• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN DI ALAS KETHU, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH. Naskah Publikasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN DI ALAS KETHU, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH. Naskah Publikasi."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN DI ALAS KETHU, KABUPATEN WONOGIRI,

JAWA TENGAH Naskah Publikasi

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: Adjis Sandjaya

M0403022

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2008

(2)

PERSETUJUAN Naskah Publikasi

SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN DI ALAS KETHU, KABUPATEN WONOGIRI,

JAWA TENGAH Oleh: Adjis Sandjaya NIM. M0403022

Telah disetujui untuk dipublikasikan

Surakarta, April 2009 Menyetujui, Pembimbing I Dr. Sugiyarto, M.Si NIP.132 007 622 Pembimbing II Dr. Sunarto, MS NIP 131 947 766 Mengetahui,

Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP. 130 676 864

(3)

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI JENIS TEGAKAN DI ALAS KETHU, KABUPATEN WONOGIRI,

JAWA TENGAH

DIVERSITY OF SOIL MACROFAUNA AT DIFFERENT STAND IN ALAS KETHU, WONOGIRI, CENTRAL JAVA

Adjis Sandjaya, Sugiyarto, Sunarto

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret

Surakarta ABSTRAK

Alas Kethu adalah kawasan hutan yang terletak di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Alas Kethu didominasi oleh tegakan Dalbergia latifolia, Tectona grandis, Melaleuca cajuputi, Swietenia mahagoni dan Acacia auriculiformis. Pengelolaan lahan hutan di Alas Kethu harus dilakukan secara benar dengan memperhatikan setiap komponen yang ada di dalamnya, baik komponen biotik maupun abiotiknya agar fungsi dan tujuannya dapat tercapai. Salah satu komponen ekosistem yang dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas hutan adalah makrofauna tanah dan diversitasnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat keanekaragaman makrofauna tanah pada lima jenis tegakan di Alas Kethu serta mengetahui hubungan antara indeks diversitas makrofauna tanah dengan faktor lingkungan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2009. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan tegakan dengan 5 titik sampel secara acak pada setiap stasiun. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua metode yaitu pit fall trap dan hand sorting. Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung indeks diversitas makrofauna tanah. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran faktor lingkungan yang terkait dan selanjutnya dilakukan analisis korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan indeks diversitas makrofauna tanah dengan faktor lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makrofauna tanah pada lima jenis tegakan di Alas Kethu memiliki keanekaragaman yang tinggi dengan nilai indeks diversitas rata-rata 0,71435 untuk makrofauna permukaan tanah dan 0,785893 untuk makrofauna dalam tanah. Indeks diversitas makrofauna permukaan tanah menunjukkan korelasi yang tinggi dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, indeks diversitas vegetasi bawah dan biomassa vegetasi bawah. Sedangkan indeks diversitas makrofauna dalam tanah menunjukkan korelasi yang tinggi dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kandungan bahan organik tanah, indeks diversitas vegetasi bawah, biomassa vegetasi bawah dan berat serasah.

(4)

PENDAHULUAN

Alas Kethu adalah kawasan hutan lindung sekaligus hutan produksi terbatas yang terletak di wilayah RPH Pulosari, BKPH Wonogiri, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta. Hutan ini memiliki luas 644,6 ha. Secara administrasi, Alas Kethu berada di Kelurahan Wonokarto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Alas Kethu didominasi oleh tegakan Sonokeling (Dalbergia latifolia), Jati (Tectona grandis), Kayu Putih (Melaleuca cajuputi), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Akasia (Acacia auriculiformis) (KPH Surakarta, 2006).

Pengelolaan lahan hutan di Alas Kethu harus dilakukan secara benar dengan memperhatikan setiap komponen yang ada di dalamnya, baik komponen biotik maupun abiotiknya agar fungsi dan tujuannya dapat tercapai. Untuk mengetahui dampak dari pengelolaan lahan hutan di Alas Kethu, maka diperlukan adanya pemantauan berkala terhadap keseimbangan ekosistem di hutan tersebut. Salah satu komponen ekosistem yang dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas hutan adalah makrofauna tanah.

