• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW SUB DAS CIKAPUNDUNG DI

3 STASIUN HIDROMETRI KOTA BANDUNG

ANALYSIS OF CIKAPUNDUNG SUB-WATERSHED BASE FLOW

VARIABILITY AT BANDUNG CITY 3 HYDROMETRIC STATION

M Rezky Aditya1 dan Arief Sudradjat2 Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl.Ganeca 10 Bandung 40132

1mrezky_aditya@yahoo.co.id dan 2arief.sudradjat@yahoo.com

Abstrak: Base flow merupakan salah satu dari komponen penting yang menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu DAS, yang berasal dari pelepasan air tanah dan berperan penting saat musim kering atau kemarau. Pemisahan base flow pada sub-DAS Cikapundung ini dilakukan dengan menggunakan metode smoothed minima. Menggunakan metode smoothed minima ini base flow dianalisis melalui nilai Base Flow Index (BFI) yang diperoleh melalui data debit harian sungai periode 5 tahun (2008-2012). Sub-DAS Cikapundung memiliki nilai BFI rerata sekitar 85%. Variabilitas base flow dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan fenomena alam yang berupa perubahan iklim maupun aktivitas manusia yang berhubungan dengan tata guna lahan dan eksploitasi air tanah. Disini diperhatikan seberapa besar pengaruh tata guna lahan kota Bandung terhadap variabilitas base flow sub-DAS Cikapundung. Penurunan kontribusi base flow pada sub-DAS Cikapundung dapat berimplikasi pada kekeringan pada badan air saat musim kemarau. Sedangkan Cikapundung ini dipakai oleh PDAM Tirtawening Bandung sebagai sumber air baku dan dapat berakibat tersendatnya pasokan air ke pelanggan PDAM. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan sumber daya air dan konservasi daerah aliran sungai yang terpadu dan berkelanjutan sebagai solusi dari penurunan base flow sehingga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumber daya air dapat terjaga.

Kata Kunci: base flow, Base Flow Index, smoothed minima, Cikapundung

Abstract: Base flow is one of the important parameter in the hydrological function of a watershed, which is derived from groundwater discharge and plays an important role during the dry season or drought. Separation of base flow in the sub - watershed Cikapundung is done by using the method of smoothed minima. Using the smoothed minima method is base flow values were analyzed through the Base Flow Index (BFI) which is obtained through daily river discharge data 5 -year period (2008-2012). Cikapundung sub - watershed has an average value of approximately 85 % of BFI. Variability of base flow is influenced by various factors associated with natural phenomena such as climate change and human activities related to land use and exploitation of ground water. In this resume will be noting about how much influence land use in Bandung to the base flow variability Cikapundung sub - watershed . The decrease in base flow contribution to the sub - watershed Cikapundung implications on drought on water bodies during the dry season. Meanwhile the Cikapundung water is used by PDAM Tirtawening Bandung as a source of raw water and can result in delays to the customer's water supply taps. Therefore, it is necessary to the management of water resources and conservation of watersheds and sustainable integrated as a solution of a decrease in base flow, so that the quality, quantity, and continuity of water resources can be maintained.

Key Word: base flow, Base Flow Index, smoothed minima, Cikapundung

PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) sering didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan

(2)

2

daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Suatu DAS memiliki fungsi hidrologis, yang berpengaruh dalam kualitas dan kuantitas air yang masuk ke aliran sungai. Dimana DAS yang memiliki fungsi hidrologis yang baik akan dapat menampung air hujan disaat musim penghujan (dimana curah hujan tinggi) dan juga tidak kekeringan di saat musim kemarau tiba. Sub-DAS sendiri merupakan bagian dari DAS, dimana sub-DAS tersebut terbentuk dari anak-anak sungai yang bercabang lagi membentuk anak sungai lagi.

Dalam rangka menghindari dua kejadian ekstrim di suatu sungai, yaitu banjir dan kekeringan, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap komponen-komponen yang menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu DAS. Dalam pembahasan mengenai fluktuasi debit, terdapat dua komponen yang berpengaruh pada kondisi aliran sungai, yaitu limpasan permukaan (surface runoff) dan aliran dasar (base flow). Berdasarkan hal tersebut, salah satu parameter yang perlu diketahui adalah nilai Base flow Index (BFI).

