• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampanye negatif dan kampanye hitam pemilihan umum 2014 di media sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa : suatu tinjauan pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kampanye negatif dan kampanye hitam pemilihan umum 2014 di media sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa : suatu tinjauan pragmatik"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM PEMILIHAN UMUM 2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun oleh: Handrianus Dwianot Momang 101224078 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015.

(2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM PEMILIHAN UMUM 2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun oleh: Handrianus Dwianot Momang 101224078 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i.

(3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ii.

(4) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. iii.

(5) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria karena telah membimbing dan menyertai saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Karya ini saya persembahkan kepada: Bapak Paulus Not, selaku ayah saya yang sangat luar biasa dalam membimbing, mendukung, mendoakan dan memotivasi saya setiap saat. Terima kasih Tuhan atas Ayah hebat yang saya miliki. Ibu Martha Udur, selaku ibu saya yang selalu mendoakan membimbing, mendukung, memberi semangat kepada saya dalam menatap masa depan. Terima kasih atas kasih sayangmu dalam menuntun perjalanan hidup saya. Margaretha Lega yang selalu mendukung dan membantu selama ini. Puji syukur dan terima kasih Tuhan untuk orang yang istimewa ini.. iv.

(6) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. MOTTO. Terus berjuang sampai tidak ada lagi yang mampu menghentikamu meraih impian” (Handrianus Dwianot Momang). “Kesopanan adalah pengaman yang baik bagi keburukan lainnya” (Cherterfield). “Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah” (Thomas Alva Edison). “Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang” (WilLiam J. Siegel). v.

(7) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.. Yogyakarta, 23 Maret 2015 Penulis. Handrianus Dwianot Momang. vi.

(8) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Handrianus Dwianot Momang. Nomor Mahasiswa. : 101224078. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM PEMILIHAN UMUM 2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK Dengan demikian saya menyerahkan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam b e nt uk. pangkalan. data,. mendistribusikannya. secara. terbatas. da n. mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 8 April 2015. Handrianus Dwianot Momang. vii.

(9) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRAK Momang, Handrianus D. 2015. Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam Pemilihan Umum 2014 di Media Sebagai Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa: Suatu Tinjauan Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas tentang pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa terdapat dalam kampanye negatif dan kampanye hitam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk medeskripsikan pelanggaran-pelanggaran kesantunan berbahasa dan mendeskripsikan maksud yang terdapat dalam kampanye negatif dan kampanye hitam. Subjek penelitian ini adalah para politisi dan partisipan kampanye yang melakukan kampanye pada masa kampanye pemilihan umum 2014. Penelitian mengenai pelanggaran kesantunan berbahasa dalam kampanye negatif dan kampanye hitam ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran mengenai pelanggaranpelanggaran kesantunan berbahasa yang terdapat dalam tuturan kampanye negatif dan kampanye hitam yang diperoleh dari berbagai media. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu, pertama, metode dokumentasi, mencari informasi (dokumen) baik yang besifat tulisan mapun audiovisual (Video/gambar) dari objek penelitian untuk menambah informasi bagi proses penelitian. Kedua, metode penelusuran online, dengan cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Dalam analisis data, penelitian ini, peneliti menggunakan metode kontekstual, yakni memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam mengintepretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, dan diklasifikasi. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk memahami kampanye negatif dan kampanye hitam dari aspek kesantunan berbahasa.. kesimpulan dari penelitian ini adalah peneliti menemukan 5 bentuk pelanggaran prinsip kesantuanan berbahasa dalam tuturan kampanye negatif dan kampanye hitam yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, dan (3) maksim cara yang dikemukakan Grice (1975) serta (4) maksim pujian dan (5) kerendahan hati yang dikemukakan oleh Leech (1983). Maksud yang hendak disampaiakan penutur dalam tuturannya yaitu untuk menyudutkan atau menjatuhkanmitra tutur dengan cara mengkritik, menyindir, menjelekkan dan memfitnah.. Kata kunci: kesantunan berbahasa, kampanye negatif, kampanye hitam, prinsipprinsip kesantunan berbahasa.. viii.

(10) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRACT Momang, Handrianus D. 2015. Negative Campaign and Black Campaign in General Election 2014 as a Form of an Infraction of Language Unity Principle: A Pragmatic Observation. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This study discussed the language unity principle infraction included in negative campaign and black campaign. The aim of this study was to represent the infractions of language unity and the intention included in both negative and black campaigns. The subjects involved in this study were politicians and campaign participants carrying out the campaign on general election 2014. This study employed qualitative research since the researcher described the language unity infraction discovered on various media through this study. To collect the data, firstly the researcher employed document method, looking up the information (documents) both written and audiovisual (videos/pictures) from the research objects to enrich the information for the process of this study. Afterwards, the researcher carried out online investigation method by investigating data through online media either internet or other networks providing online facilities like theories and data. Moreover, the online media was surely believable. The data analysis used in this study was contextual method. It focused on context dimensions in interpreting identified and classified data. In this study, the researcher also tried to understand the negative campaign and black campaign from the language unity aspects. From the analysis, the researcher concluded that there were five forms of principle infraction of language unity involved in negative campaign and black campaign. They were (1) quality maxim, (2) quantity maxim, (3) maxim based on Grice (1975), (4) compliment maxim, and (5) humbleness revealed by Leech (1983). The speaker’s purpose was actually to lower his rival by criticizing, teasing, spoiling the rivals’ strengths, and slandering. Key words: language unity, negative campaign, black campaign, the principle of language unity.. ix.

(11) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat, bimbingan dan kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam Pemilihan Umum 2014 sebagai. Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa;. Suatu Tinjauan Pragmatik” dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan penelitian dilakukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang turut melancarkan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Pranowo., M.Pd., dan Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang selama ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing, mendorong, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat untuk penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik. 4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis s e l a m a p e r k u l i a h a n m a u p u n d i luar jam kuliah. 5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan d a n a k a d e m i k penulis. 6. Bapak dan ibuku yang selalu memberi masukan, dorongan, semangat dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Adikku, Nita dan Tesa yang menjadi pengingat dan penyemangatku dalam menyelesaikan skripsi 8. Pacarku, Ritha Lega yang selalu setia memberikan masukan, dorongan, motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. x.

(12) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 9. Sahabatku, Eko, Agus, Ronald, Nanda, Andin, Willy, Roni, Putu, Andre, Dwi, Adven, Neo, Kris, Deni, Eng, Fendi, Ricky, Yongky, Erik dan Ari yang selalu mendukung dan memberi masukan-masukan positif kepada penulis. 10. Teman-teman PBSI angkatan 2010 yang telah bekerjasama dalam membina kebersamaan, semangat, motivasi serta berbagi pengalaman pengetahuan selama perkuliahan 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, semangat dan. bantuan untuk menyelesaikan. skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.. Penulis. Handrianus Dwianot Momang. xi.