Makrofauna tanah merupakan salah satu komponen penting dalam ekosistem hutan yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator kualitas hutan, terutama keadaan lantainya. Makrofauna tanah berperan dalam perombakan bahan organik untuk menjaga kesuburan tanah hutan, dengan demikian juga ikut menjaga berlangsungnya siklus hara dalam ekosistem hutan (Rahmadi dan Suhardjono, 2003).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat keanekaragaman makrofauna tanah pada lima jenis tegakan di Alas Kethu serta mengetahui hubungan antara indeks diversitas makrofauna tanah dengan faktor lingkungan.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2009. Lokasi penelitian di kawasan Alas Kethu, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Identifikasi dan kuantifikasi spesimen makrofauna tanah serta analisis beberapa variabel faktor

(5)

lingkungan dilakukan di Laboratorium Pusat FMIPA dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UNS Surakarta.

Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : kantung plastik, pinset, cangkul, linggis, gelas perangkap, impra board, paku beton, cawan petri, pH tester, termometer tanah, higrometer-termometer, nampan plastik, kertas label, alat tulis, mikroskop stereo, alat penimbang, oven, tali rafia dan altimeter. Bahan-bahan yang digunakan meliputi formalin 4 %, alkohol 70 %, detergen, akuades, H2SO4 pekat, K2Cr2O7 1 N, H3PO4 pekat, Indikator DPA dan FeSO4 0,5 N.

Cara Kerja

Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan jenis tegakan, yaitu tegakan Sonokeling, Kayu Putih, Akasia, Jati dan Mahoni. Pada masing-masing stasiun penelitian tersebut ditentukan 5 titik sampling secara acak dan dilakukan penangkapan makrofauna tanah dan pengukuran berbagai variabel faktor lingkungan.

Sampel makrofauna tanah diambil dengan dua metode, yaitu metode hand sorting dengan volume tanah (30 x 30 x 30) cm3 untuk menangkap makrofauna dalam tanah dan metode pit fall trap dengan lama penangkapan selama 24 jam untuk makrofauna permukaan tanah. Hasil koleksi makrofauna tanah diawetkan pada formalin 4% kemudian dipindahkan ke alkohol 70% untuk selanjutnya dilakukan identifikasi dan kuantifikasi di laboratorium. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan dengan kunci identifikasi dalam literatur.

Sebagian faktor lingkungan diamati langsung di lapangan, yaitu suhu udara, suhu tanah, pH tanah, dan kelembaban udara. Faktor lingkungan lainnya yaitu kadar air tanah, kandungan bahan organik tanah, indeks diversitas vegetasi bawah, biomassa vegetasi bawah dan berat serasah dilakukan di laboratorium.

(6)

Analisis data

Struktur dan komposisi makrofauna tanah dinyatakan dengan nilai indeks diversitas Simpson dengan rumus sebagai berikut.

D = Indeks diversitas pi = ni/N

N = Nilai penting seluruh spesies ni = Nilai penting untuk tiap spesies

Untuk membandingkan struktur dan komposisi komunitas makrofauna tanah pada berbagai jenis tegakan dihitung nilai indeks similaritas Sorensen dengan rumus sebagai berikut.

j = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian a dan b a = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian a b = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun penelitian b

Untuk mengetahui hubungan antara indeks diversitas makrofauna tanah dengan berbagai variabel faktor lingkungan dilakukan analisis korelasi Pearson.

