• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANCUAN MEMAHAMI KONSEP TEKNIS DAN DAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KERANCUAN MEMAHAMI KONSEP TEKNIS DAN DAM (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KERANCUAN MEMAHAMI KONSEP ‘TEKNIS’

DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENILAIAN ANGKA KREDIT WIDYAISWARA

oleh Firman Nugraha

Email: firmanugraha@kemenag.go.id Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis makna „Teknis‟ pada setiap konteks gramatika yang dalam nomenklatur yang berlaku dalam Diklat.Suatu konsep tertentu dalam analisis makna dapat menampilkan makna ganda, hal ini akibat perbedaan hubungan konsep dengan konteks. Demikian pula halnya dengan konsep „Teknis‟ dalam lingkungan Diklat di Kementerian Agama. Perbedaan memahami konsep „Teknis‟ dapat berimplikasi pada perbedaan cara menentukan angka kredit yang diajukan widyaiswara atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.

Kata Kunci: Angka Kredit, Widyaiswara, Jabatan Fungsional.

Abstract

This article aims to analyze the meaning of 'Technical' on every grammatical context in the nomenclature that apply in Training. A certain concept in the Semantic analysis can display a double meaning, it is due to differences in the relationship with the concept and context. Likewise concept of 'Technical' in the Training at the Ministry of Religious Affairs. Differences understand the concept of 'Technical' will have implications for different ways of determining credit points for the implementation of the proposed main duties and functions of Widyaiswara .

Key words: Credit points, Functional, Widyaiswara,

Pendahuluan

(2)

Satu hal yang menjadi problem adalah memicu kerancuan dalam memahami konsep „teknis‟ sebagai jenis Diklat dan konsep „teknis‟ sebagai institusi penyelenggara Diklat baik di tingkat pusat maupun di tingkat pelaksana yaitu Balai Diklat. Artikel ini mencoba mendudukan dan menunjukkan masing-masing makna “Teknis” dan implikasinya dalam penghitungan angka kredit widyaiswara sesuai dengan mata Diklat pada jenjang dan kelompok Diklat yang diampunya. Untuk mencapai pemahaman atas makna konsep „Teknis‟ tersebut dalam artikel ini akan meminjam teori Semantik.

Sekilas Teori Makna

Makna merupakan objek kajian semantik, yang berkisarpada hubungan ilmu makna itu sendiri di dalam linguistik dan non linguistik. Lingkupan makna dalam linguistik dapat menjangkau semua tataran bahasa, fonologi,morfologi sintaksis dan wacana bahkan teks. Sedangkanlingkupan makna pada non linguistik meliputi fungsibahasa yang berkaitan erat dengan filsafat, antropologi,psikologi dan sosiologi. (Djajasudarma, 1999 [a]: 3-4).

Menurut Parera (2004: 51), bidang kajian semantikmeliputi semua ujaran dalam bahasa yang bermakna danhubungan-hubungan makna yang dikandung oleh ujarantersebut. Dengan kata lain batas liput semantik ialahpencirian hakikat makna dan hubungannya.Makna itu sendiri menurut Kamus Besar BahasaIndonesia (1990: 624) ialah merupakan arti atau maksuddari suatu kata; seperti jika terdapat kata „bermakna‟ makaitu artinya berarti atau mengandung arti, demikian puladalam kata „memaknai‟ artinya ialah memberikan arti ataumenerangkan maksud dari suatu kata atau keadaan

Berdasarkan Odgen& Richards, Aminudin (2003: 52-53) memberikankesimpulan bahwa makna merupakan istilah yangmengacu pada pengertian yang luas, yang kemudianberdasarkan pendapat Grice [1957] dan Bolinger [1981]makna dibatasi lagi sebagai hubungan antar bahasa dengandunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakaibahasa sehingga dapat saling mengerti. Dari pendapatnyaini ia kemudian memberikan tiga unsur pokok yang harusterdapat dalam makna itu sendiri yakni: 1) makna adalahhasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar; 2)penentuan hubungan terjadi karena adanya kesepakatanantar pemakai; 3) perwujudan makna itu dapat digunakanuntuk menyampaikan informasi sehingga dapat salingmengerti.

