PERBAIKAN PAKAN PADA INDUK AWAL LAKTASI,
PENGARUHNYA TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI
DAN PERTUMBUHAN PEDET PRASAPIH
(Effects of Feed Improvement of early lactation cows on the Reproductive
Performance and Pre-Weaning Calf Growth)
RISA ANTARI,U.UMIYASIH danJ.EFENDY Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan, Grati, Pasuruan
ABSTRACT
The success in maintenance beef cattle rearing of small holder farmer to increase the productivity and population requires proper feeding patterns, especially on the cow. The study was conducted to investigate the influence of feed with concentrate supplementation in early lactation cows to increase the efficiency of maintenance; conducted in April-October 2009 in the district of Paiton and Tongas, Probolinggo, East Java. Research materials were 60 cows with maximum of 20 days post-calving and its calf. Each divided into 30 heads as treatment group and 30 heads as control group. A treated group get a concentrate supplementation for 60 days after partus with basal feed derived from local biomass. Amount of concentrate supplementation was 1% of body weight while the calf was given concentrate should be met the requirements of pre weaning until 120 days weaning age. The obtained data was analyzed using the significantly different test (t test) and economic analysis using the BC ration. The parameters were feed consumption, weight gain (ADG) of cow and calf, cow reproduction and economic analysis of ration. Results showed that feed consumption was not significantly different among the treatments and have exceeded the standard requirements. The treated cow showed lower weight loss after calving (P < 0.01) compared to controls, as well as with APP and DO are shorter (P < 0.01) than the control, so that the calving interval treated cow becomes shorter. The observation of CR in treated cow was higher than control, but the S/C in both treatments was not significantly different. So, feed with concentrate supplementation can make preweaning cow to restrain weight loss and shorten the APP (< 80 days), DO (< 95 days) and calving interval (< 13 months), which also affects pre-weaning calf ADG (> 0, 6 kg / day).
Key Words: Beef Cattle, Lactation, Feed Improvement, Calf Growth
ABSTRAK
Keberhasilan pemeliharaan sapi potong pembibitan skala rakyat untuk peningkatan populasi dan produktivitas memerlukan pola pemberian pakan yang tepat, terutama pada sapi-sapi induk. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbaikan pakan dengan suplementasi pakan penguat pada sapi induk awal laktasi dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi pemeliharaan; dilaksanakan pada bulan April– Oktober 2009 di Kecamatan Paiton dan Tongas, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Materi penelitian berupa 60 ekor induk sapi potong yang baru beranak maksimal 20 hari post partus bersama pedetnya milik peternak yang masing-masing terbagi menjadi 30 ekor sebagai ternak kelompok perlakuan dan 30 ekor sebagai kelompok dengan pemeliharaan pola peternak sebagai kontrol. Induk perlakuan mendapatkan pakan penguat selama 60 hari sejak partus dengan pakan basal berasal dari biomas lokal. Jumlah pakan penguat yang diberikan adalah 1% bobot badan sedangkan pada pedet diberikan pakan tambahan yang memenuhi syarat kualitas pakan prasapih hingga disapih umur 120 hari. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji beda nyata (t test) dan analisis ekonomi ransum menggunakan BC ratio. Parameter yang diukur adalah konsumsi pakan induk, pertambahan bobot hidup (PBHH) induk dan pedet, reproduksi induk dan analisis ekonomi ransum. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi pakan tidak berbeda nyata antar perlakuan dan telah melebihi standar kebutuhan. Pertambahan bobot hidup induk dengan perlakuan suplementasi pakan menunjukkan penurunan bobot hidup pascaberanak yang lebih rendah (P < 0,01) dengankan kontrol, demikian pula halnya dengan APP dan DO yang lebih pendek (P < 0,01) daripada induk kontrol, sehingga
nyata. Disimpulkan bahwa dengan perlakuan suplementasi pakan penguat, induk pasca beranak mampu menahan penurunan bobot hidup dan memperpendek APP (< 80 hari), DO (< 95 hari) dan calving interval ( < 13 bulan) yang juga mempengaruhi PBHH pedet pra-sapih (> 0,6 kg/hari).
