REFERENSI TEBING TINGGI DELI TERBIT SEJAK 16 JULI 2002
KETUA PENGARAH :
Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM (Walikota Tebing Tinggi)
WAKIL KETUA PENGARAH : H. Irham Taufik, SH. MAP (Wakil Walikota Tebing Tinggi)
PENGENDALI :
H. Johan Samose Harahap, SH.MSP (Sekdako Tebing Tinggi)
PENANGGUNG JAWAB : Ir. H. Zainul Halim
(Assisten Administrasi Umum) PIMPINAN REDAKSI :
Ahdi Sucipto, SH (Kabag Adm. Humas PP)
WAKIL PIMPINAN REDAKSI :
REDAKSI :
Rizal Syam, Khairul Hakim, S. Sos, Juanda,
KOORDINATOR LIPUTAN : Drs. Abdul Khalik, MAP
LIPUTAN & REPORTER : Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi
DESAIN & LAYOUT :M. Rahmadsyah SEKRETARIS REDAKSI : Dian Astuti BENDAHARA : Jaffet Candra Saragih
FOTOGRAFER : M. Rahmadsyah
DISTRIBUTOR :
Riduwan, Sri Astuty Rahmayani, SE
DITERBITKAN OLEH :
BAGIAN ADMINISTRASI HUMAS PIMPINAN DAN PROTOKOL Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi Alamat : Jl. DR. Sutomo No. 14 Tebing Tinggi Telp. 0621 - 329139
PRACETAK : Bege’s Medan, Syahrahmad85
(Isi di luar tanggungjawab percetakan)
Pembaca Budiman
“K
ru majalah SINERGI di bulan Oktober 2012 ini, sungguh mendapat suntikan baru semangat dan motivasi. Hal itu terjadi, ketika tiga sejawat Kami di Sekretariat Pemko Tebingtinggi, Kami ajak berdiksusi untuk memberikan pencerahan tentang masa depan majalan ini. Ketiga tamu kita itu adalah, Muhammad Ilham, SH, dari Bagian Adm. Hukum dan Organisasi, Bambang Wahyudhi, SIP bendahara Sekretariat DPRD kota Tebingtinggi serta Zakaria, SE dari Bagian Keuangan.Ajakan diskusi kepada tiga rekan itu, disambut dengan antusias. Jadilah Kami berembug membicarakan beberapa hal. Khususnya, soal kemungkinan pengembangan SINERGI pada 2013 nantinya. Tak disangka, keluarga besar DPRD kota Tebingtinggi sangat antusias dengan wajah baru dan manajemen media ini. Mereka pun meresponnya dengan siap memberikan hibah bantuan untuk penambahan halaman SINERGI yang saat ini baru 40 halaman saja. DPRD siap menghibahkan dana Rp 30 juta bagi pendanaan majalah ini ke depan.
Hasil diskusi terkait dengan peraturan pengganggaran tak memungkinkan adanya hibah antar instansi di internal Pemko Tebingtinggi. Hal itu, ditekankan oleh Bagian Hukum dan Bagian Keuangan. Menurut mereka sesuai ketentuan, hibah demikian tidak dibenarkan. Akhirnya, dalam diskusi itu, rekan-rekan diskusi Kami menyarankan agar pada TA 2013, majalah ini mengajukan penambahan anggaran dengan dukungan DPRD dan semua SKPD. Insya Allah usulan telah Kami tindak lanjuti dengan harapan ada ‘rising sun’ di 2013.
Untuk edisi Oktober 2012 ini, SINERGI muncul dengan topik yang sedikit kurang populer, tapi kami pandang sangat penting. Tema utama kita, berkaitan dengan idealisme dan nasionalisme ditengah-tengah serbuan gencar pragmatisme. Kami mencoba mengupas tema yang sedikit filosofis ini dari sisi yang lebih ringan dan humanis, agar mudah untuk dicerna. Yang pasti, ada kekhawatiran kian menipisnya nilai-nilai idealisme di kalangan generasi muda kita, akibat terjadinya pergeseran dalam kancah kehidupan selama ini. Tema itu yang coba Kami ketengahkan.
Menemani tema utama, Kami juga menyertakan sejumlah laporan yang agaknya bermanfaat untuk pembaca. Misalnya, soal sertfikasi guru, dan pengeluaran dana rumah tangga untuk halaman pendidikan dan ekonomi. Ada juga halaman lingkungan yang kali ini menyoroti upaya penyelamatan bantaran sungai.
Ada pula laporan tentanghalaman wanita terkait keharmonisan keluarga, kemudian soal perlindungan anak, pada kolom hokum dan wnaita. Sedangkan di halaman parlementarian ada kajian soal urgensi staf ahli di DPRD. Pada kolom olah raga, Kami mencoba melihat perkembangan sepak bola pelajar yang telah menunjukkan prestasi. Demikian pua di kolom budaya, ada sebuah tulisan pelajar yang cuup menarik, ketika dia menulis surat untuk ibunya.
Terbitan SINERGI kali ini tak lengkap jika tak membaca kolom sejarah. Seorang keturunan dari pendiri kota Tebingtinggi, mencoba mengupas sejarah kota Tebingtinggi dari perspektif umumnya selama ini, dipandang sebagai sejarah yang ‘benar.’ Ada juga tulisan soa komunitas becak bermotor yang kini jumlah kian membengkak di kota kita.
Kami berharap, edisi kali ini bisa menambah khasanah
pengetahuan Anda semua dalam rangka memahami kota Tebingtinggi ini secara komprehensif dalam beberapa bidang. Akhirnya, ini lah karya Kami yang mudah-mudahan bisa diterima dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Salam Kami, dari meja redaksi.
Redaksi Menerima Tulisan, Foto, juga surat beri-si saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan Tanda Pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepan-jang tidak mengubah isi dan maknanya
Tulisan dikirimkan ke alamat Redaksi Majalah Sinergi :
Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Pro-tokol Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi Jl. DR. Sutomo No. 14 Tebing Tinggi
sinergi_majalah@yahoo.co.id Sinergi Majalah
Sinergi Majalah
SINERGI OKTOBER 2012
2
TIM REDAKSI
Koordinator Liputan Drs. ABDUL KHALIK, MAP Pimpinan Redaksi
AHDI SUCIPTO, SH
Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI
Redaksi
RIZAL SYAM
Redaksi
KHAIRUL HAKIM, S.Sos
Redaksi/Photografer M. RAHMADSYAH
Bendahara
JAFET CHANDRA SARAGIH
Redaksi
JUANDA
Distributor
SRI ASTUTI RAHMAYANI, SE
Distributor
RIDWAN
18
30
20
32
21
33
22
34
24
25
26
27
17
16
28
LENSA KEGIATAN
REMAJA KITA
INFO NASIONAL
SUARA PEJUANG
LENSA SRIKANDI
TEPIAN
TERAS PEMKO
MOMENT IDUL ADHA 1433 H
BUDAYA
OLAHRAGA
AGAMA
SOSIAL
EKONOMI
HUKUM
SASTRA
3
OKTOBER 2012 SINERGISINERGI | EDISI 116 OKTOBER 2012
DAFTAR ISI
UTAMA
pendidikan
WANITA
PARLEMENTARIA
KESEHATAN
LINGKUNGAN HIDUP
Mempertanyakan Kembali
Nasionalisme Kita
Sertifikasi Guru
Keteladanan Ibu Bagi Anak
Perjuangan Kesetaraan Gender
Urgensi Staff Ahli DPRD
Apa Khabar HIv/AIDS
Menyelamatkan Bantaran Sungai Kita
Menakar Idealisme Dan
Pragmatisme Warga
Idealisme Itu Mesti
Diajarkan Dan Diperjuangkan
Nasionalisme Kita Pasca Reformasi
Benarkah nasionalisme kita sudah memudar? Entahlah. Tapi apa sebenarnya nasionalisme itu. Secara etimologi...Peningkatan mutu dunia pendidikan Indonesia terus gencar dilakukan. Salah satunya adalah program Sertifikasi guru. Sejak tahun 2006 , keprofesionalan guru yang memenuhi standart sertifikasi ...
Seorang ibu rumah tangga banyak dituntut dalam kehidupan ini. Mulai dari mendidik anak-anak dalam keseharian juga untuk...
Wawancara Sinergi dengan HJ Sofiani Tambunan anggota DPRD Kota Tebing Tinggi. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan...
Wawancara Sinergi dengan Murli Purba S. Fil. Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Tebing Tinggi Periode 2009-2014 Politisi Partai...