(13) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iii. HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... iv. HALAMAN MOTTO …………………………………………………….. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………….... vii. ABSTRAK ……………………………………………………………….... viii. ABSTRACK……………………………………………………………….... ix. KATA PENGANTAR …………………………………………………….. x. DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xii. DAFTAR BAGAN…………………………………………………………. xv. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xvi BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1. 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………….... 1. 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 6 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 7 1.5 Batasan Istilah ………………………………………………………….. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………... 11. 2.1 Penelitian yang Relevan ………………………………………………... 11. 2.2 Kerangka Teori …………………………………………………………. 14. 2.2.1 Pragmatik ………………………………………………………… 14 2.2.2 Kesantunan Berbahasa. …………………………………………. 17. 2.2.2.1 Prinsip Kerja Sama Grice …………………………………. 19. 2.2.2.2 Prinsip Kesantunan Leech ……………………………….... 21. xii.

(14) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2.2.2.3 Konsep Muka Brown dan Levinson ………………………. 26. 2.2.2.4 Indikator-indikator Kesantunan Berbahasa …….…………. 31. 2.2.3 Konteks…………………………………………………………… 34 2.2.3 Kampanye ………………………………………………………… 35 2.2.3.1 Kampanye Negatif ……………………………………….. 37. 2.2.3.2 Kampanye Hitam …...……………………………………. 39. 2.3 Kerangka Berpikir …………………………………...…………………. 41. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 45 3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………………. 45. 3.2 Subjek Penelitian ……………………………………………………….. 46. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 47. 3.4 Instrumen Penelitian …………………………………………………..... 48. 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data …………………………………….... 48. 3.6 Sajian Analisis Data ……………………………………………………. 49. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ………………. 51. 4.1 Deskripsi Data ………………………………………………………….. 51. 4.2 Analisis Data …………………………………………………………... 52. 4.2.1 Analisis Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam……………………………………. 52. 4.2.1.1 Analisis Data Tuturan Kampanye Negatif Tipe KritiK …. 52 4.2.1.2 Analisis Data Tuturan Kampanye Negatif Tipe Sindiran. 56. 4.2.1.3 Analisis Data Tuturan Kampanye Hitam Tipe Menjelekan ………………………………………………. 61. 4.2.1.3 Analisis Data Tuturan Kampanye Hitam Tipe Fitnah …... 67 4.2.2 Analisis Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam …… 72 4.2.2.1 Maksud Kampanye Negatif Tipe Kritik ……………....... 72. 4.2.2.2 Maksud Kampanye Negatif Tipe Sindiran…………….... 75. 4.2.2.3 Maksud Kampanye Hitam Tipe Menjelekkan..………… 78 4.2.2.4 Maksud Kampanye Hitam Tipe Fitnah………………… xiii. 80.

(15) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4.3 Pembahasan …………………………………………………………….. 83. 3.3.1 Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa …………………….. 83. 3.3.2 Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam……………… 90 4.3.3 Indikator Kesantunan Berbahasa dalam Berkampanye………...... 92 BAB V PENUTUP ……………………………………………………….... 95. 5.1 Kesimpulan ………………………………………………….... 95. 5.1.1 Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Kampanye Negatif Dan Kampanye Hitam…………………………. 95. 5.1.2 Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam ……. 96. 5.2 Saran …………………………………………………………. 96. 5.2.1 Bagi Peneliti Lain………………………………………. 97. 5.2.2 Bagi Politisi dan Partisipan Kampanye……………….... 97. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 98. LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 101. BIODATA PENULIS ……………………………………………………... 207. xiv.

(16) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR BAGAN Bagan 1 Kerangka Berpikir ………………………………….. ……………... 44. xv.

(17) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Tabel pengelompokan kampanye negatif dan kampanye hitam. 101. Lampiran 2. Transkrip video talkshow Mata Najwa, Metro Tv, “Jokowi atau Prabowo”………………………………………………… 113 Lampiran 3. Transkrip video talkshow Primetime News, Metro Tv, “Mengapa Jokowi, Mengapa Prabowo”? …………………….. 138 Lampiran 4. Transkrip video talkshow Debat, Tv One, “Timses Bicara Debat Capres”…………………………………………………. 150. Lampiran 5. Transkrip video talkshow, Debat, Tv One, “Nyanyian SBY untuk Jokowi”…………………………………………………. 163. Lampiran 6. Transkrip video berita, REDAKSI, Trans 7…………………... 167 Lampiran 7. Sumber data dari media sosial “Twitter”…………………….... 169. Lampiran 8. Sumber data dari media cetak “Majalah Mingguan Tempo…... 172. xvi.

(18) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir setiap manusia berkomunikasi dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sarana atau alat yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi itu adalah bahasa. Menurut Josep dalam bukunya Rahasia di Balik Kata-Kata (2009:28), bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal.. Fungsi utama bahasa adalah untuk. berkomunikasi, tetapi selain untuk berkomunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai sarana penyampaian pesan atau maksud kepada mitra tutur. Seiring perkembangan jaman, Bahasa Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak penelitian terkait Bahasa Indonesia mulai bermunculan, kemudian melahirkan dalil-dalil, kegunaannya, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Perkembangan Bahasa Indonesia dalam berbagai bidang seharusnya sejalan dalam praktek sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, hal ini masih sangat jauh dari kenyataan. Berbagai kasus penyimpangan dalam berbahasa selalu terjadi tanpa disadari oleh masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur di dalamnya, salah satunya adalah dengan menggunakan bahasa yang santun. Dengan berbahasa secara santun, seseorang mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghormati orang lain. Menjaga harkat dan martabat merupakan substansi dari kesantunan, sedangkan menghormati orang lain bersifat perlokusif (Pranowo, 2012:1). 1.

(19) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2. Penggunaan bahasa yang santun sering kali masih membingungkan sebagian besar para pengguna bahasa karena. sering kali apa yang menurut. mereka sudah santun belum tentu bagi orang lain terasa santun. Kenyataan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya karena keanekaragaman suku, budaya, dan agama orang Indonesia, penutur kurang memperhatikan situasi saat berkomunikasi, cara yang digunakan untuk menyampaikan maksud dan lain sebagainya yang membuat bahasa itu dapat terasa santun atau tidak. Penutur sering kali mengungkapkan maksud dan pesan di hadapan seseorang atau publik tanpa menggunakan bahasa yang santun sehingga menimbulkan efek yang merugikan bagi dirinya dan mitra tutur. Oleh kerena itu berbahasa tidak hanya sekedar baik dan benar saja, melainkan juga harus santun agar dapat menciptakan situasi komunikasi yang kondusif dan menyenangkan, baik bagi mitra tutur maupun bagi penutur itu sendiri. Agar bahasa lebih santun penutur harus selalu mempertimbangkan konteks dan situasi komunikasi yang terjadi, baik bagi penutur, mitra tutur, maupun orang ketiga (secara tidak langsung ikut dalam kegiatan berbahasa). Komponen-kompenen tersebut harus diperhatikan dengan baik agar suatu komunikasi dapat dikatakan santun atau tidak. Pertimbangan-pertimbangan itu kerap tidak diperhatikan dalam komunikasi sehingga menimbukan efek yang kurang baik dari sebuah tuturan. Akibatnya, mitra tutur sering merasa tidak dianggap dan direndahkan oleh penutur karena bahasa yang digunakan penutur cendrung menyudutkan, dan menjatuhkan martabat mitra tutur. Situasi ini akhirnya membuat kegiatan komunikasi menjadi buruk dan maksud penyampaian.

