WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 41 PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG
(Perspektif Pendidikan Agama Hindu) N K. Ratini
N M. Yuliastuti
Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: ratiniketut@yahoo.com
ABSTRAK
Upacara caru pengeruwak seharusnya dilaksanakan sebelum rumah dibangun, karena upacara caru pengeruwak merupakan upacara pembukaan lahan pertama dalam proses pembangunan rumah. Namun kondisi di lapangan justru masih ada masyarakat Hindu yang tidak melaksanakan upacara caru pengeruwak sebelum membangun rumah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) bagaimanakah pemahaman masyarakat Hindu terhadap pelaksanaan upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong? 2) apakah makna pelaksanaan upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong? 3) bagaimanakah nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam upacara caru Pengeruwak di Desa Sausu TambuKecamatan Sausu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong? Teori yang digunakan untuk memecahkan masalah yaitu teori: persepsi, makna dan nilai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, kepustakaan dan teknik analisis data yang digunakan mencangkup tiga langkah yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) menarik kesimpulan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa: 1) pemahaman masyarakat Hindu terhadap pelaksanaan upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu, yaitu dari ke empat belas orang masyarakat Hindu yang dijadikan informan ternyata lebih banyak kurang lebih sembilan puluh persen memahami pelaksanaan upacara caru pengeruwak dibandingkan dengan yang belum paham kurang lebih sepuluh persen; 2) makna yang terkandung dalam upacara caru pengeruak di Desa Sausu Tambu yaitu sebagai menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat buruk, sehingga dapat mencapai keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara bhuwana agung dan bhuwana alit.3) nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu adalah:a) nilai pendidikan etika, terletak pada pelaksanaan upacara caru pengeruwak bertujuan untuk memohon izin atau permisi; b) nilai pendidikan religius, yaitu melaksanakan yajna/upacara harus memiliki keyakinan yang tinggi dan rasa tulus ikhlas, agar pelaksanaan upacara yang dilakukan mendapat vibrasi kesakralan religius.
Kata Kunci: Pemahaman, Upacara, Caru Pengeruwak.
1. Pendahuluan
Kata Caru dalam Bahasa Jawa-Kuno/Kawiartinya korban (binatang), sedangkan caru dalam bahasa Sansekerta artinya keseimbangan atau keharmonisan. Oleh karena itu, Caru adalah korban (binatang) yang digunakan untuk memohon
keseimbangan dan keharmonisan (Palguna, 2011: 11).Caru pengeruwak adalah upacara pembukaan lahan pertama untuk pembangunan rumah/tempat tinggal. Upacara caru ini dipersembahkan manusia kepada sang bhuta sebelum peroses pembangunan rumah. Upakara caru pengeruwakcarunya bisa
42 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 menggunakan seekor ayam berumbun atau
segehan agung, segehan kepel(Tim Penyusun, 34: 2008).
Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong. Ternyata masih ada masyarakat yang kurang memahami makna dan nilai-nilai pendidikan agama yang terkandung dalam pelaksanaan upacara caru pengeruwak. Hal yang terjadi di masyarakat, ada umat memulai membangun rumah tanpa melaksanakan upacara pengeruwakanterlebih dahulu, namun upacara dilaksanakansatu kali saja pada saat pemelaspasan rumah.Berdasarkan fenomena di atas membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai Upacara Caru pengeruwakyaitu Pemahaman Upacara Caru pengeruwak Masyarakat Hindu di Desa Sausu Tambu, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Perspektif Pendidikan Agama Hindu). Maka dapat diruumuskan permasalahan berikut: 1) bagaimanakah pemahaman masyarakat Hindu terhadap pelaksanaan upacara Caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong ? 2) apakah makna pelaksanaan Upacara Caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong ? 3) Bagaimanakah nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam Upacara Pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong ?.
Ruang lingkup penelitian ini merupakan pembatas permasalahan penelitian agar
terfokus pada pemahaman, makna, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara caru pengeruwak masyarakat Hindu/Bali di Desa Sausu Tambu, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong. Upacara caru pengeruwak dibatasi pada pembangunan rumah atau tempat tinggal dan nilai-nilai pendidikan agama dibatasi pada nilai pendidikan etika dan relegius.
