• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Menular Seksual (1). docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penyakit Menular Seksual (1). docx"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT PENYAKIT MENULAR “JENGGER AYAM, HERPES SIMPLEX,

SIFILIS, DAN CHLAMYDIA TRACHOMATIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan dan Penyakit

Disusun oleh :

1. Silvi Rosita N. 25010111130217

2. Dine Wahyu P. 25010111130218

3. Yulia Ratih 25010111130219

4. Hafizh Fauziyah 25010111130220

5. Lia Achmad 25010111130221

6. Riska Wulandari 25010111130222

7. Restu Andri 25010111130223

KELOMPOK 11 KELAS C - 2011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Kesehatan Lingkungan dan Penyakit dengan judul “Penyakit Menular Jengger Ayam, Herpes Simplex, Sifilis, dan Chlamydia Trachomatis”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW.

Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada :

a. Dr. Nur Endah W, Dra., MS selaku mata kuliah Kesehatan Lingkungan dan Penyakit

b. Semua pihak yang telah mambantu dalam penyusunan makalah ini Makalah ini menyampaikan materi mengenai gambaran penyakit menular terkait dengan faktor sosial dengan penjelasan berbagai aspek didalamnya seperti pengertian, cara penularan, faktor pembatas, faktor risiko, cara pencegahan dan pengendalian penyakit serta penyelidikan epidemiologi, Kemudian, diharapkan apa yang menjadi pembahasan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya dalam menambah pengetahuan penulis maupun pembaca melalui berbagai referensi yang digunakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah Kesehatan

Lingkungan dan Penyakit ini masih terdapat banyak kekurangan, karena penulis hanyalah manusia biasa yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan kualitas makalah ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 12 November 2013 Penulis,

(3)

DAFTAR ISI

COVER... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B.Rumusan Masalah... 2

C.Tujuan... 3

D.Manfaat... 4

BAB II PEMBAHASAN A.Jengger Ayam... 5

B.Herpes Simplex... 10

C.Sifilis... 16

D.Chlamydia Trachomatis... 22

BAB III SIMPULAN A.Jengger Ayam... 29

B.Herpes Simplex... 29

C.Sifilis... 30

D.Chlamydia Trachomatis... 30

DAFTAR PUSTAKA... 32

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Gejala klinis penyakit Chlamidya trichomatis... 24

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jengger ayam pada pria... 5

Gambar 2 Jengger ayam pada wanita... 5

Gambar 3 Herpes Simplex... 10

Gambar 4 Chlamydia trachomatis... 22

Gambar 5 Infeksi Chlamydia trachomatis pada jaringan serviks dan tuba... 23

(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Namun dengan perkembangan era globalisasi, budaya-budaya barat dengan cepat memasuki dan diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan budaya luar tersebut memang banyak berdampak positif bagi modernisasi, ekonomi, tekonologi dan didang lainnya, namun juga memiliki dampak negatif seperti

perkembangan penyakit IMS (Infeksi Penyakit Menular) yang diantaranya yaitu jengger ayam, Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis.

Di Amerika Serikat kasus kondiloma akuminata atau yang di Indonesia dikenal dengan nama “jengger ayam” cenderung meningkat 4-5 kali lipat dalam dua dekade terakhir, insidensi tertinggi pada wanita usia 20-30 tahun. Setiap tahun ada 500.000-1.000.000 kasus baru yang ditemukan di Amerika Serikat. Akhir-akhir ini ada kenaikan insidensi kondiloma akuminata terutama disebabkan oleh HPV sub type 16,18 dengan lesi invasive atau pra kanker serviks, vagina, vulva, anus dan penis. Di AS dari 122 juta penduduk berusia 15-49 tahun diperkirakan lebih dari 1 % menderita kondiloma akuminata.

Di Surakarta dan sekitarnya perkembangan penyakit jengger ayam sangat pesat. Hanya dalam waktu 5 tahun, pasien dengan jenis penyakit ini yang berkunjung ke poliklinik PMS Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Moewardi, Surakarta meningkat sangat tajam. Pada tahun 2003, jumlah pasien yang datang berkunjung ke poliklinik PMS di RSUD Dr Moewardi berada pada urutan ke 78. Dan pada tahun 2007, jumlah pasien jenis penyakit ini masuk menduduki urutan ketiga penyakit. Jumlah pasien penyakit ini sekitar 20% dari PMS lainnya.

(7)

Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan

menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.00 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.

Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C.trachomatis

diperkirakan 89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai infeksi C. trachomatis.

C.trachomatis merupakan penyebab Uretriti Non Spesifik (UNS) terbanyak dibanding dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 - 60 % dari penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis,

selanjutnya 4 - 43 % dari pria penderita gonore dan 0 - 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik.

B. Rumusan Masalah 1. Jengger Ayam

Penularan penyakit kondiloma akuminata (jengger ayam) serta faktor-faktor pembatas untuk pengendalian dan pencegahan penularan penyakit.