BFI dapat dianggap sebagai mengukur proporsi limpasan sungai yang berasal dari sumber yang tersimpan (Institute of Hydrology, 1980). BFI merupakan rasio dari volume base flow terhadap volume total aliran sungai. Base flow merupakan komponen aliran sungai yang berasal dari pelepasan air tanah dan menentukan besar debit sungai di musim kemarau. Kondisi

base flow dipengaruhi oleh kuantitas presipitasi yang terinfiltrasi menjadi imbuhan air tanah. Dengan mengetahui BFI suatu DAS, maka dapat diketahui tingkat kontribusi base flow

terhadap aliran sungai. Hal tersebut membantu dalam penilaian karakteristik dan kapasitas suatu DAS, sehingga penentuan solusi dan pengendalian fungsi hidrologis dapat dilakukan.

Sub-DAS Cikapundung berada di kota Bandung yang selain memiliki masalah kualitas airnya, terdapat pula masalah kuantitas air nya. Cikapundung ini digunakan oleh PDAM Tirtawening sebagai sumber air baku yang diolah nantinya dan kemudian didistribusikan ke pada sebagian besar warga Bandung yang merupakan pelanggan air ledeng PDAM. Namun dengan keadaan tata guna lahan yang sekarang, dimana bantaran sungai nya banyak digunakan pemukiman tidak dapat dihindari lagi jika Cikapundung ini dijadikan tempat pembuangan air limbah domestik. Dan dimana pada saat musim kering selain kuantitas yang kurang, juga kualitas air nya makin buruk.

Oleh sebab itu, dalam rangka menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah DAS Cikapundung, perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi fungsi hidrologis DAS Cikapundung. Penentuan BFI menjadi salah satu pilihan untuk menilai karakteristik sub-DAS. Dengan mengetahui BFI sub-DAS Cikapundung, dapat dilakukan analisis variabilitas kontribusi base flow terhadap keandalan debit sungai, sehingga kapasitas sub-DAS Cikapundung dalam memenuhi fungsi hidrologis dapat terkuantifikasi dan teridentifikasi.

METODOLOGI

Secara garis besar, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari studi literatur, pengambilan data sekunder, pengolahan dan analisis data, serta kesimpulan dan saran.

Sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian, dilakukan studi literatur untuk mendapatkan dasar teori yang menunjang tahapan penelitian selanjutnya. Studi literatur yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain mengenai sistem hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS), hidrograf aliran sungai, base flow, dan ilmu statistika berupa uji korelasi Spearman- Conley. Diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan untuk penelitian ini, antara lain debit sungai harian 5 tahun dari stasiun hidrometri Maribaya. Gandok, dan Pasirluyu untuk mengetahui nilai Base

(3)

3

Flow Index (BFI), dan kondisi umum Sub-DAS Cikapundung, peta wilayah, peta elevasi, serta peta tata guna lahan Sub-DAS Cikapundung sebagai penunjang dalam analisis variabilitas base flow.

Gambar 1Diagram Alir Metodologi Penelitian

Pengambilan Data Debit pada Stasiun Hidrometri

Titik pengambilan data debit harian sungai terletak di 3 titik pada sub-DAS Cikapundung, yaitu stasiun hidrometri Maribaya, Gandok, dan Pasirluyu. Posisi stasiun Maribaya berada di daerah Maribaya, yaitu sekitar Bandung Utara menuju Lembang. Untuk stasiun Gandok berada pada Jl. Siliwangi di Kel. Lebak Siliwangi, Kec.Coblong. Dan untuk posisi stasiun Pasirluyu berada pada Kel.Pasirluyu, Kec. Regol. Pengambilan data debit sungai

(4)

4

dilakukan di 3 titik karena dibutuhkan keadaan hidrograf sepanjang sungai dengan tata guna lahan yang berbeda. Periode pengamatan adalah 5 tahun pada setiap stasiun, yang bermaksud untuk mengetahui keadaan Cikapundung terkini.