Kata Kunci: Sapi Potong, Laktasi, Perbaikan Pakan, Pertumbuhan Pedet
PENDAHULUAN
Salah
satu
penentu
keberhasilan
pemeliharaan sapi potong pembibitan pada
usaha peternakan rakyat adalah pola pemberian
pakan yang tepat. Salah satu hal yang penting
adalah perbaikan pola pemberian pakan pada
induk awal laktasi sehingga dapat diperoleh
gizi pakan yang cukup dengan harapan dapat
meningkatkan efisiensi pemeliharaan yang
berdampak langsung terhadap pendapatan
petani.
Peningkatan produktivitas sapi potong
memerlukan perbaikan manajemen baik pakan
maupun pemeliharaan, namun dalam usaha
peternakan sapi potong rakyat masih sering
muncul beberapa permasalahan, diantaranya
adalah penurunan bobot hidup induk yang
sangat drastis di awal laktasi dan pertumbuhan
pedet yang kurang optimal akibat dari
kecukupan gizi yang rendah pada induk.
Kebutuhan nutrisi
pascapartus
akan meningkat
seiring dengan peningkatan produksi susu dan
terjadinya proses pemulihan organ reproduksi.
Pada pola pemeliharaan tingkat peternak,
pemahaman akan pentingnya nutrisi bagi
pedet prasapih juga masih relatif kurang
sehingga sangat diperlukan penambahan pakan
penguat dengan kualitas yang baik untuk
mendukung pertumbuhan pedet pada fase ini.
Kualitas pakan yang kurang baik dengan
jumlah atau kuantitas yang kurang pada induk
dapat menyebabkan perombakan energi tubuh
induk untuk menghasilkan susu bagi pedet.
Selain itu juga akan mempengaruhi siklus
reproduksi yang berakibat pada kejadian birahi
tenang bahkan tidak birahi sama sekali.
Akibatnya jarak beranak menjadi lebih
panjang. Penambahan pakan penguat pada
sapi-sapi induk; diharapkan akan memperkecil
kerugian petani yang disebabkan karena
ternaknya semakin kurus dan pertumbuhan
pedet yang tidak optimal.
Tujuan penelitian pemberian suplementasi
pakan penguat pada induk dan pedet prasapih
ini adalah untuk menjaga agar kondisi tubuh
induk di awal laktasi tidak menurun secara
drastis dan pedet yang dihasilkan akan
mempunyai performa yang cukup baik.
MATERI DAN METODE
Penelitian pemberian suplementasi pada
induk awal laktasi dan pedet prasapih ini
dilakukan pada bulan April – Oktober 2009 di
Kecamatan Paiton dan Tongas, Kabupaten
Probolinggo, Jawa Timur.
Materi penelitian menggunakan 60 ekor
induk sapi potong dan pedetnya yang baru
beranak maksimal 20 hari
post partus
milik
peternak yang masing-masing terbagi menjadi
30 ekor sebagai ternak perlakuan dan 30 ekor
lainnya sebagai kelompok dengan
pemeliharaan pola peternak sebagai kontrol.
Pada induk perlakuan diberikan pakan
penguat selama 60 hari sejak partus dengan
pakan basal berasal dari biomas lokal. Jumlah
pakan penguat yang diberikan adalah 1% bobot
badan, mengandung PK > 13%, LK < 6%, SK
13 – 17%, abu < 10% dan TDN > 60%
(M
ARIYONOdan
R
OMJALI, 2007) atau dengan
mempertahankan skor kondisi tubuh 5 – 7
(N
ICHOLSONand
B
UTTERWOTH, 1986).