Menurut Djajasudarma (1999: 35), makna(Inggris: sense) harus dibedakan dengan arti (Inggris:meaning). Dalam semantik, makna adalah pertautan yangada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Selanjutnyadengan mengutip dari Palmer [1976: 30] ia yangmenjelaskan makna hanya menyangkut intrabahasa, yangsejalan dengan pendapat ini ialah ungkapan Lyons [1977:204] yang menyebutkan bahwa mengkaji makna berartimemahami kajian kata tersebut yang berkenaan denganhubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebutberbeda dari kata-kata yang lain. Sedangkan „arti‟ dalamhal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiriyang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksem. Makna Teknis, antara istilah dan nama

(3)

simbol tersebut memiliki sejumlah konsekuensi makna. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 755 Peraturan Menteri AgamaNo 10 tahun 2010 bahwa Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang tenaga teknis pendidikan dan keagamaan. Sedangkan lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Administrasi dinyatakan dalam pasal 743 dalam PMA No 10 tahun 2010 tersebut, bahwa Pusdiklat Tenaga Administrasi mempunyai tugas melaksanakan Diklat di bidang pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi.

Pusdiklat Tenaga Administrasi, sesuai dengan PMA No 10 Tahun 2010 pasal 752,selanjutnya memiliki dua bidang Pendidikan dan Pelatihan yang terdiri atas: a) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional; dan b) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan. Selanjutnya dalam PMA No 10 Tahun 2010 Pasal 753 masing masing subbidang tersebut memiliki tugas untuk (1) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan pelatihan jabatan struktural dan fungsional. Dan (2) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Administrasi dan Prajabatan mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan pelatihan tenaga administrasi, serta pelatihan prajabatan.

Jadi, Pusdiklat Tenaga Administrasi tidak hanya membidangi peningkatan kompetensi tenaga administrasi an-sich sebagaimana namanya melainkan juga pada kelompok jebatan struktural dan fungsional. Dalam pelaksanaannya kelompok jabatan fungsional dimaksud adalah di luar bidang garapan pejabat fungsional yang menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.

Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sesuai dengan pasal Pasal 764tentangBidang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas: a) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan b) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Pelayanan Keagamaan. Dua konteks sasaran Diklat tersebut pada dasarnya meliputi juga tenaga fungsional. Lingkup pendidikan ada guru, dosen dan pengawas. Sementara itu lingkup keagamaan ada Penyuluh Agama dan Penghulu.

Konsep Teknis sebagai istilah dalam nomenklatur Diklat dapat ditemukan dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (Perka LAN) nomor 13 dan 14 tahun 2011, yang menjadi payung hukum operasional penyelenggaraan Diklat Teknis. Secara lebih khusus di lingkungan Kementerian Agama juga dinyatakan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2012. Lingkup Perka LAN no 13 dan 14 Tahun 2011 tersebut diatas sangat spesifik, yaitu hanya mengatur tentang Diklat Teknis saja. Berbeda dengannya, pada PMA No 4 Tahun 2012, isinya juga bukan hanya mengatur penyelenggaraan Diklat Teknis saja melainkan juga Diklat Fungsional yang ada dalam lingkup tugas Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidian dan Keagamaan serta Balai Diklat sebagai Unit Pelaksanan Teknis di daerah. Kenyataan tersebut tampak sangat dipengaruhi oleh nama „Teknis‟ yang melekat dalam lembaga pelaksana Diklat dimaksud. Sehingga, meskipun turut serta melaksanakan Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional, Diklat Fungsional, selalu disebutkan kata „Teknis‟ di depannya.