Pengumpulan Data Kondisi Umum Daezah Penelitian

Dalam penelitian mengenai variabilitas base flow, dibutuhkan data mengenai kondisi umum daerah penelitian, yaitu Sub-DAS Cikapundung. Kondisi umum yang dikumpulkan berupa data yang berhubungan atau mempengaruhi variabilitas base flow, antara lain tata guna lahan, morfologi, geologi, infrastruktur sumber daya air, dan kondisi meteorologi DAS. Data kondisi umum Sub-DAS Cikapundung dikumpulkan dari berbagai sumber, diantaranya dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dan berbagai karya tulis yang membahas mengenai Sub-DAS Cikapundung.

Pengolahan Data

Dalam penelitian mengenai variabilitas base flow, dilakukan pengolahan data debit sungai harian untuk mendapatkan nilai BFI. Nilai BFI menjadi input dalam uji korelasi Spearman-Conley yang menghasilkan output berupa variabilitas base flow. Kemudian, dilakukan analisis terhadap kondisi umum daerah penelitian dan peta-peta yang berkaitan dengan variabilitas base flow. Berikut ini penjelasan setiap tahap pengolahan data yang dilakukan:

1. Pemisahan Base Flow

Pemisahan base flow dilakukan dengan metode smoothed minima melalui perhitungan BFI yang merujuk pada Institute of Hydrology (1980). Secara umum, estimasi base flow dilakukan dengan pemisahan hidrograf, untuk mendapatkan nilai BFI dari perbandingan antara kontribusi base flow dan total aliran sungai. Secara rinci, prosedur pemisahan base flow pada hidrograf diawali dengan penentuan titik balik (turning points) setelah membagi data debit menjadi 5 harian non-overlapping. Titik balik tersebut dihubungkan untuk menghasilkan hidrograf base flow. Langkah untuk perhitungan nilai BFI, pertama membagi data debit harian (Qi) menjadi data debit 5 harian secara non-overlapping dan tentukan nilai terkecil dari setiap data (Q1, Q2, Q3,…, Qn), lalu kedua memperhitungkan dalam setiap (Q1, Q2, Q3), (Q2, Q3, Q4),…,(Qn-1, Qn, Qn+1), jika 0,9  nilai tengah (Qn) < nilai luar (Qn-1 dan Qn+1), maka nilai tengah menjadi ordinat untuk base flow (QB). Perhitungan dilanjutkan hingga didapatkan nilai-nilai ordinat base flow (QB1, QB2, QB3,…, QBn)yang memiliki perbedaan periode waktu antar nilai, ketiga menentukan nilai ordinat harian (QB1,…,QBn) dengan interpolasi linier. Jika QB1 > Qi, maka QB1 = Qi, keempat menghitung VB, yaitu luas dibawah kurva base flow antara titik balik pertama (QB1) hingga akhir (QBn), kelima menghitung VA, yaitu luas dibawah kurva debit harian (Qi) untuk periode QB1 hingga QBn, dan terakhir menghitung nilai BFI dengan menggunakan Persamaan 1:

BFI =𝑉𝐴

𝑉𝐵 (1)

2. Analisis Variabilitas Base Flow

Analisis variabilitas base flow dilakukan secara kualitatif dengan berbagai dasar yang dapat diketahui melalui data kondisi umum daerah penelitian dan peta yang dikumpulkan.

(5)

5

Analisis diawali dengan mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi kontribusi base flow

terhadap total aliran sungai. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut ditinjau dan dibandingkan dengan data yang terdapat peta dan kondisi umum Sub-DAS Cikapundung, serta kaitannya dengan variabilitas base flow yang telah diketahui dari hasil pengolahan data sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data debit yang digunakan adalah data debit Cikapundung pada 3 stasiun hidrometri (Stasiun Maribaya, Gandok, dan Pasirluyu) dalam periode 5 tahun terakhir (2008-2012). Contoh hasil pemisahan base flow dari hidrograf Sub-DAS Cikapundung dengan metode

smoothed minima dapat dilihat pada Gambar 2 yang memperlihatkan hidrograf pada tahun 2008 (stasiun Gandok) dan 2011 (stasiun Maribaya).