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur dan komposisi makrofauna tanah

Hasil identifikasi makrofauna tanah didapatkan sebanyak 36 spesies makrofauna tanah. Sebanyak 31 spesies ditemukan di permukaan tanah, sejumlah 18 spesies ditemukan di dalam tanah serta sejumlah 13 spesies ditemukan baik di permukaan maupun di dalam tanah. Makrofauna tanah yang ditemukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Makrofauna permukaan tanah yang ditemukan pada lima jenis tegakan di Alas Kethu berjumlah 31 spesies yang terbagi ke dalam dua phylum yaitu Annelida dan Arthropoda. Phylum Annelida yang ditemukan hanya terdiri dari satu class yaitu Chaetopoda, order Oligochaeta. Phylum Arthropoda ditemukan sebanyak 4 class, yaitu Arachnida, Diplopoda, Insecta dan Malacostraca. Class

D = 1 – Σ (pi)2

2 j

Indeks Similaritas = × 100 % (a + b)

(7)

Arachnida terdiri dari satu order yaitu Araneae. Class Diplopoda terdiri dari satu order pula yaitu Spirobolidae. Insecta merupakan class yang paling banyak ditemukan ordernya, ada 6 order yaitu Blattaria, Coleoptera, Dermaptera, Hemiptera, Hymenoptera dan Orthoptera. Class Malacostraca hanya terdiri dari satu order yaitu Isopoda.

Tabel 1. Makrofauna tanah yang ditemukan selama penelitian di Alas Kethu

No Phylum Class Order Family Permukaan tanah Dalam Tanah 1. Annelida Chaetopoda Oligochaeta Megascolecidae Pheretima sp. Pheretima sp. 2. Arthropoda Arachnida Araneae Agelinidae - Tegenaria sp.

3. Corinnidae - Cetonana sp.

4. Gnaphosidae - Zelotes sp.

5. Lycosidae Xerolycosa miniata Xerolycosa miniata

6. Lyniphiidae - Helophora sp.

7. - Neriene sp.

8. Pholcidae - Psilochorus simoni

9. Salticidae - Evarcha sp.

10. - Heliophanus sp.

11. Tetragnathidae - Meta sp.

12. Zoridae - Zora sp.

13. Chilopoda Geophilomorpha Geophilidae Geophilo sp. Geophilo sp.

14. Diplopoda Spirobolidae Narceidae Narceus sp. -

15. Insecta Blattaria Blattellidae - Blattella sp.

16. Blattidae Blatta orientalis Blatta orientalis

17. Coleoptera Carabidae - Calosoma scrutator

18. Lagriidae - Arthromacra sp.

19. Scarabaeidae Geotrupes sp. Geotrupes sp.

20. Phyllophaga sp. -

21. Dermaptera Forficulidae Forficula auricularia Forficula auricularia 22. Hemiptera Cydnidae Pangaeus bilineatus Pangaeus bilineatus

23. Miridae - Leptopterma sp.

24. Hymenoptera Formicidae Dolichoderus sp. Dolichoderus sp.

25. Camponotus sp. Camponotus sp.

26. C. variegatus C. variegatus

27. Solenopsis invicta Solenopsis invicta

28. Ponera sp. Ponera sp.

29. Isoptera Termitidae Macrotermes sp. -

30. Microtermes sp. -

31. Nasutitermes sp. -

32. Orthoptera Gryllidae - Gryllus sp.

33. - Metioche sp.

34. Tettigoniidae - Neoconocephalus sp.

35. Tridactylidae - Tridactylus sp.

36. Malacostraca Isopoda Oniscidae Oniscus sp. Oniscus sp.

Makrofauna dalam tanah yang ditemukan pada lima jenis tegakan di Alas Kethu berjumlah 18 spesies yang terbagi ke dalam dua phylum yaitu Annelida dan Arthropoda. Phylum Annelida yang ditemukan hanya terdiri dari satu class yaitu Chaetopoda, order Oligochaeta. Phylum Arthropoda ditemukan sebanyak 5 class, yaitu Arachnida, Chilopoda, Diplopoda, Insecta dan Malacostraca. Class

(8)

Arachnida terdiri dari satu order yaitu Araneae. Class Chilopoda terdiri dari satu order yaitu Geophilomorpha. Class Diplopoda terdiri dari satu order pula yaitu Spirobolidae. Insecta merupakan class yang paling banyak ditemukan ordernya, ada 6 order yaitu Blattaria, Coleoptera, Dermaptera, Hemiptera, Hymenoptera dan Isoptera. Class Malacostraca hanya terdiri dari satu order yaitu Isopoda.

