• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peristilahan Dalam Hubungan Industri batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peristilahan Dalam Hubungan Industri batu "

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERISTILAHAN DALAM

HUBUNGAN INDUSTRI

(INDUSTRIAL RELATIONS)

Makalah Ini Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah

Manajemen Sumber Daya Mansuia Kelas B

Dosen pengampu : Bu Purnamie

Disusun oleh:

1. Annisa Nurullia S (130810201019)

2. Eky Agung

(130810201100)

3. Faruq Fafiru U

(130810201084)

4. Marga Area R

(130810201200)

5. Muazir

(130810201263)

6. Perdana Dewi M (130810201001

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah dan hidayahnya sehingga penyusunan makalah yang berjudul “PERISTILAHAN DALAM INDUSTRI” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas mata kuliah manajemen sumber daya manusia (MSDM).

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan kesempatan diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada bu Purnamie sebagai dosen pembimbing mata kuliah, teman-teman kelas MSDM (B), dan semua pihak yang telah membantu kelancaran dan terselesaikannya makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penyusun berharap saran maupun kritik demi penyempurnaan makalah ini. Walaupun masih jauh dari sempurna penyusun berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Jember, 23 Agustus 2014

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...i

Daftar isi ...ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3. Tujuan Penulisan ...2

BAB II “PEMBAHASAN”

2.1 DEFINISI HUBUNGAN INDUSTRIAL... 3

2.2 Prinsip Hubungan Industrial 5

2.3 RUANG LINGKUP HUBUNGAN INDUSTRIAL 6

2.4 TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 7

2.5 PENDEKATAN STUDI HUBUNGAN INDUSTRIAL 8

2.5.1. Pendekatan Keseragaman atau Kesatuan 9

2.5.2. Pendekatan Keragaman (Pluralist Approach) 11

2.5.3. Pandangan Radikal (Radical Approach) 12

(4)

2.7. PRODUK HUBUNGAN INDUSTRIAL INDONESIA 15

BAB III “PENUTUP

3.1 Kesimpulan ... 16

3.2 Saran ... 16

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen sumber daya manusia (Menurut Henri simamora) adalah cara pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi / kelompok pekerja yang menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan, personalia, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan perburuhan yang mulus. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berharga, maka perusahaan bertanggungjawab untuk memelihara kualitas kehidupan kerja dan membina tenaga kerja agar bersedia memberikan kontribusinya secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan (Pruijt, 2003).

Negara Indonesia memiliki cara tersendiri dalam mensejahterakan rakyatnya yang diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 1-5, dimana disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Upaya negara dalam mensejahterkan rakyat dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan perekonomian diberbagai bidang, salah satunya yaitu dibidang industri. Dimana bidang industri adalah ciri dari perekonomian negara berkembang yang banyak menyerap tenaga kerja. Sehingga dalam hal inilah pemerintah berusaha untuk mengembangkan usaha industri dalam meningkatkan perekonomian bangsa.

Berbagai macam perusahan yang bergerak di bidang industri turut menyerap banyak tenaga kerja, dimana, sehingga didalamnya terdapat hubungan antara pekerja dan pengusaha. Dalam hal inilah berbagai macam aturan mengatur tentang hubungan pekerja dengan pengusaha, berbagai macam aturan diberlakukan di Indonesia dalam menagatur hubungan kerja ini diantanranya undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

(6)

Dari sinilah, penyusun akan menjelaskan hakikat dasar hubungan antara pekerja dan pengusaha atau yang selanjutnya akan disebut sebagai hubungan industris guna memenuhi tugas manajemen sumber daya manusia. Penyusun berharap dengan penyusunan makalah ini akan mampu memberi pemahaman kepada mahasiswa , terkhusus di kelas MSDM (B).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan hubungan industrial?

2. Apa prinsip, ruang lingkup, tujuan, sarana – sarana yang ada dalam hubungan industrial itu?

3. Bagaimana bentuk hubungan industri di Indonesia?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah

1. Sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah MSDM

2. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa yang berkaitan dengan peristilahan dalam hubungan industri.

