• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi meliputi sistem perkotaan atau pusat

permukiman dalam wilayah, dan sistem jaringan prasarana wilayah yang mendukung.

Pendekatan yang dipakai untuk melakukan kajian dan penetapan sistem perkotaan atau

pusat permukiman tersebut, adalah perpaduan antara model

frontier mercantile

dan model

staple export

dalam teori organisasi pusat-pusat atau organisasi kota-kota (

JW Simmons,

The Organization of The Urban System

).

a.

Model

Frontier Mercantile

, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau

berhierarki berdasarkan pola distribusi aliran barang atau jasa, dari pusat yang lebih

tinggi hierarkinya hingga pusat yang terendah hierarkinya.

b.

Model

Staple Export

, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau

berhierarki berdasarkan pola pemasaran atau koleksi dari produksi di perdesaan dari

pusat yang terendah hierarkinya hingga ke pusat pemasaran yang lebih tinggi

hierarkinya.

c.

Model

Industrial Specialization

, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang

atau berhierarki berdasarkan keterkaitan antar industri (

input-output

), keterkaitan

industri dengan bahan baku, dan keterkaitan industri dengan outlet pemasaran.

d.

Model

Social Change

, melihat hubungan antar pusat-pusat yang berjenjang atau

berhierarki yang karena perubahan sosial mengalami perubahan. Perubahan sosial di

sini terutama dikaitkan dengan unsur-unsur

amenity

(penikmatan) yang banyak

dijumpai di wilayah dengan kegiatan pariwisata.

Secara grafis, penjelasan tentang kedua model tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.1

.

RENCANA STRUKTUR RUANG

WILAYAH PROVINSI BANTEN

(2)

III - 2

Dengan memadukan antara kajian menurut masing-masing model tersebut, selanjutnya

dapat disusun suatu pola hierarki antar pusat-pusat tersebut sebagaimana contoh pada

Gambar 3.2.

Terkait dengan adanya penetapan PKN, PKW, dan PKL dalam RTRW, maka atas dasar

pola hierarki tersebut dapat diidentifikasikan penetapannya. Kemudian dengan melihat

functional economic area

atau

functional service area

yang terbentuk menurut

masing-masing pusat tersebut, dapat pula diindikasikan wilayah pengaruh atau wilayah

pengembangan yang “dilayani” oleh pusat tersebut. Sehubungan dengan antisipasi atau

prediksi ke depan yang hendak dituangkan dalam program pengembangan struktur ruang

tersebut, maka terhadap masing-masing pusat terlebih dahulu dapat dikaji kelengkapan

sarana/fasilitas dan fungsi-fungsi yang diembannya, seperti dengan metode skalogram.

Pembandingan antara hasil kajian dengan metode skalogram tersebut, dengan rencana

yang akan ditetapkan, akan mengindikasikan substansi pengembangan yang diperlukan di

masa datang untuk masing-masing pusat tersebut.

Untuk kajian mengenai fungsi-fungsi yang diemban oleh pusat-pusat tersebut, dapat

didekati dari fungsi kawasan perkotaan (

NUDS, 1985

), yang terdiri atas:

1.

Hinterland services

, atau pusat pelayanan wilayah, yang mencakup pelayanan sosial,

pelayanan ekonomi, dan pelayanan administrasi pemerintahan; sesuai dengan pola

hierarki masing-masing pelayanan tersebut.

2.

Interregional Communication

, atau pusat perhubungan antar wilayah, berdasarkan

jangkauan atau skala pelayanan (misalnya sejak dari skala internasional, nasional,

regional, sampai lokal).

3.

Processing/Manufacturing

, atau industri pengolahan/manufaktur, yang akan

mempunyai kaitan dengan sumber-sumber bahan baku di satu pihak dan dengan

market atau pasar produksinya di lain pihak.

Kajian mengenai fungsi ini akan menjadi masukan penting dalam penetapan sistem

pusat-pusat wilayah yang akan membentuk struktur ruang wilayah, yang lebih jelasnya

mengenai kerangka pendekatan perumusan/penetapan struktur ruang dapat dilihat pada

Gambar 3.3

. Sementara jaringan prasarana wilayah yang mendukung sistem pusat-pusat

tersebut akan disesuaikan atau diselaraskan dengan hierarki pusat-pusat yang akan

didukung atau dilayaninya.