Hasil pemisahan base flow berupa nilai BFI sub-DAS Cikapundung menggunakan data debit harian 5 tahun, pada 3 stasiun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai BFI sub-DAS Cikapundung periode 2008-2012

Tahun Maribaya Gandok Pasirluyu

2008 0.797 0.807 0.741

2009 0.819 0.916 0.813

2010 0.813 0.781 0.805

2011 0.840 0.731 0.952

2012 0.838 0.854 0.972

Tabel 1 menunjukan nilai BFI sub-DAS Cikapundung selama 5 tahun terakhir pada 3 stasiun hidrometri yang berbeda yang didapatkan dengan menghitung rasio antara volume base flow

dan volume total aliran sungai. Melalui perhitungan tersebut, dapat diketahui perbandingan antara pelepasan air tanah (groundwater discharge) dan air limpasan permukaan (surface runoff) terhadap total aliran sungai (total streamflow). Nilai BFI 0.807 pada tahun 2008 di stasiun gandok menunjukkan bahwa kontribusi base flow sebesar 80,7% terhadap aliran sungai. Dalam periode 2008-2012 ini kontribusi base flow sub-DAS Cikapundung terhadap total aliran

A

B b b b

Gambar 2Hidrograf base flow pada stasiun Gandok pada tahun 2008 (A) dan stasiun Maribaya pada tahun 2011 (B)

(6)

6

sungai berkisar antara 73, 1% - 97,2%. Pada stasiun Gandok terjadi penurunan nilai BFI pada tahun 2010 dan 2011. Stasiun Gandok ini berada di daerah kota Bandung itu sendiri, tepatnya di kecamatan Lebak Siliwangi dimana terdapat banyak pemukiman warga di bantaran Cikapundung. Hal ini menunjukkan bahwa tata guna lahan pada bantaran DAS cukup mempengaruhi BFI.

Analisis variabilitas base flow dapat dilakukan melalui grafik untuk mendapatkan kecenderungan tren nilai BFI tahunan periode 2008-2012. Grafik tersebut dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3Variabilitas nilai BFI sub-DAS Cikapundung periode 2008-2012, (A) Maribaya, (B) Gandok, dan (C) Pasirluyu

Dapat dilihat pada stasiun debit Gandok memiliki trend yang cenderung turun. Base flow berkaitan erat dengan keberlanjutan peran air tanah terhadap aliran sungai dan menjadi indikator kondisi kering atau ketika presipitasi rendah. Jika base flow semakin rendah, maka kontribusi air tanah terhadap total aliran sungai menurun dan mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau.

Salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas base flow adalah fenomena alam berupa anomali iklim. Anomali iklim ini berdampak pada penurunan nilai BFI. Hal tersebut berkaitan dengan fenomena pemanasan global yang meningkatkan temperatur atmosfer dan permukaan laut. Proses penguapan yang semakin tinggi berdampak pada peningkatan intensitas hujan, sehingga air hujan tidak sempat terinfiltrasi ke dalam tanah. Volume air hujan yang menjadi limpasan ke sungai menjadi lebih besar dibandingkan dengan pelepasan air tanah dan menyebabkan penurunan nilai BFI.

y = 0.0602x + 0.676 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 2008 2009 2010 2011 2012

Pasirluyu Linear (Pasirluyu)

A B

(7)

7

Faktor lain yang mempengaruhi penurunan kontribusi base flow terhadap total aliran sungai adalah faktor antropogenik atau aktivitas manusia, antara lain eksplorasi air tanah dan deforestasi. Berkaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementrian Pekerjaan Umum (2012), kebutuhan air penduduk wilayah (Kabupaten/Kota) Bandung mengalami peningkatan 15,78% dari tahun 2000 yaitu sebesar 50190 m3 menjadi 58110 m3 pada tahun 2010. Hal tersebut mengindikasikan kebutuhan air bersih yang tinggi, sehingga memicu eksplorasi, bahkan eksploitasi air tanah oleh industri dan rumah tangga yang mengakibatkan penurunan level muka air pada akuifer.