(4)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional. Kemudian pada poin kedua dinyatakan bahwa Diklat Teknis merupakan Diklat yang dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS sebagai bagian integral dari sistem pembinaan karier dan prestasi kerja bagi PNS.

Penjelasan pada Perka LAN no 13 Tahun 2011 tersebut belum menyebutkan apa yang dimaksud dengan kompetensi Teknis. Hal ini dapat ditemukan dalam penjelasan PMA no 4 Tahun 2012. Pada BAB I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 1 poin pertama disebutkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang selanjutnya disebut Diklat Teknis adalah proses penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi teknis pegawai di lingkungan Kementerian Agama. Penjelasan tentang kompetensi teknis dinyatakan dalam poin kedua bahwa kompetensi teknis adalah sejumlah pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu.

Problem Pemaknaan

Problem pemaknaan yang muncul bagi pembaca adalah pertama, ketika memahami teks PMA N 10 tahun 2010 dalam pasal 752 yang menyatakan bidang garapan Pusdiklat Tenaga Administrasi yang secara jelas menuliskan adanya kelompok jabatan fungsional di dalamnya. Pembaca digiring pada pemaknaan tunggal bahwa seluruh jabatan fungsional yang ada di lingkungan Kementerian Agama adalah menjadi tanggung jawab Pusdiklat Tenaga Administrasi. Hal tersebut sesungguhnya bertolak belakang dengan realitas bahwa ada beberapa kelompok jabatan fungsional tertentu seperti di lingkungan pendidikan antara lain guru, pengawas dan dosen menjadi bidang garapan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, termasuk juga di dalamnya Fungsional Penyuluh Agama dan Penghulu.

Problem kedua, kesan pertentangan antara pernyataan dalam PMA No 10 Tahun 2010 berkenaan dengan lingkup tugas dua Pusdiklat tersebut dengan pernyataan dalam poin keenam pasal 1 PMA No. 4 Tahun 2012.Dalam PMA No. 4 Tahun 2012 ini ada dinyatakan tentang aturan Diklat bagi pejabat fungsional. Disebutkan bahwa Diklat Teknis Fungsional adalah Diklat yang diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bagi pejabat fungsional tertentu. Sementara itu, apabila bacaan kita dilanjutkan pada pasal 3 dalam PMA no 4 tahun 2012 ada dinyatakan bahwa jenis Diklat fungsional meliputi Diklat „Teknis” Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional dan Diklat „Teknis‟ Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional. Penjelasan lebih lanjut dalam pasal 4 PMA no 4 tahun 2012 ada dijelaskan bahwa (1) DiklatTeknis Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 1 merupakan Diklat yang diperuntukkan bagi PNS dan/atau Pegawai Non-PNS yang diarahkan untuk dapat menduduki jabatan fungsional tertentu. (2) Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 2 merupakan Diklat bagi pejabat fungsional tertentu untuk dapat menduduki jenjang jabatan fungsional lebih tinggi. (3) Jenjang Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurup a angka 2 sesuai dengan jenjang masing-masing jenjang jabatan fungsional.

(5)

„Teknis‟ berkaitan dengan nama penyelenggara yaitu Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk hal tersebut, terutama kaitannya dengan fungsional pendidikan dan fungsional keagamaan di lingkungan Kementerian Agama.

Problem ketiga, fakta dicantumkannya konsep „Teknis‟ untuk jenis Diklat pada kelompok jabatan fungsional akanmenimbulkan dua cara memaknai. Pertama semua jenis Diklat yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, termasuk juga oleh Balai Diklat dengan jenis sasaran yang sama akan digolongkan ke dalam kelompok DiklatTeknis dengan konsekuensi perolehan angka kredit sebagaimana diatur dalam Permenpan No 14 Tahun 2009 tentang jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yang membagi besaran Diklat pada kelompok Diklat Prajabatan, Diklat Struktural, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis. Kedua, Diklat Teknis Fungsional bagi Kelompok Jabatan Fungsional Pendidikan dan Keagamaan akan tetap dimaknai sebagai kelompok Diklat Fungsional sebagaimana dalam Perka LAN Nomor 15 Tahun 2015 dan Permenpan Nomor 14 Tahun 2009. Artinya dengan konsekuensi perolehan angka kredit sebagaimana yang diatur di dalamnya.