(3)

Gambar 3.1

Model Organisasi Sistem Kota-Kota/Pusat

Sumber : JW Simmons, The Organization of The Urban System

di luar wilayah

yang lebih tinggi

Model Industrial Specialization

Model Social Change

di luar wilayah

yang lebih tinggi

Model Staple Export

ke pusat-pusat

Model Frontier Mercantile

dari pusat-pusat

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

(3)

(4)

III - 4

1 (A)

Hierarki 1

(PKN)?

2A

2B

Hierarki 2

(PKW)?

3A1

3A2

3B1

3B2

Hierarki 3

(PKL)?

Hierarki 4

(Lainnya)

dst.

Contoh FSA / FEA untuk 3A1

Contoh FSA / FEA untuk 3A2

Contoh FSA / FEA untuk 2B

FEA = Functional Economic Area

Keterangan :

FSA = Functional Service Area

Gambar 3.2

(5)

Hierarki 1

(PKN)?

Hierarki 2

(PKW)?

Hierarki 3

(PKL)?

Hierarki 4

Pusat ?

Kecamatan

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Hierarki 5

DPP?

(6)

III - 6

Gambar 3.3

Kerangka Pendekatan

Perumusan/Penetapan Struktur Ruang

Rencana struktur ruang wilayah provinsi merupakan rencana kerangka tata ruang

wilayah provinsi yang dibangun oleh konstelasi pusat-pusat kegiatan (sistem perkotaan)

yang berhirarki satu sama lain dan dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah

provinsi meliputi sistem jaringan transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air,

dan sistem jaringan lainnya yang mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi

pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah provinsi. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana

struktur ruang dapat dilihat pada

Gambar 3.4

.

PKN:

- TANGERANG (Jabodetabek)

- TANGERANG SEL.(Jabodetabek)

- CILEGON

- SERANG

PKW:

- PANDEGLANG

- RANGKASBITUNG

SISTEM PERKOTAAN NASIONAL

(dan Jaringan Prasarana) dalam RTRWN:

Model "Staple Export "

(Sistem Pemasaran/Koleksi Produk Pertanian)

Pemasaran Produk Pertanian/Perdesaan, mulai

dari "desa" terus ke atas, atau mulai dari hirarki

terendah hingga hirarki tertinggi

Model "Frontier Mercantile "

(Sistem Distribusi Barang &

Service Delivery

)

Distribusi barang & "penyampaian pelayanan jasa"

dari pusat-pusat utama terus ke bawah, atau mulai

dari hirarki tertinggi hingga hirarki terendah

Perpaduan/Integrasi

Kedua Model menjadi Satu

Kebijakan (

Policy

) Daerah &

Aspirasi Pengembangan:

- problem solving

- trend modifying

SISTEM PUSAT / PERKOTAAN

- opportunity seeking

(dalam STRUKTUR RUANG WILAYAH

(7)

Gambar 3.4

(8)

III - 8

3.1

Rencana Sistem Perkotaan

Arahan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah sebagai upaya dalam rangka

penyebaran pertumbuhan ekonomi sedemikian rupa sehingga memberikan peluang kepada

penduduk yang secara geografis tinggal di kawasan perdesaan untuk berpartisipasi secara

lebih efektif dalam menghasilkan kegiatan-kegiatan produktif serta memperoleh manfaat

lebih besar dalam proses pembangunan wilayahnya. Sehubungan dengan tujuan tersebut

maka terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1.

Melakukan identifikasi permukiman-permukiman yang dapat secara efektif bertindak

sebagai pusat pelayanan, pusat produksi, dan pusat perdagangan bagi penduduknya

maupun bagi wilayah sekitarnya.

2.

Menentukan kekuatan keterkaitan di antara pusat-pusat permukiman tersebut dan di

antara pusat-pusat permukiman dengan kawasan perdesaan yang menjadi wilayah

belakangnya.

3.

Melakukan deliniasi kawasan-kawasan tersebut yang penduduknya memiliki

kemudahan yang sedikit atau tidak memiliki kemudahan sama sekali terhadap

pelayanan dan fasilitas perkotaan.