(7)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HUBUNGAN INDUSTRIAL (INDUSTRIAL RELATIONS)

Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.”

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), Hubungan industial adalah Hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (Stakeholders):

1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen

2. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh

3. Supplier atau perusahaan pemasok

4. Konsumen atau para pengguna produk/jasa

5. Perusahaan Pengguna

6. Masyarakat sekitar

7. Pemerintah

(8)

1. Para konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara

2. Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi

3. Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial

Menurut Abdul Khakim (2009) istilah hubungan industrial merupakan terjemahan dari "labour relation" atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Seiring dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa masalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut aspek-aspek lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009) menyatakan hubungan perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa “Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace).”

Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di perusahaan.

Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya.

Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitra-sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai

(9)

kepentingan yang sama, yaitu bersama-sama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan.

2.2 Prinsip Hubungan Industrial

Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial mengandung prinsip-prinsip berikut ini:

1. Pengusaha dan pekerja, demikian Pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.

2. Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.

3. Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas

4. Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.

5. Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusahan dan ketentraman bekerja supaya dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

6. Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja.

2.3 RUANG LINGKUP HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Ruang Lingkup Cakupan

Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempat-tempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama

(10)

dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.

B. Ruang lingkup Fungsi

Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.

Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya.

Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.

C. Ruang Lingkup Masalah

Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah.

h. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan.

(11)

i. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.

D. Ruang Lingkup Peraturan/Per Undang-undangan Ketenagakerjaan a. Hukum Materiil

1. Undang-undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 2. Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku

3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja.

b. Hukum Formal

1. Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 2. Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006

2.4 TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan.

Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :

a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan

b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit

c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing-masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.

Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah :

(12)

1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor

2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka

3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja

4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.

2.5 PENDEKATAN STUDI HUBUNGAN INDUSTRIAL

Deery et al. (1998) membagi tiga pendekatan dalam studi hubungan industrial, yaitu unitary, pluralist, dan radical.

2.5.1. Pendekatan Keseragaman atau Kesatuan (Unitary Approach)

Pendekatan keseragaman mengasumsikan bahwa setiap organisasi merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan sasaran atau tujuan yang sama. Hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-operation) dan terdapat keserasian dalam keinginan antara pengusaha dan karyawan. Dalam pendekatan keseragaman ini tidak ada konflik mendasar antara pemilik modal dan pemasok tenaga kerja. Konflik industrial yang terjadi bersifat temporer biasanya disebabkan oleh masalah komunikasi dan manajemen yang buruk atau adanya perilaku menyimpang. Serikat pekerja dianggap sebagai pihak pengacau yang mempunyai struktur seragam dan kerjasama dalam organisasi yang dipertimbangkan sebagai pesaing oleh manajemen dalam mengelola karyawan.

Pandangan keseragaman ini berorientasi pada manajerial dengan adanya kewenangan tunggal dan berfokus pada loyalitas. Dalam strategi manajerial pandangan keseragaman menekankan pada keinginannya membangun komitmen, memperbaiki komunikasi, dan dalam beberapa kasus menggunakan gaya kepemimpinan demokratik dan sistem partisipasi karyawan di tempat kerja.

Hal ini mendorong timbulnya tiga aliran dalam manajemen, yaitu manajemen ilmiah (scientific management), hubungan antar karyawan (human

(13)

relations) dan pandangan baru dalam hubungan antar karyawan (neo-human relations).

a. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)

Frederick W. Taylor adalah tokoh dalam manajemen ilmiah yang merumuskan teori perilaku industrial. Prinsip yang dikembangkannya adalah menciptakan iklim industrial melalui hubungan kemitraan (partnership) antara modal dan karyawan sehingga tercapai peningkatan efisiensi organisasi. Taylor menyatakan bahwa manajemen harus mempelajari pekerjaan yang harus dilakukan agar didapatkan satu cara terbaik dalam mengerjakan tugas. Taylor juga menyatakan bahwa dengan mengoptimalkan efisiensi produk setiap karyawan, penghasilan maksimum karyawan dan pengusaha akan tercapai. Menurut Taylor, dengan desain pekerjaan dan kompensasi yang tepat, dapat mengurangi sumber konflik.