Penelitian dilakukan di Desa Sausu Tambu. Mulai dari oservasi, wawancara sampai pengolahan dan penyususnan penelitian membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan yaitu dari 10 Mei sampai dengan 15 Juni 2015. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara. Teknik observasi yang digunakan adalah observasi bebas karena peneliti benar-benar tidak terlibat dalam pelaksanaan upacara. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara tak berstruktur karena dalam proses penelitian peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis. Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling karena peneliti menentukan informan yang akan diwawancarai seperti pemangku, sarati, tokoh-tokoh umat dan masyarakat. Data skunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada. Penelitian ini yang termasuk data skunder yaitu buku-buku yang berkaitan dengan upacara caru pengeruwak.Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif. metode kualitatif dilakukan pada
WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 43 saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah pengumpulan data dalam periode tertentu.
2. Hasil dan Pembahasan
a. Pemahaman Masyarakat Hindu terhadap Pelaksanaan Upacara Caru Pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong.
Pemahaman masyarakat tehadap pelaksanaan upacara caru pengeruwak sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat ataupun di dalam rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara dengan I Nengah Pangsek (wawancara, tanggal 15 Mei 2015) mengatakan bahwaupacara caru pengeruwak sangat penting dilaksanakan oleh masyarakat bila akan membangun rumah. Caru pengeruwak yang digunakan itu menggunakan ayam berumbun dan boleh juga mecaru menggunakan segehan agung, segehan kepelan serta segehan cacahan. Mantram untuk nganteban segehan dan caru juga berbeda tetapi tujuannya sama. Kemudian setelah pelaksanaan upacara caru pengeruwak dilanjutkan dengan pengukuran lahan dan yang terakhir dilanjutkan dengan peletakan dasar bangunan. Setelah semua upacara tersebut sudah selesai dilaksanakan, barulah bisa memulai mendirikan sebuah bangunan.
Berdasarkan wawancara tesebut bahwa Nengah sudah paham terhadap pelaksanaan upacara caru pengeruwak. Pembahasan di atas sudah relevan dengan teori persepsi yang menjelaskan bahwa proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat akan muncul jika seseorang sudah mengetahui cara melaksanakan dan sudah pernah melaksanakan otomatis akan paham. Pelaksanaan upacara tersebut akan dipahami jika seseorang selalu melihat, mendengar, menghayati, dengan perasaan yang ingin tahu bagaimana proses pelaksanaan upacara caru pengeruwak dan sudah terbiasa melaksanakannya maka pemahaman tersebut akan melekat pada diri/ingatan setiap orang.
b. Makna Pelaksanaan Upacara Caru Pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong
Makna dalam pelaksanaan upacara yajna sangatlah penting dipahami oleh masyarakaat Hindu apalagi orang yang menyelenggarakan upacara yajna. Seperti makna yang terkandung dalam Pelaksanaan Upacara Caru Pengeruwak. Berdasarkan hasil wawancara dengan I Gede Ardana (wawancara, tanggal 13 Mei 2015) mengungkapkan bahwa makna dari pelaksanaan upacara caru pengeruwak yaitu untuk menghilangkan semua kekuatan-kekuatan yang bersifat buruk yang telah bersemayam di dalam lingkungan atau dalam diri manusia.Selain itu ada pula masyarakat yang belum memahami yaitu Hal yang disampaikan oleh Ni Wayan Suma Wati (wawancara, tanggal 15 Juni 2015) beliau
44 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 mengatakan bahwa saya belum terlalu
memahami upacara ngeruwak, yang saya tahu hanya sedikit-sedikit bahwa makna dari pelaksanaan upacara caru pengeruwak itu maknanya agar tanah yang akan dijadikan tempat pembangunan rumah tersebut dapat dibersihkan melalui pelaksanaan upacara pengeruwakan.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut bahwa Gede Ardana sudah memahami makna yang terkandung di dalam pelaksanaan upacara caru pengeruwak. Namun Wayan Suma Wati kurang memahami makna pelaksanaan upacara caru pengeruwakan tersebut. Maka pembahasan di atas sudah relevan dengan teori yang digunakan, yaitu teori makna yang menjelaskan bahwa makna adalah suatu konsep yang paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam Upacara Caru Pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong.
