• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ideologis and Khittah Muhammma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemikiran Ideologis and Khittah Muhammma"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN IDEOLOGIS DAN

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMMADIYAH BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal kelahirannya di akhir abad ke-19 banyak bermunculan ideologi, seperti ideologi klasik yang berpaham Marxisme, Komunisme, Sosialisme, Liberalisme, Kapitalisme, Nasionalisme, dan juga ideologi kontemporer yang berpaham feminisme, pluralisme, dan posmodernisme.

(2)

monolotik, meskipun atau sebagai debuah kesadaran falsu” sebagaimana paham iedologi karl Marx (DR. Haedar Nashir (2001: 193).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana pemikiran ideologis Muhammadiyah

2. Apa makna dan cakupan Khittah Perjuangan Muhammadiyah 3. Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1956-2002

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah: 1. Mengetahui lebih mendalam tentang pemikiran ideologis Muhammadiyah 2. Mengetahui lebih mendalam makna dan cakupan Khittah Perjuangan

Muhammadiyah.

3. Mengetahui Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1956-2002.

D.Manfaat Pembahasan

Berdasarkan tujuan pembahasan di atas, maka makalah ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Sebagai bahan masukan bagi khalayak Banyak dAlam rangka mengembangkan syiar agama Islam terkhusus bagi organisasi Muhammadiyah; dan

(3)

BAB II

PEMIKIRAN IDEOLOGIS DAN

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

A. Pemikiran Ideologis

1. Konsep Ideologi

Ideologi adalah sebagai sistem paham, menurut kamus besar bahasa indonesia (1995:366) ialah 1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujan untuk kelangsungan hidup, 2) cara berfikir seorang atau suatu golongan, 3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik.

Ideologi adalah sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya (riberu, 1986:4). Sedangkan Shariati (1982:146) mengartikan ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh kelompok tertentu, kelas sosial tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu. Jadi ideologi dapat dikatakan sebagai sistem paham mengenai dunia yang mengandung teori perjuangan dan dianut kuat oleh para pengikutnya menuju cita-cita sosial tertentu dalam kehidupan.

Ideologi sebagai suatu sistem paham mengandung unsur-unsur : a) pandangan yang komprehensif tentang manusia, dunia dan alam semesta dalam kehidupan; b) rencana penataan sosial politik berdasarkan paham tersebut; c) kesadaran dan pencanangan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut; d) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya; dan e) usaha mobilisasi seluas mungkin para kader dan masa yang akan menjadi pendukung ideologi tersebut (Riberu, 1986:5).

(4)

ideologi” (The End of Ideology), terutama setelah berakhirnya Perang Dingin yang diwarnai kejatuhan rezim Komunisme di Eropah Timur sejak tahun 1989, tetapi dalam kenyataannya ideologi tetap dianut dan menjadi acuan dalam pemikiran atau tindakan berbagai gerakan sosial dan politik. Bagi sementara ahli, isu ”akhir ideologi” lebih sekadar menjadi sebuah wawasan daripada suatu kenyataan[5]. Dalam kenyataan dan sejarah peradaban manusia, tiga alam pikiran dengan derajat dan orientasi yang berbeda selalu mewarnai kehidupan umat manusia yaitu agama, ideologi, dan ilmu pengetahuan.

Dari pemikiran tentang ideologi dengan unsur dan fungsinya sebagaimana diuraikan tersebut maka ideologi bukan sekadar seperangkat paham atau pemikiran, tetapi juga teori atau sistem perjuangan hingga strategi perjuangan yang penting untuk mewujudkan cita-cita suatu masyarakat dalam kehidupan. Dalam suatu gerakan ”ideologi politik” Islam misalnya, politik bukanlah sekadar urusan praktis atau teknis yag menyangkut pilihan, tetapi sekaligus sebagai sistem perjuangan untuk mewujudkan Islam sebagai cita-cita politik atau kekuasaan dalam negara, sehingga tidak dapat dipisahkan antara urusan politik sebagai strategi atau metode perjuangan dengan ideologi politik yang mendasarinya. Kendati, bagi kalangan Islam yang lain politik ditempatkan sebagai urusan keduniawian semata, yang aktualisasinya tidak harus formalistik tetapi lebih ke nilai-nilai yang dijiwai agama, serta tidak mengharuskan penghimpitan antara agama dan politik secara sama dan sebangun. Karena itu suatu ideologi apapun merupakan suatu sistem paham dan sekaligus perjuangan, yang dilaksanakan dengan suatu gerakan yang sistematik dan penuh militansi untuk mewujudkannya dimulai dari ranah praktis atau teknis hingga ke wilayah strategi dan keyakinan ideologis yang dicita-citakannya dengan format dan aktualisasi yang bermacam-ragam.