2. Herpes Simplex

Penularan penyakit Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HPV) serta faktor-faktor pembatas untuk pengendalian dan pencegahan penularan penyakit.

3. Sifilis

Penularan penyakit Sifilis serta faktor-faktor resiko untuk pencegahan penularan penyakit.

4. Chlamidya trachomatis

(8)

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penyakit menular terkait faktor sosial seperti jengger ayam, Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis. 2. Tujuan khusus

a. Jengger Ayam

1) Mengetahui pengertian penyakit jengger ayam (kondiloma akuminata).

2) Mengetahui cara penularan penyakit jengger ayam. 3) Mengetahui faktor pembatas jengger ayam.

4) Mengetahui faktor resiko penyakit jengger ayam. 5) Mengetahui cara pengendalian penyakit jengger ayam. 6) Mengetahui cara pencegahan penyakit jengger ayam.

7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit jengger ayam. b. Herpes simplex

1) Mengetahui pengertian penyakit Herpes simplex. 2) Mengetahui cara penularan penyakit Herpes simplex. 3) Mengetahui faktor pembatas Herpes simplex.

4) Mengetahui faktor resiko penyakit Herpes simplex. 5) Mengetahui cara pengendalian penyakit Herpes simplex. 6) Mengetahui cara pencegahan penyakit Herpes simplex.

7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit Herpes simplex. c. Sifilis

1) Untuk mengetahui Pengertian

2) Untuk mengetahui Cara penularan

3) Untuk mengetahui Etiologi

4) Untuk mengetahui Patogenesis

5) Untuk mengetahui Faktor Pembatas

(9)

7) Untuk mengetahui Cara Pengendalian

8) Untuk mengetahui Pencegahan

9) Untuk mengetahui Penyelidikan Epidemiologi d. Chlamydia trachomatis

1) Mengetahui pengertian penyakit Chlamydia trachomatis 2) Mengetahui cara penularan penyakit Chlamydia trachomatis 3) Mengetahui faktor pembatas Chlamydia trachomatis

4) Mengetahui faktor resiko penyakit Chlamydia trachomatis 5) Mengetahui cara pengendalian penyakit Chlamydia trachomatis 6) Mengetahui cara pencegahan penyakit Chlamydia trachomatis 7) Mengetahui penyelidikan epidemiologi penyakit Chlamydia

trachomatis D. Manfaat

1. Menambah wawasan peneliti dan pembaca mengenai penyakit jengger ayam (kondiloma akuminata), Herpes simplex, sifilis, dan Chlamydia trachomatis.

2. Sebagai sarana pengembangan ilmu yang telah diperoleh.

(10)

BAB II PEMBAHASAN A. Jengger Ayam

1. Pengertian

Penyakit Kondiloma akuminata atau Jengger ayam adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus DNA golongan Papovavirus yaitu Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan

(jengger ayam). Menurut Zubier (2003) pada pasien jengger ayam terjadi kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.

Masa inkubasi penyakit jengger ayam berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). HPV (Human Papilloma Virus) masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit, sehingga sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. Pada pria, tempat yang sering terkena adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang penis, sedang pada wanita adalah fourchette posterior, vestibulum, dll. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.

Gambar 1 Gambar 2

(11)

a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau multipel (banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger ayam.

b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder berwarna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak sedap.

c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada pria, misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada wanita, misalnya di: vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor, labia minor, terkadang pada porsio uteri.

d. Gatal atau rasa tidak nyaman di daerah genital e. Perdarahan saat bersetubuh

2. Cara Penularan

HPV menular melalui hubungan seks yang beresiko yaitu

melakukan hubungan dengan penderita atau karier penyakit Jengger Ayam. Biasanya gejala timbul setelah 3 bulan kontak atau bahkan bertahun-tahun.

Tidak hanya tertular melalui pertukaran cairan tubuh tetapi juga lewat penggunaan barang secara bersama (handuk, sprei, dll), sentuhan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi yang tidak dilindungi oleh kondom, melalui oral seks serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan tubuh (terutama daerah sekitar organ kelamin).

3. Faktor Pembatas

- Mengatur keseimbangan PH di daerah alat kelamin

- Kebersihan alat kelamin: menjaga kelembaban daerah kelamin, rutin mengganti celana dalam.

