• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eni Hidayati, Sri Widodo Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya No.18 Kota Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eni Hidayati, Sri Widodo Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya No.18 Kota Semarang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

130

KOTA SEMARANG

(The Effect Of Supportive Group Therapy To Overcome Stress Ability For Tbc

Clients In The Semarang City)

Eni Hidayati, Sri Widodo Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya No.18 Kota Semarang

Email: eni.hidayati@unimus.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terapi kelompok suportif terhadap kemampuan mengatasi stress pada klien TBC. Desai penelitian quasi exsperimental, pre-post test without control group. Tempat penelitian di wilayah Kota Semarang. Sampel penelitian adalah klien TBC yang sesuai dengan criteria inklusi, yaitu 20 klien. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kemampuan klien mengatasi stress pada klien TBC sebelum dan sesudah diberikan terapi kelompok suportif. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dilakukan terapi kelompok suportif yang dilakukan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat dengan spesialis keperawatan jiwa.

Kata kunci : Kemampuan klien, TBC, Terapi kelompok suportif

ABSTRACT

The purpose of this study to determine the supportive group therapy to the client's ability to cope with stress in TBC. Desai quasi exsperimental research, pre-post test control group without. Research site in the city of Semarang. The samples were TB clients who met the criterion of inclusion, which is 20 clients. The results showed no significant differences in the client's ability to cope with stress on the client tuberculosis before and after supportive group therapy. Recommendation of this study is the need for supportive group therapy conducted at the Community Health Center Lung specialist psychiatric nursing.

(2)

PENDAHULUAN

Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial. Apabila fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan sosialpun sehat, demikian pula sebaliknya, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnyapun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara

menyeluruh sehingga kesehatan jiwa

merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan.

Seseorang dikatakan sehat jiwa menurut Stuart dan Laraia (2005) apabila terpenuhi kriteria memiliki perilaku positif, tumbuh kembang dan aktualisasi diri, memiliki integritas diri, memiliki otonomi, memiliki persepsi sesuai realita yang ada

serta mampu beradaptasi dengan

lingkungannya sehingga mampu

melaksanakan peran sosial dengan baik. Maslow (1970, dalam Shives, 2005) menyatakan bahwa seseorang yang sehat jiwa mampu mengaktualisasikan dirinya yang ditunjukkan dengan memiliki konsep diri positif dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain dan lingkungannya, terbuka dengan orang lain, membuat keputusan berdasarkan realita yang ada, optimis, menghargai dan menikmati hidup, mandiri dalam berfikir dan bertindak sesuai

dengan standar perilaku dan nilai-nilai,

serta kreatif menggunakan berbagai

pendekatan dalam penyelesaian masalah. Klien gangguan jiwa sebenarnya masih bisa dilatih untuk hidup produktif, namun stigma dari masyarakat membatasi

mereka untuk mengembangkan

kemampuannya. Gangguan jiwa selama berpuluh-puluh tahun dianggap sebagai penyakit yang membahayakan karena tidak mampu mengendalikan psikologis dan emosi sehingga sering ditunjukkan dengan respon perilaku yang aneh dan amarah. Kejadian ini membuat kebanyakan individu meyakini bahwa mereka perlu diasingkan dari masyarakat dan dirawat di rumah

sakit (Videbeck, 2008). Pandangan

masyarakat yang keliru akan semakin merugikan klien gangguan jiwa dan keluarga mereka, oleh karena itu perlu pemahaman yang tepat mengenai gangguan jiwa di tengah-tengah masyarakat.

Terapi kelompok Suportifmerupakan

sekumpulan orang-orang yang berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap issue-isue dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan (Grant-Iramu, 1997 dalam Hunt, 2004). Sedangkan menurut Heller, dkk. (1997, dalam Chien, Chan, & Thompson, 2006), hasil penelitian mengindikasi peer support

(3)

(dukungan kelompok) berhubungan dengan peningkatan fungsi secara psikologis. Sedangkan dukungan yang bermanfaat adalah suatu proses pastisipasi dimana

terjadi aktifitas berbagi pengalaman

(sharing experiences), situasi, dan masalah yang difokuskan pada prinsip memberi dan menerima, mengaplikasikan keterampilan swabantu (self help), dan pengembangan pengetahuan.