2. Ideologi Muhammadiyah

(5)

Hidup Muhammadiyah” yang disusun oleh Panitia Tadjdid Seksi ”Ideologi Keyakinan Hidup Muhammadiyah” dalam Muktamar ke-37 tahun 1968 dinyatakan bahwa ideologi yaitu ”ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara, angan-angan atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat”. Dinyatakan pula bahwa ideologi berarti ”keyakinan hidup”, yang mencakup ”1. pandangan hidup, 2. tujuan hidup, dan 3. ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut.”(PP Muhammadiyah, 1968: 6).

Namun karena pada waktu itu istilah ideologi oleh rezim Orde Baru dikonstruksi hanya berlaku untuk ideologi negara di tengah kebijakan politik yang monolitik dan deideologisasi, maka Muhammadiyah menggunakan istilah “Keyakinan dan Cita-cita Hidup”. Setelah Orde Baru tumbang dan lahir era reformasi tahun 1998, maka istilah ideologi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang alergi dan mengancam ideologi negara, tetapi menjadi sesuatu yang lumrah dan terbuka untuk berkembang. Muhammadiyah pun tidak lagi harus tertutup dengan istilah ideologi, kendati ideologi dalam Muhammadiyah lebih terbuka dan tetap berada dalam bingkai komitmen pada negara Indonesia yang berideologi Pancasila sebagaimana butir pernyataan ke-5 dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah tentang fungsi dan misi Muhammadiyah dalam Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila.

(6)

fungsi, dan Strategi perjuangan Muhammadiyah. Dari pemaknaan tentang ideologi tersebut maka betapa penting mempertautkan segenap dimensi dan proses gerakan Muhammadiyah ke dalam idealisme yang mendasar, yakni pada “pandangan dunia” (world view) yang dianut oleh gerakan Islam yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan ini, sehingga segenap anggotanya memahami “apa, bagaimana, dan untuk apa Muhammadiyah itu”, dan siapapun yang berhungan dengan Muhammadiyah dapat memahami dan menghormati gerakan Islam ini secara bermartabat karena organisasi Islam ini memiliki “keyakinan dan cita-cita” tertentu yang mengikat bagi seluruh anggota dan lini gerakannya.

Bagaimana perkembangan pemikiran yang bersifat ideologis dan tuntutan akan pentingnya ideologi dalam Muhammadiyah itu tumbuh dalam sejarah perjalanan gerakan Islam modernis ini? Sebenarnya, secara tersirat kelahiran Muhammadiyah tahun 1912 memiliki persentuhan dengan kepentingan ideologis. Menurut K.H. M. Djindar Tamimy (1968: 3), kelahiran Muhammadiyah bahkan melekat dengan ”ideologi”, yakni ide dan cita-cita tentang Islam yang melekat dalam pemikiran dan spirit gerakan dari Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Pemikiran-pemikiran keagamaan Kyai Dahlan bahkan oleh Jainuri dalam disertasinya di McGill University disimpulkan sebagai genre “ideologi reformis”. Jika ideologi dikaitkan dengan sistem paham agama, dapat dinyatakan bahwa kelahiran lembaga Tarjih tahun 1927 memiliki aspek ideologis, yakni pandangan keagamaan dalam Muhammadiyah yang menurut Mukti Ali (1990:22) mengandung prinsip kenisbian akal, tidak berorientasi pada orang atau mazhab, dan terbuka atau toleran.

(7)