Sedangkan pada pedet diberikan pakan
tambahan yang memenuhi syarat kualitas
pakan prasapih hingga disapih umur 120 hari
yakni mengandung PK > 10% dan TDN >
65%. Teknologi ini mengacu pada hasil
penelitian (A
FFANDHYet al
., 1998; A
FFANDHYet al
, 2000a; A
FFADHYet al
, 2000b;
A
FFANDHYet al
., 2001a).
Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji beda nyata (
t test
) antar dua
perlakuan dan analisis ekonomi menggunakan
BC ratio
. Parameter yang diukur adalah
konsumsi pakan induk, pertambahan bobot
hidup harian (PBHH) induk dan pedet,
performa pedet prasapih, performa reproduksi
induk dan analisis ekonomi ransum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pakan induk
Pada masa awal laktasi induk memerlukan
nutrisi yang cukup untuk produksi susu dan
mempertahankan kondisi tubuh. Beberapa
penelitian pada sapi perah menunjukkan bahwa
pada saat beranak, bobot hidup induk menurun
diikuti dengan penurunan skor kondisi tubuh.
B
ARMANdan
C
URRIE(1980) menyatakan
bahwa sapi di awal laktasi pada umumnya
mengalami proses perombakan jaringan
adiposa untuk pemenuhan energi guna
memproduksi susu yang berasal dari pakan
yang masuk ke dalam tubuh.
Konsumsi pakan berdasarkan bahan kering
(BK) menunjukkan perbedaan tidak nyata,
demikian pula pada harga pakan (Tabel 1).
Konsumsi BK pada kedua perlakuan telah
melebihi standar kebutuhan (NRC, 1984).
Menurut H
ALLet al.
(2001) untuk bobot hidup
300 kg membutuhkan konsumsi BK 6,1
kg/hari. Kondisi ini sesuai dengan laporan
B
OOTHBYand F
AHEY(1995), W
ARDHANIet al
.
(1993) dan H
AFEZ(2000) menyatakan bahwa
tingkat kebuntingan juga dipengaruhi oleh
faktor nutrisi. Intake pakan yang cukup akan
mendukung berfungsinya saluran reproduksi
dengan baik.
Bobot hidup induk
Hasil penelitian perbaikan pakan pada
induk menunjukkan terjadinya penurunan
bobot hidup, hal ini karena pada awal laktasi,
pakan digunakan untuk memproduksi susu,
namun demikian penurunan bobot hidup ini
dapat dikendalikan dengan adanya penambahan
pakan penguat sehingga penurunan PBHH
lebih kecil (P < 0,05) dengankan sapi kontrol
(Tabel 2).
Secara berangsur-angsur kebutuhan nutrisi
pascapartus
akan meningkat seiring dengan
peningkatan produksi susu dan terjadinya
proses pemulihan organ reproduksi. Masa
laktasi sapi induk akan mempengaruhi
kebutuhan nutrisi, sehingga pakan yang
diberikan harus diperhitungkan untuk
mencukupi kebutuhan hidup pokok dan
produksi susu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan S
HORTet al.
(1996) bahwa strategi
suplementasi untuk perbaikan pakan induk
akan mempengaruhi bobot hidup sapi dan
kondisi selama masa kering.
Performa pedet prasapih
Hasil pengamatan terhadap PBHH pedet
menunjukkan angka lebih tinggi (P < 0,01)
pada kelompok perlakuan dengan kontrol; hal
ini didukung dengan pertumbuhan bobot hidup
awal hingga akhir penyapihan kelompok
perlakuan yang menunjukkan kenaikan lebih
tinggi daripada sapi kontrol (Tabel 3).