TBC itu sendiri merupakan hasil dari proses belajar dalam cara menyelesaikan masalah untuk teratur minum obat dalam jangka waktu enam bulan sehingga banyak klien yang mengalami putus obat karena ketidaktahuan klien pentingnya keteraturan dalam mengkonsumsi obat. Perilaku inilah yang membuat penderita TBC mengalami stres dengan penyakitnya dan malas dalam keteraturan minum obat. Perilaku inilah

dipelajari melalui imitasi ataupun

reiforcement yang diberikan baik melalui diri klien, keluarga, lingkungan sekitar klien dan media sehingga mempengaruhi penilaian klien dalam menginterprestasikan situasi, orang dan lingkungan sekitarnya, sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara kejadian eksternal dengan perilaku agresif (Shott, 1995). Namun karena situasi atau kejadian diinterprestasikan sebagai ancaman maka klien bereaksi dengan

berperilaku agresif. Ini berarti cara berpikir seseorang akan mempengaruhi perilakunya di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu klien juga dilatih untuk dapat berperilaku positif di lingkungan sekitarnya terhadap stressor yang dihadapinya sehinga dapat berperilaku lebih adaftif dalam menghadapi situasi-situasi kehidupan dimasa yang akan datang.

Mengingat bahwa tingkat

kekambuhan pada penderitan TBC di wilayah kota Semarang sangat tinggi. Dari informasi beberapa keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit TBC, bahwa apabila klien berada di rumah

dibiarkan melakukan kegiatan yang

disenangi, klien sering batuk – batuk di sembarang tempat, bila batuk tidak di tutup, sering di jauhi anggota masyarakat karena penyakitnya, penderita kadang stress dengan seringnya minum obat dengan terputusnya minum obat makan akan menampah tingkat stress yang

berkepanjangan, jarang melakukan

interaksi yang efektif dengan lingkungan,

keluarga merasa khawatir kalau

memaksakan klien untuk melakukan

kegiatan, klien akan kambuh kembali. Ini

menjadi pertimbangan peneliti untuk

mengetahui pengaruh terapi kelompok suportif terhadap kemampuan mengatasi

(4)

stres pada klien TBC di Wilayah Kota Semarang.

BAHAN DAN METODE

Rangcangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”Quasi experimental pre-post test without control group

dengan intervensi terapi kelompok suportif

(TKS).

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengatasi stres pada klien TBC sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan berupa terapi

kelompok suportif. Penelitian juga

membandingkan perbedaan dua kelompok klien TB yaitu kelompok intervensi dan kelompok control.

Waktu pelaksanaan terapi sesuai dengan kesepakatan kelompok. Pertemuan akan dilaksanakan seminggu dua kali atau dua minggu sekali disesuaikan dengan kebutuhan klien dengan alokasi waktu selama kegiatan 40- 50 menit. Tempat pelaksaanaan terapi ini menggunakan

setting BKPM Kota Semarang sehingga dapat dilakukan di ruangan yang telah disediakan, ruangan pertemuan, ataupun sarana lainnya yang tersedia di BKPM Kota Semarang.

Agar analisis penelitian

menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang peneliti harus lalui yaitu editing, coding, processing, dan cleaning.

HASIL

1. Analisa univariat

a. Karakteristik responden

Hasil analisis menggambarkan

distribusi klien terapi kelompok suportif. Analisis usia dan frekuensi

dirawat dilakukan dengan

menggunakan distribusi frekuensi yang hasilnya dapat dilihat di tabel 5.1

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi klien TBC berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan, diwilayak Kota Semarang, Nopember 2013

No Karakteristik N % 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. perempuan 12 8 57,1 42,9 2 Status Perkawinan a. Kawin b. Tidak Kawin c. Janda 6 8 3 26,2 54,8 9,5

(5)

No Karakteristik N % d. Duda 3 9,5 3 Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. Perguruan Tinggi 5 10 3 2 33,3 50 11,9 4,8 4 Pekerjaan a. Buruh b. Karyawan Swasta c. Wiraswasta d. PNS 10 5 5 0 50 25 25 0