Penyebaran penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome) merupakan tahapan kedua dari infeksi HIV. Penyakit ini diketahui telah...
Berjalan lah Anda di pinggiran sungai. Kemudian perhatikan posisi pemukiman dan fasilitas publik yang ada di tepiannya. Jika Anda... Danramil 013 kota Tebingtinggi Kapten Budiono, dalam suatu kesempatan dialog, mengaku saat ini animo generasi muda untuk mendaftar sebagai tamtama dan bintara TNI AD,...
Robert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Robert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan.
1
13
14
15
5
7
8
10
11
Mempertanyakan
Kembali Nasionalisme Kita
Sedangkan menurut Ensiklopedi Indonesia : Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya. Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Bertitik tolak dari pengertian inilah, maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.
Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme terdiri atas persaudaraan darah/ keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa dan budaya. Kemudian berubah dengan masuknya dua unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan dalam bidang ekonomi.
Aspek mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Nasionalisme sebagai suatu
peristiwa sejarah, selalu bersifat kontekstual (artinya meruang dan mewaktu), sehingga nasionalisme di suatu daerah dengan daerah lain atau antar zaman tidaklah sama. Misalnya saja bagi negara yang sudah lama merdeka, nasionalisme dapat mengarah pada imperialisme. Biasanya nasionalismenya bersifat konservatif. Bagi negara semacam ini akan mempersulit timbulnya nasionalisme di daerah-daerah jajahannya. Sedangkan bagi negara yang masih terbelenggu imperialisme dijajah nasionalisme bersifat
revolusioner dan progresif. Dengan demikian nasionalisme sarat dengan kepentingan suatu bangsa. Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme sangat dipengaruhi oleh nasionalisme yang dianut kelompok dominan suatu bangsa.
Dengan demikian, nasionalisme merupakan suatu paham lebih mendahulukan kepentingan nasional dibanding kepentingan golongan dan individu. Dahulu, dalam membangun negara dan bangsa Indonesia ini Soekarno menerapkan kemandirian ekonomi, budaya dan ideologis. Kemandirian ideologis merupakan salah satu hal yang paling penting karena tanpa adanya ideologis maka kita akan berjiwa apatis atau oportunis. Jelas hal yang demikian bukanlah hal yang menguntungkan untuk mengembangkan jiwa nasionalis.
Anehnya, permasalahan bangsa Indonesia saat ini dapat dibedakan menjadi dua permasalahan, yaitu
pertama, Indonesia menerapkan konsep nasionalisme dalam tataran teori tetapi menggunakan konsep liberalisme dalam tataran operasionalisasinya. Sehingga, tidak terjadi sinkronisasi antara teori dan praktik. Kedua, masalah korupsi merupakan masalah yang menggerogoti bangsa Indonesia dari dalam. Arus investasi dan hutang luar negeri merupakan salah satu konsep liberalisme yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian bangsa Indonesia. Terlalu banyak sumber daya alam Indonesia yang dimobilisasi ke luar negeri tanpa timbal balik yang sesuai bagi rakyat Indonesia.
Mengenai ekonomi Indonesia saat ini yang bersifat liberal, sesungguhnya jika menilik kembali sejarah terdahulu, di mana Mohammad Hatta salah seorang founding father Indonesia, telah menerapkan sistem ekonomi tersebut dalam wadah koperasi. Yang mana koperasi tersebut dijalankan untuk kepentingan masyarakat dan tidak memihak pada kepentingan pribadi maupun golongan.
Kemudian nasionalisme secara pasti menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan. Kita tidak boleh terjebak dalam doktrin-doktrin nasionalisme saja. Yang perlu kita sadari saat ini adalah nasionalisme merupakan suatu alat yang dapat kita gunakan untuk mencapai sebuah tujuan di mana tujuan utama kita adalah mencapai kesejahteraan rakyat. Sudahkah nasionalisme seperti ini terpatri dalam diri kita?
(Khairul Hakim)
Benarkah nasionalisme kita sudah memudar? Entahlah. Tapi apa sebenarnya nasionalisme
itu. Secara etimologi : Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham
kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas
terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara;
persatuan dan kesatuan.
SINERGI OKTOBER 2012
4
MENAKAR IDEALISME DAN
PRAGMATISME WARGA
Danramil 013 kota Tebingtinggi
Ka-pten Budiono, dalam suatu kesempatan
dialog, mengaku saat ini animo generasi
muda untuk mendaftar sebagai tamta
-ma dan bintara TNI AD, menurun
dras-tis. Padahal, gaji sebagai tamtama dan
bintara TNI AD, saat ini cukup
memuas-kan. Jika, 10 tahun lalu ketika
pendaf-taran dibuka, ada ribuan pemuda yang
mendaftar, tapi sekarang ini hitungannya
cuma ratusan saja. “Meski cukup, tapi
animo berkarir di dunia militer
cender-ung menurun,” cender-ungkap Kapten Budiono.
Dua realitas di atas, menggambar
-kan tengah terjadinya proses pergeseran
nilai-nilai dan orientasi hidup di kalangan
anak muda negeri ini. Paling tidak
pergeseran itu terjadi sepanjang era
reformasi 10 tahun belakangan.
Seder-hananya, hal itu bisa dirasakan sebagai
bergesernya nilai-nilai idealisme dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
Lukman Hakim, kepala lingkungan 02 Kel. Pasar Baru, Kec. T.Tinggi Kota, mengaku setiap peringatan
hari-hari besar nasional harus berkeliling mengingatkan warganya agar memasang bendera merah putih di
hala-man rumah masing-masing. Meski, tak ada warga umumnya etnis Tionghoa itu menolak memasang bendera,
tapi pekerjaan mengingatkan warga telah dilakukannya dalam 10 tahun terakhir. “Memang harus diingatkan,
karena tak jarang mereka lupa,” ujar Lukman suatu kali.
menuju semangat pragmatisme global.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa
Politik dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbangpol dan Linmas) Amas Muda,
SH, dalam suatu perbincangan,
membe-narkan terjadinya pergeseran itu dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Dalam
pandangan Amas, banyak contoh yang
bisa dikemukakan untuk menakar kian
menipisnya nilai-nilai idealisme. “Orang
sudah tidak menjadikan kebenaran dan
kebaikan itu sebagai tolok ukur dalam
kehidupan, tapi lebih melihat kepada
hal-hal bersifat material serta bernilai
untung dan rugi,” kata mantan Ketua
Korcab PMII Sumut era 1980 an itu.
Menurut Amas Muda, terjadinya
pergeseran nilai-nilai idealisme itu
jus-tru mengkhawatirkan, karena menuju
ke arah semangat pragmatisme. Di
mana masyarakat mengukur sesuatu
dengan ukuran-ukuran materi dan
ber-sifat bendawi dan mengabaikan
nilai-nilai nurani dan rohani. Contoh paling
ekstrim bisa dikemukakan, orang men
-gagungkan individu yang memiliki harta
melimpah dan jabatan wah, tanpa peduli
dari mana asal harta dan jabatan
diper-olehnya, apakah diperoleh dengan jalan
baik atau buruk. Dalam iklim demikian,
jelas Amas, tidak lagi dipersoalkan orang
itu koruptor dan garong atau orang yang
jujur dan amanah serta pekerja keras,
karena yang dihormati adalah kapasitas
harta dan jabatannya, bukan
tindakan-nya.
Kondisi itu, menjadi salah satu ciri
globalisasi, di mana individu tidak lagi
dipandang berdasarkan moralitas yang
dianutnya, tapi lebih pada kapasitas yang
dimilikinya dalam berinteraksi dengan
dunia. Profesionalisme diagungkan
se-demikian rupa, sembari
mengesamp-ingkan moralitas atau kearifan lokal
UTAMA
UTAMA
SINERGI OKTOBER 2012
6
suatu bangsa. Padahal, karakter suatu
bangsa menjadi penting sebagai
penan-da penan-dan pembepenan-da dengan kawasan atau
bangsa lain. Dalam proses kemerdekaan
bangsa Indonesia, idealisme itu dicirikan
beberapa simbolisasi, diantaranya
bend-era mbend-erah putih dan pejuang militer.