mulai berhadapan dengan kekuatan-kekuatan di luar, sehingga mulailah pemikiran-pemikiran bercorak ideologis muncul ke permukaan. Pemikiran ideologis yang dimaksud ialah orientasi pandangan mengenai perjuangan dan cita-cita gerakan dengan strategi untuk mencapainya, yang membawa konsekuensi pada membangun ”sistem paham perjuangan” berhadapan dengan paham dan kekuatan lain yang sedikit atau banyak dapat mengancam atau mengganggu keberadaan dan perkembangan Muhammadiyah. Pada era Kyai Mas Mansur tersebut, tepatnya tahun 1938, dilahirkan konsep “Duabelas Langkah Muhammadiyah” atau “Langkah Muhammadiyah Tahun 1938-1942”. Duabelas Langkah Muhammadiyah tersebut mengandung pokok-pokok pikiran seputar langkah organisasi yang penting, yaitu: (1) memperdalam masuknya iman, (2) memperluas paham, (3) memperbuahkan budi pekerti, (4) menuntun amalan intiqad, (5) menguatkan persatuan, (6) menegakkan keadilan, (7) melakukan kebijaksanaan, (8) menguatkan Majelis Tanwir, (9) Mengadakan konferensi bahagian, (10) mempermusyawahkan putusan, (11) mengawaskan gerakan dalam, dan (12) mempersambungkan gerakan luar.

(8)

agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat; (4) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan; (5) ‘Ittiba kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w.; (6) Melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.

(9)

Islam serta membela kepentingannya, (9) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah, (10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana. Dari konsep Kepribadian Muhammadiyah tersebut tampak sekali wajah dakwah dan moderat dari Muhammadiyah, dengan tetap istiqamah dalam paham keislamannya.

(10)

semuanya agar umum dapat mengetahui hakikat Muhammadiyah, sehingga tiada lagi salah faham atau salah sangka terhadap Muhammadiyah, bahkan supaya dapat menjadi bahan dayatarik Muhammadiyah. Kedua, dalam Sidang Tanwir tersebut telah dibentuk satu Panitia dengan nama Panitia Tajdid yang diberi tugas antara lain merumuskan Ideologi/Keyakinan Hidup dan Khittah Perjuangan, untuk dimintakan persetujuan dalam Muktamar ke-37 di Yogyakarta, untuk dijadikan pegangan sebagai landasan dan pedoman resmi Muhammadiyah.

Pasca Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta yang monumentalk itulah kemudian lahir dua konsep penting dalam Muhammadiyah, yaitu di bidang ideologi dilahirkan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah hasil rumusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo, serta di bidang garis perjuangan dirumuskan Khittah Perjuangan Muhammadiyah. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah tersebut mengandung lima pokok pemikiran, yaitu:

1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad S.A.W., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi.

(11)

4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: a. ‘Aqidah, b. Akhlaq, c. ‘Ibadah, d. Mu‘malat dunyawiyat. 4.1. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid‘ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam. 4.2. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia. 4.3. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah s.a.w. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia. 4.4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu‘amalat dunyawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran-ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada allah S.W.T.

5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur dan diridlai Allah S.W.T.: ”BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR”(PP Muhammadiyah, 1990: 11-19).

(12)

Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur). Sikap Muhammadiyah terhadap Negara Indonesia tersebut juga dapat dirujuk pada Kepribadian Muhammadiyah butir ke-5, yakni ”mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara yang sah.”(ibid, hal. 16). Sikap ideologis tersebut tidak menunjukkan pandangan yang ”sekuler” seperti tudingan sebagian kalangan Muslim karena tidak memiliki cita-cita ”Negara Islam”, karena format negara dalam Islam dan sejarah kaum Muslimin sejak zaman Nabi, tidaklah baku dan tunggal sebagaimana pandangan kalangan Islamisme atau Islam politik (Sadzali, 1993).

(13)

Kehidupan dalam mengelola amal usaha, (6) Kehidupan dalam berbisnis, (7) Kehidupan dalam mengembangkan profesi, (8) Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara, (9) Kehidupan dalam melestarikan lingkungan, (10) Kehidupan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (11) Kehidupan dalam seni dan budaya (PP Muhammdiyah, 2000).

(14)

Menurut Tim Tajdid Muhammadiyah tahun 1968, bahwa lahirnya pemikiran ideologis tersebut selain untuk menghadapi perkembangan kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan yang tumbuh kala itu, sekaligu sebagai ikhtiar ke dalam untuk mengokohkan kembali komitmen dan nilai-nilai dasar gerakan Muhammadiyah yang menurut para ”as-sabiquna al-awwalun” (para perintis Muhammadiyah generasi awal pasca Kyai Dahlan) mulai dirasakan adanya ”gejala atau tanda-tanda kekaburan dalam kalangan Muhammadiyah dari segi idiil-ideologinya” (PP Muhammadiyah, 1968: 3).

3. Revitalisasi Ideologi

(15)

dalam mengembangkan gerakan sekaligus menyesuaikan diri dan membangun komitmen yang jelas pula dalam sistem gerakan Muhammadiyah.