- Menghindari hubungan seks beresiko dengan penderita. - Vaksin quadrivalent

4. Faktor Risiko

(12)

Keadaan daerah kelamin yang lembab dan basah menjadikan banyak virus dan bakteri berkembang dengan baik di daerah tersebut.

b. Usia

Usia 17-33 tahun adalah prevalensi terbesar, dengan insidensi

meningkat pada orang yang berusia 20-24 tahun. Pada usia produktif maka secara aktif melakukan hubungan seksual, terlebih jika sering berganti-ganti pasangan.

c. Jenis kelamin

Perempuan dan laki-laki sama-sama beresiko terhadap penyakit jengger ayam. Namun pada perempuan lebih beresiko terjadi infeksi lain.

d. Stress psikologis

Stress psikologis menyebabkan seseorang menjadi sulit tidur sehingga menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Saat daya tahan tubuh turun maka seseorang akan lebih mudah terserang penyakit.

e. Perilaku

Orang yang paling rentan terinfeksi virus HPV antara lain melakukan hubungan seksual tanpa pengaman dengan berganti ganti pasangan, memiliki penyakit kelamin lain, memiliki pasangan seksual yang terinfeksi baik anda ketahui maupun tidak, aktif secara seksual pada usia muda. Perilaku kurang memelihara kebersihan diri juga menjadi salah satu faktor resiko penyakit Jengger ayam, seperti tidak

membersihkan daerah kelamin, hingga penggunaan air kotor. f. Lingkungan

Lingkungan masyarakat dimana masyarakat memiliki gaya hidup yang bebas, termasuk seks bebas merupakan faktor resiko paling tinggi dalam penularan penyakit Jengger ayam.

5. Cara Pengendalian

(13)

Penyakit ini berisiko dialami oleh pria dan wanita yang sudah aktif melakuka hubungan seks. Meski sudah menjalani vaksinasi, wanita yang aktif secara seksual sabaiknya melakukan pap smear secara rutin.

Pemeriksaan ini efektif untuk mendeteksi adanya sel abnormal akibat HPV, misalnya pada kanker stadium awal. Makin awal diketahui maka kanker makin mudah pula disembuhkan.

Pada penderita hendaknya menghindari berhubungan seksual, dan menggunakan kondom agar tidak menular pada orang lain.

Penyakit jengger ayam juga bisa diobati dengan bahan kimia (tincture pedofilin) yang diteteskan pada daerah yang terinfeksi. Bisa juga

menggunakan proses elektrokauterisasi yaitu dialiri dengan tegangan listrik, tentunya tidak membahayakan si pasien.

Penderita Penyakit Jengger Ayam juga sangat dianjurkan agar mencuci pakaian, handuk dan sprei dalam secara terpisah, dan sebelum dicuci rendam sekitar 5 menit pakai air panas.

6. Cara Pencegahan

Penyakit jengger ayam bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi. Penyuntikan vaksin sebanyak tiga kali mampu melindungi seseorang dari serangan HPV penyebab kanker dan penyakit jengger ayam. Sebaiknya vaksinasi dilakukan oleh gadis yang belum pernah melakukan hubungan seks. Sementara pada pria, vaksin bisa diberikan saat berusia 9 -15 tahun. Perlu tidaknya pemberian vaksin pada pria berusia lebih dari 15 tahun masih dalam tahap studi lebih lanjut.

Untuk mencegah infeksi penyakit kelamin jengger ayam atau penyakit infeksi virus lainnya adalah dengan menjaga kesehatan tubuh antara lain menerapkan pola hidup sehat dan seimbang seperti:

a. Menghindari stress b. Olahraga cukup

c. Menghindari paparan polusi d. Mengkonsumsi makanan bergizi e. Istirahat cukup

(14)

g. Vaksinasi

h. Penggunaan kondom

i. Tes pap smear minimal 1 tahun sekali 7. Penyelidikan Epidemiologi

a. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.

Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena penyakit Jengger ayam. Dan membandingkan dengan insiden penyakit pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

b. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang.

Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

c. Pemeriksaan daerah kelamin penderita atau sekret.

Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita penyakit Jengger ayam.

d. Wawancara dengan penderita

Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit Jengger ayam, seperti perilaku kebersihan, vaksinasi, perilaku seks sebelum terkena penyakit itu, apakah berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.

e. Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit Jengger ayam, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan. f. Pemeriksaan lingkungan sekitar

(15)

g. Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit Jengger ayam yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi , cara penularan serta faktor yang berperan.

h. Melakukan tindakan penanggulangan

B. Herpes Simplex 1. Pengertian

Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1 dan 2, meliputi herpesorolabialis dan herpes genitalis. Penularan virus paling sering terjadi melalui kontak langsung denganlesi atau sekret genital/oral dari individu yang terinfeksi.

Di antara kedua tipe herpes simpleks, herpesgenitalis merupakan salah satu infeksi menular seksual yang perlu mendapat perhatian karena sifat penyakitnya yang sukar disembuhkan dan sering rekuren, transmisi virus dari pasien asimtomatik, pengaruhnya terhadap kehamilan/janin dalam kandungan dan pasien imunokompromais, dampak psikologis, serta kemungkinan timbulnya resistensi virus.

Herpes simplex virus (HSV) tergolong anggota virus herpes yang primer menimbulkan penyakit pada manusia. Herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1) dan HSV-2 termasuk sub family alphaherpesvirinae dengan ciri-ciri spektrum sel pejamu bervariasi, siklus replikasi yang relatifcepat, mudahnya infeksi menyebar di biakan sel, menimbulkan kerusakan sel yang cepat, dan kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada ganglion sensorik.

(16)

2. Cara Penularan

Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan.Virus akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel. Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik.Virion dalam neuron yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel.