Bendera merah putih dan pejuang
militer, adalah simbol keagungan dari
idealisme dan patriotisme yang memiliki
sejarah panjang dalam rahim bangsa
In-donesia. Pada 64 tahun lalu, merah putih
adalah simbol sakral dalam merebut
kemerdekaan dari penjajahan
Koloni-alisme (Belanda dan Jepang). Seluruh
komponen bangsa, menghormati
me-rah putih sepenuh hati, bahkan
men-jadikannya sebagai benda keramat yang
memiliki kekuatan spirit. Setiap warga,
merelakan harta benda bahkan darah
dan nyawa dalam membela keberadaan
merah putih di setiap jengkal persada
negeri ini. ‘Menginjak’ bendera me
-rah putih kala itu, sama artinya sebagai
pengkhianatan terhadap kemerdekaan
bangsa dan balasannya adalah mati.
Semangat membela merah putih
tercermin dari berbagai perjuangan
sesudahnya yang terukir dalam
hero-isme pembebasan Irian Barat atau
kon-flik dengan Malaysia. Merah putih
men-jadi pembeda antara ‘kita’ dan ‘mereka’
yang didamlam kekitaan itu tersimpan
idealisme membara, dalam membela
bangsa dan negara.
Mendampingi nilai sakralitas
ben-dera merah putih, tersanding pula
sim-bol-simbol pejuang militer dalam
insi-tusi TNI yang dipandang sebagai karir
mulia dan bentuk pengabdian tertinggi
kepada bangsa dan negara. Mereka yang
mangabdi di dunia militer dinilai sebagai
bentuk pengabdian suci dan dihormati.
Berbagai atribut militer yang disandang
seseorang mengandung kharisma dan
kewibawaan yang tinggi dihadapan
masyarakat luas. Karir militer menjadi
sumber kebanggan keluarga, bahkan
lingkungan hingga kampung dan desa.
Pahlawan, dalam kaca mata anak
bangsa saat itu, adalah mereka yang
memanggul senjata dan bergerilya di
hutan, menyabung nyawa demi
mem-bela rakyat dan bangsa dari penindasan
kaum penjajah. Gerilyawan dan pejuang
militer, dipandang sebagai sosok ideal
yang bakal menyelamatkan negeri serta
akan mampu nantinya membawa
neg-eri ini dalam kehidupan yang lebih baik.
Maka, rentetan nama-nama para
pahla-wan pun tercetak umumnya sebagai
sosok yang melakukan perlawanan
ber-senjata terhadap musuh bangsa. Sosok
bergelar pahlawan itu memang pantas
ditauladani, karena memang berjuang
hingga tetes darah terakhir mereka demi
negeri ini.
Simbolisasi merah putih dan pejuang
militer itu, merupakan pengejawantahan
semangat idealisme bangsa Indonesia
yang muncul secara faktual dalam
kehidu-pan dan perilaku individu maupun
kelom-pok sosial. Kemerdekaan yang diraih,
bukan merupakan hadiah, tapi buah dari
semangat idealisme dan patriotisme anak
bangsa yang pantas dibanggakan kepada
bangsa dan negara lain.
Idealisme itu sendiri merupakan
paham/pandangan yang menginginkan
kehidupan itu berproses secara
sempur-na, sesuai dengan ide-ide yang termuat
dalam pikiran, nurani dan rohani
manu-sia. Wujud dari idealisme itu, memben
-tuk tindakan dan hasil pekerjaan yang
sesuai dengan aturan (benar dan baik)
yang telah digariskan kaedah hukum,
nurani dan rohani publik. Singkatnya,
idealisme itu, bak kereta api yang
berja-lan di sepurnya, untuk mencapai cita-cita
bersama. Tapi, jika perjalanan itu
meny-impang maka kereta api akan terbalik
dan berakibat fatal bagi penumpangnya.
Sama halnya dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Bangsa ini
akan berdiri kokoh dan berjaya, jika
ber-jalan di atas rel peradaban yang benar,
lurus, kuat, amanah, serta jujur sesuai
dengan harmoni kehidupan. Contoh
fak-tula itu, bisa dilihat pada bangsa Jepang,
Cina dan India yang tak kehilangan
ide-alisme mereka, sembari berpacu dalam
pragmatisme global. Prinsip itu, menjadi
syarat utama bagi seluruh komponen
anak negeri dalam upaya menggapai
cita-cita ditengah perubahan cepat dari
arus globalisasi yang ada
Sayangnya, nilai-nilai idealisme
semakin memudar seriring pejalanan
waktu dari titik awal kemerdekaan.
Bangsa ini, seakan kehilangan élan vi
-talnya, ketika pembangunan yang lebih
pada kecukupan material menjadi
tar-get utama. Atas nama pembangunan,
ekonomi digenjot terus menerus dengan
menjadikannya sebagai tujuan final.
Se-luruh sumber daya dikerahkan dalam
rangka pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan stabil. Namun, pengejaran
atas pertumbuhan ekonomi itu,
meng-abaikan pembangunan pada aspek
ke-manusiaan.
Buntut dari pengejaran itu, kita
merasakan ikatan sosial antara indi
-vidu dengan indi-vidu, kelompok dengan
kelompok, etnis dengan tenis dan
aga-ma dengan agaaga-ma lainnya, mulai
me-renggang. Sesama anak bangsa saling
bertarung memperebutkan kepentingan
masing-masing untuk survive, tanpa
peduli dengan kekalahan yang lainnya.
Tidak mengherankan jika ikatan sosial
bangsa ini kian rapuh.
Kerapuhan itu, selanjutnya
melahir-kan sejumlah anomali sosial yang kian
meresahkan dalam bentuk berbagai
patologi sosial, berupa free sex,
pen-yalah gunaan narkoba, korupsi, tawuran,
serta berbagai penyakit sosial lainnya.
Jika berbagai anomali sosial itu terus
berlangsung, pada titik paling ekstrim
bangsa ini akan kehilangan identitasnya
sebagai suatu bangsa. Kita akan
men-unggu saat-saat krisis itu, di mana
ne-gara bernama Indonesia ini akan runtuh
dan di atas puingnya akan berdiri sebuah
identitas baru yang bukan milik kita
ber-sama lagi..
Bagaimana pun, nilai idealisme
dalam berbangsa dan bernegara tidak
boleh hilang, karena taruhannya sangat
berat. Paling tidak, harus ada kemauan
semua kalangan untuk menjaga ide
-alisme itu tetap hidup dalam sanubari
bangsa ini, disamping berjalannya
nilai-nilai pragmatisme sebagai keniscayaan
UTAMA
7
OKTOBER 2012 SINERGIR
obert Wolter Monginsidi, anak muda yang gugur di hadapan regu tembak Belanda pada 5 September 1947 di Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam sebuah film klasik yang diputar pada salah satu program tel-evisi satelit, dikisahkan bagaimana fragmen saat-saat krusial pahlawan nasional berusia 24 tahun itu berjuang dalam upaya merebut kemerdekaan.Ketika Monginsidi pertama kali ditangkap tentara NICA akibat pengkhianatan bangsanya, 26 Oktober 1947, di sebuah sekolah, dirinya tak meli-batkan siapapun. Kata Monginsidi, “siapa yang pu-nya cita-cita tinggi, harus rela berkorban dan me-mikulnya.” Pada 28 Februari 1947, berkat bantuan kawan-kawannya di penjara, Monginsidi berhasil kabur. Tapi, lagi-lagi dia tertangkap akibat pengkhi-anatan bangsanya pada 27 Oktober 1947.
Ketika tentara Belanda mengepungnya di salah satu rumah temannya, pria kelahiran Mala-layang, Menado, Sulut 14 Februari 1925 itu, sedang bersembunyi di kamar mandi dan memegang dua granat yang bisa jadi senjata meloloskan diri. “Aku tahu bisa lolos, tapi Belanda akan menghancurkan kampung ini. Aku tak ingin karena diriku orang menanggung akibatnya,” ujar Monginsidi saat ber-dialog dengan temannya. Pimpinan Laskar Pem-berontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) itu pun menyerah.
Ketika permohonan grasi yang diajukan ayahnya ke Pemerintah Belanda ditolak, anak muda yang kenyang dunia pendidikan itu, dihukum mati. Pada tengah malam 5 September 1949, RW Monginsi menjalani hukuman mati. Detik-detik akhir sebelum menghadap regu tembak, usai pendeta membacakan beberapa ayat Injil sesuai agamanya, Monginsidi ditanya apa permintaannya. “Berikan saya kertas,” kata dia.
Secarik kertas dan pulpen pun diberikan ke-pada anak pasangan Petrus Mongindisi dan Lina Suawa itu. “Setia sampai akhir sesuai keyakinan,” tulisnya. Kemudian, dia meminta kepada regu tem-bak; “Tembak saya setelah saya berteriak merde-ka,” pesan Monginsidi. Sesaat Monginsidi berteriak “MERDEKA!” lima butir peluru meluncur deras ke dadanya, satu diantaranya tepat mengenai jantung pejuang itu. Monginsidi pun terkulai. Dia gugur dengan senyum tersungging dibibirnya.