Performa reproduksi
Performa reproduksi sapi induk yang diberi
perbaikan pakan menunjukkan angka APP dan
DO yang lebih pendek (P < 0,01) dengan
kontrol, sehingga CI pada sapi perlakuan lebih
pendek. Demikian pula CR pada sapi
perlakuan lebih tinggi daripada kontrol; namun
S/C pada kedua perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan, yaitu < 2. Hal ini diduga
suplementasi pakan penguat pada sapi
pascaberanak berpengaruh terhadap aktivitas
reproduksi karena penyusuan merangsang
sekresi prolaktin (
Luteotropic Hormone
) oleh
kelenjar susu. Kondisi prolaktin yang tinggi
menyebabkan tingkat progesteron meningkat
sehingga
estrogen
menjadi rendah yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap aktualisasi
estrus (H
ADISUTANTO, 2008). Terlambatnya
Tabel 1. Konsumsi pakan sapi potong induk
Perlakuan Parameter A B Konsumsi BK (kg/ekor/hari) 9, 8 ± 3,7 6,9 ± 1,8 Kebutuhan BK (kg/ekor/hari)* 7,7 ± 0,0 7,0 ± 0,0 Kecukupan kebutuhan BK (%) 128,4 99,0
Tabel 2. Bobot hidup dan PBHH sapi potong induk
Perlakuan Parameter
A B Bobot hidup awal (kg) 313,9 ± 47,2 285,8 ± 49,2
Bobot hidup akhir (kg) 302,0 ± 50,2b 265,2 ± 42,6a PBHH induk (kg/hari) -0,21 ± 0,40b -0,64± 0,56a
A: Perlakuan dengan suplementasi; B: Tanpa suplementasi; a, b: Superskrips yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
Tabel 3. Performa pedet prasapih
Perlakuan Parameter
A B Bobot hidup awal pedet (kg) 27,4 ± 8,2 34,7 ± 14.2
Bobot hidup akhir pedet (kg) 104,9 ± 16,8a 71,9 ± 19,2b PBHH pedet (g/hari) 685,3 ± 283,6a 262,6 ± 322,3b A: Perlakuan dengan suplementasi; B: Tanpa suplementasi; a, b: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,01)
estrus menyebabkan periode APP semakin
panjang (M
ARKEYet al
., 2000), sehingga
berpengaruh terhadap aktivitas ovarium pasca
beranak maupun timbulnya APP (M
A’
SUMet
al
., 2000; A
FFANDHYet al
., 2001b; H
AFEZ,
2000; M
ARGERISONet al.
, 2002).
Analisis ekonomi
Hasil analisis ekonomi ransum menunjukan
bahwa pada kelompok induk sapi perlakuan
keuntungan yang didapat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Perhitungan harga pedet didasarkan pada bobot
hidup umur 4 bulan dengan asumsi harga per
kg bobot hidup sebesar Rp 35.000. Sedangkan
biaya pakan rumput peternak didasarkan pada
upah tenaga kerja dengan asumsi tenaga kerja
sehari sebesar Rp. 5.000. Nilai BC pada
kelompok perlakuan yang lebih tinggi; lebih
layak untuk diterapkan (Tabel 4).
Tabel 4. Perhitungan ekonomi ransum
Perlakuan Parameter A B Biaya pemeliharaan Pakan tambahan Peralatan(obat, alat) Penyusutan kandang Tenaga kerja merumput
336.000 78.380 164.410 1.825.000 - 57.350 143.670 1.825.000 Jumlah 2.403.790 2.035.020 Pendapatan
Hasil penjualan pedet Hasil kompos Jumlah 3.673.000 438,000 4.111.000 2.515.340 438,000 2.953.340 Keuntungan 1.707.210 918.32 BC rasio 0,7 0,5
KESIMPULAN
Disimpulkan bahwa perlakuan perbaikan
pakan dengan suplementasi pakan penguat
pada induk pascaberanak mampu menekan
penurunan bobot hidup dengan performa
reproduksi yang lebih baik ditandai dengan
pendeknya APP (< 80 hari), DO (< 95 hari)
dan CI (< 13 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
AFFANDHY, L. dan D. PAMUNGKAS. 2007. Hasil inseminasi buatan sapi potong di wilayah agroekosistem kering dan basah Jawa Tengah. Pros. Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-38 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 8 November 2007. hlm: 23 – 29.