Hasil pengamatan dan penghitungan nilai indeks diversitas makrofauna tanah pada berbagai jenis tegakan di Alas Kethu disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks diversitas makrofauna permukaan tanah dan makrofauna dalam tanah serta spesies dominan pada berbagai jenis tegakan di Alas Kethu. Stasiun ID makrofauna permukaan tanah Spesies dominan ID makrofauna dalam tanah Spesies dominan

I 0,825885 Solenopsis invicta 0,814359 Oniscus sp. II 0,896437 Camponotus variegatus 0,873985 Microtermes sp. III 0,884887 Camponotus sp. 0,831955 Oniscus sp. IV 0,418600 Solenopsis invicta 0,650957 Microtermes sp.

V 0,545918 Solenopsis invicta 0,75821 Oniscus sp. Rata-rata 0,714345 Solenopsis invicta 0,785893 Oniscus sp. Nilai indeks diversitas makrofauna permukaan tanah dan makrofauna dalam tanah tertinggi terdapat pada stasiun II atau petak yang ditanami Kayu Putih. Stasiun II merupakan lokasi dengan berat serasah, kandungan bahan organik tanah serta keanekaragaman dan biomassa vegetasi bawah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan keempat stasiun lainnya. Hal ini menyebabkan tersedianya bahan makanan yang melimpah bagi makrofauna permukaan tanah dan makrofauna dalam tanah. Lavelle et al. (1994) dalam penelitiannya menerangkan bahwa sumber makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi diversitas dan kemelimpahan komunitas makrofauna tanah. Sugiyarto (2000) menyatakan bahwa keberadaan vegetasi bawah dapat memberikan kondisi mikrohabitat lebih baik guna menunjang kehidupan berbagai jenis organisme tanah, termasuk makrofauna tanahnya.

Nilai indeks diversitas makrofauna permukaan tanah yang paling rendah terdapat pada stasiun IV atau petak yang ditanami Jati. Penyebab utama

(9)

rendahnya keanekaragaman makrofauna permukaan tanah di lokasi ini adalah rendahnya ketersediaan bahan makanan baik dari tumbuhan maupun serasah.

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa jenis makrofauna tanah yang dominan adalah golongan semut, Oniscus sp., dan Microtermes sp.. Semut merupakan kelompok yang paling sukses dari semua kelompok serangga. Hewan ini terdapat di mana-mana di habitat darat dan jumlah individunya melebihi kebanyakan hewan darat lainnya. Solenopsis invicta merupakan spesies semut pemakan tumbuhan atau hewan yang telah membusuk. Tersedianya serasah dengan jumlah yang banyak merupakan faktor pendukung melimpahnya spesies ini. Sedangkan Camponotus variegatus dan Camponotus sp. merupakan spesies semut pemakan hewan lain semisal rayap dan semut dari jenis lain. Banyaknya rayap dan hewan kecil lain sebagai makanan dari dua jenis semut ini merupakan faktor pendukung kemelimpahannya. Semut-semut ini secara tidak langsung berperan dalam menjaga kesuburan tanah dengan cara mengurai bahan organik menjadi butiran yang lebih kecil (feses). Hewan ini juga berperan dalam translokasi bahan organik dari permukaan ke dalam tanah. Selain itu, semut juga berperan dalam pemeliharaan ruang pori tanah melalui lubang-lubang yang dibuat oleh koloni mereka di dalam tanah.