Hasil analisis pada tabel di atas karakteristik klien pada penelitian ini dengan proporsi terbanyak adalah laki-laki 57,1%. Klien bertatus tidak kawin 54,8%, pendidikan

SMP 50%, Pekerjaan sebagai buruh

sebanyak 50%.

b. Kemampuan mengatasi stress pada klien

TBC sebelum dilakukan terapi kelompok suportif

Tabel 5.3. Analisis kemampuan mengatasi stress pada klien TBC Di wilayah Kota Semarang, Nopember 2013

Kelompok Mean SD Min-Max 95%CI

1. Pengetahuan klien tentang

TBC

16.93 2.349 21-23 5.134-9.004

2. Perilaku kepatuhan minum

obat tbc

22.84 1.945 25-31 3.123-5.431

Tabel di atas memperlihatkan kemampuan mengatatasi stress pada klien TBC sebelum dilakukan terapi kelompok suportif dilihat dari kemampuan pengetahuan klien sebesar 16.93 dengan standar deviasi 2.349, nilai minimal 21 dan nilai maksimal 23. Kemampuan perilaku kepatuhan minum obat TBC dengan nilai rata-rata 22.84

dengan standar deviasi 1.945, nilai

minimum 25 dan nilai maksimal 31.

2. Analisis bivariat

Bagian ini membahas analisis

kemampuan klien mengatsi stress pada

klien TBC meliputi hubungan

kemampuan pengetahuan klien tentang tbc dan kemampuan perilaku klien dalam kepatuhan minum obat TBC

(6)

sebelum adan sesudah dilakukan terapi kelompok suportif.

3.1.Perbedaan kemampuan sebelum dan sesudah pemberian terapi kelompok suportif

a. Perbedaan kemampuan klien

mengatasi stress sebelum dan

sesudah pemberian terapi

kelompok suportif dengan

kemampuan pengetahuan klien tentang penyakit TBC.

Tabel 5.4. Analisis skor kemampuan pengetahuan tentang TBC sebelum dan sesudah pemberian terapi kelompok suportif di wilayah Kota Semarang, Nopember 2013

Variabel Pengetahuan tentang TBC

N Mean SD SE T P value

Sebelum 20 18.93 2.524 0,56 0.0000

Sesudah 26.00 5.021 0,52 -17,26

Selisih 7.04 2.497 0.04

Berdasarkan tabel 5.4 terdapat selisih skor rata-rata kemampuan pengetahuan tentang

penyakit TBC sebelum dan sesudah

pemberian terapi kelompok suportif sebesar 7.04. hasil uji statistic dependent t-test didapatkan p=0.000, artinya ada perbedaan yang signifikan kemampuan pengetahuan tentang penyakit TBC sebelum dan sesudah

pemberian terapi kelompok suportif klien TBC di BPKM Kota Semarang.

b. Perbedaan kemampuan klien

mengatasi stress sebelum dan

sesudah pemberian terapi kelompok suportif dengan kemampuna klien dalam kepatuhan minum obat TBC

Tabel 5.5. Analisis skor perbedaan kemampuan klien mengatasi stress dalam kepatuhan minum obat TBC sebelum dan sesudah pemberian terapi kelompok suportif di wilayah Kota Semarang,

Nopember 2013

Variabel

Kemampuan perilaku minum obat TBC

N Mean SD SE T P Value

Sebelum 20 50.90 6.243 0,58 0.000

Sesudah 76.68 8.453 0,52 -16,23

Selisih 25.78 2.21 0,02

Berdasarkan tabel 5.5 terdapat selisih skor rata-rata klien mengatasi stress dalam kepatuhan minum obat TBC sebelum dan

sesudah pemberian terapi kelompok suportif sebesar 25.78. Hasil uji statistic dependent t-test didapatkan p=0.000, artinya ada

(7)

perbadaan yang signifikan kemampuan mengatasi stress dalam minum obat TBC sebelum dan sesudah pemberian terapi

kelompok suportif di BPKM Kota

Semarang.