(16)

diperlukan penguatan ideologi Muhammadiyah bagi para anggota, kader, dan pimpinannya.

Setelah Muktamar ke-45 tahun 2005 di Malang, tarikan kepentingan paham dan ideologi politik keagamaan yang berasal dari luar memang diakui oleh Muhammadiyah, yang bertemu dengan kondisi tertentu yang dipandang kurang kondusif di tubuh organisasi Islam ini. Dalam Tanwir Muhammadiyah ke-1 tanggal 25-29 April tahun 2007 (7-11 Rabiul Akhir tahun 1428 H.) di Yogyakarta, dirumuskan adanya masalah-masalah ideologis yang bersifat internal, yakni berupa: (1) Mudahnya sebagian anggota yang tertarik pada paham gerakan lain tanpa memahami Muhammadiyah secara lebih mendalam. (2) Melemahnya spirit, militansi, karakter/identitas, dan visi gerakan pada sebagian anggota/kalangan di lingkungan Persyarikatan seperti rendahnya kiprah dalam menggerakan Muhammadiyah. (3) Gejala menurunnya ketaatan dan komitmen pada misi, pemikiran, kebijakn, dan kepentingan Muhammadiyah baik yang menyangkut paham agama maupun yang menyangkut pengabdian dan kiprah dalam menggerakkan/membesarkan Muhammadiyah. (4) Melemahnya ikatan atau solidaritas kolektif yang ditandai oleh kurang berkembangnya ukhuwah, silaturahim, dan sinergi antar anggota maupun antar institusi dalam Persyarikatan. (5) Kecenderungan sebagian anggota Muhammadiyah termasuk yang berada di amal usaha yang lebih mengutamakan kiprahnya untuk membesarkan organisasi, usaha, dan kegiatan lain di luar Muhammadiyah, bahkan dengan cara memanfaatkan fasilitas milik Muhammadiyah. Sedangkan masalah dan faktor yang bersifat eksternal, di antaranya: (1) Menguatnya tarikan dan kepentingan politik yang masuk ke lingkungan Persyarikatan, termasuk dalam amal usaha, melalui para aktivis atau kegiatan partai politik; (2) Semakin banyaknya berbagai paham pemikiran dari luaryang berbeda dengan paham Muhammadiyah dan berusaha masuk kedalam Muhammadiyah.

(17)

Muhammadiyah Nomor 149 tahun 2006 tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 149 tahun 2006 tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah tersebut memuat sepuluh butir keputusan yakni: (1) s/d (10) (Pimpinan Pusat Muhammadiyah).

(18)

”cross cutting of interest” (saling silang kepentingan) dan ”konflik” dengan sesama gerakan Islam atau gerakan sosial lainnya dalam masyarakat. Dalam kondisi seperti itu dapat diambil sikap minimalis, manakala tak mampu membangun ukhuwah, maka jangan sampai saling menggangu dan melahirkan konflik sesama komponen umat dan bangsa. Ukhuwah bahkan harus diletakkan setidak-tidaknya dalam spirit saling memahami, saling menghormati, dan tidak saling mengganggu, lebih jauh lagi dapat dijalin kerjasama dengan semangat “ta‘awan ‘ala al-birr wa al-taqwa wa la ta‘awan ‘ala al-ism wa al-‘udwan” artinya “saling tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”. (QS Al Maidah: 2).

(19)

tertentu, maka bagi Muhammadiyah masalah tersebut jelas mengganggu ketika masuk dan dikembangkan di lingkungan Muhammadiyah. Lebih-lebih jika pengembangan kepentingan politik dan paham dari luar itu dilakukan oleh ”orang-orang Muhammadiyah” yang ada di dalam amal usaha atau kepengurusan Persyarikatan dan didukung oleh anggota lainnya yang sepaham atau cenderung sepaham dengan paham dan kepentingan dari luar itu, maka Muhammadiyah menjadi terganggu dan tidak tertutup kemungkinan akan melahirkan konflik internal di tubuh Muhammadiyah sendiri. Di sinilah pentingnya sikap ideologis dan ideologi dalam Muhammadiyah.

(20)

ideologi maka Muhammadiyah dapat mengorganisasikan dan memobilisasi anggota, kader, dan pimpinnannya dalam satu sistem gerakan untuk melaksanmakan usaha-usaha dan mencapai tujuan dalam barisan yang kokoh, tidak berjalan sendiri-sendiri dan tidak centang perenang.