Infeksi oleh HSV-1 dan HSV-2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi.Setelah terjadi infeksi,sistem imunitas humoral dan selular akan terangsang oleh

glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respon imun. Respon imun dapat membatasi replikasi virus sehingga infeksi akut dapat membaik. Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang menetap dalam ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit, namun infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan virion yang bila dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di dekatnya untuk menghasilkan lesi kulit rekurens atau

pelepasan virus asimtomatik.Reaktivasi HSV-1sering terjadi dari ganglion trigeminus, sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis.

(17)

kepada neonatas biasanya terjadi melalui jalan lahiryang terinfeksi, jarang terjadi didalamuterus atau postpartum.

3. Faktor Pembatas

a. Relatif tidak stabil pada suhu kamar

b. Dapat dirusakkan dengan perebusan, alkohol, dan pelarut lipid seperti eter atau kloroform

4. Faktor Resiko Penyakit a. Umur

Melakukan hubungan seksual pertama pada usia dini beresiko tinggi tekena herpes simpleks

b. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi miskin beresiko herpes simpleks karena orang yang berekonomi rendh cenderung kekurangan informasi dan

pengetahuan mengenai herpes simpleks c. Jenis Kelamin

Wanita lebih rentan terhadap infeksi HSV – 2 karena herpes lebih mudah ditularkan dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria. Sekitar 1 dari 4 wanita, dibandingkan dengan 1 dari 8 laki – laki memiliki herpes genital.

d. Pasangan seks

Berganti – ganti pasangan seksual akan lebih mudah terkena herpes simpleks

e. Sistem kekebalan tubuh

(18)

a. Laporan kepada Instansi kesehatan setempat; laporan resmi penderita dewasa biasanya tidak diwajibkan, tetapi beberapa negara bagian mengharuskan laporan untuk herpes genital, kelas 5; infeksi neonatal di beberapa negara bagian wajib dilaporkan, kelas 3 B (lihat

pelaporan tentang penyakit menular).

b. Isolasi: Lakukan isolasi kontakterhadap infeksi neonatal dan terhadap lesi yang menyebar atau lesi primer yang berat; untuk lesi yang berulang, perlu dilakukan kewaspadaan terhadap discharge dn sekret. Pasien dengan lesi herpetic dilarang berhubungan dengan bayi baru lahir, anak-anak dengan eksimatau anak dengan luka bakar atau pasien dengan immunosuppresed.

c. Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: Jarang dilakukan karena tidak praktis.

d. Pengobatan spesifik: Gejala akut dari herpetic keratitisdan stadium awal dendritic ulcersdiobati dengan trifluridinatau adenine

arabisonide (vidarabine, via-A® atauAra-A®) dalambentuk

ophthalmic ointmentatau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitistetapi mungkin tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis. Acyclovir (zovirax®) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat

(19)

frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan acyclovirintravena.

6. Pencegahan

a. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang

kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius.

b. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius.

c. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular. d. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelumketuban

pecahpada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi padakehamilan trimesterakhir, karena risiko yang tinggi

terjadinyainfeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelahinfeksi berulang lebih rendah (3-5%) danoperasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesiaktif pada saat persalinan.

e. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi risiko infeksi; belumada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir

mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan defisiensi imunitas.

7. Penyelidikan Epidemiologi

(20)

orang dari paparan, menginaktivasi pathogen dan mengisolasi atau mengobati orang yang terinfeksi. Setelah itu dengan memutuskan rantai penularan dengan cara memutus sumber lingkungan, penanggulangan transmisi faktor dan meningkatkan sanitasi perorangan. Pencegaan

penularan dengan memberi immunisasi kepada orang-orang yang retan dan dengan memberi pengetahuan dengan berkomunikasi tentang mencegah tertularnya penyakit tersebut kepada masyarakat atau populasi.

Triad Epidemiologi Herpes Simpleks : a. Agent

Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2. HSV berukuran 90-150 nm, mengandung inti asam nukleat DNA yang diselubungi protein coat atau capsid yang bersama sama disebut nucleocapsid diselubungi lagi oleh kapsul lipoprotein yang disebut envelope, yang berasal dari virus serta membrane sel hospes. Genom-genom HSV-1 mirip dengan HSV-2 dalam pengaturan dan tampilan substansi yang homolog

b. Host

Sedangkan Infeksi HSV-1 lazim pada anak-anak dan infeksi HSV-2 pada adolesen dan dewasa muda. Herpes genital juga dapat ditularkan dari Ibu hamil yang menderita herpes genital ke janin / bayi baru lahir

c. Environment

HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi

terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak seksual. virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor

(21)

gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, dan alkohol.