Oniscus sp. hidup diantara serasah dan seringkali masuk ke dalam tanah permukaan. Kelimpahan spesies ini diduga berkaitan dengan melimpahnya serasah di permukaan tanah. Communitor, seperti isopoda dan milipoda mempunyai peranan dalam proses dekomposisi secara langsung karena memakan serasah yang banyak, menghasilkan feses dan mempunyai efisiensi asimilasi yang rendah (Musyafa, 2004). Fauna saprofagus mempunyai pengaruh terhadap dekomposisi dengan memproduksi feses yang lebih terdekomposisi daripada serasah. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan Musyafa (2004) yang menunjukkan bahwa feses dari Oniscus sp. mempunyai rasio C/N yang lebih rendah daripada serasah. Adanya perbedaan C/N rasio antara feses dan serasah menunjukkan adanya proses perubahan yang cukup signifikan selama melewati usus kedua jenis fauna tersebut.

(10)

Makrofauna dalam tanah dominan yang ketiga adalah Microtermes sp. Hewan ini adalah serangga sosial pemakan selulosa, hidup di bawah tanah yang lembab. Kelimpahan spesies ini diduga berkaitan dengan melimpahnya bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu dan serasah. Rayap berperan dalam dekomposisi bahan yang mengandung selulosa dengan cara mengurai bahan yang mengandung selulosa tersebut menjadi bahan lain yang lebih sederhana. Hewan ini juga berperan dalam translokasi bahan organik dari permukaan ke dalam tanah. Selain itu, rayap juga berperan dalam pemeliharaan ruang pori tanah melalui lubang-lubang yang dibuat oleh koloni mereka di dalam tanah.

Analisis perbandingan komunitas makrofauna tanah

Hasil perhitungan nilai indeks similaritas Sorensen disajikan pada Tabel 3. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kelima stasiun penelitian memiliki perbedaan struktur dan komposisi komunitas yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya nilai indeks similaritas antar stasiun penelitian. Dewi (2001) menyatakan bahwa dua komunitas dianggap sama apabila memiliki nilai indeks similaritas > 0,50. Perbedaan struktur dan komposisi komunitas diantara kelima stasiun disebabkan oleh adanya perbedaan faktor lingkungan yang cukup besar pada masing-masing stasiun tersebut. Makrofauna tanah akan lebih memilih lokasi dengan kondisi lingkungan yang dapat menunjang kehidupannya secara optimal.

Tabel 3. Indeks similaritas komunitas makrofauna tanah pada lima jenis tegakan di Alas Kethu.

Rata-rata indeks similaritas makrofauna permukaan tanah = 0,37

I II III IV V I 0,49 0,60 0,27 0,44 II 0,50 0,60 0,21 0,26 III 0,38 0,70 0,29 0,33 IV 0,31 0,47 0,46 0,17 V 0,29 0,56 0,57 0,55

(11)

Secara umum dapat dilihat bahwa nilai rata-rata indeks similaritas untuk kelompok makrofauna permukaan tanah (0,37) lebih rendah dibanding makrofauna dalam tanah (0,48). Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan hutan Alas Kethu jika dibanding dengan kelompok makrofauna dalam tanah, kelompok makrofauna permukaan tanah lebih terpengaruh oleh perbedaan jenis tegakan. Hubungan faktor lingkungan dengan indeks diversitas makrofauna tanah

Hasil analisis korelasi antara nilai indeks diversitas makrofauna tanah dengan berbagai variabel faktor lingkungan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis korelasi antara tingkat keanekaragaman makrofauna tanah dengan faktor lingkungan