b. Hubungan Antarkaryawan (Human Relations)

Aliran ini merupakan isu awal dalam psikologi industri yang berfokus pada individu. Para ahli teori hubungan antarkaryawan kurang tertarik dengan struktur insentif ekonomi, namun lebih tertarik pada penciptaan kepuasan dalam hubungan sosial dalam kelompok kerja. Karyawan yang puas akan memiliki kinerja yang tinggi dan mau bekerjasama. Karyawan memang harus diperlakukan sebagai manusia, sedangkan manajer harus menyadari keinginan karyawan untuk dipahami perasaan dan emosinya dan berusaha menciptakan rasa memiliki dan identifikasi personal dalam organisasi.

Selanjutnya, supervisi yang baik dan keterbukaan dalam komunikasi akan menginspirasi rasa percaya diri dan meningkatkan komitmen terhadap pencapaian sasaran organisasi. Manajer harus menyediakan lingkungan kerja yang mampu menanggapi kebutuhan emosional dan personal individu dalam kelompok kerja.

(14)

Penelitian mengenai hubungan antarkaryawan telah dilakukan oleh Elton Mayo dengan Studi Howthorne (Howthorne Studies). Tujuan studi tersebut adalah mengobservasi pengaruh produktivitas karyawan yang diukur dalam lingkungan kerja yang berubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas bukan dipengaruhi oleh faktor logis seperti pencahayaan atau jam kerja yang singkat, melainkan oleh perasaan menyenangkan dan mempunyai keinginan kuat dalam mencapai keinginannya.

Howthorne Studies menunjukkan bahwa motivasi seseorang dapat dipengaruhi oleh hubungan antarkaryawan atau yang disebut dengan faktor sosial (Locke, 1982). Locke menyatakan bahwa ada empat cara atau teknik praktis dalam memotivasi karyawan, yaitu uang, penyusunan tujuan/ sasaran, partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan pengayaan pekerjaan (job enrichment).

Satu kritik terhadap pendapat Taylor adalah menolak serikat pekerja (anti union) dengan menggunakan berbagai teknik, yaitu:

1. Studi waktu dan gerak (time and motion study)

2. Peralatan dan prosedur standar

3. Modifikasi perilaku organisasional

4. Pemberian bonus berupa uang

5. Pekerjaan individual, yang ditunjukkan dengan adanya fenomena social loafing (yaitu fenomena penurunan produktivitas bila anggota kelompok ditambah)

6. Tanggungjawab manajemen untuk mengadakan pelatihan

7. Penggunaan jam kerja yang lebih pendek

c. Pandangan Baru dalam Hubungan Antarkaryawan (Neo-human relations)

Tokoh dalam pandangan baru antara lain McGregor, Likert, dan Herzberg yang memandang bahwa cara untuk memahami perilaku di tempat kerja adalah

(15)

menemukan kebutuhan individu (atau egoistik) karyawan, bukan kebutuhan sosial.

Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya kepuasan karyawan. Karakteristik pekerjaan seperti menarik, menantang, dan kesempatan memiliki tanggungjawab dan arahan diri (self-direction) merupakan motivator yang sesungguhnya. Program seperti perluasan pekerjaan (job enlargement) dan pengayaan pekerjaan telah menggantikan kebutuhan sosial.

McGregor menyatakan bahwa bila organisasi akan meningkatkan kebutuhan karyawan melalui perubahan dalam struktur pengambilan keputusan organisasional, maka langkah yang tepat untuk dilakukan adalah mencapai kesamaan sasaran individu dengan sasaran organisasi. Frederich Herzberg berpendapat bahwa karyawan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor ekstrinsik atau faktor yang tidak memuaskan (hygiene factors) dan faktor intrinsik atau faktor yang dapat memuaskan (motivator factors).