Dengan tetap mengedepankan sikap kritis, cerdas, dewasa, dan tersistem maka Muhammadiyah harus menghadapi tantangan paham dan kepentingan politik dari luar itu untuk menjaga keutuhan sekaligus kelangsungan gerakannya, setidak-tidaknya merupakan bentuk ”mekanisme pertahanan diri” (self-depens mechanism) dari sebuah gerakan Islam yang sudah besar demi menjaga kemaslahatan dan menjauhkan kemudharatan. Jika Muhammadiyah sebagai aset umat Islam dan bangsa yang besar di kemudian hari hancur atau kehilangan kekuatannya karena terlalu toleran terhadap gangguan dan tantangan dari luar dengan alasan “sama-sama Islam” maka umat Islam, bangsa Indonesia, dan dunia kemanusiaan pun akan kehilangan. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bercorak reformis-modernis, moedrat, dan kultural yang berbeda dari gerakan yang bercorak konservatif, radikal, dan politik sangat dibutuhkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia, dan dunia kemanusiaan yang memberi warna khusus bagi penyebaran Islam yang damai dan berorientasi pada rahmatan lil-’alamin di muka bumi ini. Karena itu, Muhammadiyah harus dijaga dan diperkuat keutuhannya sebagai organisasi maupun gerakan Islam yang besar di negeri tercinta ini.

(21)

keberadaan organisasi dan gerakan lain, tidak mengintervensi atau menginfiltrasikan pahamnya secara ambisius, dan lebih mengedepankan ukhuwah yang bersifat aktif dengan cara tidak mengganggu keberadaan organisasi dan keutuhan pihak lain. Sekali umat Islam masuk pada konflik sesama maka sulit untuk menyelesaikannya dan pada akhirnya umat Islam sendiri secara keseluruhan yang akan mengalami kerugian. Bagi anggota Muhammadiyah sendiri, lebih-lebih para pimpinannya, hendaknya lebih meneguhkan sikap instiqamah dan berusaha memahami nilai-nilai dasar dalam Muhammadiyah sendiri agar tidak kehilangan orientasi kemuhammadiyahannya. Bahwa Muhammadiyah memiliki nilai-nilai ideal yang meliputi misi, landasan, dan tujuan gerakan.

Apa yang dapat disimpulkan dari pembahasan tentang ideologi Muhammadiyah dalam bagian ini? Terdapat beberapa hal substantif tentang ideologi dalam Muhammadiyah:

1. Ideologi Muhammadiyah merupakan pilar penting dalam gerakan Islam ini, yakni sebagai pijakan idealisme yang menyangkut “keyakinan, cita-cita, dan sistem perjuangan Muhammadiyah dalam kehidupan” menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2. Ideologi Muhammadiyah yang berkaitan dengan paham agama (Islam) dari gerakan Islam ini mengandung substansi (isi dan esensi) paham tajdid, baik yang berdimensi pemurnian (purifikasi) maupun pembaruan (dinamisasi, reformasi) sehingga menampilkan corak Islam yang murni dan berkemajuan. 3. Ideologi Muhammadiyah yang berkaitan dengan hakikat gerakan Islam ini,

menampilkan corak gerakan Islam yang moderat dan reformis, yang membedakanya dari gerakan Islam lainnya lebih-lebih yang bergerak di ranah ideologi-politik.

(22)

berfalsafah Pancasila untuk dan tidak berorientasi pada pembentukan kekuasaan negara, serta melakukan usaha-usaha yang bercorak dakwah dan tajdid dengan mengembangkan kerjasama dengan pihak mana pun dengan semangat ihsan untuk kemanusiaan dan mewujudkan rislah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

5. Muhammadiyah melakukan revitalisasi (penguatan) ideologi dengan tujuan dipahami/dihayatinya dan diaktualisasikannya prinsip-prinsip ideal yang berlaku dalam Persyarikatan ini sehingga menjadi bingkai dan komitmen utama gerakan bagi seluruh anggota dan lini organisasinya, termasuk di lingkungan amal usahanya, sekaligus sebagai pagar gerakan dari berbagai paham dan kepentingan luar yang tidak sejalan dengan prinsip dan misi Muhammadiyah.