Nilai Korelasi Pearson No. Variabel faktor lingkungan

ID makrofauna permukaan

tanah ID makrofauna dalam tanah

1. Suhu udara 0,979** 0,952*

2. Suhu tanah 0,952* 0,974**

3. Derajat keasaman tanah 0,288 0,073

4. Kelembaban udara - 0,889* - 0,886*

5. Kadar air tanah 0,065 0,292

6. Bahan organik tanah 0,466 0,550

7. ID vegetasi bawah 0,764 0,673

8. Biomassa vegetasi bawah 0,991** 0,977**

9. Berat serasah 0,356 0,504

** = signifikan pada taraf uji 0,01 * = signifikan pada taraf uji 0,05

Dari tabel 3 terlihat bahwa variabel faktor lingkungan yang menunjukkan nilai korelasi Pearson yang relatif tinggi dengan indeks diversitas makrofauna permukaan tanah adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, ID vegetasi bawah dan biomassa vegetasi bawah. Sedangkan variabel faktor lingkungan yang menunjukkan nilai korelasi Pearson yang relatif tinggi dengan indeks diversitas makrofauna dalam tanah adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, bahan organik tanah, ID vegetasi bawah, biomassa vegetasi bawah dan berat serasah.

Adanya peningkatan suhu udara akan diikuti dengan peningkatan indeks diversitas makrofauna permukaan dan makrofauna dalam tanah. Suin (1997) menyatakan bahwa semua hewan invertebrata mengeluarkan panas tubuhnya ke lingkungan karena mereka tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh hewan invertebrata disesuaikan dengan suhu lingkungannya. Michael (1994) menjelaskan bahwa suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh

(12)

dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik. Kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh semakin meningkat seiring dengan bertambahnya suhu hingga mencapai batas optimumnya.

Adanya peningkatan suhu tanah akan diikuti dengan peningkatan indeks diversitas makrofauna permukaan dan makrofauna dalam tanah. Suhu tanah sangat tergantung pada suhu udara dan fluktuasinya lebih rendah dari suhu udara. Fluktuasi suhu tanah yang rendah ini dimanfaatkan oleh beberapa makrofauna tanah untuk tetap menjaga suhu tubuhnya pada kisaran optimum ketika suhu udara mengalami perubahan yang ekstrim.

Adanya peningkatan kelembaban udara akan diikuti dengan penurunan indeks diversitas makrofauna permukaan dan makrofauna dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwanti (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan kelembaban udara akan diikuti dengan penurunan indeks keanekaragaman makrofauna tanah. Peningkatan kelembaban udara dapat mengganggu proses pengambilan oksigen (pernafasan) makrofauna tanah.

Peningkatan kandungan bahan organik tanah akan diikuti dengan peningkatan indeks diversitas makrofauna dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Soepardi (1983) yang menyatakan bahwa aktivitas organisme akan meningkat apabila kandungan bahan organik tinggi dan sebaliknya, aktivitas organisme akan menurun seiring dengan menurunnya kandungan bahan organik tanah.

Meningkatnya indeks diversitas vegetasi bawah akan diikuti dengan meningkatnya indeks diversitas makrofauna tanah. Hal ini disebabkan karena vegetasi bawah dapat dimanfaatkan oleh makrofauna tanah sebagai sumber makanannya. Semakin banyak tersedia makanan, maka semakin beragam pula makrofauna tanah yang dapat eksis di habitat tersebut.

Peningkatan biomassa vegetasi bawah akan diikuti dengan peningkatan indeks diversitas makrofauna permukaan dan makrofauna dalam tanah. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan bahan makanan yang melimpah bagi makrofauna tanah. Sugiyarto (2000) menyatakan bahwa keberadaan vegetasi

(13)

bawah dapat memberikan kondisi mikrohabitat lebih baik guna menunjang kehidupan berbagai jenis organisme tanah, termasuk makrofauna tanahnya.

Peningkatan berat serasah akan diikuti dengan peningkatan indeks diversitas makrofauna dalam tanah. Hal ini disebabkan karena serasah dapat dimanfaatkan oleh makrofauna dalam tanah sebagai sumber makanannya. Semakin banyak tersedia serasah sebagai makanan, maka semakin beragam pula makrofauna tanah yang dapat hidup di habitat tersebut.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut.