Pemberian upah, kondisi kerja yang menyenangkan, peraturan perusahaan antara lain merupakan faktor ekstrinsik yang apabila tidak dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan penghargaan, prestasi, tanggung jawab, pengembangan merupakan faktor intrinsik yang apabila terpenuhi dapat memuaskan karyawan. Pendekatan dalam pandangan baru ini lebih baik daripada pendekatan sebelumnya dalam analisis keperilakuan. Hal terpenting dalam analisis keperilakuan ini adalah memperbaiki hubungan antarkaryawan di tempat kerja. Sumber konflik ditemukan dalam organisasi dan menemukan perubahan dengan menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat dihindari dengan menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang mendukung, dan hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan memuaskan dan mendapatkan hasil. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan tingkat upah yang tinggi merupakan faktor ekstrinsik yang dapat menghindari ketidakpuasan. Sementara itu, pengayaan pekerjaan (job enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan (job rotation) merupakan metode yang penting dalam mengurangi kebosanan dan pengulangan dalam proses produksi.

(16)

2.5.2. Pendekatan Keragaman (Pluralist Approach)

Berbeda dengan pendekatan keseragaman yang memiliki satu sumber kekuasaan yang memiliki legitimasi, pendekatan keragaman memungkinkan terjadinya perbedaan kelompok peminatan dan berbagai bentuk loyalitas. Kerangka kerja keragaman menyatakan bahwa karyawan dalam organisasi yang berbeda dapat memiliki minat yang sama. Dengan menciptakan hubungan horizontal dengan kelompok di luar organisasi dapat mengembangkan loyalitas dan komitmen terhadap pemimpin daripada pengelolaan organisasinya.

Pendekatan keragaman memusatkan perhatian pada peraturan, regulasi, dan proses yang dapat memberikan kontribusi pada kepentingan organisasi dan menjamin bahwa perbedaan kepentingan secara efektif akan mempertahankan keseimbangan sistem. Pendekatan ini menekankan pada stabilitas sosial, sehingga hubungan industrial dipandang sebagai satu set aturan yang menekankan pada aspek hubungan antara pengusaha dengan karyawan dan hubungan antara manajemen dan serikat pekerja, sehingga konflik dalam mengendalikan pasar tenaga kerja dan proses yang terjadi merupakan manifestasi kepentingan sang bersifat terus-menerus.

2.5.3. Pandangan Radikal (Radical Approach)

Pandangan ini mengenal konflik fundamental dan melekat pada konflik kepentingan antara karyawan dan pengusaha di tempat kerja. Tempat kerja merupakan suatu tempat terjadinya konflik dengan adanya konflik kepentingan yang radikal yang mendasari adanya hubungan industrial. Tidak seperti dalam pendekatan keragaman, pendekatan radikal memandang hubungan industrial sebagai totalitas hubungan sosial dalam produksi. Pendekatan radikal memandang ketidakseimbangan kekuasaan dalam masyarakat dan di tempat kerja sebagai inti hubungan industrial.

2.6. SARANA-SARANA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL

(17)

Dengan adanya pengaturan mengenai hal‐hal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang harmonis, kondusif dan berkeadilan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :

1. Lembaga Kerja Sama Bipartit 2. Lembaga Kerja Sama Tripartit

3. Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh 4. Organisasi Pengusaha

5. Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial 6. Peraturan Perusahaan

7. Perjanjian Kerja Bersama 8. Perjanjian Kerja Khusus

a) Lembaga Kerja Sama Bipartit

Lembaga Kerjasama Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota‐anggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian.