Dengan spirit ideologi seperti disebutkan itu Muhammadiyah dengan karakter dirinya sebagai gerakan Islam reformis dan moderat tetap tertanam, terpelihara, dan menjadi acuan utama, serta terbebas dari paham dan kepentingan lain yang berbeda dari jatidiri gerakannya dan dapat membelokkan arah dari “keyakinan, cita-cita, dan sistem perjuangannya” yang selama ini telah mendarah-daging sepanjang perjalanannya sejak berdiri tahun 1912 hingga masa-masa ke depan. Dengan spirit ideologi tersebut Muhammadiyah juga akan tetap utuh dan memiliki peluang lebih insklusif dalam menjalankan perannya untuk menampilkan Islam yang berwawasan rahmatan lil-‘alamin di bumi Allah yang terhampar luas ini.

B. Khittah Perjuangan Muhammadiyah 1. Makna dan Cakupan Khittah

(23)

muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.

Isi khittah harus sesuai dengan tujuan Muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940:

a. Memperdalam Masuknya Iman.

Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, sampai iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.

b. Memperluas Faham Agama.

Hendaklah faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.

c. Memperbuahkan Budi Pekerti.

Hendaklah diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela serta diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.

d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie).

Hendaklah senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.

e. Menguatkan Persatuan.

(24)

f. Menegakkan Keadilan.

Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.

g. Melakukan Kebijaksanaan.

Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu, mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya.

h. Menguatkan Majlis Tanwir.

Sebab majlis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan kanan yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.

i. Mengadakan Konperensi Bagian.

Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka hendaklah kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.

j. Mempermusyawaratkan Putusan.

Agar dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan segera.

k. Mengawaskan Gerakan Jalan.

Pemandangan kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang akan datang/berkembang).

(25)

Kira berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.

2. Kittah 1956-2002

2.1. Khittah Palembang 1956-1959

a. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam

dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.

b. Melaksanakan uswatun hasanah.

c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.

d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.

e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.

f. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk

mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.

g. Menuntun penghidupan anggota.

2.2. Khittah Ponorogo 1969

Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang.

2.3. Khittah Ujung Pandang 1971

a Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala

(26)

b Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak

memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

c Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah

pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.

d Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan

pembangunan nasional.

2.4. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)

a Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala

bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.

b Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak

memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

2.4. Khittah Denpasar 2002

Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.

3. Fungsi Khitta dan Peran Politik. 3.1 Fungsi Khitta

(27)

stiqamah dalam mengembang fungsi dakwa dan tajdidnya sebagai gerakan Islam yang berkiprah dalam lapangan politik praktis. Sebagai perbandingan, Nahdatul Ulama misalnya, kembali ke Khittah-nya paa tahun 1984, setelah mengalami jatuh bangun menjdi partai politik pada tahun 1952 (masa orde lama) dan tahu 1971 (masa orde baru). Kini muhammdiyah sama-sama berjalan di jalur gerakan dakwah dan tidak memasuki lahan politik-praktis, yang keduanya dikenal sebagai dua sayap Islam terbesar dan rpresentasi Islam moderat di Indonesia (Dr. Haedar Nashir 2001: 246).

Khittah memang bukan obat mujarab yang segala urusan politi dihadapinya dengan tidak tersisa sedikit pun dari muhammdiyah. Namun melalui kittah setidak-tidaknya Muhammdiyah mematok jatidirinya sebagai gerakan Islam yang tetap ingin Istiqamah dalam gerakan dakwah dan tajdid, serta tidak ingin terjebak dalam pengumulan politik-kekuasaan atau politik-praktis sebagaimmana yang dialakukan parti politik. Dengan kittah pun muhammadiyah memiliki pedoman (guidance) yang menjadi acuan bersikap dan bertindak bagi seluruh anggotanya dalam menhdapi tarikan partai politik dan kepentingan-kepentingan politik kekuasaan yang pragmatis. Dengan kittah tersebut. Dengan khittah tesebut dapat terjaga keutuhan dan pandangan Muhammdiyah, sekaligus menjadi bingkai serta patokan bagi seluruh anggota muhammdiyah dalam menggerakan misi dan usaha Muhammadiyah di tengah berbagai tantangan dan lalulintas gerakan yang bersifat komplek. Harus selalu ada mekanisme menentukan posisi dan peran yang jelas dalam menghadapi dunia politik yang pada umumnya keras, pragmatis, serat kepentingan dan mudah terseret pada komplik yang tidak sederhana. Sebab jika segala serba boleh dan bebas, maka politik seringkali tidak mudah untuk disandra dan dikendalikan, kendati demi kemaslahatan ummat dan bangsa, termasuk atas nama agama.(ibid: 250).