(20) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 3. pesan tidak dapat diwujudkan karena mitra tutur sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang disampaikan oleh mitra tutur. Berbahasa secara santun tidak hanya dalam konteks situasi yang resmi saja, tetapi dalam percakapan santai sehari-hari juga harus diterapkan. Ini merupakan salah satu bentuk manusia untuk menciptakan suasana yang harmonis lahir dan batin dan menunjang agar penyampaian maksud dan pesan dapat diterima oleh mitra tutur. Dengan begitu mitra tutur dapat menempatkan posisinya sebagai pendengar yang baik dan lawan bicara yang saling melengkapi dalam berbagi informasi. Penutur dapat dikatakan orang yang bermartabat apabila mampu mengendalikan situasi komunikasi secara baik dan bertindak bijaksana dalam kegiatan komunikasi itu sehingga maksud komunikasi dapat tersampaikan secara kondusif. Dalam bidang politik, tentunya kita semua pastinya pernah mendengar tuturan yang diungkapkan oleh para politisi negara ini. Mereka mengungkapkan tuturan itu demi mewujudkan tujuan komunikasi mereka kepada rakyat dan pemerintah. Dalam hal ini, mereka terkadang kurang memperhatikan kesantunan berbahasa pada saat mengutarakan pendapat, karena mereka lebih terfokus pada tujuan kominikasi yang dihendak mereka sampaikan sehingga tuturan yang digunakan seringkali menjatuhkan atau menyudutkan pihak lain. Penyampaian maksud dan pesan itu seharusnya selalu diiringi dengan penggunaan bahasa yang santun. Akan tetapi, hal itu kurang diperhatikan oleh para politisi itu, misalnya pada saat berkampanye menjelang Pemilihan Umum. Tuturan kampanye tersebut ada yang bertujuan untuk membangun, memberi.

(21) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4. harapan, ataupun memberi semangat. Tetapi ada juga tuturan kampanye yang bertujuan menjatuhkan, menghina bahkan menyudutkan seseorang atau pihak tertentu. Semuannya itu semata hanya untuk menghimpun dan menarik dukungan publik. Tuturan kampanye yang bersifat menyudutkan dan menjatuhkan martabat seseorang atau pihak tertentu itu dianggap melanggar pemakaian bahasa yang santun. Hal ini menunjukan bahwa bahasa hanya dianggap sebagai sarana penyampaian maksud, ide, dan gagasan tanpa mengindahkan efek atau akibat yang akan ditimbulkan dari pemakaian bahasa tersebut. Jenis kampanye yang sifatnya buruk dan terkesan kurang santun itu adalah kampanye negatif dan kampanye hitam. Pengamat. politik. dari. Universitas. Indonesia,. Agung. Supriono,. menjelaskan perbedaan antara kampanye hitam (black campaign) dengan kampanye negatif (negative campaign). Ia menjelaskan kampanye hitam biasanya hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah. Kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. Sementara kampanye negatif, adalah pengungkapan fakta kekurangan mengenai suatu calon atau partai. Kampanye negatif biasanya berisi pengungkapan fakta yang disampaikan secara jujur dan relevan menyangkut kekurangan suatu calon atau partai. Sedangkan kampanye hitam berisi tuduhan dan cenderung merusak demokrasi," ujar Agung, (Republika, Senin 7 April 2014). Salah satu contoh konkrit yang saya dapatkan mengenai kampanye yang sifatnya menyudutkan ini seperti pada iklan partai Golkar. dalam salah satu.

(22) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 5. stasiun televisi swasta Indonesia. Kampanye tersebut berbunyi “ Biarlah langit tetap membiru, tetapi lihatlah padi disawah sudah mulai menguning sampai ke pelosok desa”. Dalam iklan kampanye tersebut, Aburizal Bakrie yang menjabat sebagai ketua umum partai Golkar menjadi aktor utama yang menyampaikan kampanye partai politiknya. Secara kasamata iklan tersebut terlihat dan terdengar hanya untuk mempublikasi Aburizal Bakrie dan Golkar, tetapi jika ditelaah kembali, iklan tersebut memiliki pesan atau maksud tertentu, misalnya ungkapan “Biarlah langit tetap membiru” yang dimaksudkan untuk menyinggung partai Demokrat. Apa yang ingin dikemukakan oleh ketua partai Golkar ini sengaja menggunakan ungkapan agar tidak terkesan menyudutkan pihak lain. Bahasa bukan hanya sekedar alat komunikasi tetapi ternyata memiliki pengaruh atau efek yang besar bagi siapapun, termasuk bagi seseorang sedang melakukan kampanye. Kekuatan bahasa itu sendiri dapat membuat orang lain terpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung dari pemakaian bahasa itu sendiri, meskipun informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Bahasa juga sebagai media utama untuk mengajak semua orang dalam melaksanakan maksud dan tujuan seseorang atau pihak-pihak tertentu. Berdasarkan penemuan itu, saya merasa tertarik untuk mengkaji dan menemukan bukti-bukti mengenai pelanggaran kesantunan berbahasa dalam tuturan kampanye khususnya dalam bidang politik. Bentuk-bentuk pemakaian bahasa yang kurang santun dalam kampanye negatif dan kampanye hitam ini dapat menimbulkan efek bagi pihak tertentu, sehingga penggunaan bahasa.

(23) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 6. Indonesia itu sendiri, tidak dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai fungsi dan tujuannya. Penelitian yang akan. diteliti ini berjudul “Kampanye negatif dan. kampanye hitam pemilihan umum 2014 di media sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa” dan peneliti sangat mengharapkan bagi siapa saja yang membaca penelitian ini untuk menggunakan bahasa yang lebih santun saat menyampaikan maksud dan tujuan pembicaraan.. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah penelitian ini, yaitu: 1. Apa sajakah pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam kampanye negatif dan kampanye hitam? 2. Apa maksud dari kampanye negatif dan kampanye hitam yang dipandang sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam kampanye negatif dan kampanye hitam 2. Mendeskripsikan maksud yang terkandung dalam kampanye negatif dan kampanye hitam..

(24) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 7. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai kampanye negatif dan kampanye hitam sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa diharapkan memiliki manfaat bagi yang membutuhkan. Oleh kerena itu, ada dua manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu pragmatik khususnya mengenai kesantunan berbahasa yang dilakukakan oleh tokoh-tokoh publik saat berkampanye di depan publik. Dengan memahami teori-teori yang terdapat dalam penelitian ini dapat diharapakan sebagai referesi untuk menciptakan situasi komunikasi yang harmonis baik bagi penutur maupun lawan tutur.. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan. bagi para. tokoh publik ataupun para calon tokoh publik untuk untuk memperhatikan tata cara berbahasa secara santun ketika mengungkapkan pesan, maksud, dan informasi kepada masyarakat demi menunjang situasi komunikasi yang harmonis dan terkendali. Penelitian ini juga diharapkan memberi tambahan masukan dalam dunia pendidikan khususnya bagi para pengajar bahasa maupun ilmu lainya untuk selalu aktif berbagi ilmu mengenai kesantunan berbahasa agar kelak para pembelajar mampu menggunakan bahasa secara santun dimanapun mereka berada..

