• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai ( Team Assisted Individualization ) Siswa Kelas V SD Negeri Pandean 02 Kec

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai ( Team Assisted Individualization ) Siswa Kelas V SD Negeri Pandean 02 Kec"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami agar memahami alam sekitar secara ilmiah.

Menurut Carin dan Sund (1993) dalam Puskur (2007:3) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku untuk umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998:23) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode, dan berlaku secara universal.

Menurut Abdullah (1998:18) IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

(2)

9 2.2 Pembelajaran IPA

2.2.1 Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik. Menurut Oemar Hamalik bahwa “Pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran” (Hamalik : 1994, hal 69).

Mohammad Surya (2003 : 11) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu pengalaman dengan cara komunikasi timbal balik antara pengajar dan peserta didik melalui suatu metode untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA.

2.2.3 Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Berdasarkan KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tujan dari mata pelajaran IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

(3)

10

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

2.2.4 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Berdasarkan KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ruanglingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2. Benda / materi sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair padat dan gas. 3. Energi dan perubahannyameliputi gaya bunyi panas magnet listrik cahaya

dan pesawatsederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi tanah bumi tata surya dan benda-benda langit lainnya.

2.2.5 Karakteristik Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu :

1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati,

2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, 3) dikembangkannya sikap ilmiah.

Kegiatan IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”,” mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.

(4)

11

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: 1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, 2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). 3) latihan berfikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika , yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, 4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan kemampuan IPA dalam menjawab berbagai masalah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD mencakup standar minimum yang harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengatahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Berdasarkan Silabus Pembelajaran IPA Kelas V Semester 2, adapun standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.1

SK dan KD Untuk Penelitian Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi

 Membandingkan gerak benda pada permukaan yang berbeda-beda(kasar, halus)

 Menjelaskan pengertian gaya gesek

 Menghubungkan pengertian gaya gesek dengan suatu peristiwa sehari-hari

(5)

sehari-12

hari

 Menyebutkan benda-benda yang memperbesar gaya gesek

 Menyebutkan contoh peristiwa cara memperbesar gaya gesek

 Mengidentifikiasi kerugian adanya gaya gesek

 Mengidentifikiasi benda-benda yang memperkecil gaya gesek

 Menyebutkan contoh peristiwa cara memperkecil gaya gesek

2.3 Motivasi Belajar

Berbagai pendapat para ahli tentang pengertian motivasi antara lain menurut Santrok (2008:510) bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Adapun pendapat menurut Sardiman (2007:73) adalah daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Selanjutnya menurut Mc. Donald (dalam Sardiman:2007:73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, dan yang memberikan arah dalam kegiatan belajar. Sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik dan maksimal.

(6)

13

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang melakukan gejala belajar dengan baik maka terjadi proses perubahan sebagai hasil belajar dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Perubahan dari belum tahu menjadi tahu, belum mampu menjadi mampu adalah perubahan tingkah laku yang menandai telah terjadinya proses belajar. Belajar menurut pengertian secara psikologis,merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan pengertian motivasi dan belajar dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak yang terdapat dalam diri siswa yang mendorong, memantapkan, dan mengarahkan untuk melakukan aktivitas pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil pengalamanya sendiri guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan) dan memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Motivasi juga bisa disebut sebagai penumbuh gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar.Dengan motivasi yang kuat, siswa akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar dan mencapai prestasi yang tinggi.

Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi akan mencapai prestasi akademis yang tinggi apabila:

a) Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil

b) Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sukar, sehingga memberi kesempatan untuk berhasil.

b. Cara-cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Menurut Slameto (2010:176-179), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu:

(7)

14 c) Saingan / kompetensi

d) Tujuan yang diakui

Berdasarkan pendapat Slameto diatas, cara meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dikembangkan sebagai berikut;

1. Pemberian angka, pada umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaanya, yaitu berupa angka yang diberikan oleh guru. Siswa yang mendapat nilai atau angkanya baik,akan mendorong motivasi belajarnya menjadi lebih besar. Sebaliknya siswa yang mendapat nilai atau angka kurang, akan menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik;

2. Pujian, pemberian pujian pada siswa atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil sangat besar manfaatnya sebagai pendorong dalam belajar. Dengan pujian ini merupakan suatu bentuk penguatan yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar pada diri siswa.

3. Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Dengan adanya persaingan, baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,karena dengan persainganakan tertanam dalam diri siswa untuk menjadi yang terbaik dan pertama;

4. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang baik dan diakui oleh siswa, merupakan alat motivasi yang penting. Sebab, dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan bagi siswa, maka akan timbul keinginan yang kuat pada diri siswa untuk terus belajar.

(8)

15 c. Ciri-ciri Motivasi Belajar

Saat proses belajar mengajar, guru menghadapi banyak siswa. Masing-masing siswa memiliki karakteristik dan motivasi belajar yang berbeda-beda. Menurut Freud (dalam Sardiman, 2007: 83) motivasi yang ada pada setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama,tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).

c) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa(misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan,pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya).

d) Lebih senang bekerja mandiri.

e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

h) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

(9)

16

d. Fungsi Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2007:85) ada tiga fungsi motivasi dalam belajar yaitu:

a) Mendorong siswa untuk melakukan suatu perbuatan. Tanpa adanya motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan, yaitu belajar.

b) Motivasi berfungsi sebagai penentu arah. Arah yang dimaksud adalah tujuan yang akan dicapai, yaitu hasil belajar yang optimal.

c) Motivasi berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan. Seseorang yang mempunyai motivasi yang tinggi pasti akan mampu membedakan dan menentukan perbuatan yang harus dikerjakan terlebih dahulu guna mencapai tujuan belajar dengan mengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Motivasi juga berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar yang baik akan berhasil dicapai jika dalam proses pencapaian didasari dengan usaha dan motivasi yang kuat. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.

2.4 Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar

Skinner (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 9) berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka reponnya menurun.

Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 10) memaparkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

(10)

17

Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tentang belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan individu melalui suatu aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan kemampuan yang dicapai setelahnya.

2. Prinsip Belajar

Agus Suprijono (2009: 4) memaparkan beberapa prinsip belajar yaitu sebagai berikut :

Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri.

a. sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari; b. kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya;

c. fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup; d. positif atau berakumulasi;

e. aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan; f. permanen atau tetap;

g. bertujuan dan terarah;

h. mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi kerena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, kontruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.

Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya.

3. Tujuan Belajar

(11)

18

sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari siswa “ menghidupi ” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.

4. Ranah Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa,

a. informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan;

b. keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas;

c. strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah;

d. keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani;

(12)

19

Garis besar klasifikasi hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah (Benyamin Bloom yang dikutip dalam Daryanto, 1997:101-125), yaitu:

1) Ranah kognitif

Berhubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SLTP dan SMA pada umumnya adalah peningkatan kemampuan peserta didik dalam aspek kognitif. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom (Daryanto, 1997: 101) yang diurutkan secara hierarki piramidal.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

a) Pengetahuan (knowlarge)

Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom. Sering kali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Karena itu rumusan TIK menggunakan kata-kata operasional sebagai berikut: menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, menyebutan definisi, memilih, dan menyatakan. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain: benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat, dan pilihan ganda.

b) Pemahaman (comprehension)

Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Peserta didik dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. c) Penerapan (application)

(13)

20

karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata. Suatu soal yang telah dipakai sebagai contoh di kelas mengenai penerapan suatu rumus, misal, jangan lagi dipakai dalam tes atau ulangan. Kalau soal yang persis sama itu disajikan, maka siswa dapat menjawab hanya berdasarkan ingatan, bukan melalui penerapan kaidah atau rumus tertetu. Harus diciptakan butir soal baru yang serupa tetapi tidak sama.

Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Melalui pendekatan ini siswa diharapkan dengan suatu masalah, entah riil atau hipotesis, yang perlu dipecahkan dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian, penguasaan aspek ini sudah tentu harus disadari aspek pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah tersebut.

d) Analisis (Analysis)

Jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.

e) Sintesis (synthesis)

Jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa tulisan dan rencana atau mekanisme.

f) Penilaian (evaluation)

Jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.

(14)

21

untuk mengevaluasi itu dapat bersifat intern dan dapat pula bersifat ekstern. Kriteria intern ialah yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, sedangkan kriteria ekstern ialah yang berasal dari luar situasi atau keadaan yang dinilai itu. Kemampuan evaluasi adalah jenjang tertinggi dari aspek kognitif menurut Bloom. Kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah : menafsirkan, menduga, mempertimbangkan, mengevaluasi, menentukan, membandingkan, membakukan, membenarkan, mengkritik, dan sebagainya. 2) Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

a) Menerima (receiving)

Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, musik, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar dalam jenjang ini berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa.

Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah: menanyakan, menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasikan, memberikan, mencandrakan (describe), mengikuti, menyeleksi, menggunakan dan sebagainya.

b) Menjawab (responding)

Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa tidak hanya menghindari suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca untuk kenikmatan atau kegembiraan).

(15)

22 c) Menilai (valuing)

Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelompok yang lebih efektif).

Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah: menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari, mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi, bekerja, membaca, dan sebagainya.

d) Organisasi (organization)

Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/ memecahkan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Jadi, memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensistesiskan nilai-nilai. Hasil belajar bertalian dengan konseptualisasi suatu nilai (mengakui tanggung jawab tiap individu untuk memperbaiki hubungan-hubungan manusia) atau dengan organisasi suatu sistem nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya baik dalam hal keamanan ekonomis maupub pelayanan sosial).

(16)

23

e) Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a value or value complex)

Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sanngat banyak kegiatan, tapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik peserta didik itu.

Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan TIK-nya adalah: menggunakan, mempengaruhi, memodifikasi, mengusulkan, menerapkan, memecahkan, merevisi, bertindak, mendengarkan, mengusulkan, menyuruh, membenarkan (varify) dan sebagainya.

3) Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative. Walaupun ranah psikomotor meliputi enam jenjang kemampuan, namun masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yaitu keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi neuromuscular.

Maka, kata-kata kerja operasional yang dapat dipakai adalah :

a) Keterampilan motorik (muscular or motor skills) : memperlihatkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan, melompat, dan sebagainya.

b) Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or objects): menyusun, membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya.

c) Koordinasi neuromuscular, menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.

(17)

24

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan apa yang dimaksud dengan hasil belajar, yaitu sesuatu yang diperoleh setelah seseorang mengalami suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor berupa pemahaman dan pengetahuan terhadap berbagai hal. Hasil belajar dapat diartikan juga sebagai nilai yang diperoleh melalui tes akhir yang dapat dilihat dari skor yang dicapai oleh setiap siswa. Peningkatan hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini ditekankan pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif.

2.5 Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

(18)

25

Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.

Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Arif Rohman, 2009: 186).

Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota kelompok.

(19)

26

masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2005) mengemukakan tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

Wisenbaken (Slavin, 2005) mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang proakademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2009: 27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.

a. setiap anggota memiliki peran;

b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

(20)

27

d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (Isjoni, 2009) yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

1) Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.

2) Pertanggung jawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yanng saling membantu dalam belajar.

Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

(21)

28

Panintz (Agus Suprijono, 2009: 54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangkan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

(22)

29 4. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2009:11-26) ada berbagai macam tipe, yaitu Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition

(CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation, Learning

Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.

2.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) 1. Pengertian Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) Model Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Dasar pemikiran TAI adalah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa(Slavin, 2005: 187). Kelompok dalam model ini diorganisasi seperti halnya dengan model STAD dan TGT. Bedanya yaitu pada model STAD dan TGT menggunakan satu bentuk pembelajaran, sedangkan model TAI menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual.

(23)

30

kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa.Tipe TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang Membuat model pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat memberi kebebasan dan memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogeny yang berasal dari tim-tim yang heterogen(Slavin, 2005: 189)

Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu guru mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa hasil kerja mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam kelompok dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.

Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran TAI, siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran. Dalam model pembelajaran TAI, setiap kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota (misalnya, untuk materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berarti empat anggota dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawab soal-soal tersebut). Semua anggota harus saling mengecek jawaban teman-teman satu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memang dibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan bahwa semua anggotanya paham dengan materi yang telah didiskusikan.

(24)

31

siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampu menjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secara mandiri (tidak mencontek). Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampu menjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikan soal dengan baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswa yang mampu memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.

Karena dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling mengecek pekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas berdasarkan rangkaian soal tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar soal-soal yang kebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI ini, akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan dinamika motivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus ditekankan oleh guru.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas tentang model pembelajaran TAI dapat disimpulkan model pembelajaran TAI adalah model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan, setelah itu diadakan penilaian dan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi diberi penghargaan.

2. Komponen-Komponen TAI (Team Assisted Individualization)

Nur asma (2006) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran TAI tidak sama dengan kegiatan pembelajaran pada model pembelajaran STAD dan TGT, TAI terikat pada serangkaian materi pelajaran yang khas dan memiliki petunjuk pelaksanaan sendiri.

Menurut Slavin (Nur Asma, 2006: 56) model pembelajaran TAI terdiri dari delapan komponen, yaitu.

Tahap 1 : Mempelajari Materi Pelajaran

Siswa mempelajari materi pelajaran yang telah disiapkan oleh guru. Tahap 2 : Tes Penempatan (Placement test)

(25)

32 Tahap 3 : Membagi Siswa ke dalam Kelompok

Siswa dalam model pembelajaran TAI ditempatkan dalam kelompok-kelompok heterogen terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

Tahap 4 : Belajar Kelompok (study teams)

Setelah ujian penempatan, masing-masing individu menempatkan diri sesuai dengan kelompoknya. Setiap kelompok mendiskusikan materi yang sudah dipelajari oleh masing-masing individu. Setiap kelompok harus memastikan bahwa setiap anggotanya paham tentang materi yang sudah dipelajari.

Tahap 5 : Skor dan Penghargaan kelompok

Guru memberikan skor dan penghargaan terhadap kelompok yang hasil dari diskusi kelompoknya bagus. Skor ini didasarkan pada jumlah ratarata unit yang tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes unit. Kriteria ditetapkan untuk penampilan (hasil) kelompok.

Tahap 6 : Refleksi

Guru menberikan penegasan terhadap materi yang sudah dipelajari. Guru menerangkan materi yang sudah dipelajari agar siswa lebih yakin dan mantap terhadap materi yang dipelajari, sehingga jika mendapatkan soal siswa bisa menyelesaikannya.

Tahap 7 : Tes Akhir

Pada akhir pembelajaran guru memberikan posttest yang dikerjakan secara individu untuk mengukur seberapa pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari.

Tahap 8 : Unit Keseluruhan

(26)

33

3. Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)

Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.Hal demikian juga dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe TAI.Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tipe TAI. 1. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

a) Meningkatkan hasil belajar, b) Meningkatkan motivasi belajar,

c) Mengurangi perilaku yang mengganggu dan konflik antar pribadi,

d) Program ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi belajar,

e) Model pembelajaran Team Assisted Individualization membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan mengurangi anggapan banyak peserta didik bahwa matematika itu sulit, f) Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

peserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka,

g) Melatih peserta didik untuk bekerja secara kelompok, melatih keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar saling menghargai.

2. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

a) Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI,

b) Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajan yang baru diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain.

c) Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran.