3.2.Hubungan karakteristik klien dengan kemampuan mengatasi stress pada klien TBC

a. Hubungan karakteristik klien dengan

kemampuan pengetahuan klien

tentang TBC

Tabel 5.7. Analisis jenis kelamin dengan kemampuan pengetahuan klien tentang TBC di wilyah Kota Semarang Karakteristik klien Pengetahuan klien N Mean SD SE T P Value Jenis Kelamin 20 38.79 10.86 2.01 0.660 1.000

Hasil uji statistic dependent t-test di dapat tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kemampuan pengetahuan setelah pemberian terapi kelompok suportif pada

klien TBC di wilayah Kota Semarang (p>0.05).

Tabel 5.8. Analisis hubungan pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan klien dengan kemampuan pengetahuan klien tentang TBC di wilayah Kota Semarang

Karakteristik klien Pengetahuan klien

N Mean Df F P Value 1. Pendidikan 20 25.679 28 0.865 0.468 2. Pekerjaan 20 24.752 28 1.460 0.241 3. Status perkawinan 20 25.731 28 0.738 0.724

Hasil uji statistic Anova di dapat tidak ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan dengan kemampuan pengetahuan klien setelah pemberian terapi kelompok suportif pada klien TBC di wilayah Kota Semarang (p>0.05).

b. Hubungan karakteristik klien dengan

kemampuan klien minum obat TBC Hubungan karakteristik klien dengan kemampuan klien minum obat TBC menurut jenis kelamin dengan analisis korelasi pearson yang dapat dilihat pada tabel 5.9.

(8)

Tabel 5.10. Analisis hubungan jenis kelamin klien dengan kemampuan klien minum obat TBC di wilayah Kota Semarang

Karakteristik klien

Kemampuan klien minum obat TBC

N Mean SD SE T P Value

Jenis Kelamin

20 35.79 14.68 2.55 0.560 0.562

Hasil uji statistik dependent t-test di dapat tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kemampuan minum obat TBC

setelah dilakukan terapi kelompok suportif di wilayah Kota Semarang (p>0.05).

Tabel 5.11. Analisis hubungan pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan dengan kemampuan klien minum obat TBC di wilayah Kota Semarang

Karakteristik klien Kemampuan klien minum obat TBC P Value

N Mean Df F

1. Pendidikan 20 34.151 38 0.946 0.286

2. Pekerjaan 20 36.196 38 0.190 0.528

3. Status Perkawinan 20 35.145 38 0.577 0.535

Hasil uji statistic Anova didapat tidak ada hubungan antara pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan dengan kemampuan klien minumobat TBC setelah pemberian terapi kelompok suportif di wilayah Kota Semarang (P>0.05).

PEMBAHASAN

a. Perbedaan kemampuan mengatasi

stress klien TBC dalam sebelum dan sesudah pemberian terapi kelompok suportif

1. Pengetahuan klien tentang TBC

sebelum dilakukan terapi kelompok suportif.

Hasil penelitian yang menunjukkan

kemampuan pengetahuan klien

tentang penyakit TBC di wilayah Kota Semarang sebelum terapi kelompok berada pada rentang sedang dan kurang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Keliat (2003) menyebutkan pada klien perilaku kekerasan merupakan salah satu gejala yang menjadi alasan bagi keluarga dank lien untuk merawat

klien di Rumah sendiri.

Kemampuan klien tentang penyakit TBC merupakan alasan tersendiri

bagi klien untuk mengetahui

tentang TBC bagi klien yang tidak teratur dalam meminum obat TBC

dengan baik. Berdasarkan hal

(9)

kemampuan mengatsi stress pada klien TBC sehingga memiliki

pemahaman dan kemampuan

mengatasi dalam menghadapi

penyakit TBC.

2. Pengetahuan klien tentang TBC

setelah mendapatkan terapi

kelompok suportif.

Pada bagian ini akan dibahas tentang pengaruh terapi kelompok

suportif terhadap kemampuan

pengetahuan klien tentang TBC adan kemampuan klien minum obat TBC.