(25) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 8. 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori kesantunan berbahasa yang dikaji dalam pragmatik dan teori mengenai kampanye maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut: 1. Pragmatik Pragmatik. merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan. mendalami apa saja yang termasuk dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antar si penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguyistik atau luar bahasa (Rahardi, 2003:10). 2. Prinsip Kerja Sama Prinsip yang memberikan kontribusi bagi penutur dalam percakapan sesuai dengan kebutuhan, pada tingkat dimana percakapan tersebut berlangsung, sesuai dengan maksud dan tujuan dimana penutur terlibat (Nadar, 2009: 24) 3. Prinsip Kesantunan Berbahasa Prinsip yang dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu pertuturan, peserta tutur cendrung menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyataka apa yang mereka maksudkan (Nadar, 2009: 28).

(26) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 9. 4. Muka Positif Kebutuhan untuk dapat diterima, jika mungkin disukai orang lain diperlakukan sebagai anggota dari kelompok yang sama dan mengetahui bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan lainnya (Yule, 2006: 107) 5. Muka Negatif Kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak dan tidak tertekan oleh orang lain (Yule, 2006: 107). 6. Konteks situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami (Mey 1993:38) 7. Kampanye Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Venus, 2004:7) 8. Kampanye Negatif Kampanye melalui peyampaian pesan dengan menjelek-jelekan lawan,. sering. disebut. colloquially. atau. mengolok-olok. lawan. (mudslinging). Untuk memenangkan kampanye, para pihak kampanye menghindari hal-hal positif dari lawan lalu mengungkapkan hal-hal negatif seperti mengkritik kebijakan atau program-program lawan bahkan menyerang pribadi atau kelompok lawan yang diungkapkan secara mengolok-olok (Liliweri, 2011:716).

(27) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 10. 9. Kampanye hitam Kampanye dengan cara menjelek-jelekkan lawan Politik (Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Keempat, 2008).

(28) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan tentang (1) penelitian yang relevan (2) kerangka teori dan (3) kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi penelitianpenelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Kerangka teori akan diuraikan mengenai beberapa teori yang mendukung penelitian, antara lain teori bahasa, teori pragmatik mengenai kesantunan berbahasa, teori politik, teori kampanye dan teori propaganda. Kerangka berpikir berisi uraian peneliti dalam mengkaji penelitian ini.. 1.1 Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai kampanye hitam sebagai pelanggaran kesantunan berbahasa diranah pendidikan yang diketahui oleh peneliti, belum pernah dilakukan. Namun, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh M.T. Oktaviani Pratiwi (2010), Yosephin Rani Hapsari (2011) dan A.S. Joko Sukoco (2002) Penelitian M.T. Oktaviani Pratiwi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa Elit Politik Dalam Tayangan Di Metro TV: Today’s Dialog and Save Nation” mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : (1) Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam tuturan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (2) Bagaiman bentuk tuturan yang tidak santun yang dilakukan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s. 11.

(29) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 12. Dialog and Save Nation”?, (3) Bagaiman bentuk tuturan yang santun yang dilakukan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (4) Bagaimana indicator tuturan yang santun pada tuturan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (5) bagaimana kaidah kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh elit politik di Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (6) Bagaimanakan kesantunan berbahasa elit politik ketika berbicara di televisi ? Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa kesantunan berbahasa seseorang tidak ditentukan oleh jabatan ataupun kedudukan. Kesimpulan penelitian ini juga bertentang dengan penapat Brown dan Levinson yang menyatakan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang atau kedudukan seseorang, maka semakin santunlah bahasanya. Penelitian ini melihat bahwa sebagian elit politik masih menggunakan bahasa yang tidak santun. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Yosephin Rani Hapsari yang berjudul “Maksud dan Informasi dalam Wacana Poster Kampanye Calon Legislatif Di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengungkapan maksud yang terkandung dalam wacana poster kampanye calon legislatif. di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah. Istimewa Yogyakarta pada bulan februari sampai maret 2009?, dan (2) Bagaimana pengungkapan informasi. yang terkandung dalam wacana poster. kampanye calon legislatif di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan februari sampai maret 2009?..

(30) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 13. Dari hasil penelitian tersebut, Yosephin Rani Hapsari mendapat kesimpulan bahwa pengungkapan maksud yang terkandung dalam wacana poster kampanye calon legislatif di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Februari sampai Maret 2009 meliputi maksud tuturan mengingatkan, mengajak, memperingatkan, menyindir, memohon, membuktikan, dan meyakinkan publik. Kedelapan maksud tersebut berpusat pada maksud yang sama yaitu mempengaruhi khalayak umum untuk mencontreng calon legislatif yang mereka pilih. Sedangkan pengungkapan informasi sebenarnya mengenai calon legislatif itu sendiri yakni berupa identitas calon legislatif dan identitas partai calon legislatif. Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian yang berjudul “Penanda Lingual Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam bentuk Tuturan Imperatif” yang ditulis oleh A.S. Joko Sukoco. Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan dan mengidentifikasi cirri-ciri setiap jenis penanda lingual bentuk tuturan imperiatif dalam bahasa Indonesia dan (2) mendeskripsikan tingkat kesantunan pemakaian tuturan imperiatif dalam bahasa Indonesia. Dari hasil penelitian, Joko Sukoco mendapatkan hasil bahwa, Pertama tuturan imperiatif berdasarkan makna komunikasinya terbagi menjadi tuturan imperiatif larangan, tuturan imperiatif permintaan dan tuturan imperiatif ajakan. Tuturan tersebut ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Kedua unsureunsur seperti panjang pendeknya tuturan, urutan tuturan , intonasi tuturan dan isyarat kinestik berperan dalam menentukan. kesantunan berbahasa. Ketiga. kesantunan berbahasa dalam bentuk tuturan imperiatif dapat diwujudkan melalui.

(31) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 14. pemakaian penanda lingual. Keempat pemakaian tuturan imperiatif yang santun berimplikasi pada terbentuknya tutur kata dan perilaku peserta tuturan yang baik sehingga dapat menjadi manusia yang berbudi luhur dan humanis. Dari ketiga penelitian tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaanya yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani Pratiwi dan Joko Sukoco meneliti tentang kesantunan berbahasa dari para elit politik disebuah acara televisi dan kesantunan berbahasa dalam bentuk tuturan imperiatif. Begitupula dengan penelitian Yosephin Rani Hapsari yang meneliti maksud dari poster kampanye pemilu calon legislatif. Akan tetapi ketiga penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian ini yaitu, rumusan masalah penelitian yakni untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kampanye hitam yang melanggar kesantunan berbahasa.. 1.2 Kerangka Teori 2.2.1 Pragmatik Pragmatik. merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan. mendalami apa saja yang termasuk dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antar si penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa (Rahardi, 2003:10).. Leech (1981) menyatakan bahwa fonologi, sintaksi dan semantik. merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik pada hakikatnya merupakan bagian atau penggunaan tata bahasa atau gramtika itu dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya (language use). Selain Leech,.