1. Makrofauna tanah pada lima jenis tegakan di Alas Kethu memiliki keanekaragaman yang tinggi dengan nilai indeks diversitas rata-rata 0,71435 untuk makrofauna permukaan tanah dan 0,785893 untuk makrofauna dalam tanah.

2. Indeks diversitas makrofauna permukaan tanah menunjukkan korelasi yang tinggi (nilai korelasi > 0,500) dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, indeks diversitas vegetasi bawah dan biomassa vegetasi bawah. Sedangkan indeks diversitas makrofauna dalam tanah menunjukkan korelasi yang tinggi dengan suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kandungan bahan organik tanah, indeks diversitas vegetasi bawah, biomassa vegetasi bawah dan berat serasah.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Insektisida. Penerbit Alumni. Bandung.

Afandie. 1987. Prosedur Analisa Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anderson, J.M. and Ingram, J.S.I. 1993. Tropical Soil Biology and Fertility. A Handbook of Methods. C.A.B. International. London

(14)

Anonim. 2008. Hutan. www.id.wikipedia.org Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius.

BKPH Wonogiri. 2003. Sekilas Pandang Potensi Alas Kethu. Wonogiri.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A., and Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Chu, H.F. and Cutkomp, L.K. 1992. How to Know The Immature Insects. WBC Publisher. Minnesota.

Dewi, W.S. 2001. “Biodiversitas Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan”. Enviro 1 (2) : 16 - 21

Farb, P. 1979. Pustaka Alam Life : Hutan. Penerbit Tiara Pustaka. Jakarta.

Gorny, M. and Leszek, G. 1993. Methods in Soil Zoology. Polish Scientific Publisher. Warszama.

Greenlumut. 2008. Manfaat Hutan. www.greenlumut.wordpress.com

Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto, Berlian, Suhara, E., Mardiastuning, A., Widodo, R.H., Prayogo, C. dan Rahayu, S. 2000. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Agroforestri Berbasis Kopi : Ketebalan Serasah, Populasi Cacing Tanah dan Makroporositas Tanah. ICRAF. Bogor.

Hakim, N., Yusuf, M., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Amin, M., Hong, B.G., dan Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hanafiah, K.A., Anas, I., Napoleon, A., dan Ghoffar, N. 2005. Biologi Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Kadarsah, A. 2005. ”Studi Keragaman Rayap Tanah dengan Teknik Pengumpanan pada Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tebu di Perusahaan Jamur PT. Zeta Agro Corporation Jawa Tengah”. Bioscientiae 2 (2) : 17 - 22 Kimball, J.W. 1999. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

KPH Surakarta. 2006. Data Potensi Sumber Daya Hutan Per RPH. - . Surakarta. Lavelle, P., Dangerfield, M., Fragoso, C., Eschenbrenner, V., Lopez-Hernandez,

(15)

macrofauna and Tropical Soil Fertility. In: Woomer, P.L and M.J. Swift (ed). The Biological Management of Tropical Soil Fertility. John Wiley and Sons. Chichester.

Maftu’ah, E., Arisoesilaningsih, Handayanto, E. 2002. “Potensi Makrofauna Tanah sebagai Bioindikator Kualitas Tanah Gambut”. Bioscientiae 2 (1) : 1-14

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Musyafa. 2004. ” Peranan Makrofauna Tanah dalam Proses Dekomposisi Serasah Acacia mangium Willd. ”. Biodiversitas 6 (1) : 63 - 65

Pemerintah Kabupaten Wonogiri. 2008. Rencana Pembangunan Kawasan Industri di Kabupaten Wonogiri. -. Wonogiri.

Purwanti. 2003. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Jenis dan Kombinasi Tanaman Sela di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielson) di Resort Polisi Hutan (RPH) Jatirejo Kediri Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta.

