• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permainan pada Masa Orde Baru dalam Nove (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Permainan pada Masa Orde Baru dalam Nove (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

‘Permainan’ dalam Pembangunan Proyek Masa Orde Baru

dalam Novel ‘Orang-orang Proyek’

Karya Ahmad Tohari

Mifta Huzaena/1406538492

Novelis Indonesia yang banyak mengangkat cerita dalam alur kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahan yang diceritakan seperti apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan nyata. Ya, beliau adalah Ahmad Tohari. Ahmad tohari lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Juni 1948. Ia menamatkan SMA di Purwokerto pada 1962. Pernah mengenyam bangku kuliah, yakni di Fakultas Ilmu Kedokteran Ilmu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976). Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI’46, Keluarga dan Amanah. Pada tahun 1990 ia mengikuti Fellowship Internasional Writing Program di Lowa City, Amerika Serikat, dan pada tahun 1995 ia menerima South East Asia Writing Award. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Jerman, dan Mandarin: Kubah(1980), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), Jantera Bianglala (1986)-trilogi ini disatukan dan diterbitkan ulang dengan judul (Ronggeng Dukuh Paruk 2006)- Di Kaki Bukit Cibalak (1986), Senyum Karyamin (1989), Bekisar Merah (1993), Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Belantik (2001), Rusmi Ingin Pulang (2004).

Salah satu novel yang tidak kalah populer dan menarik perhatian saya adalah novel Orang-orang Proyek (2007). Dalam novel Orang-orang Proyek

diceritakan tentang bagaimana seorang insinyur muda sekaligus mantan aktivis kampus yaitu Kabul mempertahankan idealismenya untuk membangun sebuah jembatan di sebuah desa diatas sungai Cibawor yang didanai dengan pinjaman dari luar negeri. Hal itu diungkapkan dalam cuplikan di bawah ini.

... ... .Proyek ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan

(2)

Pinjaman tersebut akan menjadi beban rakyat namun kenyataan yang harus dihadapi adalah anggaran yang berupa dana dan material untuk pembangunan tersebut malah dijadikan sebagai ladang untuk diambil manfaat sebanyak-banyaknya oleh berbagai pihak. Seperti beberapa cuplikan dalam novel ini yang memperlihatkan bahwa pembangunan jembatan adalah sebagai ajang kampanye golongan penguasa. Salah satu bentuk ‘permainan’ dari manfaat sebuah bangunan.

“Para penguasa yang punya proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki jembatan itu selesai sebelum Pemilu 1992. Karena, saya kira, peresmiannya akan dimanfaatkan sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa. Menyebalkan. Dan inilah akibatnya bila perhitungan teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik”

“... ... .Ya, sangat boleh jadi proyek ini sedang dikebut untuk mengejar terget waktu. Untuk ajang pamer dalam HUT GLM1 bulan depan dan ajang kampanye pemilu setahun lagi. Basar2 sudah mendengar peresmian proyek ini akan dilakukan oleh Wapres dan akan menjadi ajang kampanye besar-besaran Golongan Lestari Menang.”

Jika cuplikan diatas memperlihatkan bahwa proyek dimanfaatkan oleh golongan penguasa pada waktu itu. Sebaliknya di bawah ini adalah pemanfaatan proyek pembangunan oleh masyarakat setempat.

“Dan ternyata orang-orang kampung pun ikut-ikutan nakal. Bila mereka hanya minta ikut memakai kayu-kayu bekas atau meminjam generator cadangan untuk keperluan perhelatan, masih wajar. Tapi kenakalan mereka bisa lebih jauh. Mungkin karena tahu banyak priyayi yang ngiwung barang, uang atau fasilitas proyek, mereka pun tak mau ketinggalan. Selain menyuap kuli untuk mendapatkan semen, paku, atau kawat rancang, mereka juga sering meminta besi-besi potongan, kata mereka, untuk membuat linggis.”

1 GLM (Golongan Lestari Menang) adalah gambaran dari partai paling berkuasa pada masa orde baru.

(3)

Asal perbuatan yang bersangkutan telah diterima sebagai kebiasaan atau dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai budaya tradisional yang dijunjung tinggi, misalnya dilakukan dengan halus, tidak kasar atau mencolok dan serakah menurut ukuran-ukuran yang berlaku, memperhatikan kegotongroyongan kekeluargaan dan sebagainya, maka meskipun perbuatan itu termasuk dalam rumusan salah satu pasal kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dianggap sebagai korupsi oleh salah satu pasal Undang-Undang Anti Korupsi, namun dalam kenyataannya tidak dirasakan sebagai kejahatan. Pelakunya pun tidak dianggap sebagai penjahat oleh lingkunganya asal ia tetap memperhatikan nilai-nilai budaya tradisional yang dijunjung tinggi mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya3. Maka apa yang dilakukan masyarakat setempat yang masih

primitif dianggap bukan sebagai kejahatan.