Faktor antropogenik berupa kegiatan sehari-hari manusia yang dilakukan di sungai, seperti contohnya mencuci perabotan dan pakaian, mandi, buang air dan lain sebagainya. Kegiatan manusia tersebut dapat mengurangi kualitas air sungai, dan juga menambah sedimentasi akibat buangan air limbah domestiknya. Penempatan bantaran sungai sebagai pemukiman juga merupakan faktor antropogenik. Hal itu dapat menyebabkan berkurangnya serapan air ke dalam tanah/akuifer. Penurunan volume air yang masuk ke akuifer, mengurangi kontribusi pelepasan air tanah terhadap total aliran sungai.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan. Yang pertama dalam periode 2008-2012, kontribusi base flow sub-DAS Cikapundung terhadap total aliran sungai berkisar 73, 1% - 97,2%. Dengan kontribusi base flow terendah pada tahun 2011 (stasiun Gandok) dan tertinggi pada tahun 2012 (stasiun pasirluyu). Yang Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas base flow terbagi menjadi dua, yaitu faktor alam berupa perubahan dan anomali iklim, dan faktor antropogenik berupa perubahan tata guna lahan, eksplorasi air tanah. Untuk sub-DAS Cikapundung dapat disimpulkan bahwa perubahan tata guna lahan memiliki peran yang lebih besar terhadap variabilitas base flow dikarenakan padatnya penduduk di bantaran Cikapundung. Yang Ketiga penurunan base flow berdampak pada kekeringan yang terjadi pada musim kemarau, sehingga mengurangi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sumber daya air.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E. (2007). Indonesia Rainfall with a Hierarchy of Climate Models. VDM Verlag Dr. Mueller e.K. ISBN-13: 9783836409131.

Bates, B., Z. W. Kundzewicz, S. Wu, dan J. Palutiokof. (2008). “Climate Change and Water”. Intergovernmental Panel on Climate Change I, ISBN: 978-92-9169-123-4

Giesen, N.C.D., Stomph, T. J., de Ridder. (2000). Scale Effects of Hortonian Overland Flow and Rainfall–Runoff Dynamics in a West African Catena Landscape. Hydrological Processes volume 14, pages: 165-175.

Halford K.J., Mayer G.C. (2000). Problems Associated with Estimating Ground Water Discharge and Recharge from Stream-Discharge Records. Ground Water Journal 38: 331-342.

Institute of Hydrology. (1980). Low Flow Studies: Research Report. Crownarsh Gifford Wallingford, Oxon, United Kingdom.

(8)

8

Ridhosari, B. (2013). Dampak Variabilitas Iklim di Sistem Hidrologis Daratan sebagai Masukan Bagi Peningkatan Kapasitas Adaptif Pengelolaan Sumber Daya Air. Tesis. Institut Teknologi Bandung.

Sabar, A. (2011). Perubahan Iklim, Manajemen Air dan Degradasi Infrastruktur Sumber Daya Air di Perkotaan di Zona Monsoon Indonesia Ihwal Pantura Metropolitan Jakarta.

Institut Teknologi Bandung.

Santhi, C., Allen, P.M, Muttiah, R.S., Arnold J.G., Tuppad P., (2008). RegionalEstimation of Base Flow for the Conterminous United States by Hydrologic Landscape Regions. Journal of Hydrology 351:139-153.

Woyessa, Y.E., Welderufael,W.A. (2010). Streamflow Analysis and Comparison of Baseflow Separation Methods. European Water 31: 3-12. E.W. Publications.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa variabel Partisipasi Anggaran di uji secara parsial terhadap Kinerja Laporan Keuangan

Trafficking atau perdagangan orang merupakan kegiatan pemindahan, pengiriman atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggal atau dari keluarganya Perdagangan

Hasil penelitian menunjukkan ubikayu yang ditanam pada lahan marginal dengan input produksi pupuk mikroba + zat pengatur tumbuh organik dapat meningkatkan

[r]

Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan binder molasses dalam pelet complete calf starter terhadap kualitas kimia dan fisik pelet.. Penelitian dilaksanakan selama

Tujuan utama dari laporan ini adalah merancang mesin atau alat pemindah drum untuk memindahkan drum dan mendapatkan hasil berupa gambar kerja serta menentukan komponen alat

Tujuan pengukuran dan analisa simulasi ini adalah untuk membuktikan dan membandingkan hasil percobaan dengan hasil perancangan, sehingga dapat mengetahui bentuk

Pati si Kapitan Tiyago ay magiging excomulgado kung hindi niya sisirain ang kasunduan ng kasal nina Maria Clara at Ibara.. Ni hindi na maaaring kausapin ng binata si Maria