2.1. Pengaruh terapi kelompok

suportif terhadap kemampuan klien tentang TBC

Hasil penelitian menunjukkan p value lebih kecil dari alpa, dengan nilai p sebesar 0.000 (p > a; 0.05) ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan terhadap kemampuan klien tentang pengetahuan TBC.

Dengan restruktrurisasi

pengetahuan klien akan

membantu peningkatan

pengetahuan klien lebih baik. Terapi kelompok suportif terdiri dari tiga prinsip dasar yaitu ekspresi perasaan, dukungan

social dan ketrampilan

manajemen kognitif. Dukungan sosial dan ekspresi perasaan memberikan dorongan emosi yang kuat bagi anggotanya kelompok dan mengembangkan sumber pendukung yang baru bagi mereka. Keliat & Sinaga (1991), bahwa latihan asertif akan melatih setiap individu menrima diri sebagai orang yang mengalami stress dan membantu mengepresikan diri dalkam menemunkan alasan kenapa mengalami stress.

Dari hasil penelitian dan

menjelaskan di atas

menunjukkan bahwaq

pemberian terapi generalis dan terapi kelompok suportif efektif

untuk meningkatkan

kemampuan pengetahuan klien TBC sehingga lebih adaptif

dalam menghadapi suatu

adanya stressor.

2.2. Pengaruh terapi kelompok

suportif terhadap kemampuan klien minum obat TBC

Hasil penelitian menunjuk

bahwa terdapat yang bermakna terhadap kemampuan minum

(10)

obat TBC setelah mendapat terapi kelompok suportif. Hasil analisis penelitian menunjukkan p value lebih kecil dari alpa, dengan nilai p sebesar 0.000 (p > a; 0.05). Pemberian terapi kelompok suportif berdampak respon kemampuan yang cukup besar. Terapi kelompok suportif merupakan salah satu jenis terapi kelompok untuk merubah perilaku kematuhan minum obat TBC, perubahan perilaku dilatih

melalui tahapan-tahapan

tertentu sehingga perubahan

perilaku diharapkan akan

dipelajari, memperlajari

perilaku baru melalui petunjuk dan demostrasi, role play yaitu mempratekkan perilaku dengan memberikan umpan balik dan mengaplikasikan perilaku baru dalam situasi nyata. Penelitian

oleh Renidayati (2008)

menyatakan pemberian terapi

sosial skill training untuk

meningkatkan kemampuan

mengatasi perilaku dalam

berkomunikasi yang dilakukan dengan empat tahapan tersebut,

menunjukkan hasil hasil yang signifikan.

b. Hubungan karakteristik klien dengan

kemampuan pengetahuan klien tentang TBC dalam mengatasi stress pada klien TBC

Hasil penelitian menunjukkan ada kontribusi karakteristik klien terhadap kemampuan mengatasi stres pada klien TBC. Hal ini membuktikan bahwa perubahan kemampuan pengetahuan klien pada penelitian ini tidak

semata-mata karena pemberian terapi

kelompok suportif, tetapi juga

dipengaruhi oleh karakteristik yang lain, yang dibahas sebagai berikut :

1. Jenis kelamin dengan kemampuan

pengetahuan klien tentang TBC

Hasil analisis jenis kelamin

menunjukkan jenis kelamin tidak ada hubungan antara kemampuan pengetahuan tentang TBC dengan p value lebih besar dari alpa, dimana nilai p sebesar 0.468 (p > a; 0.05). besarnya jumlah klien yang berjenis kelamin laki-laki mempengaruhi hasil penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Townsed 2009 yang merupakan jenis kelamin

mempengaruhi kemampuan

(11)

kemampuan pengetahuan klien tentang TBC, Dimana laki –laki lebih tinggi pengetahuannya dari pada klien perempuan.

2. Status perkawinan dengan

kemampuan pengetahuan klien

tentang TBC

Hasil analisis penelitian

menunjukkkan status perkawinan menu njukkan tidak ada hubungan

yang bermakna antara status

perkawinan dengan kemampuan mengatasi perilaku kemampuan pengetahuan klien tentang TBC dengan nilai p sebesar o.468 (p < a; 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa

dukungan pasangan akan

meningkatkan kemampuan

pengetahuan tentang penyakit TBC.

