simplisia ini memenuhi
persyaratan untuk kadar air buah yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar sari larut
air yang diperoleh adalah 39,79% dan telah memenuhi persyaratan kadar sari
larut air untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari 37,0%. Hasil
penetapan kadar sari larut etanol adalah 16,66%. Hasil ini sesuai persyaratan
kadar sari larut etanol untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari
16,0% (Ditjen POM, 2008).
Hasil penetapan kadar abu total simplisia buah mengkudu diperoleh
tidak larut asam simplisia buah mengkudu yang diperoleh adalah 0,99%. Hasil
ini memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 2,0% (Ditjen POM, 2008).
Skrining fitokimia simplisia dilakukan untuk mengetahui secara
kualitatif senyawa-senyawa yang terkandung dalam suatu simplisia. Hasil
skrining fitokimia dari simplisia buah mengkudu diperoleh yaitu simplisia
mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, dan
triterpenoid. Saponin yang terkandung dalam mengkudu merupakan salah satu
senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang
berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman, dkk., 1996). Saponin
juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk
penyembuh luka terbuka (luka bakar) (Robinson, 1995).
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode perkolasi menggunakan
etanol 70%. Sebanyak 350 g serbuk simplisia diekstrak dan dihasilkan ekstrak
kental dengan berat 18,0005 g.
Sediaan gel menggunakan Na-CMC sebagai bahan dasar gel. Na-CMC
digunakan terutama untuk meningkatkan viskositas sediaan. Larutan cair kental
digunakan untuk meningkatkan kelarutan serbuk pada aplikasi topikal
(Anonim, 2008).
Hasil evaluasi sediaan gel ekstrak buah mengkudu secara organoleptis
selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan tidak
terjadinya perubahan bentuk, warna, dan bau, seperti terlihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar.
Pengamatan Hari Gel
A B C D E F G H I
Bentuk
1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - -
Warna
1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - -
Bau
1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - -
Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan
A = dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu B = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% C = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% D = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% E = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% F = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% G = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% H = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% I = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%
Hasil uji homogenitas yang dilakukan pada gel ekstrak buah mengkudu
selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan bahwa
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar
Homogenitas Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Dasar gel - - - - - - -
Gel 1% - - - - - - -
Gel 3% - - - - - - -
Gel 5% - - - - - - -
Gel 7% - - - - - - -
Gel 9% - - - - - - -
Gel 11% - - - - - - -
Gel 13% - - - - - - -
Gel 15% - - - - - - -
Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan
Hasil pemeriksaan pH pada sediaan gel buah mengkudu selama 28 hari
pada suhu kamar menunjukkan adanya perubahan pH selama penyimpanan.
Hal ini disebabkan terjadinya hidrolisis senyawa yang bersifat asam pada
ekstrak buah mengkudu selama penyimpanan. Namun, harga pH ini masih
sesuai dengan persyaratan pH yang aman untuk kulit yaitu antara pH 4,5
hingga 6,5 (Anief, 2007).
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan pH sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar
Pengamatan pH Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 21 Hari 28 Dasar gel 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8
[image:48.595.107.504.593.734.2]Gel 15% 5,5 5,5 5,3 5,1 5,1 5,1
Hasil pengujian sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap luka
bakar pada hewan percobaan (kelinci) yaitu luka bakar yang dibuat adalah luka
bakar derajat I ditunjukkan dengan adanya kerusakan terbatas pada bagian
superfasial epidermis yang disebabkan oleh panas dengan ciri-ciri kulit kering,
hiperemik, memberikan eflorosensi berupa eritema (kulit kemerahan), tidak
dijumpai bula, dan nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi. Tempat
aplikasi sediaan dilakukan pada bagian punggung kelinci. Perubahan diameter
luka bakar diukur sampai luka dinyatakan sembuh (diameter luka = 0) untuk
masing-masing perlakuan. Dari data perubahan diameter luka bakar dengan
interval waktu pengukuran 1 hari, kemudian dilakukan analisis data
menggunakan Uji T untuk melihat ada tidaknya perbedaan efek penyembuhan
luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu dengan sediaan gel yang
ada di pasaran.
Dari data hasil orientasi perubahan luka bakar dari kontrol negatif,
kontrol negatif yang diberi dasar gel, dan gel ekstrak buah mengkudu dapat
Gambar 4.1 Grafik lama waktu penyembuhan pada masing-masing perlakuan Dari grafik dapat dilihat bahwa gel yang memberi waktu penyembuhan
paling cepat adalah gel dengan kadar ekstrak 5%. Pada pemberian gel ekstrak
buah mengkudu 5% luka bakar sembuh (diameter = 0) pada hari ke-13. Pada
pemberian gel ekstrak buah mengkudu 1, 3, 7, 9, 11, 13 dan 15%
masing-masing sembuh pada hari ke-19, 18, 15, 15, 15, 15 dan 17. Waktu
penyembuhan ini lebih baik dibandingkan kontrol negatif yang hanya diberi
basis gel, yaitu luka sembuh pada hari ke-26 dan kontrol negatif yang tidak
diberi basis gel yaitu pada hari ke-31.