LKS Bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam memecahkan permasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja.

b) Lembaga Kerja Sama Tripartit

Lembaga Kerjasama Tripartit anggota‐anggotanya terdiri dari unsur-unsur pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsinya adalah sebagai forum komunikasi, konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan rencana dalam menghadapi

(18)

masalah ketenagakerjaan, baik berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor yang tidak diduga maupun untuk mengatasi hal‐hal yang akan datang.

c) Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh

Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan Serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan Hubungan Industrial.

d) Organisasi Pengusaha

Organisasi pengusaha berhak dibentuk oleh para pengusaha, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Visi APINDO yaitu terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan melindungi, membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi anggota APINDO perusahaan dapat mendaftar di Dewan Pengurus Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan Pengurus Nasional (DPN).

e) Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Perbedaan persepsi, interpretasi dan tujuan antara pekerja dengan pengusaha, atau bahkan ketika terjadi tindak pelanggaran, dapat menimbulkan tekanan, keluhan dan ketidanyamanan pada suatu pihak. Mekanisme penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya diadakan setiap perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan bagian dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam

(19)

pelaksanaan fungsi‐fungsi supervisi dari setiap para manajer merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini. Dalam hal perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam lembaga mekanisme penyelesaian keluh kesah ini, dapat dilaksanakan lebih lanjut sesuai dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku.

f) Peraturan Perusahaan

Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuanketentuan tentang syarat‐syarat kerja serta tata tertib perusahaan.

g) Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

h) Perjanjian Kerja Khusus

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu sesuai perjanjian.

2.7. PRODUK HUBUNGAN INDUSTRIAL INDONESIA

Dunia perburuhan atau ketenagakerjaan di Indonesia mengalami perubahan besar seiring dengan perubahan politik dan ekonomi. Perubahan ketenagakerjaan didorong oleh adanya reformasi dan kesepakatan Negara-negara anggota organisasi ketenagakerjaan internasional (ILO) untuk menerapkan konvensi-konvensi dasar organisasi tersebut. Indonesia telah menerbitkan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan ketenagakerjaan antara lain Undang-Undang no 23 tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan, Undang-Undang No.21 Tahun 1945 tentang Perjanjian Perburuhan, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang

(20)

PenyelesaianPerselisihan Hubungan Industrial, dan Undang-Undang No. 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hubungan industrial pada dasarnya menitik beratkan pada hak dan kewajiban diantara pekerja/buruh dan pengusaha. Diatur dalam konvensi-konvensi internasional dan aturan-aturan yang berlaku di negara Indonesia.

3.2 SARAN

Diharapkan hubungan yang terjalin antara pekerja dan pengusaha dalam aturan-aturan yang berlaku di Indonesia dapat benar-benar berjalan,tidak memihak pada golongan pengusaha yang sering terjadi dimana para pekerja berdemonstrasi akibat dari para pengusaha melakukan tindakan diluar kesepakat.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber Daya Manusia

2. Abdul Khakim, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung

3. Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, Penerbit Jala Permata Aksara, Jakarta

4. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan

5. Pruijt, Hans (2003) “Performance andQuality of Work Life”, Journal of Organizational Change Management.Vol. 13. p.389 400‐

6. Sumber internet :

http://opini-isep.blogspot.com/2012/02/sistem-hubungan-industrial-indonesia-di.html . diakses pada tanggal 23 Agustus

2014 pukul 15.00 WIB

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatnya sehingga Penulis dapat dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang

Dari latar belakang di atas permasalahan yang dialami oleh desainer Yosafat Dwi Kurniawan adalah kurangnya publikasi yang dilakukan terhadap koleksi pakaian ready to wear pada

Rehab Mushola Al Mubarok Dusun Cepit Desa Pagergunung Kecamatan Bulu (P) Dusun Cepit Desa Pagergunung 50.000.000,00 Pembangunan Mushola Al Ikhlas Banjaran RT 01/04 Walitelon Selatan

Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah suatu cara untuk memajukan mutu pendidikan dengan pelimpahan kebijakan pengambilan keputusan yang seyogyanya berasal dari pemerintah

In this modern era, the public demand for the quality of human resources are increasing day by day and high competition of all the fields influence their mindset, especially

[r]

Akuntan yang telah memiliki pengetahuan dasar tentang sistem informasi berbasis komputer akan mampu memberikan jasa konsultasi pada berbagai area yang meliputi perkembangan

Fokus penelitian ini dimaksudkan agar penulisan skripsi tidak menyimpang dari tujuan penulisan maka perlu adanya rumusan masalah sebagai pedoman pembahasan yang lebih