Sebuah kejadian yang tidak terfikirkan Kabul juga terjadi, yaitu saat seseorang bernama Pak Baldun, dari Golongan Lestari Menang tentunya, yang di tunjuk sebagai ketua pelaksana renovasi masjid di desa tersebut meminta bantuan berupa uang dan material bangunan dari proyek pembangunan jembatan dengan membawa surat rekomendasi dari berbagai pihak terkait. Namun, bagi Kabul proposal yang diajukan bukanlah renovasi melainkan pembangunan kembali dan ukurannya diperbesar. Kabul secara terang-terangan menolak hal tersebut karena berbagai alasan yang sudah terjadi pada anggaran pembangunan jembatan. Dan tentu masalah tidak selesai sampai disitu saja. Pak Baldun yang merasa terhina karena permintaanya tidak dituruti menambah beban pikiran Kabul. Tentu saja jika dipikirkan secara lebih terperinci apa yang diminta oleh Pak Kaldun memang tidak bisa dituruti karena hal tersebut sudah berbeda konteks dengan pembangunan jembatan.

Hadirnya Manager Proyek yaitu Dalkijo yang merupakan seniornya saat kuliah yang juga merangkap bendahara Partai Golongan Lestari Menang (GLM), yang mengaku bahwa dirinya telah tobat dari kemiskinan dengan apa yang ia peroleh sekarang melalui berbagai hal yang tidak semestinya, perbuatannya menghadirkan kenyataan yang tidak diharapkan Kabul. Tingginya tingkat

(4)

kebocoran anggaran, pengurangan mutu material, dan berbagai permasalahan yang pernah disampaikan Kabul kepadanya ditanggapi seperti tidak menanggung beban apapun oleh Dalkijo. Seperti kutipan percakapan antara Kabul dan Dalkijo yang ada dalam novel.

“Ah, Dik Kabul ini seperti hidup diawang-awang. Pijaklah bumi dan lihat sekeliling. Seperti sudah pernah kukatakan, orang proyek seperti kita harus pandai-pandai bermain.”

“Maksud Pak Dal?”

“Yah, berapa kali harus saya katakan, seperti proyek yang kita kerjakan sebelum ini, semuanya selalu bermula dari permainan. Di tingkat lelang pekerjaan, kita harus bermain. Kalau tidak, kita tidak bakalan dapat proyek. Dan anggaran yang turunnya diatur per termin, baru kita peroleh bila kita tahu cara bermain. Kalau tidak, kita pun tak akan dapat uang meski sudah menang lelang. Ah kamu sudah tahu semua. Saya bosan mengulangnya.”

“Makanya, Dik Kabul, lebih baik bersikap seperti saya saja lah. Ikuti langgam serta permainan yang ada dan sabetlah keuntungan. Bila perlu kita jadi jadi koboi. He-he.”

“Masih puyeng dengan masalah pasir, kemarin Kabul dibuat puyeng lagi. Permintaan atas kekurangan besi rancang yang diajukan kepada Dalkijo dijawab dengan kedatangan truk tronton; isinya besi rancang bekas bongkaran jembatan di pantura.”

(5)

sosial lainnya. Kekayaan tidak sedikit peranannya dalam meninggikan pandangan masyarakat atas dirinya. Meskipun surat kabar selalu mengutuk terhadap tindakan korupsi, tetapi mereka tidak merasa takut terkutuk dan masyarakat lingkungannya juga tidak mengutuk atau menjauhi mereka, sebagaimana layaknya orang menjauhi orang-orang yang diduga melakukan kejahatan, walaupun besarnya kekayaan yang menimbulkan kecurigaan. Sebaliknya, kekayaan telah menimbulkan rasa segan dan hormat masyarakat. Bahkan mungkin kalau ada orang yang mengusik atau mempersoalkan kelakuan pejabat yang melakukan hal-hal demikian, ia akan dianggap abnormal karena praktik yang demikian sudah begitu umum dan dilakukan juga oleh pejabat-pejabat yang besar kekuasaannya4.