(28)

meneggakkan dakwa islamiyah melalui tangan negara. Tetapi wilayah yang penting itu sengaja tidak dipilih oleh Muhammadiyah yang sejak kelahirannya telah memposisikan diri sebagai gerakan dakwah Islam non-politik, dengan keyakinan bahwa dakwa di bidang pembagunan masyarakt pun tidak kalah pentiing dan strategisnya dengan perjuangan polotik di jalur kekuasaan negara. Karena itu jalur politik-kekuasaan negara itu silahkan diperjuangkan melalui partai politik. Sedangkan bagi anggota muhammadiyah yang meyakini perjuangan politik-kekuasaan Negara dan mungkin memilikinaluri kuat untuk menjadi politisi, maka dipersilahkan menumpuhnya sebagai pilihan perjuangan perseorangan melalui partai politik secara sehat, lebih-lebih dengan idealism melalui partai politik yang baik.

Dapat disimpulkan bahwa Peran khittah adalah sebagai tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota maupun pimpinan Muhammadiyah. Sedangkan Fungsi khittah tersebut Sebagai landasan berpikir bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah dan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha muhammadiyah.

3.2. Peran Politik

(29)

Karena itu muhammdiayah baik dengan khittah maupun tanpa khittah, sesungguhnya telah berada dalm jalur yang tepat, sebagaimana pihak organisasi lain yang mengambil jalur perjuangan politik sama tepatnya, manakala semuanya dilakukan dengan terfokus, optinmal sesungguhnya, dan lebih penting lagi dengan mengarahkan segala potensi dan berpijak pada idealisme. Kepalan tangan yang kecil dalam jalur gerakan dakwa kemasyarakatan manakala disatikan dari ratusan ribuan hingga jutaan warga Muhammadiyah dalam menyangga gerakan islam ini insya Allah akan melahirkan karya amaliah yang luar biasa. Sesungguhnya kepalan tangan Muhammadiyah tidaklah kecil karena keberhasilan dari kerja-kerja cultural dan kemasyarakatan yang dilakukannya secara terus menerus dan tersistem.

Muhammadiyah sebagai kelompok kepentigan dapat memainkan peran politik lobi, komunikasi politik, sosoalisasi politik, pendidikan politik, melakukakn kritik atau tekanan public, dan distribusi kader politik atau kader professional ainnya yang dapat masuk keseluruh lini pemerintahan. Peran kolompok kepentingan tersebut dengan tetap dilakukan berdasarkan spirit dakwa al-amr bi al-ma’ruf wa nahyu ‘an al-munkar, yang dilakukan dengan pendekatan berwajah cultural dan tidak sebagaimana peran politisi dan partai politik yang erring bersift serba terbuka, vulgar, dan serat tawar menawar kepentingan yang bersifat pragmatis. Dalam menjalankan fungsi kelompok epentiga tersebut dapat dilakukan melalui kelembagaan sesuai mekanisme yang berlaku dalam Muhammadiyah maupun perseorangan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip, etika, dan kepentingan Muhammadiyah.

(30)

sebagai perpanjangan tangan atau anak panah gerakan Muhammadiyah. Dengan demikian sekaligus dapat dipecahkan kesenjangan hubungan antara kader politik atau kader bangsa dengan pensyarikatan selama ini sampai batas tertentu menjadi keluhan sementara pihak. Lebih jauh lagi melalui jaringan kader politik kebangsaan terebut dapat dioptimalkan misi Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui para kadernya di ranah kebangsaan.

Peran kader Muhammaddiyah dalam politik kebangsaan yang perlu dikembangkan anatara lain sebagai berikut: (1) Membawa dan mengaktualisasikan misi dan usaha muhammdiyah secara objektif dan inklusif; (2) memelihara integritas, komitmen, dan akhlak atau moral politik sebagaimana Kepribadian dan pedoman Hidup Islam serta nilai-nilai yang berlaku dalam Muhammadiyah; (3) Ketika berkiprah dan berada dalam lingkungan internal Muhammadiyah lebih menunjukkan ke-muhammadiya-annya dari pada kepartaiannya, meski menjadai politisi tentu saja perlu meraih simpati, dukungan dan kepercayaan dari warga muhammadiyah; (4) Memberikan dukungan terhadap kepentingan muhammdiyah melalui kiprahnya di dunia politik di rana perjuangan kekuasaan/pemerintahan; (5) menjadi politisi yang benar-benar siddik, amanah, tablik dan fatanah dengan mengedepakan kewajiban dan tuga utama sebesar-besaranya menperjuangkan kepentingan rakyat; (6) berkiprah optimal dalam memajukan bangsa dan Negara sehingga Indonesia menjadi bangsa dan Negara yang maju, adil, makmur bermartabat dan berdaulat sebagaimana cita-cita nasional yang diletakkan oleh pendiri bangsa tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar tahun 1945.