(32) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 15. Levinson (1983) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antar bahasa dengan konteks tuturannya. Kontek tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkondifikasikan sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Pendekatan ini perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini mengali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan, ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi ini adalah studi pencarian makna tersamar. Jadi, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan (Yule, 2006:4). Manfaat belajar dari pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata. tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan. tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (misalnya: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Definisi mengenai pragmatik, hampir. semua bermuara pada pendapat bahwa pragmatik mengkaji bahasa. sebagaimana digunakan dalam konteks tertentu. Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1), praanggapan (presupposition) (2) tindak tutur, (3) implikatur, dan (4) dieksis. Levinson (dikutif Nababan, 1987:48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu.

(33) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 16. tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (speech act) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Menurut pendapat Austin (dikutip Chaer dan Leonie Agustina, 1995:68-69) merumuskan adanya tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak tutur juga diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92–94) Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal (Ihsan, 2011:93). Didalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak (unnecessary consequence). Jadi, di dalam sosok implikatur hubungan proposisi dengan tuturan-tuturan yang mengimplikasikannya itu tidak bersifat mutlak harus ada (Rahardi, 2003:85). Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal yang mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa.. Bentuk linguistik. yang dipakai untuk menyelesaikan. ‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya, “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis “itu” untuk.

(34) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 17. menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba (Yule, 2006:13). Terdapat tiga jenis dieksis, yakni dieksis persona, dieksis tempat, dan dieksis waktu.. 2.2.2 Kesantunan Berbahasa Setiap orang seharusnya berbahasa dengan santun. Dengan berbahasa secara santun, seseorang mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghormati orang lain. Menjaga harkat dan martabat diri adalah substantsi dari kesantunan sedangkan menghormati orang lain bersifat perlokutif (Pranowo, 2012; 1). Berbahasa dan berprilaku secara santun bukan sekedar kewajiban tetapi merupakan kebutuhan setiap orang. Seseorang berbahasa dan berprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Berbahasa dan berprilaku secara santun dapat juga untuk menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri dengan maksud agar orang lain juga mau menghargainya. Brown dan Levinson (1987) mengungkapkan bahwa kesantunan berbahasa merupakan ekspresi penutur untuk mengurangi ancaman muka pada mitra tutur. Cara berbahasa yang santun dapat dilihat dari pemakaian bahasa dan setidaknya terdiri dari dua hal, yaitu diksi (pilihan kata) dan gaya bahasa. Pilihan kata seseorang dapat menjadi penentu santun-tidaknya bahasa yang digunakan seseorang. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga dapat efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, disamping memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan). Selain itu, kesanggupan menggunakan gaya. bahasa,. seorang. dapat. terlihat. tingkat. kesantunannya. dalam.

(35) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 18. berkomunikasi. Gaya bahasa bukan sekedar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur. Kebiasaan berkomunikasi yang baik, benar, dan santun dalam lingkungan kehidupan seseorang akan menghasilkan prilaku berbahasa yang baik, benar dan santun pada diri seseorang ketika ia mengekspresikan gagasan dan perasaannya. Misalnya seorang anak yang sudah terbiasa dididik dengan menggunakan bahasa yang santun, halus, dan baik. Ketika ia berkomunikasi dengan orang lain di luar rumah, ia juga akan berbahasa santun, halus, dan baik. Sebaliknya, kebiasaan berkomunikasi yang buruk dan tidak sopan akan menghasilkan prilaku berbahasa yang buruk pula dalam diri seseorang. Misalnya jika seseorang sudah terbiasa mendapatkan pajanan bahasa yang buruk, ketika mengekspresikan gagasan dan perasaannya pun juga buruk dan tidak santun. Kebiasaan menggunakan bahasa keras, kasar, dan tidak santun ternyata tidak hanya digunakan dengan bahasa verbal, melainkan juga menggunakan bahasa non-verbal. Ketidaksantunan berbahasa secara non-verbal dapat dilihat dalam bentuk prilaku seseorang. Kesantunan berbahasa Indonesia bukan hanya dapat menghaluskan pemakaian BI, tetapi juga dapat menghaluskan budi dan prilaku pemakainya. Semakain santun pemakaian bahasa seseorang, akan semakin halus watak dan kepribadian seseorang..

(36) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 19. 2.2.2.1 Prinsip Kerja sama Grice Dalam berkomunikasi, Grice (1975) mengajukan empat kaidah agar tuturan menjadi lebih santun yaitu: (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim relevansi dan (4) maksim cara. Maksim pertama yang perlu dijelaskan adalah maksim kuantitas. Maksim ini menyatakan jika berbahasa, apa yang dkatakan harus cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan dikurangi (Pranowo, 2009:1). Rahardi (2005:53) mengungkapkan di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberi informasi yang cukup, relatif memadai dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu sesungguhnya tidak boleh melebihi informasi yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur dapat dikatakan melanggar maksim. kuantitas dalam prinsip kerjasama Grice.. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas. R ia n. : Liburan ini kamu rencananya kemana?. Lia. : Sebelumnya, Aku sudah mencoba mendiskusikannya dengan Lusi. dan kami sudah sepakat untuk berlibur ke rumah Kakek di Puncak. Pasti seru! Karena kami akan diajak memancing ikan di danau dekat rumah kakek. Pada contoh di atas, tuturan Lia melanggar maksim kuantitas karena informasi yang diberikan terlalu banyak. Lia menyampaikan informasi yang sebenarnya tidak perlu disampaikannya. Menanggapi pertanyaan Rian, seharusnya Lia cukup menjawab bahwa ia berlibur di rumah kakeknya dan tidak perlu memberi informasi bahwa ia akan memancing ikan di danau..

(37) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 20. Maksim kedua dari prinsip kerja sama Grice adalah maksim kualitas. Maksim ini menyatakan jika berbahasa, apa yang dikatakan harus didukung oleh data (Pranowo, 2009:1).. Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur. diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta harus didukung dan didasarkan pada buktibukti yang jelas, konkrit, nyata dan terukur. Sebuah tuturan akan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak direkayasa sehingga informasi itu menjadi sangat tidak sesuai dengan kenyataannya (Rahardi, 2009:24). Contohnya sebagai berikut. Siti. : Beli gula dimana sih, kok lama sekali?. Imran. : Di Hongkong.. Jawaban Imran dianggap melanggar maksim kualitas karena jawaban yang diberikan bukan yang sebenarnya. Jawaban tersebut tidak masuk akal dan tidak berdasarkan kenyataan karena tidak mungkin seseorang membeli gula harus pergi ke Hongkong. Maksim berikutnya adalah maksim relevansi. Maksim ini menyatakan bahwa jika berbahasa, apa yang dikatakan harus selalu ada relevansinya dengan pokok yang dibicarakan (Pranowo, 2009:1). Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa, agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap melanggar prinsip kerja sama Grice. Setiap.