C. Sifilis

1. Pengertian

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis bersifat kronik, sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh, berhasil menemukan penyebab sifilis yaitu Treponema pallidum.Organisme ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, family Spirochaetaceae dan genus Treponema dengan tingkat virulensi yang tinggi Treponema pallidum berbentuk spiral yang teratur rapat dengan jumlah lekukansebanyak 8 – 24. Panjangnya berkisar 6 – 15 μm dengan lebar 0,15 μm. Apabiladifiksasi, Treponema pallidum terlihat seperti gelombang dengan panjang gelombangsebesar 1,1μm dan amplitudo 0,2 – 0,3 mm.

2. Cara penularan

Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksud. Sifilis tiat infeksius dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis.Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat jelas.Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali terjadi.Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam kandungan ibu menderita sifilis.

(22)

tangan mereka setelah melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius (James Chin, 2006).

3. Etiologi

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaetaceae, ordo

Spirochaetales.Treponema pallidum berbentuk spiral, negatif-Gram dengan panjang rata-rata 11 μm (antara 6-20 μm) dengan diameter antara 0,09 – 0,18 μm. Treponema pallidum mempunyai titik ujung terakhir dengan 3 aksial fibril yang keluar dari bagian ujung lapisan

bawah.Treponema dapat bergerak berotasi cepat, fleksi sel dan maju seperti gerakan pembuka tutup botol (Hutapea, 2009)

4. Patogenesis

Manusia merupakan hospes alami satu-satunya bagi Treponema pallidum, dan infeksi terjadi melalui kontak seksual. Organisme ini menembus mukosa atau masuk melalui kulit yang mempunyai luka kecil. Setelah berada di dalam hospes, organisme tersebut akan memperbanyak diri.

Treponema pallidum segera memasuki aliran darah dan pembuluh limfe dan menyebar ke jaringan lain. Jaringan yang menjadi sasaran meliputi kelenjar limfe, kulit, selaput mukosa, hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, mata, selaput otak, dan susunan syaraf pusat. Pada wanita, lesi awl

biasanya terdapat pada labia, dinding vagina, atau pada serviks. Pada pria, lesi awal terdapat pada batang penis atau glans penis. Lesi primer dapat pula terjadi pada bibir, lidah, tonsil, atau daerah kulit lainnya.

Setelah menembus aliran darah secara specifik Treponema pallidum menambatkan diri pada sejumlah besar jaringan. Selain menambatkan diri, Treponema pallidum memiliki sedikitnya 3 faktor virulensi yang secara parsial menetralkan respons imun. Zat glikosaminoglikan yang serupa dengan asam hialuronat bekerja sebagai faktor antikomplemen.

(23)

itu Treponema pallidum membawa asam sialat pada permukaannya, yang dapat memperlambat aktivasi dan pembunuhan melalui jalur komplemen alternative(tidak tergantung antibodi). Treponema pallidum tampaknya memiliki suatu jalur siklooksigenase yang utuh dan mampu membentuk prostaglandin E2-nya sendiri dan mampu menghambat pemrosesan imun dini dengan cara merangsang kegiatan supresor dari makrofag.

5. Faktor Pembatas

Sampai saat ini, T. pallidum tidak dapat tumbuh secara invitro, meskipun dipelihara selama 4-7 hari pada suhu 250C pada medium anaerobik yang mengandung albumin, natrium bikarbonat, piruvat sistein, dan ultrafiltrat serum bovin. Dengan teknik kultur jaringan yang sangat khusus dan penurunan tekanan oksigen, bakteri ini dapat memperbanyak diri beberapa generasi pada kultur jaringan primer sel epitel kelinci. Dalam sistem ini, virulensinya terpelihara, tetapi bakteri tidak dapat dikultur kembali. Strain virulen (contohnya, strain Nochols) dipropagasi melalui inokulasi intratestikuler kelinci.

T. pallidum bersifat mikroaerofilik dan dapat bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama pada tekanan oksigen 3%-5%. Memperlihatkan, adanya ambilan oksigen dan sistem transport elektron. Ambilan oksigen bergantung pada glukosa, dan oksidasi piruvat hanya terjadi jika terdapat oksigen. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kirakira30 jam. (Josodiwondo, S. 1994). 6. Faktor Risiko Penyakit

Faktor Resiko sifilis :

a. Paling sering terjadi pada golongan usia muda umur 20 – 29 tahun b. Orang yang melakukan kontak langsung dengan infeksius awal lesi

awal kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis.

c. Dapat diturunkan oleh ibu penderita pada anak yang dikandungnya d. Bergonta ganti pasangan seksual

(24)

f. Melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti pakaian dalam, handuk dan sebagainya.

7. Cara Pengendalian

Prinsip umum pengendalian Sifilis adalah bertujuan untuk memutus rantai penularan infeksi sifilis dan mencegah berkembangnya Sifilis dan komplikasinya. Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian Sifilis. Upaya tersebut meliputi:

a. Upaya promotif

1) Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang seksualitas dan Sifilis.

2) Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan seks selain pasangannya.

3) Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk meningkatkan ketahanan keluarga.

b. Upaya preventif

1) Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan pekerja seks komersial (WTS)

2) Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual. 3) Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan

kondom.

4) Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko tinggi.

5) Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita Sifilis.

c. Upaya kuratif

1) Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan Sifilis yang tepat.

2) Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik simtomatik maupun asimtomatik.

(25)

Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita Sifilis, tidak mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk

mendukung kesembuhannya. 8. Pencegahan

Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual atau berada dalam hubungan jangka panjang yang saling monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak

terinfeksi.Menghindari penggunaan alkohol dan obat juga dapat membantu mencegah penularan sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan

perilaku seksual berisiko. Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan pencegahan dapatdiambil. Dalam Guidelines pengobatan CDC (2010) salah satu cara yang dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengobatan adalah melalui suatuprogram yang disebut “Management of Sex Partners” atau dikenal dengan istilah “Manajemen Mitra Seks”. Penularan Treponema pallidumdiperkirakan terjadi hanya ketika lesi sifilis mukokutan yang hadir. Meskipun manifestasi tersebut jarang terjadi setelah tahun pertama infeksi, orang yang terkena seksual kepada pasien yang memiliki sifilis pada setiap tahap harus dievaluasi klinis dan serologis dan diobati dengan rejimen yang disarankan, sesuai dengan rekomendasi berikut:

- Orang yang terpapar dalam waktu 90 hari sebelum diagnosis primer, sifilis laten sekunder,atau awal pasangan seks mungkin terinfeksi bahkan jika seronegatif, karena itu, orang tersebut harus dianggap sebagai suspect.

- Orang yang terkena lebih dari 90 hari sebelum diagnosis primer, sekunder sifilis laten, atau pagi-pasangan seks harus diperlakukan sebagai suspect apabila hasil tes serologis tidak tersedia segera dan kesempatan untuk tindak lanjut tidak pasti.

(26)

sifilis yang tidak diketahui statusnya dan dengan disertai uji serologi nontreponemal dengan titer yang tinggi (yaitu diatas titer 1:32) dapat diasumsikan memiliki sifilis awal. Namun demikian untuk tujuan menentukan rejimen pengobatan, titer serologi hendaknya tidak boleh digunakan untuk membedakan sifilis awal dari sifilis laten melainkan membutuhkan uji serologis lain yaitu pemeriksaan antibody

treponemal.

- Pasangan seks jangka panjang dari pasien dengan sifilis laten harus dievaluasi secara klinis dan serologis dan segera untuk diobati berdasarkan temuan evaluasi.

- Pasangan seksual dari pasien yang terinfeksi harus dipertimbangkan telah memiliki risiko dan segera diberikan pengobatan jika mereka memiliki kontak seksual dengan pasien dalam waktu 3 bulan plus durasi gejala untuk pasien yang didiagnosis dengan sifilis sprimer, durasi 6 bulan plus gejala bagi mereka dengan sifilis sekunder.

Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:

1) Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang sehat, pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual. 2) Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan

mengendalikan IMS pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.

3) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini terhadap IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.

(27)

Penyelidikan epidemiologi sifilis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengumpulan data mortalitas dan morbiditas penduduk akibat sifilis b. Pemeriksaaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis

sifilis oleh pelayanan kesehatan

c. Pengamatan terhadap penduduk, pemeriksaan terhadap makhluk hidup, dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit sifilis.

D. Chlamydia trachomatis 1. Pengertian

Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat

berkembang biak didalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma.

C.trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda yaitu berupa Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial.Badan elementer ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak ekstraselular danmerupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (± 1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.

(28)

Gambar 4 Chlamydia trachomatis

Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini mungkin

dianggap pasien berasal dari vagina. Neonatus yang lahir dari wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki risiko untuk terjadinya inclusion conjungtivit is saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari bayi yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama setelah lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia dalam 3 - 4 bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan segera. Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan dengan terjadinya persalinan

(29)

Gambar 5 Infeksi Chlamydia trachomatis pada jaringan serviks dan tuba

Perempuan Laki-laki

Duh vagina yang abnormal Duh urethra

Penyakit radang panggul Epidimyo-orchitis pada individu seksual aktif

Nyeri perut bawah pada individu seksual aktif

Reactive arthritis pada individu seksual aktif

Reactive arthritis pada individu seksual aktif

-Servisitis (yang mungkin dapat berdarah saat infeksi)

Uretritis

Tabel 1 Gejala klinis penyakit Chlamydia trachomatis 2. Cara penularan

Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral, vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar dari lokasi awalnya dan menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii,

ovarium, rongga abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada wanita dan testis pada pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal dariibu yang terinfeksi memiliki risiko yang tinggi untuk menderita konjungtivitis Clamydia atau pneumonia, melalui hubungan seksual yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom) dan ganti-ganti pasangan.

Infeksi klamidia trakomatis biasanya menular melalui aktifitas seksual dan dapat menular secara vertikal, yang kemudian menyebabkan

(30)

menginfeksi sel epitel kolumnar, yang menyebabkan wanita usia remaja memiliki risiko infeksi karena squamocolumnar junction pada

ektoserviks sampai dengan usia dewasa. Pria yang terinfeksi memiliki kemungkinan untuk menularkan sekitar 25% melalui hubungan seksual ke wanita yang sehat. Angka penularan dari ibu yang terinfeksi ke bayi baru lahir adalah 50% yang mengakibatkan konjungtivitis atau pneumonia ( l0 - 20%).

3. Faktor Pembatas

a. Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI)

b. Pendinginan atau melakukan kultur pada suhu -20°C akan mengakibatkan penghancuran antigen chlamydia trachomatis

c. Metabolisme Chlamydia trachomatis dihambat oleh Sel McCoy yang diberi cycloheximid

4. Faktor Risiko Penyakit a. Umur

Faktor risiko untuk terjadinya infeksi Chlamidia trakomatis pada wanita seksual aktif termasuk usia muda (usia 15- 24 tahun). Melakukan hubungan seksual pada usia muda akan sangat berisiko untuk terkena penyakit ini.

b. Jenis kelamin

Penyakit ini sebenarnya bisa menyerang pria maupun wanita, namun tingkat kejadiannya lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini, bisa dihubungkan dengan semakin merebaknya wanita yang menjadi PSK sehingga akan berdampak pada penularan penyakit ini kepada orang lain.

c. Perilaku

Gaya hidup bebas sehingga tidak mengindahkan perilaku

(31)

yang baru.Padahal, bisa jadi partner seks tersebut telah mengidap penyakit Chlamydia trachomatis tersebut. Hal ini benar-benar akan menimbulkan risiko pada pasangan seksnya.Selain itu, perilaku sering tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seks memiliki faktor yang lebih besar untuk menimbulkan penyakit Chlamydia trachomatis.

d. Lingkungan

Keadaan keluarga yang padat, merupakan faktor risiko penyakit yang sangat signifikan. Keadaan demikian mempermudah penularan infeksi sekret dari penderita.

5. Cara Pengendalian

Pengendalian penyakit Chlamydia trachomatis yaitu melalui :

a. Isolasi tindakan kewaspadaan universal yang diterapkan untuk pasien rumah sakit. Pemberian terapi antibiotika yang tepat menjamin discharge tidak infektif.Dalam masalah ini,penderita sebaiknya menghindari hubungan seksual hingga kasus indeks,penderita atau pasangannya telah selesai diberi pengobatan yang lengkap.

b. Disinfeksi serentak yaitu dengan pembuangan benda-benda terkontaminasi dengan discharge uretra dan vagina yang harus ditangani dengan seksama

c. Investigasi kontak dan sumber infeksi dengan pengobatan profilaktik diberikan terhadap pasangan seks lain dari penderita, dan pengobatan yang sama diberikan kepada pasangan tetap. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi dan belum mendapat pengobatan sistemik, foto thorax perlu diambil pada usia 3 minggu dan diulang lagi sesudah 12 – 18 minggu

d. Pengobatan spesifik yaitu dengan Doksisiklin (PO), 100 mg 2 kali sehari selama 7 hari atau tetrasiklin (PO) 500 mg, 4 x/hari selama 7 hari. Eritromisin adalah obat alternatif dan obat pilihan bagi bayi baru lahir dan untuk wanita hamil atau yang diduga hamil. Azitrom isin (PO) 1 g dosis tunggal sehari juga efektif.

(32)

a. Tidak melakukan hubungan seksual bberganti-ganti pasangan (abstinensia)

b. Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal,anal dan oral dengan orang yang terinfeksi

c. Menggunakan kondom lateks pada pria secara konsisten dan benar, akan sangat efektif dalam mengurangi penularan infeksi menular seksual

d. Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.

e. Pemeriksaan skrining prenatal pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia dibawah 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak konsisten

menggunakan alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk

infeksi trachomatis dapat digunakan untuk memeriksa remaja dan pria dewasa muda dengan spesimen urin.

7. Penyelidikan Epidemiologi

a. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan. Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu.Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena penyakit Chlamydia trachomatis.Dan membandingkan dengan insiden penyakit pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

b. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang.

Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala(waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

c. Pemeriksaan daerah kelamin penderita atau sekret.

Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan diuji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita penyakit Chlamydia trachomatis

(33)

Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit Chlamydia trachomatis, seperti perilaku kebersihan, vaksinasi, perilaku seks sebelum terkena penyakit itu, apakah berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.

e. Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit Chlamydia trachomatis, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.

f. Pemeriksaan lingkungan sekitar

Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri penyebab penyakitChlamydia trachomatis,seperti pemeriksaan suhu dan kelembaban lingkungan.

Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit Chlamydia

trachomatisyang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi, cara penularan serta faktor yang berperan.

(34)

BAB III SIMPULAN

A. Jengger Ayam

1. Jengger ayam adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus DNA golongan

Papovavirus yaitu Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11. 2. HPV menular melalui hubungan seks beresiko (melakukan hubungan

dengan penderita atau karier penyakit jengger ayam), penggunaan barang secara bersama, sentuhan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi, melalui oral seks serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan organ kelamin.