Dalam kaitannya dengan ketiga uraian di atas, pada uraian di bagian sebelumnya

telah disusun pendekatan sistem pusat berdasarkan jumlah penduduk dan kelengkapan

fasilitasnya. Selanjutnya dilakukan pula analisi gravitasi dalam rangka identifikasi tingkat

keterkaitan antar pusat serta antar pusat dengan wilayah belakangnya dalam rangka

mendukung struktur perwilayahan, yang disajikan dalam

Tabel 3.1

.

Berdasarkan pendekatan-pendekatan di atas, maka sistem pusat perwilayahan di

Provinsi Banten serta deliniasi wilayah belakangnya dapat ditentukan dan digambarkan,

sebagaimana disajikan dalam gambar pada halaman selanjutnya.

Arahan Sistem Pusat tersebut mengidentifikasikan bahwa di Provinsi Banten akan

terdapat beberapa jenjang sistem pusat, yaitu sebagai berikut.

1.

Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang meliputi perkotaan antara lain Kawasan

Perkotaan Tangerang dan Tangerang Selatan sesuai ketentuan dalam Peraturan

Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur,

selain itu Kawasan Perkotaan Serang dan Cilegon sesuai ketentuan dalam PP No. 26

Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional

(9)

yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

2.

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang meliputi perkotaan antara lain Pandeglang dan

Rangkasbitung sesuai ketentuan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional serta RTRW Provinsi Banten 2002-2017. PKW tersebut

merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi

atau beberapa kabupaten/kota. Penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung sesuai

jenjangnya diperlukan dalam rangka penguatan fungsi kota-kota tersebut. Adapun

yang diusulkan sebagai PKW Promosi (PKWp) antara lain perkotaan Panimbang,

Bayah, Maja, Balaraja dan Teluk Naga.

3.

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang meliputi perkotaan antara lain Labuan, Cibaliung,

Malingping, Tigaraksa, Kronjo, Anyar, Baros, Kragilan. Dengan demikian, maka

kota-kota tersebut perlu didorong sebagai kawasan perkota-kotaan yang berfungsi untuk

melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Penyediaan

prasarana dan fasilitas pendukung sesuai jenjangnya diperlukan dalam rangka

penguatan fungsi kota-kota tersebut sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Potensi perkembangan jumlah penduduk dan potensi perkembangan luasan

kawasan perkotaan mengindikasikan pola perkembangan yang berbeda. Beberapa kawasan

kota dan perkotaan menyatu melalui proses penyatuan antar kawasan (konurbasi)

sedangkan kawasan perkotaan mengalami pemekaran secara monosentris. Berdasarkan

potensi perkembangan kota – perkotaan tersebut hirarki kota – perkotaan di Banten

berdasarkan tipe kota – perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut :

1.

Perkotaan Metropolitan meliputi : Perkotaan Tangerang sebagai bagian dari

Metropolitan Jabodetabekpunjur

2.

Perkotaan Menengah meliputi : Perkotaan Serang, Perkotaan Cilegon

3.

Perkotaan Kecil meliputi: Perkotaan Rangkasbitung, Pandeglang, Saketi, Panimbang

jaya, Labuan, Malingping, Bayah, Maja, Kaduagung Timur, Balaraja, Cikupa,

Cikande, Cikupa, Anyer, Kasemen, Petir.

Perwilayahan Provinsi Banten direncanakan dalam Wilayah Kerja Pembangunan

(WKP) dengan kedalaman penataan struktur pusat permukiman perkotaan, merupakan

(10)

III - 10

upaya untuk mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan yang berkembang

cenderung terus membesar dan berpotensi mendorong perkembangan

mega urban

di WKP

I, menyeimbangkan perkembangan perkotaan lain di wilayah Banten dan mengendalikan

perkembangan kawasan terbangun di perkotaan sesuai daya dukung dan prinsip-prinsip

pembangunan yang berkelanjutan. Penataan Satuan Wilayah Pengembangan dengan

kedalaman hingga penataan struktur pusat permukiman perkotaan, adalah upaya untuk

mendorong perkembangan perkotaan yang serasi dengan kawasan perdesaan secara

optimal dan berkelanjutan. Untuk mendorong perkembangan wilayah maka perkotaan

menengah dan kota kecil perlu didorong perannya melalui penyediaan berbagai fasilitas

dan infrastruktur yang memadai. Efisiensi pelayanan perkotaan ditentukan melalui skala

pelayanan wilayah dengan membentuk perwilayahan, dimana masing-masing WKP

memiliki satu pusat. Untuk itu, maka Propinsi Banten dibagi menjadi 3 Wilayah Kerja