(38) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 21. orang yang terlibat di dalam praktik bertutur itu, harus berkontribusi secara relevan terhadap setiap aktivitas pertuturan. Contohnya sebagai berikut Dodo. : Lho di mana Apelku yang tadi ku letakkan di sini?. Leli. : Bukan..bukan aku lho... Jika dilihat dengan maksim relevansi, tuturan Leli bukanlah jawaban yang relevan dengan pertanyaan yang diajukan mitra tuturnya. Dodo bertanya dengan kata tanya dimana, maka jawaban yang relevan adalah jawaban yang menunjukkan tempat dimana atau letak apel Dodo sekarang berada. Maksim cara yang merupakan maksim keempat dari prinsip kerja sama Grice. Maksim ini menyarankan jika berbahasa, disamping harus memikirkan pokok masalah yang dibicarakan, juga bagaimana cara menyampaikannya (Pranowo, 2009:1). Leech (1993:154) mengemukakan bahwa maksim ini bukan mengatur apa yang dikatakan tetapi bagaimana yang dikatakan seharusnya dikatakan. Maksim ini merujuk pada bagaimana sebuah informasi disampaikan. Aturan utama maksim ini adalah harus jelas. Artinya penutur harus menghindari ketidakjelasan atau kekaburan ungkapan. Tuturan yang disampaikan tidak boleh ambigu, tetapi harus singkat dan teratur.. 2.2.2.2 Prinsip Kesantunan Leech Menurut Leech, prinsip kesantunan yang dikemukakannya ini dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan antara makna dan daya. Menurutnya, prinsip kerja sama yang diungkapkan oleh Grice tidak dapat menjelaskan mengapa seseorang sering menggunakan cara tidak langsung untuk menyampaikan maksud. Selain.

(39) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 22. itu prinsip kerja sama tidak dapat menjelaskan hubungan antara arti (semantik). dan maksud (situasional) dalam kalimat yang bukan kalimat. pernyataan (Leech, 1993:121). Seorang penutur seringkali tidak menggunakan tuturan langsung dan lebih memilih untuk mengungkapkan sesuatu secara implisit. Prinsip kesantunan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis antara penutur dan mitra tutur. Untuk menjaga kesantunan itulah Leech mengemukakan 6 maksim dalam prinsip kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan (Tact Maxim), maksim kedermawanan (Generosity Maxim), maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim sepakatan, dan maksim simpati. Maksim ini berfungsi untuk menjaga kesantunan sebuah tuturan. Maksim pertama adalah maksim kebijaksanaan. Sebuah tuturan dikatakan memenuhi maksim kebijaksanaan bila tuturan memberikan keuntungan secara maksimal pada mitra tutur. Dengan mematuhi prinsip kebijaksanaan, penutur dapat menghindari sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap kurang santun terhadap mitra tutur (Rahardi, 2005:60). Contohnya sebagai berikut. R ita. : Ayo, di minum aja es buahnya Sin! Aku sudah minum di Warung Bu Warno tadi. Sinta. : Terima kasih banyak ya, Rit.. Dalam tuturan di atas, Rita telah memaksimalkan keuntungan kepada Sinta sebagai mitra tutur dengan menawarkan Sinta minuman segar, meskipun es buah yang dibeli rita itu hanya satu saja. Tuturan disampaikan dengan maksud.

(40) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 23. agar mitra tutur dengan senang hati menikmati minuman segar tanpa perasaan tidak enak kepada mitra tutur. Maksim. kedua. adalah. maksim. kedermawanan.. Melalui. maksim. kedermawanan atau kemurahan hati, penutur diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi mitra tutur (Rahardi, 2005:61). Dengan mendahulukan kepentingan mitra tutur dan bersikap murah hati, penutur akan dianggap sebagai orang yang santun. Dengan memberikan. tawaran minuman es buah, penutur dikatakan. mematuhi maksim kedermawanan. Dengan memberikan tawaran itu berarti penutur lebih mengutamakan kepentingan mitra tuturnya dan memaksimalkan kerugian pada diri sendiri. Seseorang akan merasa senang apabila mendapatkan sebuah pujian dan penghargaan dari orang lain. Didalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan terhadap pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar penutur tidak saling mengejek, saling mencaci, ataupun saling merendahkan pihak lain (Rahardi, 2005:62). Oleh karena itu, penutur disarankan untuk memberikan pujian kepada mitra tuturnya. Dengan memaksimalkan pujian dan penghormatan kepada orang lain, penutur mematuhi maksim pujian. Contohnya sebagai berikut. Dina. : Gimana masakanku, Gus?.

(41) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. Agus. 24. : Masakanmu tiada tandingnya. Enak sekali. Kamu calon ibu masa depan yang pandai sekali memasak.. Septi. : Kamu belum mencoba masakanku, Gus, pasti lebih sedap.. `Tuturan Agus mematuhi maksim Pujian karena Agus memaksimalkan pujian kepada Dina atas masakannya. Beda halnya dengan tuturan Septi yang melanggar maksim pujian karena Septi terkesan meremehkan masakan Dina karena menurut Septi, masakannya lebih enak. Berbeda dengan maksim penerimaan yang berpusat kepada orang lain, maksim kerendahan hati lebih berpusat pada diri sendiri. Di dalam maksim ini, penutur diharapkan bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, maksim ini meminta penutur untuk bertutur dengan rendah hati. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji atau mengunggulkan diri sendiri (Rahardi, 2005:64). Pada contoh tuturan di atas, tuturan Septi melanggar maksim kerendahan hati karena tuturan Septi cendrung menonjolkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa masakannya lebih enak dari pada masakan Dina. Maksim kecocokan atau disebut juga maksim kesepakatan, menekakan agar penutur menjaga kecocokan dalam bertutur dengan mitra tutur. Dalam maksim ini ditekannkan agar penutur dapat saling membina kecocokan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun..

(42) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 25. Maksim yang terakhir adalah maksim simpati. Di dalam maksim simpati, diharapkan para penutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sikap antipasti terhadap mitra tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjujung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap antipasti terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat. Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukan dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan, dan sebagainnya (Rahardi, 2005:65). Contohnya sebagai berikut. A. : Badanku sakit, kemarin aku jatuh dari tangga rumah.. B. : Bagian mana yang sakit? Sudah pergi ke dokter belum? Atau perlu aku pijat?. C. : Rasain loe! Makanya jalan pake mata.. Pada contoh di atas, B mencoba menunjukkan simpatinya dengan menunjukkan rasa prihatin mengenai rasa sakit yang dialam A pada badannya. B juga menunjukkan rasa khawatirnya dengan bertanya apakah lukanya sudah diobati dengan pergi ke dokter atau menawarkan inisiatif untuk dipijat. Dengan demikian, B telah mematuhi maksim simpati. Berbeda dengan C yang justru menunjukkan antipati dengan mengolok-olok A..