Kisah salah satu pahlawan nasional itu, bisa menjadi contoh tentang sebuah idealisme yang ter-simpan dalam sanubari generasi muda Indonesia
kala itu. Idealisme ratusan ribu generasi muda di
era perjuangan itu, menjadi sumbu pembakar rev-olusi kemerdekaan Indonesia. Andai saja, tidak ada anak muda sekelas RW Monginsidi yang rela men-gorbankan nyawa untuk bangsanya, bisa jadi neg-eri ini tidak akan pernah merasakan kemerdekaan seperti sekarang ini.
Tak cuma di negeri ini idealisme itu tertanam kuat, tapi juga hampir merata di berbagai negeri. Idealisme yang bersemayam di dada setiap anak
bangsa menjadi pintu pembuka bagi sebuah pe-rubahan besar dalam kehidupan masyarakat di
mana sosok idealis itu berada.
Masih ingat film ‘Braveheart’ (1995) yang dibintangi dan disutradarai Mel Gibson? Film seja-rah bangsa Skotlandia yang sering diputar di tele-visi itu, mengisahkan pahlawan legendaris William Wallace yang ingin memerdekakan negerinya dari jajahan Kerajaan Inggris. Wallace, mampu meng-gelorakan semangat anak negeri Skotlandia yang mentalitasnya sudah berada di titik terendah, men-jadi pejuang-pejuang yang tangguh. Ketangguhan pejuang-pejuang Skotlandia mengakibatkan
Kera-jaaan Inggris mengalami kerugian besar, mereka
pun bertekad menangkap William Wallace. Ketika Wallace ditangkap, sang legendaris itu diberi dua pilihan, memohon ampun kepada raja
agar tidak dihukum mati, atau harus menjalani hu -kuman pancung. Hingga detik-detik terakhir pros-esi pemancungan, putri mahkota Kerajaan Inggris yang bersimpati pada Wallace, terus membujuk agar bersedia memohon ampunan. Pahlawan Sko-talndia itu tak bergeming sedikit pun.
“Mohonlah ampun kepada Raja agar kau tak dihukum pancung,” harap putri mahkota, saat besi runcing yang dijadikan alat siksaan menusuk selangkangan Wallace. Namun, pada saat siksaan mendera Wallace hingga rasa sakitnya sampai dipuncak, dia berteriak keras “FREEDOM!” seke-tika itu pula kapak algojo memisahkan kepala dan badan pria kekar itu. William Wallace gugur diten-gah wajah-wajah sedih, kecewa yang bercampur aduk sesuai kepentingan masing-masing. Bahkan, Raja Inggris, seketika mangkat, karena tak yakin dengan teriakan Wallace.
Idealisme, adalah nilai-nilai kebenaranan,
kebaikan, kepahlawanan, tanggung jawab, ket-egasan, keteguhan, kejujuran, pengorbanan, keikhlasan, kesalehan, serta berbagai pemaknaan yang mulia. Dalam terminologi agama (Islam) ide-alisme dikenal dengan istilah istiqamah. Bahasa Al Qur’an menyebut orang-orang yang istiqamah akan diberikan sebuah ma’unah yang tak diperoleh orang lain, yakni pupusnya rasa takut dan gentar di dalam hati, meski harus menghadapi pender-itaan dan kekejaman yang keji dalam langkah per-juangannya.
Sikap demikian, hakikatnya adalah sifat fith-riah manusia yang dititipkan Sang Pencipta tidak kepada semua manusia. Bisa jadi, orang-orang idealis memang lahir pada zamannya dan menjadi salah satu di antara sosok yang diharapkan mampu membuat perubahan dalam setiap periode kehidu-pan. Tapi sifat idealisme juga, adalah sikap yang bisa diajarkan, kepada masyarakat, bila ada kemauan politik (political will) dari para pengambil kebijakan di suatu negeri untuk mengajarkannya. Contohnya, adalah sikap cinta tanah air pada setiap warga ne-gara tidak datang dengan sendirinya, tapi diajarkan terus menerus dalam berbagai kesempatan. Orang akan mencintai negerinya, karena ada pemahaman yang dijejalkan kepada warga negara akan makna, betapa pentingnya kecintaan atas negeri tempat di mana kita lahir, hidup dan meninggal.
Analaogi ini bisa pula diajarkan kepada anak negeri akan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam nilai-nilai idealisme. Birokrasi, misalnya bisa dia-jarkan untuk menjauhi korupsi, karena perilaku itu sangat merusak kehidupan negara. Rakyat, bisa diajarkan nilai-nilai kejujuran dan kerja keras dalam upaya membangun kehidupan mereka yang lebih baik. Persoalannya, seiring dengan terjadinya peru-bahan cepatdalam tataran global, pengajaran terha-dap nilai-nilai idealisme itu terabaikan. Masyarakat dibiarkan mencari nilai-nilainya sendiri, tanpa ada rambu-rambu yang disiapkan untuk itu. Jadilah masyarakat mendapatkan nilai-nilai hidup dari me-dia massa tanpa filterisasi sama sekali.
Idealisme jug aharus diperjuangkan, ka-rena dari perjuangan itulah sebuah idealisme bisa tumbuh subur dan menjadi salah satu ideology masyarakat. Pancasila yang menjadi dasar NKRI, adalah nilai-nila idealisme bangsa yang sudah hidup selama ratusan tahun di berbagai daerah. Pancasila, akan bisa mengisi ruang kehidupan publik, bila nilai-nilai itu diperjuangkan untuk bisa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa bernegara. Tanpa diperjuangkan, Pancasila hanya akan menjadi simbol dan semboyan tanpa makna serta ditelantarkan dalam lembaran buku-buku pengajaran.
Bangsa yang tercerabut dari akar idealisme, adalah bangsa yang sekarat dan hanya menunggu
ajal untuk kemudian terkubur dalam dinamika
kesejarahan manusia. Sebaliknya bangsa yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai idealisme, adalah bangsa yang akan terus hidup dan Berjaya, meski badai dahsyat datang menerpa, bangsa itu diyakini akan selamat. Tinggal kita memilih, hidup tanpa idealisme dan mempertuhankan pragma-tisme, sehingga hanya menjadi jongos globalisasi, atau menyuburkan nilai-nilai idealisme, meski kenyataan itu sangat pahit. Wallahu a’lamu bi
as-shawab.***
Drs. Abdul Khalik MAP
IDEALISME
ITU MESTI
SINERGI OKTOBER 2012
8
UTAMA
Seperti nilai nasionalisme yang telah
di-lakukan oleh founding fathers kita, mereka ber -juang dan bekerja benar-benar untuk bangsa meskipun harus berkorban nyawa, keluarga dan harta yang dimiliki. Tidak ada rasa ingin mementingkan diri sendiri, keluarga atupun kelompok. Sementara hari ini, bisa dihitung dengan jari orang yang sungguh - sungguh mencintai bangsanya. Kebanyakan mencintai diri sendiri dan mencintai kelompoknya. Jadi sangat relevan jika kita harus membicarakan nasionalisme itu saat ini dan terus - menerus ditumbuhkembangkan serta diberikan pelaja-ran kepada kaum muda.
Nasionalisme tidak hanya sekedar definisi kedaulatan teritorial yang sempit, dia juga harus berbentuk pemenuhan hak dari negara, pem-berian rasa aman, pemenuhan kesejahteraan, dan kebebasan berpikir, berkeyakinan, berbi-cara dan bertindak. Melihat defenisi tersebut, maka paham nasionalisme mempunyai peran elementer dan sudah semestinya dimiliki oleh segenap bangsa. Paham tersebut menjadi se-buah ideologi bersama yang berfungsi sebagai pengikat emosional masyarakat kita yang san-gat multikulture. Rasa nasionalisme-lah yang melahirkan semangat sumpah pemuda dan menyatukan masyarakat kita yang multikultur waktu itu. Mereka bersepakat untuk bersama - sama hidup berdampingan dalam sebuah bingkai yang bernama “Indonesia”.
Nasional-isme mengajarkan kita untuk menjaga keber -samaan, perbedaan dan kepedulian terhadap masyarakat.