3. Pendidikan dengan kemampuan

pengetahuan klien tentang Hasil

analisi penelitian menunjukkan

tidak ada hubungan yang bermakna

antara pekerjaan dengan

kemampuan pengetahuan kloien tentang TBC. Ini ditunjukka dengan oleh nilai p sebesar 0.241 (p < a ; 0.005). hal ini sesuai dengan pendapat Struat & Laraia (2005) b

TBCahwa pendidikan dapat

dijadikan tolak ukur kemampuan

mengatasi stress seseorang, factor

pendidikan mempengaruhi

kemampuan mengatasi seseorang menyelesaikan masalah.

4. Pekerjaan dengan kemampuan klien

tentang TBC

Hasil analisis penelitian

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kemampuan pengetahuan

klien tentang TBC. Hal ini

ditunjjukan dengan nilai p sebesar 0.724 (p < a ; 0.05). seseorang

memiliki pekerjaan akan

meningkatkan stimulus yang

bersifat baik untuk klien TBC terhadap pengetahuan klien tentang TBC.

c. Hubungan karakteristik klien dengan

kemampuan klien minum obat TBC dalam mengatasi stress pada klien TBC

1. Jenis kelamin dengan kemampuan

perilaku kepatuhan minum obat Analisi menunjukkan bahwa jenis

kelamin dengan kemampuan

perilaku nkepatuhan minum obat TBC adalah tidak ada hubungan yang bermakna, hal ini ditunjukkan

dari hasil analisis statistic

menunjukkan p lebih besar (p < a; 0.05).

(12)

2. Status perkawinan dengan kemampuan perilaku kepatuhan minum obat

Dari hasil analisis menujukkan p lebih besar 0,535 (p < a a; 0.05). hal

ini menunjukkan tidak ada

perbedakan yang bermakna

mengatsi stress pada klien TBC.

Dengan demikian penelitian

menyatakan dengan dukungan dari

pasangan akan meningkatkan

kemampuan mengatasi kognitif

dalam pengambilan keputusan atau mengatasi suatu masalah.

3. Pendidikan dengan kemampuan

perilaku kepatuhan minum obat

Setiap orang mempunyai

pemaknaan yang berbeda terhadap

pendidikan, tingkat pendidikan

rendah pada seseorang akan dapat

menyebabkan seseorang maka

kemampuan mengatasi seseorang tersebut dalam berfikir rasional, menangkap informasi yang baru,

menguraikan masalah menjadi

rendah. Hal ini dapat diliohat dari hasil penelitian dengan nilai p value lebih besar dari alpa, dengan nilai p sebesar 0.525 (p < a ; 0.05).

4. Pendidikan dengan kemampuan

perilaku kepatuhan dengan minum obat

Penelitian menunjukkan tidak ada

kontribusi pendidikan klien

terhadap kemampuan menagasti stress pada klien TBC. Hal ini dilihat dari hasil uji statistic nilai p lebih besar dari alpa 0.528 (p < a; 0.05). dengan pendidikan yang cukup diharapkan seseorang dapat dengan mudah mengidentifikasi suatu masalah yang dihadapi klien. KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian tentang pengaruh tindakan keperawatan terapi kelompok suportif terhadap tingkat kemampuan mengatasi penyakit TBC yang menjalani rawat jalan di BKPM Kota Semarang, sebagian besar responden adalah laki-laki, bekerja sebagai buruh, berpendidikan SMP, dan status perkawinannya adalah tidak kawin.

Kemampuan mengatasi penyakit

TBC sebelum terapi kelompok suportif dengan Batas pengkategorian kemampuan mengatasi dengan menggunakan kuesioner pada penelitian ini adalah bila responden memiliki nilai kurang dari 20 maka

dikatakan responden mempunyai

(13)

Perawat di BKPM kota Semarang

sebaiknya mengintegrasikan asuhan

keperawatan jiwa dalam praktik pelayanan keperawatan pada klien yang menjalani rawat jalan khususnya pada klien penyakit TBC. Perawat yang bekerja Rumah Sakit sebaiknya perlu meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan dengan

membudayakan penerapan terapi generalis sebagai salah satu terapi untuk menurunkan stress pada klien penyakit TBC.