(43) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 26. 2.2.2.3 Konsep Muka Brown dan Levinson Pandangan mengenai kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson populer dengan sebutan pandangan penyelamatan muka (face saving). Dasar teori kesantunan Brown dan Levinson (1987) ialah gagasan tentang muka (wajah) dan rasionalitas, yang bersumber dari Ervin Goffman. Goffman (Suharsih, 2007) mendefinisikan muka sebagai berikut. Positive social value a person effectively claims for him self by the line other assume he has taken during a particular contact. Face in an image of self delineated in terms of approved social attributes – albeit an image that others may share, a when a person makes a good showing for his profession or religion by making a good showing for him self. Goffman menyatakan bahwa kesantunan dalam bertutur atau aktivitas penyelamatan muka merupakan manifestasi penghargaan atau penghormatan terhadap individu anggota masyarakat.. Menurutnya, warga kelas sosial. mempunyai dua jenis muka, yaitu (1) muka negatif dan (2) muka positif. Muka negatif mengacu ke citra diri seseorang (yang rasional) yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Muka negatif menunjukkan hasrat penutur untuk tidak diganggu dalam tindakannya. Muka positif mengacu pada citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini (sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau apa yang dimilikinya itu) diakui orang lain sebagi suatu hal yang baik, menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Muka positif ini berarti menunjukkan solidaritas (Gunarwan, 1994). Yule (2006: 107) mengemukakan muka positif.

(44) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 27. merupakan kebutuhan untuk dapat diterima, jika mungkin disukai orang lain diperlakukan sebagai anggota dari kelompok yang sama dan mengetahui bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan lainnya, sedangkan muka negatif merupakan kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak dan tidak tertekan oleh orang lain Brown dan Levinson mengungkapkan (Nadar, 2009: 41) Tindakan penyelamatan muka “Redressive action” lawan tutur adalah tindakan kesantunan yang pada prinsipnya ditujukan untuk mengurangi akibat yang tidak menyenangkan terhadap muka lawan tutur, baik muka positif maupun muka negatif. Kesantunan yang ditujukan terhadap muka positif lawan tutur disebut kesantunan positif “Positive politeness” sedangkan kesantunan yang diarahkan untuk muka negatif lawan tutur disebut kesantunan negatif “Negative politeness”. Dengan demikian tindakan penyelamatan muka dapat berbentuk kesantunan positif atau kesantunan negatif. Pada hakekatnya kesantunan positif ditujukan terhadap muka positif lawan tutur, yaitu citra positif yang dianggap dimiliki oleh lawan tutur. Kesantunan positif berupa pendekatan yang menorehkan kesan pada muka lawan tutur bahwa pada hal-hal tertentu penutur juga mempunyai keinginan yang sama dengan lawan tutur yaitu dengan memperlakukannya sebagai anggota kelompok, sahabat, sebagai seorang yang keinginannya maupun selerannya dikenal dan disukai. Sedangkan kesantunan negatif pada hakikatnya ditujukan terhadap bagaimana memenuhi atau menyelamatkan sebagian muka negatif lawan tutur, yaitu keinginan dasar lawan tutur untuk mempertahankan.

(45) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 28. apa yang dia anggap sebagai wilayah dan keyakinan dirinya. Jadi, pada dasarnya strategi kesantunan negatif mengandung jaminan dari lawan tutur bahwa penutur mengakui dan menghormati (seandainya terpaksa melakukan, akan sesedikit mungkin melakukan pelanggaran) keinginan muka negatif lawan tutur dan tidak akan mencampuri atau melanggar kebebasan bertindak lawan tutur (Brown and Levinson melalui Nadar, 2009:42) Setiap tuturan dapat saja mengandung ancaman bagi muka mitra tutur. Ancaman ini, oleh Brown dan Levinson disebut sebagai Face Threatening Act (FTA). Dalam bertutur, penutur diharapkan untuk tidak melakukan tindak tutur yang dapat mengancam muka mitra tuturnya. Ketika penutur merespon sebuah tindakan, dia mempunyai dua pilihan yaitu dengan tidak mengatakan apapun, hanya menggunakan gesture (don’t do the act) atau mengatakan sesuatu pada mitra tutur (do the act). Apabila penutur memilih untuk mengatakan sesuatu, dia mempunyai pilihan lagi dengan mengatakan secara tidak langsung (off record) atau secara langsung (on record). Seandainya memilih off record, seorang pelaku tidak sepenuhnya mau dianggap bertanggung jawab dalam suatu tindakan yang dilakukannya, maka yang bersangkutan dapat membuat suatu tuturan dengan lebih dari satu interpretasi sehingga dirinya tida dapat dianggap bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tujuan yang terkandung dalam tuturan tersebut. Kalau misalnya saya mengatakan “Wah, sial sekali, saya kehabisan uang. Hari ini saya lupa pergi ke bank”, maka mungkin saja saya bermaksud untuk dipinjami uang, tetapi saya tidak dapat dianggap bertanggung jawab terhadap tujuan yang.

(46) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 29. terkandung dalam tuturan tersebut. Realisasi linguistik dari tindakan off record ini antara lain meliputi penggunaan metafora, dan ironi, pentanyaan retoris, penyederhanaan masalah, tautologi, dan semua ungkapan yang dikemukakan secara tidak langsung oleh penutur sehingga membuka peluang untuk diintepretasikan secara berbeda-beda. Beda halnya apabila memilih on record, seorang pelaku dapat dikatakan bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya, seandainya jelas bagi semua peserta tuturan, tujuan tuturan apa yang menyebabkan pelaku melakukan tindakan (hanya ada satu tujuan tuturan yang pada situasi pertuturan tersebut dipahami oleh peserta tutur), sehingga kalau saya mengatakan “saya berjanji bahwa saya akan datang besok” dan seandainnya para peserta tutur sama-sama memahami bahwa dengan mengatakan itu jelas-jelas saya mengatakan keinginan saya dan bertanggung jawab untuk melakukan hal tersebut, maka saya gunakan istilah saya secara on record dengan mengatakan janji tersebut. Melakukan on record dan off record memberi keuntungan yang berbeda pada penuturnya. Dengan melakukan tindakan on record, seorang penutur memperoleh berbagai keuntungan antara lain, (1) penutur dapat memperoleh dukungan bagi dirinya dari peserta pertuturan lainnya, (2) penutur dapat memperoleh kepercayaan mengenai kejujuran dengan menunjukan bahwa dirinya mempercayai lawan tuturnya, (3) penutur juga mendapat kepercayaan karena keterbukaannya, (4) penutur menghindari bahaya dianggap sebagai manipulator, (5) penutur dapat menghindari kemungkinan kesalahpahaman, (6).