Nasionalisme Indonesia muncul karena adanya kolonialisme. Penjajahan dan pender-itaan yang dialami memunculkan semangat un-tuk bersatu melawan segala benun-tuk pejajahan. Berdirinya Boedi Oetomo (1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme Indonesia yang ke-mudian diikuti organisasi-organisasi nasional lainnya. Pada kurun waktu 1945-1950, jiwa na-sionalisme diperteguh oleh semangat mem-pertahankan kemerdekaan, serta persatuan
dan kesatuan Indonesia. Hal itu sangat bertolak belakang dengan kondisi bangsa Indonesia saat
ini. Semangat nasionalisme bangsa Indonesia semakin berkurang. Kita terlalu menganggap remeh mereka para pejuang yang telah berjasa kepada kita.
Realita nasionalisme kita hari ini
Salah satu faktor kuat yang terus mengikis
nasionalisme bangsa Indonesia adalah glo -balisasi. Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya ada-lah suatu proses dari gagasan yang
dimuncul-kan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh
bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu ti-tik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia, (Edison A. Jamli dkk. Kewarganegaraan. 2005). Globalisasi berlangsung di semua bidang ke-hidupan seperti bidang ideologi, politik, ekono-mi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain - lain. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan peran yang sangat penting bagi berlangsungnya proses globalisasi. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Globalisasi mempunyai pengaruh yang positif dan juga pengaruh negatif, dimana pengaruh-pengaruh tersebut tidak secara langsung ber-pengaruh terhadap nasionalisme. Namun da-pat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang setahap demi setahap.
Banyak perilaku - perilaku kita yang sudah tidak bernilai nasionalisme seiring berjalannya era globalisasi. Padahal, sebagai bangsa yang besar seharusnya kita mampu untuk
mengin-ternalisasikan nilai nasionalisme tersebut
dalam kehidupan kita. Sebagai contoh,
mung-kin diantara kita sudah mulai malas untuk
mengibarkan bendera merah putih di halaman rumah saat hari-hari besar nasional, belum lagi cara berpakaian remaja yang berdandan seperti layaknya selebritis yang cenderung ke budaya barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang dapat memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan.
Sedangkan, cara berpakaian tersebut je-las - jeje-las tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Belum lagi, kebanyakan remaja sudah tidak
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, mereka lebih suka menggunakan
bahasa alay (istilah anak gaul) dalam berkomu-nikasi. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian.
Dan sekarang ini, banyak pelajar dan ma-hasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno dan menggunakan narkoba. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal so-pan santun dan cenderung cuek, tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh
riilnya adanya geng motor anak muda yang mel-akukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat. Jika hal diatas dibiarkan, mau jadi apa genersi muda
akan datang? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan
muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta ter-hadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa.
Barangkali semua ini terjadi bukan saja
karena adanya arus globalisasi, tapi karena adanya kesenjangan sosial yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran, meluasnya kemiskinan dan tidak meratanya pendidikan, ini juga indikator dari hilangnya nilai
nasionalisme saat ini. Bila dianalisa lebih jauh,
kemungkinan lunturnya nilai nasionalisme itu dapat dilihat dari kinerja pemerintahan pada za-man reformasi yang masih jauh dari harapan/ misi reformasi itu sendiri. Belum lagi banyak terkuaknya kasus - kasus korupsi, pengge-lapan uang negara dan penyalahgunaan
kekua-NASIONALISME KITA
PASCA REFORMASI
ZULFI PANDAPOTAN NASUTION (SEKRETARIS UMUM KAHMI KOTA TEBING TINGGI)
TULISAN INI DIRASA PENTING UNTUK DIBUAT BERDASARKAN PERTIMBANGAN BAHWA MAKNA PENTING
NASIONALISME KITA PASCA REFORMASI KURANG BANYAK DIAMATI SECARA PROPORSIONAL DAN MENDALAM,
SEHINGGA ADA SEMACAM KETAKUTAN DARI SAYA JIKA KEADAAN INI DIBIARKAN BEGITU SAJA AKAN
MEN-IMBULKAN GEJOLAK YANG MAHA LUAR BIASA NANTINYA. NASIONALISME ADALAH PAHAM UNTUK
MENCIN-TAI BANGSA. KALAU KITA MENCINMENCIN-TAI KEBANGSAAN, TENTUNYA HARUS BERBUAT SESUATU YANG TERBAIK
UNTUK BANGSA DAN NEGARA. DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN, NASIONALISME BERARTI MENYETUJUI
9
OKTOBER 2012 SINERGIUTAMA
saan oleh para pejabat negara membuat para masyarakat enggan untuk memperhatikan dan mencintai negeri ini, apalagi tertinggalnya Indo-nesia dengan negara - negara lain disegala as-pek kehidupan, membuat generasi muda tidak
bangga lagi menjadi bangsa Indonesia.
Kita mesti melihat orang Jepang, mereka sangat mengglobal. Tetapi nilai nasionalisme orang Jepang mereka perlihatkan dengan ke-cintaan terhadap tanah air, bagaimana mereka membangun bangsanya, bagaimana memper-tahankan budayanya di tengah - tengah glo-balisasi. Mereka bangga bahasanya dan tetap melaksanakan tata kramanya yang penuh den-gan kesantunan dan kesopanan. Mereka tidak meninggalkan nilai ketimuran yang melekat pada jati diri bangsanya.
Harus ada perubahan
Rangkaian pendapat di atas tersusun berkat penulusuran logika untuk melakukan penekanan terhadap masalah – masalah yang ada. Harus kita akui, bahwa terlalu panjang lebar untuk mengurai kondisi permasala-han yang sesungguhnya. Karena itu, penulis mengambil pilihan untuk sekedar mempre-sentasikan perpektif yang penulis yakini dalam membedah permasalahan kekinian mengenai nasionalisme kita pasca reformasi. Gerakan perubahan pada dasarnya adalah mengolah realitas dari yang tidak kita inginkan menjadi yang kita inginkan. Untuk mencapai kesuk-sesan dalam melakukan ini, perhatian seksa-ma terhadap tingkat perseksa-manensi suatu realitas dan faktor x sebagai kausa pengukuh realitas sangat penting. Sebab akan mempengaruhi strategi, taktik, stok kesabaran yang harus dis-iapkan, dan kalkulasi kita soal kapan gerakan perubahan harus dimainkan tentunya sesuai dengan aturan main yang ada.
Masyarakat dalam kehidupannya selalu mengalami perubahan, dan perubahan itu ada yang kentara dan tidak kentara, ada yang pen-garuhnya luas dan ada pula yang terbatas, ada yang harus secara evolusi bahkan ada pula se-cara revolusi. Perubahan masyarakat pada um-umnya dapat terjadi dengan sendirinya secara wajar dan teratur, terutama apabila perubahan itu sesuai dengan pertumbuhan dan kepent-ingan masyarakat. Terjadinya gerakan refor-masi yang dimotori oleh mahasiswa pada tahun 1998 itu bisa dikatakan sebagai akibat adanya ketidakpuasan rakyat kepada pemerintah pada saat itu, yang dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan kehidupan masyarakat. Perubahan masyarakat memiliki dimensi yang luas.
Menurut Koentjaraningrat, ruang lingkup perubahan masyarakat terdiri dari unsur-unsur kebudayaan, baik yang materil maupun im-materil. Perubahan masyarakat secara umum menyangkut perubahan-perubahan struktur, fungsi budaya dan perilaku masyarakat. Peru-bahan berarti suatu proses yang
mengakibat-kan keadaan sekarang berbeda dengan kead -aan sebelumnya.
Sudah empat belas tahun reformasi berja-lan, dan empat belas tahun yang lalu tentu ber-beda dengan kondisi saat ini. Perber-bedaan yang paling nyata dan penting adalah menyangkut
kekuasaan negara berada dalam genggaman
pemerintahan, bukan pemerintah. Walaupun pemerintah masih sebagai pemegang otoritas dengan porsi terbesar, dan sebagian otoritas pemerintahan itu sudah terbagi kepada legis-latif, lembaga yudikatif, Bank Indonesia untuk moneter, pemerintah daerah, dan sebagianya. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan situ-asi masa Orde Baru dan Orde Lama dibawah UUD 1945 sebelum di amandemen yang mem-bagi porsi kekuasaan bukan saja terbesar pada pemerintahan(eksekutif).
Sejatinya, tujuan reformasi itu ingin men-ciptakan tatanan perubahan yang signifikan khususnya yang menyangkut kesejahteraan. Karena kita ketahui bersama, bahwa reformasi itu tercetus akibat dari krisis di kawasan Asia, termasuk Indonesia pada tahun 1997. Krisis di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan tanda - tanda perbaikan. Kemiskinan,
pen-gangguran, kesenjangan dan keterbelakangan
masih terjadi dimana - mana. Reformasi yang digulirkan mahasiswa tahun 1998 yang dihara-pkan mampu memberikan angin segar bagi rakyat Indonesia untuk memperbaiki krisis multidimensi menuju era baru, ternyata berger-ak lamban sehingga persolan krisis itu sampai
saat ini belum juga berakhir.