Bersamaan dengan masalah Pak Dalkijo, ada rasa rindu yang terobati dari pertemuannya dengan sahabat sekaligus teman diskusi saat kuliah yang ternyata adalah Kepala Desa tempat dibangunnya jembatan yaitu Kades Basar. Sebagai Kepala Desa Basar harus tunduk dan patuh kepada golongan penguasa jika ingin tetap memimpin desa yang ia cintai itu. Kabul cukup memahami posisi sahabatnya saat itu. Namun kekecewaan sempat menghampiri Kabul saat sahabatnya itu membantu Pak Baldun dalam permohonan bantuan renovasi masjid, yang sebelumnya sudah dibahas. Basar sebenarnya menentang apa yang terjadi pada saat itu. Seperti yang Basar ungkapkan dalam cuplikan novel berikut.

Bul, tolong pahami posisiku yang sulit ini.”

“Aku tahu kamu kades yang karenanya wajib jadi kader GLM. Meski kamu mantan aktivis, cepat atau lambat kamu akan terpolusi oleh budaya yang telah seperempat abad dikembangkan golongan politik ini. Feodalisme baru, penyeragaman, rekayasa, korupsi munafik, dan semuanya dibungkus dalam retorika pembangunan.”

“Bul, cukup. Aku masih temanmu seperti lima tahun lalu ketika kita masih sama-sama aktivis kampus. Dan asal kamu tahu, mungkin aku satu-satunya kades yang diam-diam golput. Maka dengarlah. Sekarang kita bicara tanpa Baldun. Pada prinsipnya kau mengerti dan mendukung sikapmu. Kamu juga pernah bilang sebaiknya aku tetap jadi kades. Jadi, mari kita berbagi pengertian.”

(6)

Pertemanan dengan pemancing tua yang memiliki banyak pengalaman dalam kehidupan masa mudanya, yang memberinya banyak jawaban yang banyak mengandung pesan kehidupan yang tak terpikirkan oleh Kabul yaitu Pak Tarya. Loyalitasnya kepada para kuli di proyek yang kebanyakan adalah anak muda yang putus sekolah, para mandor yang mengambil keuntungan dari para kuli tersebut, serta para tukang yang datang dari berbagai budaya dan kesukuan. Seseorang yang bertubuh lelaki, tapi dalam jiwanya menyadari bahwa dia perempuan yaitu Daripan/Tante Ana selalu menjadi penghibur yang tidak tertandingi bagi orang proyek, kehadirannya setiap sabtu malam membawa kegembiraan bagi orang proyek. Semua itu ikut mengantarkan cerita dalam novel.

Namun belum selesai sampai disitu. Keputusasaan seorang pengayuh rakit yaitu Kang Martasatang atas pembangunan jembatan dan anaknya yang menjadi kuli menghilang secara tiba-tiba, sehingga mempercayai hasutan orang lain tentang tradisi pemberian tumbal dalam pembangunan yang besar, memperlihatkan masih adanya animisme dalam masyarakat dan mewakili mereka-mereka yang memiliki kenyataan menjadi korban dari berbagai kepentingan pembangunan. Berikut ini kutipan percakapan dalam novel yang membahas hal tersebut.

“Saya tanya ‘sampeyan’, Mas Kabul; siapa yang peduli terhadap Kang Martasatang yang kehilangan satu-satunya mata pencaharian? Lurah? Golongan? Anggota Dewan? Atau sampeyan sendiri yang sedang memimpin pembangunan jembatan dan akan menggusur sumber penghasilan Kang Martasatang? Semuanya tidak, bukan?”

Kabul terpana. Dan Pak Tarya tersenyum. Ironis.

“Kang Martasatang kemudian menanggung derita kedua yang sangat berat karena keyakinannya, Sawin telah mati jadi tumbal proyek ini. Padahal Sawin anak bungsu kesayangannya. Maka dia mengamuk karena jiwanya tak mampu lagi menahan tekanan penderitaan.”

“Ya, saya maklum.”

(7)

Kemudian cerita cinta juga dihadirkan dalam novel Orang-orang Proyek. Berawal dari mulut lanyah seorang pemilik warung makan Warteg yaitu Mak Sumeh yang sudah berpengalaman dalam urusan cinta, katanya, yang selalu mengingatkan Kabul akan hadirnya seorang wanita di proyek tersebut yaitu Wati, pengurus administrasi proyek, ternyata memiliki perasaan kepada Kabul. Terlepas dari hal itu, kesadaran Kabul akan perasaanya kepada Wati adalah faktor utama bersatunya Kabul dengan Wati. Namun, kisah cinta memang tidak selalu mudah, ada cerita yang mengiringinya, terutama kenyataan bahwa Wati sudah memiliki kekasih dan rencana Kabul untuk keluar dari proyek pembangunan jembatan tersebut karena berbagai hal yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan. ‘Permainan’ yang sudah tidak dapat diterima oleh Kabul memaksanya keluar sebagai pelaksana proyek setelah tugasnya dalam membangun struktur jembatan selesai dilaksanakan. Karena bagi Kabul tetap bertahan dalam “permainan” yang sudah tidak dapat dihentikan tersebut sama saja dengan menodai gelar ke-insinyur-an yang ia miliki. Dan terbukti apa yang dipikirkan Kabul, jembatan yang megah itu tidak dapat digunakan lagi dalam waktu kurang dari dua tahun karena lantai jembatan yang jebol. Namun itu diluar tanggung jawab Kabul karena tanggung jawabnya adalah pada struktur jembatan.