AFFANDHY,L.,M.A.YUSRAN danMARIYONO. 1998. Effect of weaning age on post-partum anoestrous of Peranakan Ongole cows under smallholder framers in East Java. Bull. of Anim. Sci. Supplement edd. Dec. 1998. Publish. Fac. of Anim. Sci. Gadjah Mada Univ. Yogyakarta, Indonesia: pp. 312 – 315. AFFANDHY,L.,M.A.YUSRAN dan M.WINUGROHO.
2000a. Teknologi Penyapihan Dini Pada Sapi Potong. Makalah Dalam Temu Informasi Teknologi Pertanian Sub Sektor Peterkanan di IPPTP Wonocolo, Surabaya, 18 – 19 Februari 2000. hlm 1 – 6.
AFFANDHY, L., M. WINUGROHO and E. TELENI. 2000b. Rearing of early-weaned Peranakan Ongole calver under Indonesian condition. Asian-Aus. J. Anim. Sci. Vol. 13, July 2000. Supplemen p 310.
AFFANDHY,L.,M.A.YUSRAN danM.WINUGROHO. 2001a. Pertumbuhan pedet sapi peranakan ongole (PO) sampai umur 24 minggu pada dua tingkat macam kualitas ransum. J. Trop. Anim. Dev. Special Edition (April) 2001 hlm. 110 – 117.
BARMAN,D.E.andW.B.CURRIE. 1980. Partitioning of nutrients during pregnancy and lactation: a review of mechanisms involving homeostasis and homeorhesis. J. Dairy Sci. 63: 1514 – 1529.
BOOTHBY, D. and G. FAHEY. 1995. A Practical Guide Artificial Breeding of Cattle. Agmedia, East Melbourne Vic 3002. p. 127.
HADISUTANTO, B. 2008.http://politani.blogspot.com/.
(9 Sep. 2008).
HAFEZ, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Edition. Reproductive Health Center. IVF Andrology Laboratory. Kiawah Island, South Carolina, USA. p. 509.
HALL, J.B., W.W. SEAY dan S. M. BAKER. 2001. Nutrition and Feeding of the Cow-Calf Herd: Production Cycle Nutrition and Nutrient Requirements of Cows, Pregnant Heifers and Bulls. Extension Agent, Anim Sci; Virginia Tech. Publication Number: pp. 400 – 412. KOMARUDIN, MA’SUM, E.TELENI, M. WINUGROHO
and L.AFFANDHY. 2000. Ovarian response in Indonesian Peranakan Ongole cows to a roughage diet supplemented with a mix of shrub legume leaves. Asian-Aus. J. Anim. Sci. Vol. 13, July 2000. Supplement p. 187. MARGERISON, J.K., T.R. PRESTON and C.J.C.
PHILIPST. 2002. Restricted suckling of tropical diary cows by their calf or their cows” calves. J. Anim. Sci. 80: 1663 – 1670.
MARIYONO danE.ROMJALI. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi ”Pakan Murah” Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Puslitbang Peternakan, Bogor.
NICHOLSON, M.J. and M.N. BUTTERWOTH. 1986. AGuide to Condition scoring of Zebu Cattle. International Livestock Centre for Africa. Addis BABA. p: 26.
NRC. 1984. Nutrient Requirements of Domestic Animals. Sixth Revised Ed. National Academy Press. Whasington D.C. pp. 2 – 3. SHORT, R.E., E.E. GRINGS, M.D. MACNEIL, R.K.
HEITSCHMIDT, M.R. HAFERKAMP and D.C.
ADAMS. 1996. Effect of time of weaning, supplement, and sire breed of calf during the fall grazing period on cow and calf performace. J. Anim. Sci. 74: 701 – 1710. WARDHANI, M.K., A. MUSOFIE, U. UMIYASIH, L.
AFFANDHY, M.A. YUSRAN danD.B.WIJONO. 1993. Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sumenep, 11 – 12 Oktober 1992. Sub Balitnak Grati. hlm: 164 – 167.