1) Nilai Pendidkan Etika
Nilai pendidikan etika yang terkandung dalam pelaksanaan upacara caru pengeruwakterletak pada proses pelaksanaan upacara caru pengeruwak. Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan dengan Ni Nyoman Sukarti (wawancara, tanggal 14 Juni 2015) menyatakan bahwa dalam melaksanakan upacara caru pengeruwak yang paling pertama kita pahami adalah bagaimana etika dalam melaksanakan upacara tersebut, nilai etikanya
adalah nilai tata krama yaitu bertujuan untuk memohon izin, atau permisi kepada yang bersemayam di areal tersebut. berdasarkan wawancara tersebut, bahwa Nyoman Sukarti sudah mengetahui nilai pendidikan etika yang terkandung dalam upacara caru pengeruwak. 2) Nilai Pendidikan Religius
Bhagawad Gita VII Sloka VII menjelaskan bahwa:
Sa taya sraddhaya yuktas Tasyaradhanam ihate, Labhate ca tatah kaman Mayaiva vihitan hi tan. Artinya:
Berpegang teguh pada kepercayaan itu, mereka sibuk pada keyakinan wujud itu pula dan dari ppadanya mereka memperoleh yang diperoleh yang diharapkan, yang sebenarnya hanya dikabulkan oleh-Ku (Pudja, 1999: 197).
Berdasarkan sloka di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam melasanakan upacara yajna khususnnya upacara caru pengeruwak melaksanakan dengan penuh keyakinan dan kepercayaan. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ni Wayan Suiri (wawancara, tanggal 27 Mei2015) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan upacara caru pengeruwak agar mendapatkan nilai religius, maka yang melaksanakan upacara yajna tersebut harus memiliki rasa tulus ikhlas dalam beryajna dan disertai keyakinan kalau upacara yang dihaturkan dipersembahkan kepada yang dituju. Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa Wayan sudah memahami nilai pendidikan religius yang terkandung dalam upacara caru pengeruwak.
WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 45 Hasil wawancara di atas sangat relevan
dengan teori nilai. Teori nilai merupakan gagasan kolektif (bersama-sama) apa yang dianggap baik, penting, diinginkan, dan dianggap layak. Sekaligus yang dianggap tidak baik, tidak penting, tidak layak diinginkan dan tidak layak dalam hal kebudayaan. Sesuai dengan hasil wawancara dengan informan bahwa nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan upacara caru pengeruak adalah nilai pendidikan etika dan nilai pendidikan religius. Nilai pendidikan etika yaitu untuk memohon izin atau permisi kepada ibu pertiwi dan kepada butha kala kalau tanah tersebut akan dijadikan tempat membangun rumah. Sedangkan, nilai pendidikan religius yaitu, pelaksanaan upacara yajna harus memiliki kepercayaan dan keyakinan dalam melaksanakan upacara. Agar dalam pelaksanaan yajna mendapatkan vibrasi kesakralan yang religius.
3. Simpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis data terhadap Pemahaman Upacara Caru pengeruwak Masyarakat Hindudi Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutongdapat disimpulkan bahwa:
a. Pemahaman masyarakat terhadap upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong, yaitu dari ke14masyarakat Hindu yang dijadikan informan ternyata lebih banyak memahami pelaksanaan upacara caru pengeruwak dibandingkan dengan yang belum paham.
b. Makna yang terkandung dalam upacara caru pengeruak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong yaitu sebagai menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat buruk, sehingga dapat mencapai keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara bhuwana agung dan bhuwana alit.
c. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam upacara caru pengeruwak di Desa Sausu Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong adalah:
1) Nilai pendidikan etika, terletak pada pelaksanaan upacara caru pengeruwak bertujuan untuk memohon izin atau permisi.
2) Nilai pendidikan religius, yaitu melaksanakan yajna/upacara harus memiliki keyakinan yang tinggi dan rasa tulus ikhlas, agar pelaksanaan upacara yang dilakukan mendapat vibrasi kesakralan religius.