Sebenarnya keberhasilan dalam suatu bangsa untuk bisa menjadi negara ataupun bangsa yang maju, tentu tidak bisa dilepaskan dari beberapa peranan, pertama pendidikan. Pola pemerataan kepintaran dan kecerdasan harus sudah sampai menyentuh masyarakat yang berada di level bawah. Orang miskin atau-pun orang kaya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan atau menerima ilmu pendidikan. Pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk mencerdaskan generasi bangsa. Pendidikan sangat berfungsi untuk perubahan
sosial dalam rangka meningkatkan kemam -puan pola pikir yang analisis kritis konstruk-tif, berperan untuk menanamkan keyakinan - keyakinan dan nilai - nilai baru tentang cara berpikir manusia.
Pendidikan pada abad modern telah ber-hasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap ter-hadap perubahan. Cara - cara berpikir dan si-kap - sisi-kap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bantuan orang lain. Pendidikan bukan sekedar pembentukan intele-ktualitas saja tapi harus lebih dahulu memben-tuk afkesi (sikap atau karakter) seseorang yang pada gilirannya dapat memberikan hal yang ter-baik untuk dirinya dan negaranya. Perlu untuk diingat bahwa menurut cerita yang sangat terk-enal, setelah Jepang luluh lantak akibat Perang Dunia II, Kaisar Jepang Hirohito memanggil
jen-deral angkatan perangnya untuk menanyakan sesuatu. Yang ditanyakannya bukan jumlah pas-ukan yang tersisa untuk melakpas-ukan serangan balasan, melainkan, “Berapa guru yang tersisa agar bisa membangun negeri kembali?” Kisah itu sungguh luar biasa dan membawa dampak yang mengagumkan. Sekarang Jepang sudah menjadi negara maju karena memprioritaskan pendidikan.
Kedua adanya jaminan kestabilan politik dan sosial peace (ketentraman sosial). Poin ini memberikan sinyal bahwa rasa aman juga me-miliki peranan besar untuk memajukan suatu negara. Proses pembangunan tidak akan berja-lan tanpa adanya jaminan keamanan serta jami-nan tidak terjadinya konflik yang bisa mengang-gu perdamaian sehingga bila dua hal tersebut masih menjadi ancaman maka semua proses dan rencana pembangunan akan sia - sia. Ter-ciptanya ketentraman dan rasa nyaman sangat penting bagi sebuah negara untuk memperkuat eksistensi dan mendorong potensi perkem-bangan ekonomi dan pembangunan.
Ketiga, penyediaan lapangan pekerjaan. Pengangguran di Indonesia yang telah men-capai puluhan juta orang merupakan suatu masalah yang mendesak dan harus segera dipecahkan karena dampak pengangguran itu akan sangat berbahaya bagi tatanan kehidu-pan sosial. Adalah fakta bahwa berbagai keja-hatan sosial seperti pencurian/ penodongan/ perampokan, pelacuran, jual beli anak, anak jalanan dan lain-lain merupakan dampak dari pengangguran. Dilihat dari dampaknya yang luas terhadap tatanan kehidupan sosial, pengangguran telah menjadi kuman penyakit sosial yang relatif cepat menyebar, berbahaya
dan beresiko tinggi menghasilkan korban so -sial yang pada waktunya akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, martabat dan harga diri manusia. Karena itulah maka melalui strategi pembangunan, kebijakan - kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang realistis mutlak dilakukan agar angka pengangguran dapat ditekan dan dikurangi. Dengan kebijakan yang langsung menyen-tuh masyarakat, diharapkan permasalahan pengangguran dapat dikurangi. Berbagai masalah sosial perkotaan yang meresahkan masyarakat saat ini berakar dari kesulitan hidup atau kesulitan ekonomi yang disebab-kan oleh ketiadaan sumber hidup (pekerjaan).
Perubahan itu semuanya mungkin dan semuanya berhak. Sebab, yang tidak mungkin dan yang tidak berhak adalah yang tak beru-saha. Siapa yang tidak berusaha? Penulis harap bukan kita! Apa yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki Tuhan, pada dasarnya kita tidak tahu pasti. Wallahu’alam biashshawab.
Referensi :
- Jamli, Edison dkk,Kewarganegaraan (Jakar-ta: Bumi Akasara, 2005)
Ratusan guru sekolah berstatus Negeri maupun swasta yang
menyandang kualifikasi akademik
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dan Nomor Unik Pendidik dan tenaga
Kependidikan (NUPTK) berupa sertifikasi
pendidikpun berlomba mengikuti Ujian Kompetensi Awal (UKA) yang digelar oleh Kementrian Pendidikan Nasional di Jakarta.
Tuntutan peningkatan mutu pendidikan yang diemban oleh para pengajar yang berhasil memperoleh
sertifikat guru, diketahui membawa
peningkatan martabat pahlawan
tanpa tanda jasa itu, sehingga
program ini mampu meningkatkan pendapatan perekonomian berdasarkan pembayaran (carryover) melalui proses transfer ke rekening guru sebesar 1 bulan gaji yang dibayarkan oleh pemerintah.
Begitu tinggi dan luhur tujuan
dari sertifikasi sehingga pemerintah
membuat banyak program untuk bisa
mewujudkan tujuan tersebut diatas,
dari mulai pengumpulan porto folio sampai dengan PLPG. Persyaratan
kepesertaan Sertifikasi guru harus memiliki beberapa kriteria, diantaranya
Guru yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau
diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan
Disamping itu, bagi seorang guru
bukan PNS pada sekolah swasta harus memiliki SK sebagai guru tetap yang dikeluarkan pihak penyelebggara pendidikan.Sedangkan guru Non PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK Pengangkatan sebagai seorang guru yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
Persyaratan lainnya berlaku untuk
SERTIFIKASI GURU
Peningkatan mutu dunia pendidikan Indonesia terus gencar
dilakukan. Salah satunya adalah program Sertifikasi guru. Sejak
tahun 2006 , keprofesionalan guru yang memenuhi standart
sertifikasi memiliki peran penting untuk meningkatkan mutu
pendidikan bagi peserta didik. Kemendiknas (Kementrian
pendidikan Nasional) Republik Indonesia pun terus mengenjot
pelaksanaan program pemberian sertifikat bagi guru yang telah
memenuhi standar sertifikasi.
pengawas satuan pendidikan selain dari guru yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru (1 Desember 2008),
atau bagi pengawas selain dari guru yang diangkat setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru harus pernah memiliki pengalaman formal sebagai guru.
Kriteria lainnya , tenaga pengajar
tersebut sudah menjadi guru tertanggal
30 Desember 2005 , pada saat
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan. Selain itu belum memasuki usia 60 tahun pada tanggal 1 januari 2013 mendatang dan memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
Tetapi dalam program Sertifikasi ini , seorang guru dapat memiliki
beberapa prioritas untuk mengisi
kuota contohnya, seorang guru yang
diangkat dalam jabatan pengawas yang memenuhi persyaratan . keistimewaan
lainnya, seorang guru dan Kepala
sekolah berprestasi yang mampu meraih peringkat 1 tingkat Provinsi
atau peringkat 1, 2 atau 3 tingkat Nasional , atau seorang guru yang
mampu menyabet prestasi di tingkat International yang belum mengikuti
sertifikasi guru dalam jabatannya dari
2007 s/d tahun 2011.
Bicara tentang Peningkatan keprofesioanalan guru melalui program
sertifikasi guru , Kadis Pendidikan
dan Kebudayaan Pemko Tebing
Tinggi Drs.H.Pardamean Siregar,MAP
berambisi untuk gencar melakukan peningkatan kualitas dan mutu melalui peningkatan kepentingan pelayanan pendidikan dan tenaga kependidikan dalam kehidupan global agar standart prpfesi pendidik dapat lebih baik .
Sampai kini, menurutnya, jumlah guru yang tellah disertifiaksi jumlahnya
sebanyak 1260 orang, yang belum disertifikasi jumlahnya sebanyak 1465 orang, dengan tingkat persentase
sebesar 46%. Jumlah tersebut termasuk
guru dengan jenjang SD, SMP, SMA
dan SMK baik negeri maupun swasta yang jumlahnya mencapai 2725 orang guru.