(31)
(32)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Ideologi sebagai sistem paham yang menyeluruh mengenai dunia dan berusaha untuk mengubahnya melalui berbagai gerakan perjuangan sosial-politik merupakan bagian tidak terpisahkan dari sejarah hidup umat manusia, kendati para era akhir abad 20 dan awal abad ke-21 mulai tumbuh pandangan negative dan bahkan asumsi tentang akhir dari era ideologi. Dalam prakteknya, ideologi senantiasa hadir dan mempengaruhi alam pikiran umat manuia, lebih-lebih melalui gerakan-gerakan politik dalam berbagai bentuk dan aksi. Tidak ada gerakan-gerakan sosial-politik yang bebas sepenuhnya dari ideologi, lebih-lebih yang memiliki kaitan langsung dengan akar ideologi.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam baik dalam dimensi ajaran Islam sendiri maupun sejarah umat islam yang dilaluinya, memiliki persentuhan dengan ideologi Islam, kendati dalam sejumlah hal mungkin dapat menimbulkan pro dan kontra. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan, lebih-lebih ketika masuk ke area dunia politik, sedikit atau banyak bersentuhan dengan ideologi dan hingga batas tertentu memiliki elemen-elemen sistem ideologis.

Peran khittah adalah sebagai tuntunan, sebagai pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota maupun pimpinan Muhammadiyah. Sedangkan Fungsi khittah tersebut Sebagai landasan berpikir bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah dan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha muhammadiyah.

B. Saran-saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Shariati, 1982. Tugas Cendekiawan Muslim, terjemahan M. Amien Rais Yogyakarta: Shalahuddin Press.

Departemen Agama RI, 1979. Al Qur'an dan terjemahan., Yayasan Penterjemah: Jakarta.

David McLeland, 2005. Ideologi Tanpa Akhir, terjemahan Muhammad Syukri Yogyakarta: Kreasi Wacana.

J. Riberu, dkk. Editor, 1986. Menguak Mitos-mitos Pembangunan: Telaah Etis dan Kritis, Jakarta: Gramedia.

Nashir, Haedar. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.

Riberu, J. Dkk. 1986. Menguak Mitos-Mitos Pembangunan : telaah etis dan kritis. Jakarta : Gramedia.

Pasha, Mustofa Kamal dan Darban, Ahmad Adaby. 2000. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam ; dalam perspektif Historis Ideologis. Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam ( LPPI).

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1968. Putusan Mu‘tamar Muhammadiyah Ke-37 dengan Segala Rangkaiannya (Yogyakarta: PP Muhammadiyah.

Sani. 2007. Realitas Muhammadiyah; Bercermin pada Pendiri Muhammadiyah. Jurnal Muhammadiyah (online).

http://halimsani.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Mei 2015 pukul 21:55 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Tane sınırı çekirdeklenen β fazının yüzey alanı ve dolayısıyla yüzey gerilimi tane içinde çekirdekleştiği durumdan daha düşük çıkacaktır. Faz dönüşümünde

Audit intern harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan

Dan apresiasi ideologis politis yang totaliter itu membawa timbulnya suatu pemikiran apologetis yang mengatakan bahwa Islam itu bukan hanya sekadar agama, sebagaimana

Hasil pengamatan dan catatan dari mitra kolaborasi menunjukkan masih banyak siswa yang kuranag mampu memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah,

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) metode penelitian yang dimulai dari perancangan, pembuatan alat (fabrikasi) dan pengujian getaran (vibrasi), kebulatan

Berkewajiban melaksanakan kegiatan dana bantuan Rehabilitasi dan Konstruksi Sektor Permukiman Berbasis Masyarakat (Relokasi) Pasca Bencana Banjir sesuai dengan usulan

Penulis yang dimana dalam pengerjaan tugas akhir ini mendapatkan tugas sebagai seorang DOP diminta untuk dapat membuat sebuah shot list yang akan digunakan saat proses