DAFTAR PUSTAKA
Arwati, Ni Made Sri. 2008. Berbagai Jenis Caru. Denpasar : Upada Sastra.
Bungin, Burhan.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Danim, Sudarmawan. 2009. Menjadi Peneliti Kualitatif (Ancangan Metodologi, Prestasi, Dan Puplikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan Dan Humaniora. Bandung: CV Pustaka Setia.
46 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 Gawati, Ni Ketut. 2013. Makna Dan Susunan
Komponen Daksina Dalam Banten Pejati Pada Persembahyangan Purnama Dan Tilem Di Pura Agung Wanakertha Jagatnatha. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Agama Hindu Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
Iqbal, H. 2002. Metodologo Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Gihalva Indonesia. Kaelan. 2005. Metodepenelitian Kualitatif
bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma Karmini, Ni Wayan dkk. 2003. Buku
Pelajaran Agama Hindu SMU Kelas 2. Jakarta: Ganeca Exact.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rasda Karya.
Mudita, I Wayan. 2011. Upacara Caru Panca Sata Pada Piodalan Di Pura Brahmayoga Desa Balinggi Jati Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong.Tesis. Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Agama Hindu Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
Muhammad, Farouk dan H. Djaali. 2005. Metodologi Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: PTIK Press & Restu Agung. Mustofa, Zainal EQ. 2009. Mengurai Vareabel
Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Patrayana, I Wayan. 2010. Makna Pendidikan Etika Pada Rangkaian Pelaksanaan Upacara Hari Tumpek Wariga Di Desa
Lilimonkecamatan Bulu Taba Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Agama Hindu Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
Pudja, I Gede. 2005. Bhagawad Gita (Pancama Veda). Surabaya: Paramita. Putra, Mas, I.G.A Nyoman Dan Ida Bagus
Oka. 1975. Catur Yajna. Tabanan: Pemerintah.
Putra, Muterini, Mas, I.G.A Nyoman. 1988. Panca Yajna. Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi.
Ratna, KuthaNyoman. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ridwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Saptono dkk. 2006. Sosiologi Kelas X. Jakarta:
Phibeta.
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2012. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1986. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES..
Suarjaya, I Wayan dkk. 2008. Panca Yadnya. Denpasar: Widya Dharma.
Subagyo, Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Sudana, Arya, I Gede. 2013. Pemahaman dan implementasi konsep tri kerangka dasar
WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 47 agama hindu pada persembahyangan
purnama dan tilem di pura agung linggalasti dusun santibaru desa kasimbar selatan kecamatan kasimbar kabupaten parigi moutong.Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Agama Hindu Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.
Sudarsana, I B Putu. 1998. Filsafat Yajna. Denpasar: Yayasan Dharma Acarya. Suci, Sang Ayu Made. 2010. Nilai-Nilai
Pendidikan Agama Satya Dalam Ajaran Satya Brata Wanita Hindu di desa Tolai Dalam Zaman Globalisasi. Skripsi (Tidak diterbitkan) Palu: Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Sugiyono. 2007. Memahami penelitian
kualitatif. Bandung: Alfabeta.
. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Surayin, Ida Ayu Putu. 2004.
Upakara-Upacara Yajna. Surabaya: Paramita. Suwendi, I Made. 2013. Wacana Ritual Caru
pengeruwakAyam Brumbun Sebuah Analisis Linguistik Kebudayaan.
Denpasar: Universitas Udayana (http://www.pps.unud.ac.id/tesis/detail-652.html), diakses tanggal, 17 Februari 2015. Pukul 23:15.
Tholm. 2000. Teori persepsi. (http://www.framait.blogspot.com/2011/1 1/teori-persepsi.html), diakses tanggal, 5 Februari 2015. Pukul 15:27.
Tim Penyusun. 2004. Buku Pelajaran Agama Hindu SLTA Kelas 2. Surabaya: Paramita. . 2008. Panca Yajna. Denpasar: Widya
Dharma.
. 2010. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Kementrian Agama Republik Indonesia.
. 2012. Antropologi Budaya. Denpasar: Universitas Hindu Indonesia.
Yostra, I Ketut. 2010. Pelaksanaan Upacara Caru Nangluk Mrana Di Desa Rajawali Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Agama Hindu Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah.