• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas di"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPUNG SELATAN Oleh :

Iskandar Zulkarnain, Sri Indarto, Sudarsono, Iwan Setiawan, dan Kuswandi

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tahun kedua dari rencana penelitian geologi selama 3 tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di pulau Sumatera. Penelitian tahun lalu dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Pasaman, Bonjol, Mangani dan Salido. Penelitian tahun ini dilakukan di daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan, meliputi Ketapang, Guring, Tamiyang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana, dan Rajabasa yang juga merupakan kawasan di sayap barat pegunungan Bukit Barisan

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metoda eksplorasi mineralisasi emas berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka rangkaian penelitian ini diarahkan kepada pengumpulan sampel batuan volkanik dan analisis karakter geokimianya dari berbagai lokasi di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan. Batuan volkanik yang menjadi target utama adalah batuan yang termasuk kedalam Formasi Hulusimpang, karena hingga saat ini formasi ini yang selalu memperlihatkan korelasi dengan pembentukan mineralisasi emas di kawasan dimaksud. Dari kumpulan data yang diperoleh tersebut, maka akan dapat ditemukan secara statistik suatu metoda eksplorasi yang lebih efisien dan akurat serta menjadi lebih murah karena akan memangkas sebagian tahapan yang dilakukan dalam metoda eksplorasi konvensional.

Hasil analisis petrografi dan kimia menunjukkan bahwa batuan volkanik yang dikoleksi terdiri dari basalt, andesit, dasit, granit, dan batuan malihan sekis mika. Batuan ini umumnya sudah mengalami ubahan (alterasi) kecuali basalt dari daerah Sukadana dan Tamiyang, disamping itu ada juga yang membawa mineralisasi (batuan dari Way Kerap). Mineral alterasi yang terbentuk diidentifikasi berupa khlorit, karbonat, epidot, serisit, silika, lempung, sedangkan mineral bijih yang ditemukan adalah sulfida berupa pirit, sfalerit dan galena.

(2)

sekitarnya, Kabupaten Lampung Selatan adalah mineralisasi emas tipe epithermal dan mengandung sulfida.

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 13.000 pulau, sebagian besar

dibentuk oleh busur volkanik-plutonik (Sillitoe, 1994). Panjang total busur mencapai 9.000 Km, dan 80% segmennya diketahui mengandung endapan-endapan mineral (Carlile dan Mitchell, 1994). Endapan mineral tersebut tersebar mulai dari sepanjang bagian barat pulau Sumatera, menerus ke selatan Jawa, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Endapan mineral di Halmahera dan Irian Jaya. Halmahera dan Irian Jaya kemungkinan termasuk bagian dari gugusan endapan mineral tepian Lautan Pasifik, sedangkan Endapan mineral di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Kalimantan adalah lebih terkait dengan interaksi

konvergen lempeng sepanjang tepian timurlaut lempeng India-Australia (Hamilton, 1979).

Sektor pertambangan adalah salah satu sektor yang mampu bertahan terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan ini ditunjukkan oleh penerimaan negara dari sektor ini yang tercatat paling tinggi pada tahun 2000 (Gambar 1).

Gambar 1.

Penerimaan negara dari sektor pertambangan yang memperlihatkan penerimaan tertinggi pada tahun 2000

Sumber: ESDM, 2004

PENERIMAAN NEGARA DARI PAJAK DAN BUKAN PAJAK DI SEKTOR PERTAMBANGAN TAHUN 2000-2005

(3)

Emas dan logam dasar merupakan dua komoditi sumberdaya logam yang mempunyai peran menonjol di sektor pertambangan selain migas dan batubara. Kedua logam tersebut mempunyai harga jual yang relatif stabil di pasaran dunia

dibanding timah dan nikel.

Kenyataan pada dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa produksi emas terus berlangsung, sedangkan peluang penemuan cadangan baru cenderung menurun disamping biaya eksplorasi yang semakin mahal. Produksi emas PT Antam yang dimulai sebesar 95.038 troy ounces pada tahun 1999 kemudian meningkat dan stabil pada kisaran 123.000 hingga 129.000 troy ounces pada tahun 2000 hingga 2002 dan meningkat hingga 134.258 troy ounces pada tahun 2003, menunjukkan produksi emas dalam negeri yang terus berlangsung (Tabel

1.).

Tabel 1.

Produksi komoditi logam PT Aneka Tambang Tbk dari tahun 1999 hingga 2003

Sumber: Laporan Tahunan PT Aneka Tambang, 2003

Pada siaran persnya pada 3 Agustus 2001, PT Kelian Equatorial Mining yang mulai beroperasi 1992-2004, menyatakan produksi tahun terakhir mereka sekitar 12.4 ton emas dan 10.9 ton perak, sedangkan posisi cadangan mereka sampai 31 Desember 2000 sekitar 30 ton. Data ini menunjukkan bahwa sebagian tambang emas di Indonesia sudah mendekati masa penutupan tambang, sedangkan cadangan baru masih belum banyak ditemukan. Cadangan emas yang paling akhir ditemukan dan kini tengah ditambang adalah tambang Batu Hijau di pulau

(4)

Menurunnya penemuan cadangan baru endapan emas, bukan saja terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi kecenderungan dunia. Data dari WMC, juli 2004, menunjukkan bahwa penemuan cadangan terbesar pernah terjadi pada kurun

waktu antara tahun 1981 hingga 1988, kemudian menurun dan naik lagi pada tahun 1994 dan akhirnya terus menurun hingga tahun 2000. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004, tingkat kesuksesan penemuan ini tetap masih rendah (Gambar 2).

Berbanding terbalik dengan tingkat kesuksesan penemuan cadangan baru yang rendah, biaya eksplorasi yang diperlukan untuk penemuan cadangan baru semakin meningkat dengan tajam hingga mencapai 3 kali lipat dalam 20 tahun terakhir (Gambar 3).

Gambar 2.

Tingkat kesuksesan penemuan cadangan emas baru yang menunjukkan penurunan tajam pada dasawarsa terakhir ini.

Gambar 3.

(5)

Sumber: http://www.wmc.com/acrobat/pacrim20040922.pdf

Kecenderungan diatas mengisaratkan bahwa diperlukan suatu metoda atau konsep ataupun pendekatan baru dalam eksplorasi emas yang memberikan peluang lebih besar dalam penemuan cadangan baru, tetapi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih pendek dan dengan biaya yang lebih murah. Dalam konteks inilah penelitian ini dilakukan.

Penelitian ini merupakan penelitian tahun kedua dari rencana penelitian geologi selama 3 tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di

pulau Sumatera. Penelitian tahun lalu dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Pasaman, Bonjol, Mangani dan Salido. Penelitian tahun ini dilakukan di daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan, meliputi Ketapang, Guring, Tamiyang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana, dan Rajabasa yang juga merupakan kawasan di sayap barat pegunungan Bukit Barisan

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metoda eksplorasi mineralisasi emas berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik yang

(6)

tersebut, maka akan dapat ditemukan secara statistik suatu metoda eksplorasi yang lebih efisien dan akurat serta menjadi lebih murah karena akan memangkas sebagian tahapan yang dilakukan dalam metoda eksplorasi konvensional.

Walaupun yang menjadi target utama penelitian ini adalah karakter geokimia batuan volkanik, namun dalam penelitian lapangan dilakukan juga pengamatan aspek geologi lainnya seperti keragaman litologi, struktur geologi dan aspek mineralisasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh bukan hanya suatu pemahaman yang komprehensif tentang karakter geokimia batuan pembawa mineralisasi tetapi juga tentang proses pembentukannya menjadi sebuah sebakan. Sejauh memungkinkan, posisi pengambilan contoh batuan ditentukan dengan menggunakan GPS.

1.2. Kerangka Teori

Adalah suatu fenomena geologi yang sudah diterima secara umum, bahwa keterdapatan endapan mineral logam, baik logam mulia seperti emas dan golongannya, maupun logam dasar seperti tembaga dan keluarganya, selalu berkaitan dengan kehadiran batuan-batuan magmatik atau volkanik yang berasal dari pembekuan magma. Dimana endapan logam tersebut dijumpai, maka disana hadir sejumlah batuan magmatik/volkanik yang sering beragam dalam jenis mineral dan komposisinya. Sebut saja endapan tembaga porfir yang dijumpai di

seputar lautan Pasifik, mulai dari Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes terus ke utara menyusuri pegunungan Rocky Mountain di Amerika Utara, terus ke Alaska, Eropa dan berbelok ke barat menuju Iran dan terus kearah negara kepulauan di Pasifik Barat Laut seperti New Hibrides, Bougainville dan terus ke Papua New Geunia, Papua dan berbelok ke utara ke Filipina, adalah endapan tembaga yang juga mengandung emas yang selalu berasosiasi dengan batuan magmatik/volkanik. Umumnya endapan ini terdapat dalam suatu komplek “multi intrusion” dimana batuan magmatik dan volkanik berada bersama-sama dengan

komposisi dan jenis yang beragam.

(7)

Pasifik bagian barat (Sillitoe, 1989). Pola penyebaran ini diyakini lebih disebabkan kepada keterkaitan endapan ini dengan zona penunjaman kerak samudera ke bawah kerak benua.

Diantara berbagai jenis endapan emas yang dikenal di dunia, endapan emas jenis epithermal yang mengandung sulfida ( baik yang low maupun high sulphide) adalah yang paling dicari di Indonesia karena lebih murah biaya eksploitasinya. Gejala mineralisasi emas epithermal, seperti juga endapan tembaga pofir, selalu berasosiasi dengan pembentukan zona alterasi. Akan tetapi, sebaliknya, tidak semua zona alterasi akan membawa mineralisasi (Gambar 4). Suatu proses hidrothermal yang berawal dari kegiatan suatu volkanisme akan dapat menghasilkan zona-zona alterasi (zona potasik, zona filik, zona argilik, zona

propilitik dan silisifikasi), tetapi zona alterasi mana yang terbentuk akan sangat dipengaruhi oleh komposisi fluida yang dihasilkan dan kondisi geologi/ geohidrologi daerah sekitarnya. Tetapi, seperti disebutkan diatas, pembentukan zona alterasi tidak selalu membawa mineralisasi. Dengan asumsi bahwa sumber logam emas dan sekutunya itu adalah magma, maka keterdapatan mineralisasi di suatu zona alterasi haruslah terkait dengan komposisi kimia magma asalnya. Dengan kata lain, magma yang membawa mineralisasi haruslah memiliki perbedaan dengan magma yang tidak membawa mineralisasi (barren).

Gambar 4.

(8)

Perbedaan ini diinterpretasikan dapat ditelusuri dari karakter geokimia batuan volkanik yang dihasilkan oleh kegiatan magmatik atau volkanik yang membawa mineralisasi tersebut. Oleh karena itu, bila karakter geokimia yang unik ini dapat

diidentifikasi dan diketahui, maka dengan menganalisis batuan volkanik suatu kawasan untuk mendapatkan karakter geokimianya, maka potensi mineralisasi emas kawasan tersebut akan dapat diketahui. Cara ini tentu akan lebih murah dan cepat dan memiliki peluang yang besar untuk menemukan cadangan emas yang baru.

1.3. Perumusan Masalah

Untuk mengembangkan suatu metoda atau konsep eksplorasi yang didasarkan pada penentuan karakter geokimia batuan volkanik yang membawa

mineralisasi, mau tidak mau diperlukan pendekatan statistik. Mengingat sumber logam, baik emas maupun logam dasar, dari suatu proses hidrothermal yang terkait dengan aktivitas magma masih tetap menjadi perdebatan (apakah dari magma atau dari batuan samping), maka penentuan karakter geokimia batuan volkanik yang benar-benar terkait dengan potensi mineralisasi tersebut, bukanlah suatu yang dapat diharapkan seragam dan sederhana. Pola geokimia batuan volkanik yang membawa mineralisasi di suatu daerah akan bisa berbeda dengan pola batuan volkanik pembawa mineralisasi di daerah lain. Karena itu diperlukan

banyak data dan pendekatan statistik untuk dapat memperoleh pola spesifik yang berlaku umum sehingga dapat diaplikasikan sebagai suatu konsep eksplorasi yang valid.

Berangkat dari kondisi yang demikian, maka penelitian ini direncanakan untuk mengumpulkan data dan sampel batuan volkanik dari daerah mineralisasi yang berbeda-beda, disamping mengoleksi sampel dari formasi-formasi batuan volkanik yang „dicurigai“ sebagai kelompok batuan pembawa mineralisasi. Karena itu, penelitian ini dilakukan di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit

Barisan yang sudah diketahui sejak zaman Belanda memiliki indikasi akan keterdapatan endapan emas epithermal.

(9)

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada tahun 2003, penelitian di lakukan di daerah Sumatera Tengah yang meliputi lokasi Pasaman Barat, Bonjol, Mangani dan Salido. Namun, karena hambatan teknis/perizinan sampel dari

Mangani tidak dapat diperoleh. Hasil analisis kimia batuan dari lokasi-lokasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua pola diagram REE yang berbeda dari batuan-batuan tersebut (Gambar 5), dimana batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi memperlihatkan pemiskinan (depleted) akan unsur Heavy Rare Earth Element (HREE) tetapi tidak mengalami pengayaan pada unsur Light Rare Earth Element (LREE). Sampel dari Pasaman dan Bonjol adalah sampel yang dikoleksi dari kawasan mineralisasi yang juga dicirikan oleh adanya kegiatan penambangan emas oleh rakyat di daerah tersebut. Namun, sampel yang

berasal dari Salido, walaupun dikoleksi dari sekitar kawasan termineralisasi tetapi tidak memperlihatkan adanya pola pemiskinan akan HREE. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sampel batuan tersebut merupakan produk volkanik yang berbeda dari batuan volkanik yang membawa mineralisasi di daerah itu, mengingat suatu kawasan mineralisasi selalu dicirikan oleh kehadiran lebih dari satu kegiatan volkanik.

Gambar 5.

Diagram REE sampel batuan volkanik dari daerah Pasaman, Bonjol dan Salido yang menunjukkan adanya dua pola REE yang berbeda, dimana batuan volkanik yang

(10)

II. METODOLOGI

(11)

a. Pengumpulan data sekunder: publikasi, literatur, peta dasar, peta geologi, dan citra landsat

b. Membuat peta lokasi/lintasan pengamatan geologi terutama (litologi, alterasi, mineralisasi, pengukuran arah dan penyebaran urat kuarsa, dan pengukuran struktur geologi), pengambilan contoh batuan

c. Menganalisis contoh batuan di laboratorium, dan menginterpretasi hasil penelitian lapangan dan laboratorium.

II.1. Pengumpulan data sekunder :

i. Pengumpulan sejumlah publikasi yang umumnya berkaitan dengan cebakan mineral di daerah Sumatra

ii. Literatur: Busur magmatik kaitannya dengan emas dan mineralisasi tembaga di Indonasia (Carlile, J.C. and Mitchell. A.H.G., 1994), Tectonics of the Indonesia region (Hamilton, W.B., 1979), dan sebagainya (lihat pustaka)

iii. Peta topografi buatan: JANTOP TNI AD, 1974, lembar Kota Agung, Lampung dan Tanjung Karang, Sekala 1 : 250000 (Digambar oleh Kartografi Dit. Geologi 1977).

iv. Peta geologi Lembar Kota Agung, dan Tanjung Karang, skala 1 : 250.000

v. Citra landsat Daerah Lampung/Kota Agung dan sekitarnya, sekala 1 : 250.000

II.2. Penelitian Lapangan :

Menentukan lokasi dan membuat peta lintasan pengamatan geologi. Lokasi-lokasi penelitian adalah yang diperkirakan memiliki singkapan yang baik, dan representatif (Gambar 7 dan 8.). Lintasan pengamatan meliputi Kota Agung, Pekondoh dan sekitarnya adalah daerah sekitar Guring, Ketapang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana dan Rajabasa. Foto singkapan dan lintasan dapat dilihat pada foto 1. di bawah.

II.3. Analisis Laboratorium :

Melakukan berbagai analisis di laboratorium dari sejumlah batuan yang

(12)

LP 14, 16/TMY, LP 15A-B/SKD

TAMIYANG-SUKADANA

LP 16, 17, 18A, 19/RBS RAJABASA Kota Agung

dan sekitarnya

1. Analisis petrografi, untuk mengetahui komposisi mineral batuan dan jenis batuan secara mikroskopik, jumlah contoh batuan yang dianalisis 40 buah. 2. Analisis kimia: Major dan Trace Element, dan Unsur Tanah Jarang (REE)

sebanyak 12 buah.

3. Analisis mineragrafi, untuk mengidentifikasi, mendeskripsi mineral-mineral bijih, dengan variasi struktur dan teksturnya. Contoh yang dianalisa 4 buah.

4. Analisis Citra Satelit, untuk mendapatkan gambaran secara umum kondisi geologi daerah penelitian termasuk struktur yang berkembang di daerah tersebut.

Analisis petrografi, mineragrafi dan citra satelit dilakukan di Laboratoium

Fisika Optik-Pusat penelitian Geoteknologi LIPI, sedangkan analisis kimia dilakukan di Activation Laboratories Ltd., Canada.

Gambar 6.

Indeks lokasi daerah Kota Agung, Tamiyang, Sukadana dan Rajabasa

III. Data

(13)

berdasarkan peta regional lembar Bengkulu dan Tanjung Karang (Gambar 9). Data yang diperoleh di laboratorium adalah hasil analisis petrografi, inklusi fluida, dan kimia (major element, trace element, dan unsur tanah jarang/

REE).

Data lapangan dan hasil analisis laboratorium digunakan untuk :

- Mencari dan mengidentifikasi pola geokimia batuan volkanik yang membawa mineralisasi dan perbedaannya jika dibandingkan dengan pola batuan volkanik yang barren.

- Menganalisis struktur rekahan yang diukur di lapangan dan kaitannya dengan struktur regional daerah penelitian, untuk menemukan hubungan antara struktur tersebut dengan pola geometri pembentukan endapan epithermal di daerah

dimaksud.

III.1. Geologi Umum

Pulau Sumatera terbentuk akibat tumbukan kerak benua Sundaland dengan kerak Samudera India-Australia. Tumbukan tersebut berarah N 23° E (Hamilton, 1979). Laju tumbukan membentuk arah miring 60° dengan jalur tepi Barat kerak Sundaland. Tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya cekungan sunda disebelah barat Pulau Sumatera (Curray, et.al., 1979), dan cekungan-cekungan sedimentasi

di daratan Sumatera. Tumbukan atau subduksi ini juga memicu terjadinya aktivitas magmatisme dan volkanisme di Pulau Sumatera sejak Tersier hingga kini. Gaya-gaya tektonik dari subduksi antara Sundaland dengan India-Australia ini secara periodik telah menyebabkan terjadinya sesar geser menganan yang membelah sejajar Pulau Sumatera (Fitch, et.al., 1972). Sesar geser ini menerus hingga sesar transform di Andaman. Sesar transform ini juga membentuk cekungan-cekungan tarikan (Pull Apart Basin) di daratan Sumatera.

Satuan Geologi daerah Lampung (berdasarkan peta geologi lembar Lampung

(14)

sebelah timur G. Rindingan, sekitar Talang Padang, Kalirejo dan Padang Ratu. Singkapan dengan penyebaran yang terbatas ditemui di Panjang, Pringsewu, Sukaharjo dan Gading Harjo. Batuan terobosan berumur Kapur Atas, terdiri dari

granit dan granodiorit tersingkap di Panjang dan Gunung Kasihan. Singkapan dengan penyebaran yang terbatas di jumpai di barat Sakai antara Sukoharjo dan Bumiagung.

Batuan berumur Tersier pada dasarnya bisa dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu : 1. Batuan volkanik terdiri dari Formasi Hulusimpang yang tersebar di sebelah

barat sepanjang lereng pantai barat hingga tanjung di Teluk Semangka.

2. Sedimen Fluvio-marine terdiri dari Formasi Muara Enim yang tersebar di sebelah timur dan menempati hampir seluruh daerah pengaliran sungai Mesuji.

Batuan Kuarter terdiri dari tufa, basalt, piroklastik, dan sedimen fluviatil serta endapan pantai. Tufa yang dijumpai di utara sekitar Tigeneneng, di sekitar Tanjungkarang berbeda dengan tufa yang tersingkap lebih ke tenggara sepanjang jalan dari Panjang ke Bakauheni. Tufa Tigeneneng yang penyebarannya menerus ke utara adalah bagian dari Formasi Kasai. Tufa di Tanjungkarang-Pahoman memberi kesan sebagai ignimbrit dan adanya flow structure serta terbentuknya kekar meniang dengan sumbu yang hampir vertikal. Nishimura (1981) melakukan pentarikhan yang menghasilkan umur 1 (lk. 0.22) juta tahun. Tufa yang terdapat

lebih ke tenggara dekat Bakahauni menutupi satuan vulkanik memberi kesan adanya perlapisan dengan komponen yang lepas. Umur satuan batuan yang mengandung air tanah dalam jumlah yang terbatas ini adalah 0.09 (lk. 0.01) juta tahun.

Di sekitar Sukadana ditemui sebaran plateau basalt yang sebagian tersingkap pada tebing-tebing landai sekitar daerah itu. Pada pentarikhan K/Ar didapatkan umur basalt sebesar 0.8 (lk. 0.4) juta tahun. Hasil pemboran di desa Sribhawono, Kecamatan Labuhan Maringgai memperlihatkan bahwa ketebalan

(15)

cukup potensial, bahkan ada mataair dengan debit 50 lit/det yang diduga bersumber dari satuan basalt yang retak tersebut.

Endapan piroklastik berupa breksi, lahar dan tufa, serta lava tersebar di

beberapa kerucut antara lain G. Rajabasa dan Balirang (1281 m), G. Pesawaran (1582 m) dan Ratai (1681 m), G. Tanggamus (2101 m), Bukit Rindingan (1608 m), G. Sekincau (1718 m) dan Tangkitahiangan (914 m).

Sedimen klastik Kuarter lainnya adalah hasil endapan sungai dengan penyebaran sepanjang badan sungai. Di sepanjang garis pantai juga dijumpai sedimen fluvio marin.

Peta Geologi umum daerah telitian dapat dilihat pada gambar 9.

(16)
(17)

Gambar 9. Peta Geologi daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan

Gambar 10. Interpretasi citra daerah Kotagung Lampung dan sekitarnya, Selatan, Lampung

Tabel 2.

Petrografi contoh batuan dari Kota Agung dan sekitarnya, Lampung

No

TUR MINERAL PRIMER MASADASAR MINERAL UBAHAN

(18)
(19)
(20)

29

(21)

a) b)

c) d)

Keterangan foto 1. Perjalanan dan lokasi singkapan a). Singkapan basal di Pantai Canti, Rajabasa

b). Lintasan blok VI-Ulu Semung

c). Singkapan batuan basal di Ketapang, Padang Ratu d). Lintasan Way Ulu Semung

III.1 Data petrografi

Batuan-batuan yang tersingkap di daerah penelitian, umumnya adalah anggota dari Formasi Hulusimpang. Beberapa contoh di antaranya merupakan

(22)

penyontohan, untuk mendapatkan indikasi atau gejala ubahan dan mineralisasi di daerah penelitian.

37 contoh batuan telah diambil dan dianalisis, contoh-contoh batuan

tersebut secara petrografi (R.B. Travis, 1955), dapat dibagi menjadi 12 kelompok batuan yaitu basal porfiri (12), andesit porfiri (4), andesit basaltis (4), andesit hornblende (1), trakit porfiri (2), latit porfiri (1), tufa batuan (3), granit (6), syenit porfiri (1), diabas (1), dasit porfiri (1) dan perlit (1).

a). LP 16a/TMY b). LP 15/SKD

Keterangan foto 2. sayatan tipis batuan basal porfiri

a). Basal porfiri, porfiritik dan hipokristalin, menunjukan fenokris olivin, piroksen dan plagioklas, lokasi Tamiyang

b). Basal porfiri, menunjukan tekstur glomeroporfiritic, fenokris olivin, piroksen

dan plagioklas, lokasi Sukadana

Basal porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 06 GR, LP 06B/GR (2), LP 06 D/GR, LP 11, LP 12, LP 12C, LP 15A/SKD, LP 15 D/SKD, LP 16 TMY, LP 18/ RBS, dan LP 19 RBS (Foto 2.). Basal porfiri bertekstur porfiritik, hipokristalin dan berongga-rongga (vesicular); pada contoh LP 15A/SKD dan LP 16 TMY, basal porfiri bertekstur equigranular. Batuan disusun oleh fenokris olivin (2-17%), plagioklas (12-42%), kuarsa (LP 12, 1%), dan piroksen (2-35%);

(23)

mineral ubahan klorit (2-18%), karbonat (3%), serisit (3-4%), silika (2-3%), mineral lempung (5%), gelas (2-5%), dan bijih (2-15%).

Andesit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 02A/KTP, LP 06 C/GR, LP 12B, LP 13 F/WKR (Foto 3). Andesit porfiri bertekstur porfiritik dan hipokristalin, disusun oleh fenokris plagioklas (20-34%), piroksen (2-4%), k-felspar (LP 13F/ WKR, 14%), hornblende (LP 13F/ WKR, 5%), dan kuarsa (LP 13F/ WKR 2%). Fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (10-48%) dan gelas (0-5%), mikrogranular kuarsa (LP 13F/ WKR, 5%) dan mikrolit k-felspar (LP 13F/WKR, 4%) dan kristalit (LP 12B, 20%). Batuan telah mengalami proses ubahan yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit (4-8%), karbonat (7-10%), epidot (35%, LP 02 A/KTP), mineral

lempung (5%, LP 13F/ WKR), silika (3-5%), gelas/vitrifikasi (4%) dan bijih (2-8%).

a). LP 12b b). LP 02

Keterangan foto 3, Sayatan tipis batuan

a). Andesit, porfiritik, hipokristalin, fenokris plagioklas

b). Granit, panaritik dan holokristalin, fenokris k felspar, biotit, hornblende dan mineral bijih

(24)

Andesit basaltik ditunjukkan oleh contoh LP 05/GT, LP 16/RBS, LP 16A/ RBS, dan LP 17. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, dan berkomposisikan fenokris plagioklas (32-38%), piroksen (10-25%);

fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (12-44%), mikrogranular piroksen (5-6%), dan gelas (4-8%). Batuan umumnya masih segar kecuali LP 16A/RBS yang telah mengalami proses ubahan, yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit (4%), karbonat (3%), serisit (1%), mineral lempung (8%), gelas (3%), dan mineral bijih (3-4%).

Granit ditunjukkan oleh contoh LP 1A/KTP dan LP 02 (Foto 3). Batuan bertekstur panaritik dan holokristalin; batuan disusun oleh fenokris plagioklas (4-10%), k-felspar (24-28%), piroksen (12%, LP 02), kuarsa (12%, LP 02),

muskovit (3%, LP 02), hornblende (8%, LP 02). Batuan granit telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit (3-14%), karbonat (1-2%), serisit (2-3%), mineral lempung (18-20%), epidot (16%), silika (10-13%), gelas (4%), dan mineral bijih (3%). Batuan granit telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit (3-15%), karbonat (0-6%), serisit (0-4%), mineral lempung (0-20%), epidot (3-16%), silika (0-15%) dan mineral bijih (0-4%). Sedangkan porfiri granit ditunjukkan oleh contoh LP 1/KTP, LP 1B/ KTP, LP 08 SKP, dan LP 13F/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, berkomposisikan fenokris plagioklas (5-8%), k-felspar (26-35%), piroksen (0-2%), kuarsa (0-7%), muskovit (LP 08/SKP, 25%); fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar berupa mikrolit plagioklas (7-24%).

Trakit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 03 KTP dan LP 13/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin dan disusun oleh fenokris plagioklas (2-6%), k-felspar (20-63%), dan kuarsa (2%); fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit k-felspar (30%), kristalit (15%) dan gelas (4%). Batuan

(25)

Latit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 13 B/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, disusun oleh fenokris plagioklas (4%) dan tertanam dalam masadasar mikrolit k-felspar (72%). Batuan telah mengalami proses alterasi

yang dicirikan oleh silika (8%) dan mineral lempung (16%).

Lithic tuff ditunjukkan oleh contoh LP 04A/KTB, LP 07/SKP, dan LP 13A/SKP. Batuan berbutir sedang-kasar, sedangkan untuk LP 04A/KTB batuan berbutir halus-sedang; terpilah buruk dan kemas terbuka. Batuan disusun oleh fragmen plagioklas (6-14%), kuarsa (1-2%), piroksen (1%, LP 04/KTB), fragmen batuan beku (32-58%) dan tufa (9-11%) yang tertanam dalam matriks gelas (18%, LP 07/SKP) dan mineral lempung (17-27%). Batuan telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kelompok mineral ubahan epidot (0-15%), silika

(0-8%), dan bijih (1-3%).

a). LP 13C/WKR b). LP 12D

Keterangan foto 4. Sayatan tipis batuan

a). Batuan diabas, diabasik, plagioklas intergroth dalam masadasar piroksen b). Fragmen kristal dan batuan tertanam dalam masadasar gelas

Syenit porfiri ditunjukan oleh contoh LP 09/SKP batuan bertekstur equigranular-porfiritik dan holokristalin. Batuan berkomposisikan fenokris k-felspar (76 %) dan kelompok mineral ubahan seperti serisit (12 %), epidot (8%), dan silika (4%).

(26)

SAMPLE Lokasi SiO2 Al2O3 Fe2O3 MnO MgO CaO Na2O K2O TiO2 P2O5 LOI TOTAL

% % % % % % % % % % % %

LP 02A/KTP (2) Cukuh Pandan 52.39 19.05 7.7 0.151 2.8 7.55 3.05 1.3 0.947 0.21 4.93 100.05

LP 02B/KTP Ketapang 61.76 16.39 5.75 0.103 2.6 5.15 3.84 1.73 0.672 0.13 1.73 99.85

LP 06/GR Guring 51.96 19.09 8.78 0.169 3.88 9.59 2.15 0.65 0.877 0.18 2.7 100.02

LP 11/SMG Ulu Semung 50.84 18.82 9.86 0.31 3.64 9.8 2.8 0.81 1.123 0.21 1.64 99.87

LP11C-LP12C Ulu Semung 51.12 17.58 11.36 0.184 4.76 9.17 2.73 0.9 1.282 0.32 0.79 100.18

LP 13/WKR Way Kerap 64.79 15.01 5.61 0.028 2.22 2.78 4.48 1.02 1.025 0.32 2.81 100.09

LP 13D/WKR Way Kerap 63.81 15.77 5.35 0.115 1.88 4.67 3.49 1.98 0.572 0.13 2.21 99.99

LP 14/TMY Tamiyang 51.58 17.02 10.63 0.136 7.06 8.59 3.55 0.5 1.28 0.16 -0.01 100

LP 15A/SKD Sukadana 51.1 16.39 10.29 0.124 7.04 8.5 3.42 0.56 1.262 0.17 0.71 99.56

LP 15B/SKD Sukadana 51.66 16.67 10.33 0.132 7.2 8.44 3.39 0.49 1.278 0.17 0.34 100.1

LP 17/RBS Rajabasa 58.19 17.58 6.88 0.138 2.75 5.63 3.95 2.4 0.751 0.21 1.44 99.93

LP 18A/RBS Rajabasa 56.91 17.32 8.58 0.161 2.82 5.8 3.87 2.09 0.887 0.31 1.32 100.06

seperti dicirikan oleh klorit (8%), karbonat (4%), serisit (4%), mineral lempung (16%), epidot (2%)dan silika (3%).

Diabas ditunjukan oleh LP 13C/WKR (Foto 4.), bertekstur diabasik, equigranular dan holokristalin. Batuan berkomposisikan plagioklas (37%), piroksen (36%), klorit (18%), dan serpentinit (5%) dan mineral bijih (4%).

Perlit ditunjukan oleh contoh LP 12 D (Foto 4.), bertekstur glass- shard dan aliran. Batuan berkomposisikan plagioklas (2%), biotit (3%), dan kuarsa (5%); terdapat xenolith bersifat basaltis (2%) dan tertanam dalam masadasar gelas (88%).

III.2 Kimia Batuan

12 sampel batuan volkanik dari daerah penelitian di Lampung telah dianalisis untuk mengetahui unsur utama (major elements), unsur jejak (trace elements) dan unsur jarang-nya (rare earth elements). Analisis kimia ini dilakukan oleh Activation Labs, sebuah lab yang sudah terakreditasi di Kanada dengan kode analisis Litho4. Hasil analisis kimia ini dalam bentuk unsur utama diberikan pada

Tabel 2. dibawah ini.

Tabel 2.

Hasil analisis unsur utama sampel dari daerah penelitian Lampung.

Tabel diatas menunjukkan bahwa sampel batuan tersebut dikoleksi dari

(27)

Pengembangan Geologi (P3G) Bandung, maupun dari publikasi yang diterbitkan,

diklasifikasikan sebagai Formasi Hulusimpang. Formasi ini banyak disebut-sebut sebagai formasi yang hampir selalu berasosiasi dengan mineralisasi emas di pulau

Sumatera.

III.3. Mineragrafi

Beberapa contoh yang dianggap mewakili, dilakukan preparasi sayatan poles untuk analisa mineragrafi. Contoh tersebut yaitu LP03KTP, LP 13WKR, LP

13D, dan LP 13B/WKR (Foto 5).

LP 03/KTP, mineral bijih yang teridentifikasi adalah pirit, berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk trigonal-kubik, beberapa bagian retak, dan bertekstur solid solution dengan sfalerit yang berwarna abu-abu terang. Pirit di beberapa bagian tampak hadir sebagai mineral inklusi pada kristal.

a) b)

c) d) Foto 5 a). LP03KTP, pirit dan sfalerit

b). LP13/WKR, pirit dan sfalerit c). LP 13D, pirit, sfalerit dan galena

(28)

LP 13 WKR, mineral bijih yang teridentifikasi adalah pirit berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk kubik-trigonal, bertekstur solid solution dalam

sfalerit. Beberapa pirit hadir berupa veinlets. Kalkopirit berwarna kuning terang dan bertekstur granular. Sfalerit berwarna abu-abu terang, granular dan solid solution dalam pirit. Terlihat adanya butiran emas, dengan ukuran yang sangat halus, solid solution dalam kristal pirit. Selain itu terdapat pula tetrahidrit (perak), dan magnetit di beberapa bagian yang menggantikan (replacement) sfalerit.

LP 13 D, mineral bijih yang bisa diidentifikasi adalah galena, berwarna abu keputih-putihan, simplelocking dengan pirit. Pirit granular dan solid solution dengan sfalerit. Di beberapa bagian sfalerit menggantikan pirit dalam sebuah

kristal (inklusi).

LP 13B/ WKR LP 13, pirit berwarna kuning-keputih-putihan, berupa veinlets-iregular, dan bertekstur solid solution dengan sfalerit dan kalkopirit. Teridentifikasi pula tetrahidrit berwarna abu-abu dengan internal reflection kebiru-biruan dan butiran emas ? (solid solution pada pirit).

IV. Analisis Data

VI.1. Analisis Petrografi VI.I.1 Alterasi batuan

Gejala alterasi pada batuan secara megaskopis dapat dilihat dari tekstur seperti perubahan warna batuan yang menggambarkan perubahan komposisi penyusunnya dan tekstur seperti breksiasi, veining dll. Perubahan mineral menjadi mineral lainnya ini diakibatkan oleh proses hidrotermal yang menyertai proses magmatisme.

Gejala alterasi batuan di daerah Kab. Lampung Selatan dan sekitarnya dapat diamati di desa Guring, Ketapang, Sekampung, Gisting, Way Kerap, Ulu

(29)

pada setiap batuan adalah klorit, karbonat, epidot, serisit, silika dan mineral lempung.

Secara petrografi diketahui bahwa intensitas mineral ubahan pada setiap

jenis batuan beragam dan dapat dikelompokkan kepada terubah sedang. Dan yang paling intensif terubah adalah basal porfiri dan granit.

VI.1.2 Proses ubahan

Pengamatan secara petrografis menunjukkan bahwa contoh-contoh batuan dari daerah Kota Agung dan sekitarnya telah mengalami proses alterasi yang bervariasi; kecuali pada beberapa contoh batuan seperti basalt (LP 15D/SKD, Sukadana dan LP 16 TMY Tamiyang), andesit-basaltik (LP 05 GT Gisting), tufa

batuan (LP 07 SKP Sekampung), dan perlit (LP 12 D). Proses ubahan pada setiap batuan diuraikan seperti di bawah ini.

Basalt porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit, karbonat, serisit, mineral lempung, silika dan gelas. Tekstur yang dapat diamati adalah penggantian mineral (replacement), seperti olivin yang digantikan oleh klorit, dan penggantian kembali (overprint) karbonat digantikan menjadi klorit dan klorit menjadi mineral lempung.

Andesit porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit, karbonat, epidot, silika, dan mineral lempung. Proses alterasi mineral ditunjukkan seperti pada contoh LP 02A/KTP, dan hadir pula epidot yang intensif tersebar pada masadasar batuan; tekstur overprint yang dapat diamati adalah silika dan karbonat digantikan oleh epidot, kemudian epidot dan karbonat digantikan oleh klorit.

Andesit-basaltik umumnya relatif segar kecuali pada LP 16/RBS, dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit, karbonat, serisit, mineral lempung dan gelas dalam jumlah yang kecil.

(30)

yang digantikan karbonat. Struktur dan tekstur yang khas tersebut memberikan kesan mineralisasi yang terjadi bersamaan dengan pull apart/veining system, dan biasanya mencerminkan struktur permukaan yang mungkin berkembang di daerah

zona alterasi tersebut.

Latit (trakit-andesit) porfiri dicirikan oleh mineral ubahan berupa silika dan mineral lempung, dan kadang-kadang muncul veinlets silika.

Granit dicirikan oleh kelompok mineral ubahan klorit, karbonat, serisit, epidot mineral lempung, silika. Batuan granit merupakan batuan yang paling intensif mengalami proses alterasi, seperti pada contoh LP 1A/KTP. Proses alterasi mineral yang bisa diamati adalah serisit, klorit dan silika digantikan oleh epidot, epidot digantikan oleh klorit dan mineral lempung, dan zeolit digantikan

oleh silika, kemudian epidot, serisit dan klorit digantikan oleh karbonat, karbonat, klorit digantikan oleh silika, dan silika digantikan oleh mineral lempung.

Trakit terubah dicirikan oleh kelompok munculnya mineral ubahan seperti klorit, serisit, epidot dan silika. Proses alterasi ditunjukkan oleh halo alteration dan gradasi butiran kuarsa.

Andesit hornblende (LP 16/RBS), dicirikan oleh proses vitrifikasi pada beberapa kristal hornblend dan fenokris lainnya.

Diabas (bongkahan), mineral penyusunnya mengalami ubahan menjadi klorit dan serpentinit.

Perlit, menunjukan komposisi yang segar, batuan ini memiliki xenolith yang bersifat basalt

Dasit porfiri mineral ubahan yang terbentuk adalah klorit, karbonat, serisit, mineral lempung, epidot dan silika. Proses ubahan ditunjukan oleh tekstur replacement seperti klorit, silika dan mineral lempung digantikan oleh karbonat.

Lithic tuff mineral ubahan yang terbentuk adalah epidot dan silika. Proses ubahan terlihat pada matriks dan komponen, seperti pada contoh LP 04/

(31)

IV.2 Analisis Geokimia

Dalam usaha mendapatkan karakter kimia batuan-batuan Formasi Hulusimpang ini dan kaitannya dengan indikasi mineralisasi emas yang terdapat bersamanya, maka sifat-sifat kimia batuan ini akan dicoba didekati melalui unsur utama, jejak dan REE-nya.

Unsur Utama (major elements)

Berdasarkan kandungan SiO2-nya, batuan-batuan Formasi Hulusimpang

ini memiliki komposisi berkisar dari basalt hingga dasit dengan kisaran kandungan silika dari 51%berat hingga 65%berat. Sementara itu, sampel dari Sukadana jelas berkomposisi basalt dengan SiO2 sekitar 51%berat, sedangkan

sampel dari Gunung Rajabasa memiliki komposisi andesit dengan SiO2 sekitar

57% hingga 58%berat.

Secara umum, sampel yang dikoleksi dari Lampung ini masih dalam kondisi baik atau segar, hanya 1 sampel dari desa Cukuh Pandan/Ketapang yang memiliki kondisi relatif sudah terubah atau tidak segar lagi. Tingkat kesegaran sampel ini

(32)

10

(33)

Hasil plot semua sampel dalam diagram Harker memberikan distribusi titik seperti pada Gambar 1. diatas. Batuan Formasi Hulusimpang menunjukkan suatu trend fraksinasi yang cukup jelas terutama pada unsur-unsur oksida yang relatif

stabil atau relatif immobile seperti Al2O3, Fe2O3 dan TiO2. Tetapi pada unsur-unsur

oksida yang relatif rentan terhadap perubahan kimia seperti MgO dan CaO, ternyata trend tersebut juga masih dapat dideteksi dengan jelas. Pada kelompok unsur alkali, Na2O menunjukkan trend yang positif dimana terdapat kenaikan

sodium dengan meningkatnya SiO2. Pola ini juga terlihat pada unsur K atau

potassium, kecuali untuk satu sampel Formasi Hulusimpang yang berkomposisi dasit, yakni sampel LP-13/WKR yang dikoleksi dari Way Kerap. Adanya penyimpangan ini agaknya terkait dengan terjadinya pengayaan akan unsur P pada

sampel tersebut. Fosfat termasuk unsur kompatibel yang akan terpisah dari larutan dan masuk kedalam fasa padat pada awal fraksinasi, sehingga dengan bertambahnya kandungan SiO2, unsur ini harusnya mengalami penurunan

konsentrasi, tetapi pada sampel tersebut kandungan fosfatnya mencapai 0.32%berat, sama dengan batuan basalt dari Ulu Semung (LP11C-LP-12C).

Hasil plot batuan dari Gunung Rajabasa terdistribusi dalam trend yang dibentuk oleh batuan Formasi Hulusimpang, sehingga terlihat sepertinya batuan ini merupakan produk fraksinasi batuan Formasi Hulusimpang yang berkomposisi

lebih basa. Tetapi pola itu juga hanya terlihat pada diagram korelasi antara SiO2

versus Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, Na2O dan TiO2, sedangkan pada korelasi dengan

K2O dan P2O5 trend itu tidak lagi terlihat jelas. Tetapi ini tidak menunjukkan

kemiripan dengan sampel yang berasal dari Way Kerap tersebut diatas karena kandungan fosfat pada sampel Rajabasa ini justru mengalami penurunan sebagaimana layaknya produk fraksinasi normal.

Dua sampel basalt dari Sukadana menunjukkan kemiripan komposisi kimia satu sama lain, tetapi mereka jelas menunjukkan karakter yang berbeda dari

sampel-sampel sebelumnya. Batuan ini memiliki kandungan MgO dan Na2O yang

relatif tinggi, tetapi rendah dalam konsentrasi Al2O3, CaO, K2O dan P2O5. Dalam

(34)

Untuk mendapatkan karakter kimia yang lebih spesifik dan terbebas dari pengaruh proses alterasi, maka digunakan unsur rare earth element dari batuan-batuan ini, yang pembahasannya disampaikan di bawah ini.

Unsur Jarang (Rare Earth Elements)

Sebagai unsur yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di alam, unsur-unsur ini juga memiliki sifat kompatibel dan inkompatibel. Unsur yang terdapat dalam jumlah relatif banyak, yakni unsur Light Rare Earth Elements (LREE) dengan nomor atom kecil memiliki kompatibilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan unsur Heavy Rare Earth Elements (HREE) dengan nomor atom besar. Karena itu, semakin besar nomor atomnya, maka unsur itu akan semakin bersifat kompatibel. Unsur yang dipakai dalam karakterisasi batuan

berdasarkan unsur jarang ini adalah La, Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb dan Lu. Kandungan unsur-unsur ini di plot kedalam diagram REE setelah dinormalisasikan dulu dengan menggunakan formula dari Taylor dan McLennan (1985). Normalisasi ini menghasilkan angka yang merepresentasikan rasio atau perbandingan kandungan unsur tersebut di dalam batuan dengan chondrite. Setiap batuan yang berasal dari sumber magma yang sama akan menunjukkan pola diagram REE yang sama. Walau terjadi perbedaan dalam konsentrasi unsur-unsur yang dikandungnya, namun rasio antara La/Lu akan relatif sama. Sebaliknya bila

pola diagram REE ini berbeda atau bahkan saling memotong maka dapat dipastikan bahwa batuan-batuan tersebut berasal dari sumber magma yang berbeda. Hasil plot batuan dari daerah penelitian Lampung ini dalam diagram REE diberikan pada Gambar 7. dibawah ini.

Hasil plot semua batuan Formasi Hulusimpang dan sampel dari Rajabasa dalam diagram REE (disebut juga diagram laba-laba atau spider-diagram) menunjukkan bahwa terdapat dua jenis pola yang berbeda, yakni jenis yang memiliki rasio LREE dibawah 40 dan jenis yang memiliki LREE diatas 40. Jenis

(35)
(36)

Sedangkan jenis batuan yang memiliki LREE diatas 40 diwakili oleh sampel dari Ketapang, Way Kerap dan Rajabasa. Kedua pola tersebut menunjukkan bahwa batuan volkanik di daerah penelitian yang digolongkan kedalam Formasi

Hulusimpang, ternyata berasal dari dua sumber magma yang berbeda. Diagram tersebut juga menunjukkan bahwa batuan volkanik Rajabasa yang berumur Kuarter tersebut merupakan produk fraksinasi lebih lanjut dari magma yang membentuk batuan Way Kerap dan Ketapang. Kenyataan diatas juga menunjukkan bahwa daerah Way Kerap diterobos oleh dua aktifitas magma yang berbeda yang dicerminkan oleh pola diagram REE yang tidak sama diantara 2 sampel Way Kerap yang dianalisis.

Pola diagram REE sampel dari Sukadana dan Tamiyang menunjukkan pola

yang sama dengan tingkat atau derajat fraksinasi yang sama. Ini mengungkapkan bahwa basalt dari daerah Tamiyang merupakan produk yang berasal dari magma yang sama dengan basalt di Sukadana. Pola diagram batuan ini mengindikasikan bahwa sumber magmanya mengalami pemiskinan (depleted) akan unsur kompatibel (HREE) dan sedikit mengalami pengayaan akan unsur inkompatibelnya (LREE). Tetapi pola ini berbeda dengan batuan atau sampel dari Lebong Tambang Bengkulu yang membawa mineralisasi emas dimana pola diagram REE-nya memperlihatkan pemiskinan yang signifikan dalam HREE

mulai dari unsur Eu. Sedangkan batuan Sukadana dan Tamiyang menunjukkan pemiskinan akan unsur HREE mulai dari unsur Tb.

Berdasarkan indikasi mineralisasi di lapangan yang ditemukan di Way Kerap dan pola yang sama yang ditemukan di daerah Bengkulu (Laporan penelitian tahun 2004), maka batuan volkanik yang berpotensi untuk membawa mineralisasi emas dan logam dasar adalah batuan yang berasal dari magma dengan nilai LREE diatas 40. Konsekuensi logis dari kesimpulan ini adalah bahwa aktiftas volkanik Gunung Rajabasa memiliki peluang untuk membawa

(37)

penelitian ini, mengingat sampel tersebut, karena kendala akses daerah yang sulit, diambil masih jauh dari lokasi zona mineralisasi.

Untuk mendapatkan gambaran tentang lingkungan tektonik dalam

pembentukan produk volkanik di daerah Lampung ini, maka semua sampel diatas di plot dalam diagram korelasi Y versus Nb/Zr*100 yang ditampilkan pada Gambar 8.

Pada Gambar 3 dibawah, terlihat bahwa semua batuan yang dikoleksi dari daerah penelitian termasuk kedalam tipe busur belakang (Backarc-side). Semua batuan yang termasuk Formasi Hulusimpang dan batuan dari Rajabasa terdistribusi di sekitar garis pemisah antara kedua lingkungan tektonik yang berbeda tersebut, tetapi sampel batuan basalt yang berasal dari Sukadana dan

Tamiyang tampak terkonsentrasi secara eksklusif dengan ratio Nb/Zr*100 yang sangat tinggi, yakni pada kisaran nilai antara 11 hingga 13. Ini semakin memperkuat bahwa batuan Sukadana dan Tamiyang tersebut tidak memiliki kaitan genetis dengan batuan Formasi Hulusimpang maupun Rajabasa. Mereka berasal dari kegiatan volkanik yang sama sekali berbeda dengan yang ada di sekitarnya.

Gambar 8. Hasil plot batuan volkanik daerah Lampung dalam diagram Y versus Nb/Zr*100 yang menunjukkan bahwa semua batuan tersebut diklasifikasikan sebagai produk volkanik lingkungan busur belakang (backarc-side).

Untuk melengkapi kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan di atas, maka dicoba dilihat apakah terdapat kaitan antara konsentrasi logam dasar yang dikandung batuan tersebut dengan karakter kimia yang sudah diketahui tersebut.

0 2 4 6 8 10 12 14

0 10 20 30 40

Y (ppm )

N

b

/Z

r*

1

0

0

Trench-side

(38)

Kandungan logam dasar dari semua batuan yang didiskusikan dalam bentuk konsentrasi Cu, Zn, Pb dan Co diberikan pada Tabel 2 dibawah.

Tabel diatas memperlihatkan bahwa batuan Formasi Hulusimpang dan

Rajabasa yang berasal dari tipe magma kaya LREE, cenderung memiliki konsentrasi Cu (lebih kecil dari 27 ppm) dan Co (lebih kecil dari 19 ppm) yang relatif rendah. Tetapi apakah pola ini sesuatu yang unix atau hanya sebuah kebetulan, masih perlu dibuktikan dengan uji statistik lebih jauh. Sementara itu, tidak terlihat adanya korelasi yang jelas antara konsentrasi Zn dan Pb dengan jenis magma asal. Batuan basalt dari Sukadana dan Tamiyang menunjukkan pola yang konsisten dimana mereka relatif kaya akan Cu, Zn dan Co, tetapi sangat miskin akan logam Pb.

Tabel 3.

Konsentrasi logam dasar dari sampel daerah Lampung

IV.3. Analisis Mineragrafi

Mineralisasi emas dan logam dasar daerah Kota Agung dan sekitarnya berasosiasi dengan pirit, kalkopirit, sfalerit, magnetit, galena, tetrahidrit dan emas (?). butiran emas sangat halus bertekstur solid solution pada pirit.

Tekstur-tekstur yang dapat diamati seperti solid solution, granular, veinlets, retakan, dan bentuk kristalnya, menunjukkan bahwa ada paling tidak dua aktifitas hidrotermal, dan pengendapan mineralisasi adalah hasil aktifitas hidrotermal yang lebih muda.

Sample ID: Cu Zn Pb Co

LP 02A/KTP 28 53 8 10

LP 02B/KTP 15 68 14 14

LP 06/GR 53 96 15 25

LP 11/SMG 71 102 10 28

LP11C-LP12C 120 94 9 36

LP 13/WKR 74 32 -5 14

LP 13D/WKR -10 64 14 12

LP 14/TMY 75 129 -5 46

LP 15A/SKD 89 121 -5 47

LP 15B/SKD 83 106 -5 44

LP 17/RBS 27 50 -5 19

(39)

Dari asosiasi mineralisasi logam dasar, tekstur dan struktur urat di lapangan seperti cockade, vuggy, dll, daerah penelitian bisa dikelompokkan ke dalam tipe Epithermal Low Sulphifation.

IV.4 Analisis Citra

Penafsiran citra daerah Lampung Selatan ini diambil dari data satelit tanggal 5 April 2000. Adapun pengolahan atau interpretasi citra menggunakan software ER Mapper versi 5.5. Penafsiran citra ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran geologi umum daerah penelitian. Dari penafsiran citra kita bisa mengetahui kondisi morfologi, pola pengaliran sungai, keseragaman batuan, intrusi, dan struktur geologi yang mempengaruhinya.

Morfologi daerah penelitian terletak di bagian sebelah barat sayap Bukit

Barisan yang memanjang berarah barat-laut – tenggara. Daerah tersebut terletak di bagian sebelah barat dan timur Teluk Semangko.