Berdasarkan hasil orientasi tersebut kemudian dibandingkan sediaan gel
dari ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan terbaik (gel
ekstrak buah mengkudu 5%) dan kemudian dibandingkan dengan sediaan gel
yang ada di pasaran (Bioplacenton®). 0
5 10 15 20 25 30 35
Hari
[image:50.595.115.496.97.317.2]Gambar 4.2 Grafik perbedaan waktu penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)
Dari grafik terlihat bahwa secara visual dari ketiga sediaan gel yang
mengandung ekstrak buah mengkudu 5% memperlihatkan kesembuhan yang
paling cepat pada hari ke-13 dan yang diberikan gel yang ada di pasaran
(Bioplacenton®) memperlihatkan kesembuhan pada hari ke-10.
Pada penelitian ini, AUC diperoleh dari kurva diameter (cm) vs waktu
(hari) dan digunakan untuk analisis data. Adanya efek dari senyawa aktif
ditunjukkan oleh penyembuhan luka bakar yang ditandai dengan pengecilan
diameter luka setiap harinya sampai luka sembuh. Nilai AUC dari gel ekstrak
buah mengkudu 5% dan Bioplacenton® dapat dilihat dalam Tabel 4.4 berikut
ini.
‐6
‐4
‐2 0 2 4 6 8
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Diameter
(cm)
Hari
Tabel 4.4 Nilai AUC gel ekstrak buah mengkudu 5% dan Bioplacenton®
N AUC0-t (cm.hari)
Gel ekstrak buah mengkudu 5% Bioplacenton®
1 14.019 12,136 2 22.197 12,985 3 23.508 14,334 Mean ± SD 19,908 ± 5,142 13,371 ± 1,468
Keterangan: N = jumlah data Mean = nilai rata-rata SD = standard deviasi
Penggunaan AUC dapat menyederhanakan analisis statistikal dengan
mengubah data multivariat menjadi univariat, khususnya untuk beberapa
pengukuran berulang yang banyak dan jika penyimpulan informasi diperlukan.
Pendekatan ini juga mengurangi jumlah perbandingan statistik di antara
kelompok, meminimalkan kebutuhan penyesuaian dari tingkat signifikansi.
Dengan AUC, jumlah perbandingan statistik hanya bergantung pada jumlah
kelompok yang dibandingkan, yang bertentangan dengan data berulang asli.
Selain itu, ketika interval waktu antara pengukuran berulang tidak identik,
penggunaan AUC membuktikan suatu alternatif dari variansi analisa
pengukuran berulang, menggunakan data asli, tidak memiliki metode yang
telah terbukti untuk disesuaikan untuk perbedaan-perbedaan ini (Fekedulegn, et
al, 2007).
Hasil analisis data menggunakan Uji T menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar antara
sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel yang ada di pasaran
(Bioplacenton®) yang ditunjukkan oleh nilai t hitung < t tabel (t hitung = 2,117
mengkudu 5% dengan sediaan gel Bioplacenton® mempunyai efek yang sama
dalam menyembuhkan luka bakar.
Proses penyembuhan luka bakar terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase penyudahan (terminasi). Fase inflamasi ditandai
dengan adanya pembengkakan dan kemerahan, fase proliferasi ditandai dengan
adanya pembentukan eksudat dan fibroblast yang terlihat seperti kerak pada
bagian permukaan luka, dan fase penyudahan yang ditandai dengan
terbentuknya jaringan baru yang berarti luka mengecil ataupun sembuh
(Sjamsuhidajat dan Wim, 1997).
Proses penyembuhan luka bakar pada pemberian gel yang mengandung
ekstrak buah mengkudu 5% mengalami fase inflamasi pada hari ke-2 sampai
ke-4, fase proliferasi pada hari ke-5 sampai ke-7, dan fase penyudahan pada
hari ke-8 sampai ke-13. Sedangkan pada pemberian gel yang ada di pasaran
(Bioplacenton®), fase inflamasi terjadi pada hari ke-1 sampai ke-2, fase
proliferasi pada hari ke-3 sampai ke-9, dan fase penyudahan pada hari ke-10.
Proses penyembuhan luka bakar dari kedua sediaan dapat dilihat dalam Tabel
[image:53.595.105.508.608.738.2]4.5 berikut ini.
Tabel 4.5 Proses penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)
Hari
Gel ekstrak buah mengkudu 5% Bioplacenton®
Fase Fase Inflamasi Proliferasi Penyudahan Inflamasi Proliferasi Penyudahan
0 - - - -
1 - - - + - -
2 + - - + - -
3 + - - - + -
4 + - - - + -
6 - + - - + -
7 - + - - + -
8 - - + - + -
9 - - + - + -
10 - - + - - +
11 - - +
12 - - +
13 - - +
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel
yang baik yaitu gel ekstrak buah mengkudu 5%.
2. Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka
bakar antara sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel
di pasaran (Bioplacenton®) secara statistika yang ditunjukkan dari nilai
t hitung < t tabel (t hitung = 2,117 dan t tabel = 2,1318).
5.2 Saran
1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh tempat
pengolesan dari sediaan terhadap absorpsi obat.
2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan
sediaan lain dari ekstrak buah mengkudu 5% dan membandingkan efek
dari masing-masing bentuk sediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2008). http://www/it’sme.com. Natrium Karboksilmetilselulosa sebagai Bahan Dasar Ge