Putra, N.S. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rahmadi, C. dan Suhardjono, Y. R. 2003. “Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lantai Hutan Kawasan Hulu Sungai Katingan Kalimantan Tengah”. Berita Biologi 6 (4) : 549 - 554

Rahmawaty. 2000. Studi Makrofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit. Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Rohimah, A., Sugiyarto, Wiryanto. 2003. “Komposisi Mikro Arthropoda dan Populasi Makrofauna Tanah pada Berbagai Macam Bahan Organik”. Enviro 3 (1) : 36 - 40

Salim, H.S. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.

Samil, E. 1991. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Sugiyarto. 2000. ”Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur Tegakan Sengon di RPH Jatirejo, Kabupaten Kediri”. Biodiversitas 1 (2) : 47 - 53

(16)

Sugiyarto, Wijaya, D., dan Rahayu, S.Y. 2002. ”Biodiversitas Hewan Permukaan Tanah pada Berbagai Tegakan Hutan di Sekitar Goa Jepang, BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kabupaten Karanganyar”. Biodiversitas 3 (1) : 196 - 200

Sugiyarto. 2005. “Struktur dan Komposisi Makrofauna Tanah sebagai Bioindikator Kesehatan Tanah pada Kasus Perubahan Sistem Penggunaan Lahan di HTI Sengon”. BioSMART 7 (2) : 100 - 103

Suhardjono, Y.R. dan Adisoemarto. 1997. Arthropoda Tanah : Artinya Bagi Tanah. Makalah pada Konggres dan Simposium Entomologi V. Bandung. Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Supranto. 1995. Statistik : Teori dan Aplikasi. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta.

Tarumingkeng, R.C. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. PSIH IPB. Bogor.

Wahyono, T. 2004. Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik dengan SPSS (Studi Kasus, Pembahasan dan Teknik Membaca Output). Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

Wallwork, J.B. 1970. Ecology of Soil Animals. Mc Graw – Hill. London.

Wulandari, S., Sugiyarto dan Wiryanto. 2005. “Dekomposisi Bahan Organik Tanaman serta Pengaruhnya terhadap Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria)”. BioSMART 7 (2) : 104 - 109

Gambar

Tabel 1. Makrofauna tanah yang ditemukan selama penelitian di Alas Kethu
Tabel 2. Indeks diversitas makrofauna permukaan tanah dan makrofauna dalam  tanah serta spesies dominan pada berbagai jenis tegakan di Alas Kethu
Tabel 3. Indeks similaritas komunitas makrofauna tanah pada lima jenis tegakan  di Alas Kethu
Tabel 4. Hasil analisis korelasi antara tingkat keanekaragaman makrofauna tanah  dengan faktor lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun yang tidak memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja

mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung antasida secara in vitro dan in vivo , sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Farmasi pada Fakultas

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Elvina 5 yang dilakukan pada siswa SMP Kartika 1-7 Padang yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang mengalami

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Shodiq et al., 2018) (Rakhmadian et al., 2017) dimana kualitas informasi berpengaruh pada kepuasan konsumen atau

“Analisis Operasional Mura>bahah pada Produk Tabungan Emas Terhadap Keuntungan Dana Titipan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya”.. Identifikasi dan Batasan

" pemilih yang tidak terdaftar dalam salinan DPT untuk TPS dan tidak mempunyai surat pemberitahuan, diperbolehkan memberikan suaranya dengan menunjukkan kartu pemilih

Untuk kelengkapan perangkat Manajemen Perpustakaan, terbungkus dalam 1 dus yang pada bagian luarnya tercatat data jenis barang. SPESIFIKASI TEKNIS SARANA

Lebih jauh Ecclesia in Asia menghantar kita pada suatu pengertian bahwa misi Yesus bukan hanya memulihkan persekutuan antara Allah dan umat manusia, tetapi juga