3. Pencegahan penyakit jengger ayam dapat dilakukan dengan vaksinasi sebelum melakukan hubungan seks, menjaga kesehatan tubuh antara lain menerapkan pola hidup sehat dan seimbang.

B. Herpes simplex

1. Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1 dan 2, meliputi Herpes orolabialis dan Herpes genitalis. 2. Penularan penyakit melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau

(35)

3. Pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan oleh petugas kesehatan tentang kebersihan perorangan, menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular, melakukan operasi cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir,

menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi risiko infeksi.

4. Faktor pembatas dari agen penyakit Herpes simplex yaitu Relatif tidak stabil pada suhu kamar, Dapat dirusakkan dengan perebusan, alkohol, dan pelarut lipid seperti eter atau kloroform.

C. Sifilis

1. Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi

Treponema pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis bersifat kronik, sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

2. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan infeksius awal lesi awal kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis, bergonta ganti pasangan seksual, tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual, melalui barang perantara yang sedah dipakai oleh penderita seperti pakaian dalam, handuk dan sebagainya.

3. Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual, termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual atau berada dalam hubungan jangka panjang yang saling monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi.

(36)

pada suhu 250C pada medium anaerobik yang mengandung albumin, natrium bikarbonat, piruvat sistein, dan ultrafiltrat serum bovin.

D. Chlamydia trachomatis

1. Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang menginfeksi uretra dan serviks.

2. Transmisi penularan dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral, vaginal, servikal melalui uretra maupun anus.

3. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara tidak bergonta-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual, tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, selalu menjaga kebersihan alat kelamin, dan melakukan pemeriksaan skrining prenatal pada wanita dan pria yang aktif secara seksual.

4. Factor pembatas dari Chlamydia trachomatis yaitu Chlamydia hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan

membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi, pendinginan atau melakukan kultur pada suhu - 20°C akan mengakibatkan penghancuran antigen chlamydia trachomatis,

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Bagian obstetri dan ginekologi FK UNPAD. 1997. Ginekologi. Elstar Offset. Bandung.

Dalil SF, Maksa WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. 2005. Infeksi menular seksual. Jakarta: Fakultas kedokteran UI.

Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35348/5/Chapter%20l.pdf diakses pada 19 Oktober 2013.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35135/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 2 november 2013

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3488/1/fk-Nelva. pdf diakses pada tanggal 2 november 2013

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND.../MIKRO.9.pdf diakses pada tanggal 2 november 2013

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18893/3/Chapter%20II.pdf, diakses pada 20 september 2013, pukul 19.00

(38)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 20 september 2013, pukul 19.45

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19680509199403-KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/ MIKRO.9.pdf, diakses pada 12 november 2013, pukul 23.00

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab5-wabah.pdf, diakses pada 12 november 2013, pukul 23.12

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/BUKU%20SBH.pdf, diakses pada 13 november 2013, pukul 7.06

http://health.nytimes.com/health/guides/disease/herpes-simplex/risk-factors.html, diakses pada tanggal 02 November 2013

Hutapea NO, Tarigan J., 1992, Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual: Kumpulan Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI, 171, Bukit Tinggi. Malik SR, Amin S, Anwar AI. Gonore. In: Amiruddin MD, editor. 2004. Penyakit

Menular Seksual. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Manuaba, IGB. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana. Jakarta: EGC

Mitaart, Adolf. 2010. Infeksi Herpes Pada Pasien Imunokompeten. Manado : FK Sam Ratulangi

Gambar

   Gambar 1Gambar 2Jengger ayam pada priaJengger ayam pada wanita
Gambar 3 Herpes Simplex
Gambar 4 Chlamydia trachomatis
Gambar 5 Infeksi Chlamydia trachomatis pada jaringan serviks dan

Referensi

Dokumen terkait

menurut undang-undang No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang tekhnologi dan/atau bisnis yang

dan peran tubuh Hirsutisme, rambut kepala rontok, jerawat, gangguan siklus menstruasi, dan. MK : Gangguan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan koherensi yang terdapat pada editorial Tribun Pontianak yaitu hubungan penunjukan atau

Apabila ketersediaan informasi biaya kuliah dinilai kurang memadai, sementara pada saat yang kurang-lebih bersamaan pihak lain/kompetitor memiliki strategi yang

Strategic Brand Management-Building, Measuring & Managing Brand Equity-Global Edition... Keller, Kevin

Hasil penelitian mengenai hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2016/2017 dapat menjadi acuan bagi

Berfungsi untuk mengolah gambar, berupa komputer dengan software khusus untuk medical imaging. Gambar dapat diolah tampilannya sehingga memudahkan

Bila dibandingkan dengan contoh kertas lainnya, RMPR4 menunjukkan kekuatan tarik tertinggi, sedangkan untuk contoh kertas RMPR4, perlakuan kimia menggunakan adhesif (kode 4),