Masih Pardamean, mengacu pada permendiknas, nomor 18 tahun 2007,
tentang persyaratan utama peserta
sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah guru yang memiliki kualifikasi
akademik sarjana (S-I) atau diploma empat (D-4).
Selain itu, peserta sertifikasi
tiap tahun dibatasi oleh kuota dan jumlah guru yang memenuhi
persyaratan kualifikasi akademik
lebih besar daripada kuota maka dinas pendidikan provinsi atau dinas pendidikan kabupaten/kota dalam
menetapkan peserta sertifikasi juga
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah :
kinerja (1) masa kerja/pengalaman
mengajar, (2) usia (3) pangkat atau
golongan ( bagi PNS); (4) beban mengajar; (5) jabatan / tugas tambahan; dan (6) prestasi kinerja. Yang menjadi kendala
peserta sertifikasi di kota tebing tinggi
adalah jumlah guru disekolah banyak
yang berlebih, sehingga sekolah
kesulitan dalam pembagian jumlah jam mengajar. Beberapa guru jadi kesulitan memenuhi jumlah jam mengajar yang telah ditentukan yaitu harus memenuhi 24 jam.
Menurutnya, penetapan (calon) peserta sertifikasi guru dalam jabatan ini dilakukan secara transparan, yang
dibuktikan dengan pengumuman secara terbuka oleh dinas pendidikan provinsi atau dinas pendidikan kota Tebing Tinggi.
Dengan demikian, publik akan
mengetahui siapa-siapa yang
berkesempatan mengikuti sertifikasi
pada tahun berikutnya. Dinas Kota Tebing Tinggi melakukan pembekalan terhadap calon guru yang mau
disertifikasi oleh kepala bidang PMPTK. Pardamean berharap, para guru
dapat mempergunakan tehnik power point sekaligus memanfaatkan Tehnologi dalam melakukan proses belajar sehingga para guru dapat memberikan pelayanan terbaik untuk peningkatan kualitas pendidikan di Kota Tebing Tinggi.
Mhd.Rahmadsyah
REFERENSI TEBING TINGGI DELI
SINERGI OKTOBER 2012
10
REFERENSI TEBING TINGGI DELIOKTOBER 2012 SINERGI
11
KESEHATAN
PenyebaRan penyakit AIDS
(Acquired Immune Deficiency syndrome)
merupakan tahapan kedua dari infeksi HIV. Penyakit ini diketahui telah menyebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Sedikitnya sekitar 170.000 jiwa sampai 120.000 jiwa dari 220 juta telah terjangkit oleh penyakit yang timbul karena rusaknya kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus dalam tubuh.
Akibatnya, grafik kematianpun terus
merangkak hingga mencapai 5.500 jiwa untuk tahun 2012.
Angka kematian ini dinilai cukup
banyak, menjawab persoalan penyebaran HIV/AIDS, Kepala Dinas Kesehatan Pemko Tebing Tinggi dr.Vive Kananda, Sp.THP mengatakan, Virus HIV dapat menular
melalui sikap berganti ganti pasangan
seksual , tidak memakai pelindung ketika
melakukan hubungan seksual dengan
pengidap HIV positip, transfusi darah yang tidak terjamin, penggunaan jarum suntik secara bergantian, darah, air mani
atau cairan vagina yang masuk ke dalam tubuh.
Bagi ibu hamil penderita HIV, kondisi
tersebut sangat berisiko terinfeksinya bayi melalui proses persalinan dan
menyusui. Disamping itu, penyakit HIV
juga rentan mengalami penyakit kanker
khususnya kanker servik, lymphoma dan
Kaposi’s sarcoma.
Tetapi penyakit ini tidak akan
terinfeksi dengan kontak fisik biasa, seperti berenang, terpapar batuk atau bersin, berbagi makanan, memakai toliet bergantian, gigitan nyamuk atau serangga lainnya, berpelukan, berciuman,
berdansa atau berjabat tangan dengan seseorang yang terinfeksi HIV atau AIDS.
Vive berpendapat, penderita HIV
dan AIDS memiliki beberapa gejala yang
bervariasi berdasarkan fase infeksinya, Infeksi HIV pertama, tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi kekebalan tubuh
akan mengalami penurunan sehingga
menderita sakit demam, sakit kepala, radang tenggorokan, pembekakan pada
kelenjar limpa dan ruam.
Infeksi selanjutnya,tubuh tidak akan mengalami gejala dari 8-9 tahun, namun
virus yang mampu melipatgandakan ini akan merusak sistem imun sehingga mengalami infeksi ringan atau gejala
kronis seperti pembekakan node limpa, diare, hilang berat badan, demam batuk
atau bernafas pendek.Tahapan tersebut
terus berkelanjutan, dalam waktu 10 tahun atau lebih, infeksi tahap pertama
itu dapat lebih serius dan diistilahkan engan AIDS dengan gejala infeksi ketika sistem imun mulai melemah.
Dengan kondisi ini, di malam
APA KHABAR HIv/AIDS
hari penderita akan berkeringat dan menggigil atau menderita sakit demam dengan tenperature lebih dari 38
celcius. Jika terus berlanjut, dalam
waktu beberapa minggu penderita akan menderita batu kering dan nafas
pendek, diare kronis, noda putih pada lidah atau mulut, sakit kepala, pandangan kabur, dan hilang berat badan.
Disamping menderita rasa lelah yang tidak hilang dan tidak terjelaskan penderita akan mengalami pembengkakan node limpa lebih dari tiga
bulan ,diare kronis dan Sakit kepala yang
tidak kunjung hilang.
Masih Vive,, tidak ada vaksin yang
mencegah penyakit AIDS. Namun
perilaku hidup sehat , seperti hindari
melakukan hubungan seks sebelum
menikah, bersikap saling setia terhadap
pasangan dan tidak menggunakan
narkoba melalui suntikan, merupakan
tekhnik untuk menghindari terjangkitnya penyakitb masyarakat ini.
Tahknik mempertahankan harapan
hidup, seorang penderita AIDS dapat
mengkonsumsi obat ARV (Anti Retro Viral) yang dilakukan secara rutin pada jam tertentu setiap harinya. Kurangnya informasi dan penanggulangan HIV. AIDS pada masyarakat terutama kelompok resiko tinggi seperti para
PSK (Pekerja Seks Komersial), pelaku Heteroseksual,supir jarak jauh, pekerja salon dll, merupakan salah kelemahan
bersama. Kelompok tersebut harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit ini.” Ada 3 langkah startegi sebagai uapaya pencegahan
HIV, misalnya, kampanye bahaya ASIDS, penjangkauan dan penanganan kasus,
dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi ODHA(Orang dengan HIV/AIDS).
Dalam upaya bentuk pelayanan
terhadap penderoita ini, Pemko Tebing
tinggi sejak tahun 2010 telah membuka
sebuah fasilitas Klinik VCT (Voluntary Counseling Test) “Beriman” di RSU Dr.H.Kumpulan Pane dengan bentuk pelayanan berupa pemeriksaan terhadap kesehatan darah secara sukarela dengan fasilitas CST (Care Support Treatment) dalam pelaksanaan pelayanan
pengobatan seperti penyakit GO (Kencing
nanah),Sifilis,Herpes kelamin dsb.
Dr Vive dengan tegas meminta agar masyarakat tidak mengucilkan para penderita penyakit Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS). Menurutnya
pengidap HIV/AIDS itu memiliki hak dan kewajiban yang sama
dengan masyarakat normal, hanya
saja dia memiliki penyakit yang sulit disembuhkan sehingga memerlukan tingkat kepedulian tinggi
“ Hingga Desember 2012, jumlah
penderita HIV/AIDS di Kota Tebing
Tinggi di duga sebanyak 9 orang, dan
kebanyakan mereka berasal dari luar kota”paparnya.
Menurut dia, ketika di lingkungan
masyarakat ditemukan orang-orang
positif HIV/AIDS, sebaiknya diarahkan
aktif untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah atau Rumkit lainnya agar kondisinya semakin membaik.
Dirinya memperkirakan, jika dikucilkan, penderita HIV/AIDS sangat
mempengaruhi perkembangan kejiwaan dan diprediksi dapat mengancam lingkungan sekitar. “ Penderita berpotensi dapat melakukan tindakan diluar dugaan untuk menyebarkan
penyakit itu, jika dirinya mengalami
tekanan kejiwaan dari masyarakat sekitar kita”jelasnya.