Barbagai ‘permainan’ yang terjadi dalam pembangunan pada masa orde baru, memperlihatkan bagaiman golongan penguasa pada saat itu berperan besar ikut campur berbagai hal yang ada dalam sendi-sendi kehidupan rakyat. ‘Permainan’ yang terjadi dalam proyek pembangunan jembatan yang ada dalam novel tersebut, disadari atau tidak merupakan tindakan korupsi: penggelembungan dan manipulasi anggaran, memperkaya diri sendiri dan atau golongan, meminta/ menerima komisi dari lelang proyek, menyuap pihak lain untuk mendapatkan yang diinginkan.

(8)

ditulis dalam buku Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik (2008) karya DR. Mansyur Semma, bahwa dampak korupsi tidak saja akan menggeremus struktur kenegaraan secara perlahan. Tetapi juga menghancurkan segenap sendi-sendi penting yang terdapat dalam negara. Korupsi muncul dari struktur birokrasi dan akan berimbas dengan menggerogoti struktur birokrasi tempat korupsi berlangsung. Akibat paling nyata bagi Mochtar Lubis dari fenomena korupsi adalah hilangnya kesadaran rakyat banyak tentang hak mereka sebagai warga negara dan ketidakpeduliannya pada sistem kenegaraan suatu bangsa dimana korupsi berlangsung.

Akibat korupsi yang lain dinyatakan oleh Mochtar dari kritiknya pada Sudomo saat berbicara di depan Korpri. Di depan Korpri tersebut Sudomo berkata, bahwa korupsi belum memacetkan pembangunan. Hal ini membuat Mochtar miris selanjutnya berujar;

“Apakah sekian banyak SD Inpres yang terbengkalai, sekian ribu hektar reboisasi yang gagal tidak memacetkan pembangunan? Apakah kehilangan dana negara ratusan miliar bukan memacetkan usaha pembangunan? Sungguh aneh, tapi benar diucapkan. Sikap lembut begini terhadap korupsi di kalangan pembesar-pembesar negara tidak menolong usaha Kejaksaan Agung, umpamanya, untuk menindak korupsi dengan tegas dan kuat terus menerus hingga tuntas habis.5

Dan saya lampirkan contoh kasus korupsi yang diadili pada masa orde baru yaitu kasus penggelapan dana reboisasi hutan, yang di bukukan oleh Dr. A. Hamzah, S.H. dalam bukunya Korupsi: Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan (1984).

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, A. 1984. Korupsi: Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan.

Jakarta: Akademika Pressindo.

Semma, DR. Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Soedono, Boesono. 2009. Latar Belakang Sejarah dan Kultural korupsi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press).

Tohari, Ahmad. 2007. Orang-orang Proyek.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah pengujian secara in vivo untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun paci-paci (Leucas lavandulaefolia) sebagai imunostimulan untuk pencegahan

Perancangan Sistem Informasi Monitoring Pengunaan Ruangan Rawat Inap di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (SMC) memiliki tujuan yaitu dihasilkannya sebuah rancangan

Pernyataan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Organisasi Perburuhan Internasional sesuai dengan ayat-ayat terdahulu Pasal ini harus menyebutkan apakah

Untuk meningkatkan fungsi TPS sebagai tempat pengelolaan sampah terpadu pemerintah telah membangunan beberapa Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) merupakan indeks yang menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang.. ITK

Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada sejumlah individu melalui kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok.Winkel (2004:565) berpendapat bahwa

Selain untuk memperingati berdirinya Jurusan Psikologi FIP Unnes, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan Jurusan Psikologi kepada pihak diluar

Terdapat perbe- daan yang nyata (P<0,05) pada panjang kepala, panjang midpiece, dan panjang ekor utama antara anoa dewasa (A) dan anoa muda (B) pada pewarnaan W (Tabel 4),