Morfologi bisa diamati dari tekstur dan rona citra, secara morfologi daerah telitian termasuk daerah perbukitan sedang bergelombang, terlipat dan beberapa bagian tersesarkan. Litologi umumnya seragam yaitu batuan-batuan yang sifatnya keras seperti batuan vulkanik breksi dan batuan beku. Sedangkan hanya di beberapa bagian tampak endapan alluvial mendominasi seperti di sekitar Teluk Semangko. Segmen sesar Semangko yang menerus dari Aceh melalui Bengkulu

sampai Lampung tampak di bagian daratan berakhir di sekitar Way Kerap. Sedangkan hanya beberapa bagian perlipatan dan sesar yang lebih kecil tampak di sekitar Kota Agung dan beberapa lokasi di bagian timur Teluk Semangko.

V. Sintesis

(40)

Batuan-batuan tersebut sebagian besar telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral klorit, karbonat, epidot, serisit, silika, dan mineral lempung dengan intensitas yang bervariasi. Secara geokimia batuan

ubahan tersebut ditunjukkan oleh nilai LOI yang tinggi ( > dari 3) pada major element dan mempunyai nilai perbandingan Rock/Chondrite dengan LREE >40, serta mengalami depleted terhadap HREE, kecuali basalt dari Sukadana (LP-15A/ SKD dan LP-15B/SKD) dan basalt Tamiyang (LP14/TMY) tidak terubah (LOI < 1%).

Mineralisasi emas dan logam dasar di daerah penelitian dicirikan oleh kehadiran pirit, kalkopirit, sfalerit, magnetit, galena, tetrahidrit dan emas (?), dengan tekstur urat berupa vein type, cockade breccia, vuggy dll, sehingga mineralisasi di daerah penelitian bisa dikelompokkan ke dalam tipe Epithermal Low Sulphidation.

Berdasarkan pola diagram REE khususnya batuan Fomasi Hulusimpang yang dianggap membawa mineralisasi emas dan logam dasar berasal dari dua sumber magma yang berbeda. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa penggolongan batuan volkanik di Sumatera kedalam Formasi Hulusimpang yang dilakukan berdasarkan aspek litologi semata adalah tidak tepat. Batuan volkanik yang dapat membawa mineralisasi emas diinterpretasikan berasal dari magma

yang mengalami pengayaan akan Light Rare Earth Elements (LREE > 40). Hal ini berbeda dengan hasil tahun 2003 yang menunjukkan bahwa batuan volkanik yang membawa mineralisasi memperlihatkan pemiskinan (depleted) akan HREE. Batuan volkanik tersebut dalam posisi tektonik terletak pada sisi busur belakang (Back arc side) walau keberadaan beberapa sampel pada klasifikasi ini harus dianulir karena mereka telah mengalami ubahan hidrothermal. Ubahan hidrothermal akan menyebabkan mobilisasi dari unsur Y dan Nb yang dipakai dalam klasifikasi, sehingga hasil analisis tersebut akan mengandung kesalahan.

VI. Kesimpulan

(41)

ii) menengah terdiri dari andesit, latit, trakit dan iii) batuan basa terdiri dari basal, diabas. Selain itu ditemukan batuan tufa.

Mineral ubahan yang terbentuk pada batuan volkanik dan intrusiv adalah

klorit, karbonat, epidot, serisit, silika, dan mineral lempung dengan intensitas yang bervariasi

Tipe mineralisasi yang terbentuk adalah Epithermal bersulfida rendah. Batuan volkanik yang dapat membawa mineralisasi emas adalah batuan yang berasal dari magma yang mengalami pengayaan akan Light Rare Earth Elements (LREE > 40). Hal ini berbeda dengan hasil tahun 2003 yang menunjukkan bahwa batuan volkanik yang membawa mineralisasi memperlihatkan pemiskinan (depleted) akan HREE.

Pola diagram REE khususnya batuan Fomasi Hulusimpang yang dianggap membawa mineralisasi emas dan logam dasar berasal dari dua sumber magma yang berbeda. Batuan volkanik tersebut dalam posisi tektonik terletak pada sisi busur belakang (Back arc side).

Ucapan Terimakasih :

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI atas kepercayaannya kepada kami untuk melakukan penelitian khususnya mineralisasi di daerah Lampung Selatan. Ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Kepala Bidang Sumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral Puslit Geoteknologi-LIPI yang telah membimbing dan mengarahkan baik dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan. Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada Pemimpin Proyek Sumberdaya Mineral dan Mitigasi Bencana Kebumian, Puslit Geoteknologi atas batuannya dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada Pejabat Pemerintah setempat di wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang telah memberikan ijin meneliti di wilayahnya, dan kepada semua pihak yang telah membantu.

DAFTAR PUSTAKA

● Amin, T.C., Sidarto, S., Santosa dan W. Gunawan., 1994, Geologi Lembar Kota Agung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

● Andi Mangga, S., Amirudin, Suwarti, T., Gafoer, S., Sidarto, 1993, Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sekala 1 : 250000, P3 Geologi Bandung.

(42)

Deposits-Discoveries of the Past 25 Year., Jour. Geochem. Explo.,50: 91-142

● Corbett, G.J., Leach, T.M., 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems : Structure, Alteration, Mineralization, Manual for an Exploration Workshop, Presented at Jakarta, North Sydney Australia.

● Department of Mines and Energy Republic of Indonesia, 1998, Mining and Energy Yearbook of Indonesia, 266pp.

● Ehler, E.G., Blatt, H., 1982, Petrology Igneous, Sedimentary and Metamorphic, W.H. Freeman and Company, San Francisco.

● Hamilton, W.B., 1979, Tectonics of The Indonesia Region, US Geol.Surv.Prof. Paper, 1078, 345 pp.

● JANTOP TNI AD, 1974, Peta Topografi lembar Kota Agung, Lampung, Sekala 1 : 250000 (Digambar oleh Kartografi Dit. Geoogi 1977).

● JANTOP TNI AD, 1974, Peta Topografi lembar Tanjung Karang, Sekala 1 : 250000 (Digambar oleh Kartografi Dit. Geoogi 1977).

● Silitoe, R.H., 1989, Gold Deposits in Western Pacific Island Arcs: The Magmatic connection, Econ. Geol. Monogr., 6: 274-291.

● Travis, R.B., 1955, Classification of Igneous Rocks, Quarterly of The Colorado School of Mines, vol 5 No 1.

Gambar

Gambar 1. Penerimaan negara dari sektor pertambangan
Tabel 1. Produksi komoditi logam PT Aneka Tambang Tbk dari tahun 1999 hingga 2003
Gambar 2. Tingkat kesuksesan penemuan cadangan emas baru
Gambar 4. Kartun keterkaitan antara kegiatan magma dan pembentukan zona alterasi dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyediakan pekerja dan lain-lain peralatan bagi kerja-kerja membersih, menggred dan merata bahu jalan sedia ada dari segala bahan yang tidak dikehendaki dari tapak bina

Provinsi Jawa Timur dan Provinsi D.I.Yogyakarta merupakan dua provinsi di Pulau Jawa yang mengalami masalah ketimpangan antar wilayah dalam proses pembangunan ekonominya.

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga: Pendidikan, Pekerjaan Dan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita Di Posyandu Kecapi II Rw..

Tingkat kekerasan bahan Baja ASSAB 760 jika dipotong oleh Wire Cut EDM akan terjadin hasil lebar potong yang berbeda-beda , semakin keras bahan jika dipotong dengan

Mesin Jam Grandfather clock ini digunakan untuk tampil lebih MODERN dengan Cable Driven.. TYPE / PICTURE hands Gong 12 rods : GF1161-853 Mechanical Movement MOVEMENT

Hubungan antara Kolbinasi Perlakuan Penanbahan Gelatin dan Suhu Penanasan. Terhadap Kejernihan Hari Ke

Adapun pendirian Masjid Al Imron dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang amat kuat dalam pendiriannya yakni 1) Faktor religi, yaitu setiap manusia yakin bahwa

urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama dengan air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik.. Diuretic sangat