Menyikapi terhadap tiga problem pemaknaan tersebut karena masing-masing dilandasi oleh produk hukum maka secara normatif langkah hukumlah yang harus ditempuh, yakni dengan melakukan peninjauan kembali terhadap beberapa penjelasan yang ada dalam PMA no 10 Tahun 2010 tentang istilah lingkup bidang garapan Pusdiklat Tenaga Administrasi maupun Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Langkah hukum berikutnya juga meninjau kembali penggunaan istilah dalam jenis Diklat yang diatur dalam PMA nomor 4 Tahun 2012 terutama kaitannya dengan Diklat bagi Pejabat Fungsional. Selain pendekatan normatif tersebut, langkah lain yang bisa dilakukan adalah melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan ulang dengan mengacu kepada produk hukum lain dalam hal ini berpedoman kepada Perka LAN Nomor 13, 14 dan 15 Tahun 2011, sehingga dapat secara jelas dibedakan kedudukan masing-masing jenis Diklat dengan mengabaikan siapapun penyelenggaranya, baik oleh Pusdiklat Tenaga Teknis maupun oleh Pusdiklat Tenaga Administrasi.

Penutup

Memahami sebuah konsep dalam analisis semantik salahsatunya memang dengan melihat relasi konteks. Konsep „Teknis‟ yang ada di lingkungan Diklat di Kementerian Agama seyogianya dibedakan sesuai dengan konteksnya. Konsep „Teknis‟ sebagai nama yang melekat dengan kelembagaan Diklat, tentu akan berkaitan dengan istilah Diklat yang ada didalamnya. Namun demikian, penting juga untuk memahami kedudukan dan jenis Diklat yang diselenggarakan dalam lembaga tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka harus berpedoman kepada aturan yang lain, dalam hal ini Perka LAN No. 13, 14 dan 15 Tahun 2011.

Daftar Pustaka

Aminudin. 2001.Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna.Bandung: Sinar Baru Aglesindo

(6)

Leech, Geofrey. 2001.Semantik. Yogyakarta: Pustaka Relajar. Parera, Josh Daniel. 1991.Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penyusunan Pola Penjenjangan Pendidikan dan Pelatihan Teknis.

Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tatalaksana Kementerian Agama.

Referensi

Dokumen terkait

yang terdapat 2 (dua) orang atau lebih peminat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah nilai tawaran tertinggi dalam lelang atas persil/petak tanah dimaksud. (6) Bagi

yang diimplementasikan dalam sistem pendukung keputusan pemilihan KUA teladan ini memiliki hasil perankingan yang hampir sama dengan ranking dari pihak Kementerian

“Dialogue or dialog 1. Such as computer. Cambridge, Mass, Harvard U.P... Jurnal Ilmu Dakwah Vol. Dijelaskan di atas, bahwa dialog adalah suatu bentuk percakapan antara dua

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa umur ibu sekarang, umur melahirkan pertama, jumlah anak hidup, pendapatan keluarga, biaya alat kontrasepsi, dan dukungan

Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini jika penggunaan strategi learning cell dite- rapkan dalam proses pembelajaran maka motivasi belajar matematika Siswa SD di Kecama-

Ternyata dari penelitian kecil ini, PBL dapat membantu mahasiswa meningkatkan pengertian mereka, meningkatkan kerjasama dengan teman dalam kelompok sehingga pembelajaran

Pada metode Bishop, besarnya P (gaya normal pada dasar irisan) diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada irisan dalam arah gaya berat (W) atau semua resultan gaya

Menganalisis pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Kebijakan Dividen dan Free Cash Flow secara simultan terhadap Kebijakan Hutang pada perusahaan