Pembangunan (WKP), yakni: WKP I meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,

dan Kota Tangerang Selatan, WKP II meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota

Cilegon, WKP III meliputi Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.

Adapun arahan fungsi dan peranan masing-masing Wilayah Kerja Pembangunan (WKP)

tersebut meliputi :

a.

Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I diarahkan untuk pengembangan kegiatan

industri, jasa, perdagangan, pertanian, dan permukiman/ perumahan;

b.

Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II diarahkan untuk pengembangan kegiatan

pemerintahan, pendidikan, kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan, pergudangan,

pariwisata, jasa, perdagangan, dan pertambangan;

c.

Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III diarahkan untuk pengembangan kegiatan

kehutanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, kelautan dan perikanan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 3.5

.

Satuan wilayah pengembangan tersebut di atas memiliki fungsi :

Menciptakan keserasian dan keseimbangan struktur ruang wilayah.

Sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah hinterlandnya, diharapkan mampu sebagai

motor penggerak pembangunan.

Sebagai motor penggerak perekonomian wilayah.

Sebagai stimulator bagi perkembangan pembangunan dan pertumbuhan perekonomian

(11)

Satuan wilayah pengembangan diharapkan dapat berperan secara efektif untuk :

Menciptakan keserasian dan keterpaduan struktur ruang secara berhirarkhi dari tingkat

pelayanan lokal, regional dan nasional.

Mendukung strategi kebijakan keruangan dalam pembangunan wilayah Banten.

Mendukung rencana struktur ruang wilayah Banten yang tidak terpisahkan dari

struktur tata ruang wilayah nasional dan struktur tata ruang kota/kabupaten.

Struktur pusat permukiman perkotaan yang menjadi bagian dari perwilayah di dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Banten dibedakan atas struktur pusat permukiman

perkotaan di Metropolitan Jabodetabekpunjur serta di luar metropolitan. Struktur pusat

permukiman perkotaan wilayah Metropolitan merupakan upaya untuk memecah

sentralisasi pusat pelayanan, dan orientasi pelayanan serta kegiatan yang monosentris

kearah Tangerang dan sekitarnya.

Struktur pusat permukiman perkotaan di metropolitan diarahkan tetap dengan konsep

pertumbuhan. Konsep penataannya dengan membentuk pusat pertumbuhan di

masing-masing Satuan Wilayah Pengembangan. Untuk memperbesar efek pertumbuhan di setiap

SWP, maka konsep keterkaitan antar wilayah perlu diintensifkan dengan pola

network

system

.

3.1.1 Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan

ekonomi.

Kawasan perkotaan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria

sebagai berikut :

1)

Wilayah dengan fungsi pemanfaatan ruang sebagai kawasan perkotaan, baik yang telah

ada maupun yang akan ditetapkan pengembangannya, yang mempunyai kepadatan

penduduk tertentu, kelengkapan jenis fasilitas perkotaan, dan sarana-prasarana

transportasi.

(12)

III - 12

2)

Wilayah yang merupakan satu kesatuan wilayah perkembangan kota dan atau

direncanakan sebagai kesatuan wilayah pengembangan perkotaan.

3)

Wilayah yang memiliki kemudahan untuk penyediaan infrastruktur perkotaan dengan

membentuk kesatuan sistem kawasan dengan kawasan perkotaan yang ada.

4)

Wilayah yang mempunyai jarak tertentu dari kawasan perkotaan lainnya yang ada.

5)

Wilayah yang mempunyai jenis dan besaran kegiatan utama budidaya bukan pertanian.

6)

Wilayah yang mempunyai daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk

pengembangan fungsi perkotaan.