DAFTAR PUSTAKA

Appelbaum, A.H., 2005. Supportive

therapy, http://www.focus. psychiatryonline.org/cgi, diperoleh tanggal 2 Februari 2011.

Buckey, L.A., 2007. Supportive therapy for schizophrenia. The Cochrane library.

http://www.psychosocial.com/

research/current.html, diperoleh tanggal 27 Februari 2011.

Chien, W.T., Chan, S.W.C., dan

Thompson, D.R. 2006. Effects of a mutual support group for families of chinese people with schizophrenia:

18-Months follow-up.

http://bjp.rcpsych.org, diperoleh tanggal 2 Januari 2011.

Dahlan, M.S., 2008. Langkah-langkah

membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.

Fontaine., K.L., 2009, Mental health nursing. (5th ed). New Jersey : Pearson Education, Inc.

Granholm., E., dkk., 2004. Group

cognitive-behavioral social skills training for older outpatients with chronic schizophrenia. Journal of

Cognitive Psychoterapy : An

International Quarterly, 18(3), 265-279.

Hamada., Y., Ohta, Y., dan Nakane, Y. , 2003. Factors affecting the family support system of patients with schizophrenia: A survey in the remote island of tsushima,

http://www3.interscience.wiley.com/ cgi, diperoleh tanggal 15 Februari 2011.

Holmes., J., 1995. Supportive

psychotherapy the search for positive meanings,

http://www.bjp.rcpsych.org/cgi, diperoleh tanggal 2 Februari 2011. Hunt., 2004. A resource kit for self help /

support groups for people affeccted by an eating disorder.

http://www.medhelp.org/njgroups/ VolunteerGuide.pdf .

Hunziker., 1997. Comparison of group and

individual assertive training. Diperoleh tanggal 2 Februari 2011. Kaplan & Saddock., 2007. Synopsis of

psychiatry sciences clinical psychiatry. (7th ed), Baltimore : Williams & Wilkins.

Gambar

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi klien TBC berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan,  pendidikan dan pekerjaan, diwilayak Kota Semarang, Nopember 2013
Tabel 5.3. Analisis kemampuan mengatasi stress pada klien TBC Di wilayah Kota Semarang,  Nopember 2013
Tabel 5.4. Analisis skor kemampuan pengetahuan tentang TBC sebelum dan sesudah  pemberian terapi kelompok suportif di wilayah Kota Semarang, Nopember 2013
Tabel 5.11. Analisis hubungan pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan dengan kemampuan  klien minum obat TBC di wilayah Kota Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Suara Merdeka, dalam hal ini sebagai media cetak yang memberitakan kasus dugaan korupsi terhadap mantan bupati karanganyar Rina Iriani, menjadi sorotan dalam memberitakan

saja. Jika ingin di perpanjang, maka client harus melakukan sertifikasi ulang ke PT. LN Amanah Indonesia. Dalam melakukan sertifikasi ulang, ada beberapa persyaratan yang

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, PT.. Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh KUHP. 6) Istilah tindak pidana sebagai terjamahan

Untuk perizinan, kami melakukan perjanjian kepada pihak Titan untuk bisa masuk kedalam venue pada jam 8 pagi dan selesai pada jam 3 sore, sedangkan untuk di Binus, kami

Tujuan penelitian ini adalah ingin memperbaiki manajemen aset wakaf dalam jangka panjang melalui perencanaan strategis sumber daya informasi manajemen aset wakaf

Koagulasi: proses di mana campuran koloid terdestabilkan dengan adanya penambahan zat kimia (koagulan) sehingga partikel koloid mengalami aglomerasi dan membentuk

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap sistem aplikasi yang dilengkapi dengan sensor untuk memantau kualitas lingkungan pada jaringan nirkabel, maka

Dalam rangka itu, Kepala sekolah menempuh upaya-upaya sebagai berikut: (1) mengikut-sertakan guru-guru dalam setiap kesempatan penataran dan latihan; (2) memberikan