(27)

34

e) Menimbulkan ketergantungan siswa, dimana siswa yang kurang pandai secara tidak langsung akan bergantung pada siswa yang pandai.

f) Menimbulkan sikap pasif kepada siswa tertentu, karena dia hanya mengandalkan teman sekelompok dan tidak mau berusaha.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa,

2) Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Placement Test),

3) Guru memberikan materi secara singkat. (Teaching Group),

4) Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Teams),

5) Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Team Study),

6) Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Student Creative)

7) Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Fact Test), 8) Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang

berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Team Score and Team Recognition),

(28)

35 2.7 Kajian penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Marlina Widya Ningsih, S.Pd dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI( Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi

Konduktor Dan Isolator Panas Di Kelas VI SD Negeri 26 Kota

Pagaralam”.Dengan hasil penelitian tingkat pemahaman siswa tentang Konduktor dan Isolator Panas setelah pembelajaran menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dapat meningkat dengan baik, ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yaitu pada siklus 1 memperoleh nilai rata-rata 67,64 dan pada siklus ke 2 memperoleh nilai rata-rata 81,48.

Penelitian yang dilakukan oleh Linda Kurniawati dengan judul

Meningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) pada siswa kelas V SD N Karangmojo

II.”Dengan hasil penelitian adanya peningkatan persentase ketuntasan siswa sesuai KKM matematika. Pada tahap pratindakan persentase ketuntasan adalah 40 % meningkat menjadi 60 % pada siklus I. Peningkatan juga terjadi pada siklus II sehingga siswa yang tuntas KKM menjadi 73%. Peningkatan pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan karena lebih dari 70% siswa tuntas KKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningtiyas Triadi Pamungkas dengan judul “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Time Assisted Individualization) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas

(29)

36 2.8 Kerangka Pikir

Gambar 1. Skema Alur Kerangka Pikir

Pemahaman Ilmu Pengetahuan Alam siswa sekarang ini tergolong masih rendah. IPA merupakan pembelajaran mengenai ilmu alam, sehingga diperlukan fakta-fakta dalam proses pembelajarannya. Mata Pelajaran IPA pada materi gaya merupakan salah satu pelajaran yang sulit apalagi jika ditambah dengan cara penyampaian yang kurang tepat akan menimbulkan kebosanan dan kerancuan pemahaman materi pelajaran yang diterima siswa.

Upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa adalah dengan meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam upaya peningkatan tersebut perlu adanya model pembelajaran yang bervariasi dan menarik sehingga siswa termotivasi untuk aktif dalam proses pembelajaran.

(30)

37

dan kelompok. Siswa tidak hanya belajar sendiri tetapi mereka juga belajar secara berkelompok sehingga mereka dapat bertukar pikiran dengan teman satu kelompoknya, dari diskusi kelompok juga akan memupuk kerja sama antar kelompok belajar.

Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) dapat memberikan dampak positif dalam kegiatan pembelajaran yaitu meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Pandean 02, karena secara tidak langsung siswa telah menanamkan konsep dalam dirinya dari hasil mereka belajar sendiri dan berdiskusi dengan temannya.

2.9 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa Kelas V SD Negeri Pandean 02 Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

Gambar

Tabel 4.1 SK dan KD Untuk Penelitian Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester 2
Gambar 1. Skema Alur Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

dengan arang sekam, selain media tanam yang berasal dari limbah cocopeat juga. memiliki aerasi yang bagus, memiliki kemampuan menyerap air yang

Dengan memanfaatkan Android sebagai sistem operasi yang open source serta tersedianya layanan peta berbasis Google Maps sehingga memudahkan masyarakat

Selanjutnya, untuk kemandirian anak, dalam aspek memiliki rasa percaya diri, bertanggung jawab, dan mengurus diri, diperoleh hasil terdapat 5 anak (35,71%) dalam kategori

(vi) for Family Tak ā ful , information on policies and procedures based on the product design/type concerning the separation between investment funds and risk funds, as well

Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan yang terjadi pada hasil penelitian sebelum diberikan perlakuan, dari tiga aspek yang diamati yaitu aktif mengerjakan

Yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja Barang Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Kepulauan Aru, berdasarkan :. Berita Acara Pemberian Penjelasan (BAPP) Nomor

a) Peneliti selanjutnya disarankan untuk melihat pengaruh beberapa perilaku keuangan lainnya serta pengaruh informasi dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam

Sumber Dana: APBD; Lokasi