7)

Wilayah yang terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian

beririgasi teknis dan bukan kawasan rawan bencana.

8)

Wilayah yang sesuai dengan sistem perkotaan nasional berdasarkan RTRWN.

9)

Wilayah yang dapat mendorong kegiatan ekonomi sesuai dengan fungsi dan perannya.

Dengan definisi tersebut, arahan pengelolaan kawasan perkotaan yang paling

mendasar adalah adanya penataan ruang yang jelas, dan secara luas akan mengarah kepada

beberapa hal sebagai berikut :

1)

Penataan ruang kawasan perkotaan mencakup tiga hal, yaitu perencanaan,

pemanfaatan, dan pengendalian. Ketiganya harus dilaksanakan secara bersamaan

sebagai suatu kesatuan utuh penataan ruang perkotaan.

2)

Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan disesuaikan dengan kedudukan dan fungsi

kawasan perkotaan dalam wilayah maupun nasional.

3)

Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan berpedoman pada aspek

pengelolaan secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi dan estetika lingkungan, serta

kualitas ruang yang dikembangkan atas dasar kemitraan pemerintah, dunia usaha, dan

masyarakat secara menyeluruh.

4)

Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mempunyai kedalaman rencana yang

berbeda menurut besaran kota. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

a)

Strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan

(13)

b)

Strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan kota besar dan kota

sedang.

c)

Pemanfaatan ruang secara rinci untuk kota kecil.

5)

Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk mencapai

keserasian pengembangan kawasan perkotaan secara administratif dan fungsional

dengan pengembangan wilayah sekitarnya serta daya dukung dan daya tampung

lingkungan.

6)

Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan diselenggarakan dengan tetap

memperhatikan hak-hak yang melekat pada penduduk.

Pusat pelayanan jasa pemerintahan Propinsi Banten diarahkan untuk berlokasi di

Kabupaten Serang, dengan lokasi di Kecamatan Curug yang berdampak pada semakin

bertambah luasnya kawasan perkotaan di Kabupaten Serang. Dalam jangka panjang

sebagai implikasi dari pertumbuhan dan perkembangan pelayanan jasa pemerintahan

ini adalah pada kebutuhan peningkatan status administratif kawasan perkotaan pusat

jasa pemerintahan propinsi sebagai kota atau daerah otonom.

Selain itu, dalam rencana struktur ruang nasional, Provinsi Banten ditetapkan

sebagai kawasan andalan dengan mengembangkan sistem kota-kota yang sesuai dengan

daya dukung dan daya tampung serta fungsi kegiatan dominannya. Adapun arahan

pengelolaan kawasan perkotaan di Wilayah Provinsi Banten, meliputi:

a.

Fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan

dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan,

serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.

b.

Fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan

agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis.

c.

Kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi

mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya.

d.

Menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga

keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan

kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan

meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman

Gambar

Diagram Sistem Pusat Permukiman Perdesaan 3.  Pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penelitian itu disatukan dengan kata lain sehingga

Qawlan layyina ini adalah etika komunikasi yang diimbangi dengan sikap dan perilaku yang baik, lemah lembut, tanpa emosi dan caci maki, atau dalam bahasa

Berdasarkan Tabel 2, hasil pengujian menunjukkan bahwa secara bersama-sama orientasi kepemimpinan, inovasi proses, inovasi produk, implementasi inovasi, dan size mempunyai pengaruh

protes karena mobilnya diderek petugas, saat diaprkir di Jalan Raya Gading Kirana, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (8/10). Kasie Wasdal Sudin Per- hubungan Jakut, Hengki

Perancangan sistem aplikasi SPMB berbasis SMS Gateway dan WAP ini, maka dapat memudahkan penyampaian informasi hasil kelulusan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

Kalau Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi penuh kemunafikan, maka itu tidak perlu disang- sikan oleh siapapun karena Tuhan adalah pribadi yang

Kami akan mempertimbangkan hal apa saja yang terlibat dalam mendengarkan, membahas hambatan untuk mendengarkan secara efektif dan cara menguranginya,

Jumlah data dan threshold memiliki hubungan linier yaitu semakin besar jumlah data yang diuji, maka akan semakin sedikit fitur optimal yang diperoleh begitu pula