(47) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 30. terkait dengan muka, yang bersangkutan dapat memperbaiki kembali apa yang telah dirusakkan oleh tindakan yang mengancam muka. Sebaliknya dengan melakukan tindakan off record seorang penutur memperoleh sejumlah keuntungan antara lain (1) penutur dipercaya sebagai seorang yang bijaksana dan tidak memaksakan kehendak terhadap lawan tutur, (2) penutur dapat menghindari kemungkinan akan menjadi bahan perbincangan orang lain terhadap dirinya, (3) terkait dengan muka, penutur dapat menghindari tanggung jawab sebagai seorang yang diinterpretasikan telah mengancam muka lawan tuturnya, (4) penutur tidak langsung memberi kesempatan pada lawan tutur untuk memperhatikan kepentingannya. Misalnya saya mengatakan “Panas, di sini”. Anda mengatakan “Oh, kalau begitu saya buka jendelanya”, maka anda dianggap murah hati dan kooperatif, sebaliknya saya terhindar dari tindakan menyuruh yang mungkin dapat mengancam muka anda. Keterancaman muka terhadap mitra tutur membuat penutur harus menentukan strategi bertutur. Penutur mempunyai pilihan strategi yaitu (1) melakukan tindak ujaran apa adanya tanpa basa-basi, (2) melakukan tindak ujaran dengan kesantunan positif, (3) melakukan tindak ujaran dengan kesantunan negatif, (4) melakukan tindak ujaran secara samar-samar, dan (5) tidak melakukan tindak ujaran atau diam saja. Pemilihan strategi tergantung pada besar kecilnya ancaman. Makin kecil ancaman, makin kecil angka strategi yang dipilih. Makin besar ancaman, makin besar angka strategi yang dapat dipilih..

(48) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 31. 2.2.2.4 Indikator Kesantunan Berbahasa Indikator kesantunan berbahasa Indonesia merupakan penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia si penutur itu santun ataukah. tidak. Penanda tersebut dapat berupa kebahasaan maupun non. kebahasaan. Dell Hymes (1978) menyatakan bahwa ketika seseorang berkomunikasi hendaklah memperhatikan beberapa komponen tutur yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING, yaitu : “S” Setting and scene (latar), mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi, (P) Participants (Peserta), mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi (O1 dan O2), “E” Ends (Tujuan komunikasi), mengacu pada tujuan komunikasi yang ingin dicapai, “A” Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan), mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan dalam bahasa tulis atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesannya merupakan wujud permintaannya, “K” Key (Kunci), mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya, bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaiannya), “N” Norms (Norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada norma prilaku partisipan dalam berkomunikasi, “G” Genres (ragam, register), mengacu pada ragam bahasa yang digunakan, misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya Beberapa Indikator kesantunan berbahasa Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan pendapat para ahli maupun atas dasar penelitian yang dianalisis oleh Grice (2000). Grice (2000:362) menyatakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut : (1).

(49) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 32. ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra tutur agar tidak merasa dipermalukan, (2) ketika berkomunikasi tidak boleh mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai diri mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur, (3) tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur, (4) tidak boleh mengatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa jatuh harga dirinya, dan (5) tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri sendiri. Penanda lain dikemukakan oleh Leech (1983). Leech memandang prinsip kesantunan sebagai “Piranti” untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung (indirect) dalam mengungkapkan maksudnya. Penutur sering menggunakan implikatur. Implikatur adalah apa yang tersirat dalam suatu ujaran. Jika kita bedakan “apa yang dikatakan” dan “apa yang dikomunikasikan”, implikatur termasuk yang dikomunikasikan. Namun, meskipun tidak harus menggunakan implikatur, tuturan dapat dikatakan santun, jika ditandai dengan hal-hal sebagai berikut : (1) tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (Maksim kebijaksanaan “tact maxim”), (2) tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur (maksim kedermawaan “Generosity maxim”), (3) tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur ( Maksim pujian “praise maxim”), (4) tuturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendahan hati), (5) tuturan dapat memberi persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan “agreement maxim”), (6) tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra tutur (maksim simpati “sympathy.

(50) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 33. maxim”), (7) tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur (maksim pertimbangan “consideration maxim”) Indikator lain dikemukakan oleh Pranowo (2005) bahwa agar komunikasi dapat terasa santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut: (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur sehingga ketika bertutur dapat membuat hati mitra tutur berkenan (angon rasa), (2) pertemukan perasaan anda dengan perasaan mitra tutur sehingga isi komunikasi sama-sama dikehendaki karena sama-sama diinginkan, (3) jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur karena mitra tutur sedang berkenan dihati (empan papan), (4) jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di hadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5) jagalah tuturan agar selalu memperlihatkan bahwa mitra tutur diposisikan pada tempat yang lebih tinggi (sikap hormat), (6) jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira) Selain itu indikator di atas juga dapat dilihat melalui pemakaian kata-kata tertentu sebagai pilihan kata (diksi) yang dapat mencerminkan rasa santun, misalnya : (1) gunakan kata “Tolong” untuk meminta bantuan orang lain, (2) gunakan frasa “Terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan orang lain, (3) gunakan kata “Maaf” untuk ututran yang diperkirakan menyinggung perasaan orang lain, (4) gunakan kata berkenan untuk meminta kesediaan orang lain melakukan sesuatu, (5) gunakan kata “Beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dinilai lebih dihormati dan (6) gunakan kata “Bapak/Ibu” untuk menyebut orang kedua dewasa.

(51) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 34. 2.2.3 Konteks Istilah “Konteks” didefinisikan oleh Mey (1993:38) sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the perticipants in the comunikation process to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible (situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat unjaran mereka dapat dipahami). Mey (1993:42) menekankan konteks dan mengatakan bahwa pragmatik adalah the study of condition. of human. languages uses as these determined by the context of society (kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya) Mulyana (2005: 21) menyebutkan bahwa konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang behubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijaya (1996:2) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980:ix) yang menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of syntactically defined expression depend on the particular conditions of their use in the context (Pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti.

Referensi

Dokumen terkait

Tata cara, sifat, dan ber-taqorub (melakukan pendekatan diri kepada Allah) dengan Ibadah hanya boleh dilakukan dengan cara yang telah disyariatkan dan

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh iklan terhadap minat beli pada pengguna Youtube dengan menggunakan brand recognition sebagai variabel intervening.. Sampel

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa media video youtube merupakan salah satu strategi yang sesuai untuk digunakan dalam mengajar

Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan untuk memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsur pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang

Hasonlóképpen, mivel az aktívabb hitelezési tevékenység normál gazdasági körül- mények között magasabb jövedelmezőséget jelent, ezért azzal a hipotézissel élünk, hogy

Sebab 4 – 5 tahun yang akan datang, lingkungan karangnunggal akan menghasilkan sirsak dalam jumlah yang banyak, selain itu akan terdapat kepompong dalam jumlah besar yang

Pada sesi ini, penulis memberikan kesempatan kepada calon sponsor untuk bertanya mengenai film pendek dogma. Disini penulis menemukan kendala dalam menunggu jawaban

Iklan Baris Iklan Baris BODETABEK Serba Serbi JAKARTA BARAT RUPA-RUPA Rumah Dikontrakan LAIN-LAIN JAKARTA SELATAN JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA TIMUR SERVICE REPARASI