Masih Vive, metode pengawasan
terhadap masyarakat yang dinyatakan positif HIV dilakukan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan keluarga dan seluruh elemen masyarakat sampai kelevel lingkungan merupakan langkah kepdulian terhadap penderita
ini. Diharapkan, masyarakat dapat
membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan dengan
melaporkan perkembangannya penderita HIV/AIDS di lapangan.
Selain itu, para pengidap HIV harus
mampu menumbuhkan kesadarannya dengan melakukan pemeriksaan secara teratur dan mematuhi saran yang dianjurkan dokter. “Penderita dapat melakuakn berbagai kegiatan positip agar tidak terfokus terhadap penyakit yang dideritanya”. Sarannya.
Di dapurlah, segala sampah rumah tangga berkumpu. Di ‘pantat’ rumah itu pula segala hal yang jorok dikumpulkan, bahkan di dapur pula tersedia kamar mandi/WC yang menjadi lokasi pembuangan limbah penghuni rumah. Ketika, ruang belakang rumah itu bertemu dengan aliran sungai, terbangunlah tradisi melepaskan semua sisa makanan, semua sampah dan semua kotoran rumah tangga ke aliran sungai.
Jika tradisi itu berlangsung selama puluhan tahun, hasilnya saat ini kita melihat, hampir tak ada lagi sungai yang bersih dan jernih. Melainkan sungai yang jorok, keruh dan menjijikkan bagi siapa pun yang melihatnya. Itu berarti, kebudayaan kita yang terbangun selama ini, ada-lah kebudayaan yang menghancurkan sungai, disamping mengaksploitasi dan mengeksplorasi sungai untuk kepentingan sesaat.
Padahal, sungai itu hakikatnya merupakan sepotong surga yang dititipkan Sang Pencipta Alam kepada manusia dimuka bumi. Semua kitab suci agama, menceritakan betapa sungai merupakan salah satu dari kenikmatan surga yang bisa dinikmati penghuninya. Selain beragam tumbuhan yang hidup di pinggiran sungai-sungai surga itu.
Al Qur’an misalnya, memuat berbagai hal tentang mata air, air, sungai dan laut dalam ayat-ayatnya. Misalnya, kata sungai terdapat dalam 55 ayat, mata air terdapat dalam 154 ayat, kata air di 116 ayat, dan kata laut terdapat pada 30 ayat Al Qur’an. Lalu dari 55 ayat yangberbicara tentang su-ngai, 27 ayat diantaranya mengaitkannya dengan surga. Pentingnya kitab suci umat Islam itu berbicara tentang sungai, karena sungai memang sumber kehidupan yang sepantasnya dimuliakan dan bukan dihinakan.
Ekosistem sungai secara alamiah, bisa
Menyelamatkan
Bantaran Sungai Kita
diklasifikasikan kepada beberapa bagian, yakni sumber (mata) air sungai, air sungai, badan/alur sungai, bantaran sungai, muara sungai dan habitat (tumbuhan, hewan dan jasad renik) sungai. Sedangkan daerah aliran sungai (DAS), diartikan sebagai suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir ke sungai utama dan akhirnya bermuara ke laut. (Manan, 1978).
Salah satu di antara bagian wilayah sungai yang paling menderita, akibat ulah manusia adalah bantaran sungai. Bantaran sungai atau yang sering disebut dengan pinggiran atau tepian sungai, merupakan areal paling sering dijarah. Meski sejak lama terdapat ketentuan dan peraturan yang melindungi bantaran sungai, karena fungsinya yang vital bagi kelangsungan ekosistem sungai itu sendiri. Dapat dipastikan, jika bantaran sungai beserta habitatnya rusak atau hancur, dipastikan sungai juga akan berproses ke arah sama.
Masyarakat adat, secara turun temurun mewajibkan pelestarian bantaran sungai dengan larangan merusak hutan dan membunuh makhluk hidup di sekitar bantaran. Demikian pula di era Kolonialisme, perlindungan bantaran sungai dilakukan secara ketat hingga memberikan batas-batas tertentu mana areal yang masuk bantaran sungai. Pemerintah Hindia Belanda, misalnya menetapkan bantaran sungai itu, adalah areal pinggiran/tepian sungai dengan lebar sisi kiri dan kanan sungai mencapai 20 meter dari bibir sungai. Ketentuan itu, berlaku hingga beberapa puluh tahun pada periode kemerdekaan negeri ini. Belakangan lebar areal bantaran sungai direvisi hanya tinggal 15 meter saja.
Pemko Tebingtinggi, misalnya se-suai Perda No.16 Tahun 1998 tentang
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) masih mengadopsi ketentuan lebar bantaran sungai di Kota Tebingtinggi, baik sungai Padang, Bahilang, Kelembah dan Sibarau, mencapai 15 meter dari bibir sungai. Perda itu hingga kini, masih terus berlaku dan dipakai sebagai acuan memberikan izin IMB. Sayangnya Perda itu hanya berada di atas kertas. Selama bertahun-tahun areal bantaran sungai yang ada di wilayah kota Tebingtinggi mengalami penjarahan dengan berbagai bentuknya.
Tercatat, bantaran sungai yang paling parah menghadapi penjarahan adalah bantaran sungai Bahilang. Sebagian besar bantaran sungai Bahilang yang berada di wilayah kota itu, sudah beralih fungsi sebagai pertapakan pemukiman warga. Parahnya, semua lahan pertapakan rumah itu sudah memiliki sertifikat hak milik. Sungai Bahilang yang melintasi enam
kelurahan, sebagian besar sudah ditutupi pemukiman warga. Demikian pula halnya dengan ketigas sungai lainnya, secara perlahan mengalami nasib yang sama.
Tak mudah untuk merelokasi warga yang sudah belasan, bahkan puluhan tahun mendiami areal bantaran sungai itu. Dibutuhkan dana besar dan ongkos social yang tak kecil untuk memindahkan warga sekitar sungai.
Salah satu alternatif yang agaknya realistis dalam menyelamatkan banta-ran sungai di kota Tebingtinggi, adalah dengan mengubah mindset, perilaku dan kebudayaan warga pinggiran sungai terhadap nilai-nilai sungai itu. Salah satu angkah poaling revolusioner yang bisa dilakukan Pemko Tebingtinggi adalah membangun kebijakan menjadikan sungai sebagai ‘halaman depan’ kediaman warga.
Artinya, jika selama ini warga di pinggiran sungai menjadikan jalan sebagai halaman muka rumah mereka, maka harus ada instruksi tegas mengubah posisi halaman depan rumah menghadap sungai, sehingga rumah-rumah yang berada di tepian sungai memiliki dua halaman depan, masing-masing menhadap jalan dan menghadap sungai. Kebijakan itu, akan sejalan dengan sejumlah peraturan terkait dengan perlindungan sungai, air dan ekosistem didalamnya.
Drs. Abdul Khalik,MAP
BERJALAN
lah Anda di pinggiran sungai. Kemudian perhatikan posisi
pemukiman dan fasilitas publik yang ada di tepiannya. Jika Anda sedikit
teliti, lihat juga bagaimana posisi rumah-rumah yang berada di pinggiran
kali itu, mana halaman depannya dan mana halaman belakangnya.
Dipastikan, semuanya menjadikan sungai sebagai halaman belakang alias
ruang dapur dari setiap rumah yang ada. Ruang ‘bokong’ dalam rumah itu,
adalah tempat akhir dari seluruh aktifitas penghuni rumah dan biasanya
menjadi tempat pembuangan akhir dari beragam dinamika penghuninya.
SINERGI OKTOBER 2012
12
Keteladanan
Ibu Bagi Anak
Mereka tidak segan-segan untuk berbuat sesuatu untuk menambah kebutuhannya. Mulai dari berjualan di pasar atau menjadi salah satu birokrat menjadi pegawai negeri sipil.
Dengan menambah kebutuhan di harapkan menjadi nilai tambah. Dan anak-anak pun mendapat perhatian lebih, serta pendidikannya juga diharapkan menjadi lebih baik. Semoga bisa kebih tinggi lagi, dengan memasuki perguruan tinggi dan bisa lulus menjadi sarjana kelak.
Gambaran seperti itu bukanlah suatu yang mudah untuk dijalani oleh seseorang ibu. Disamping peran seorang bapak dalam menjalani kehidupan ini. Dengan berbagi kerja dan tugas dalam menghidupi keluarganya, mereka saling mendorong satu sama lain.
Bagaimana mereka untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Bagi keluarga muslim, mereka mendidikan
anak-anaknya dimulai dengan memberikan
Seorang ibu rumah tangga banyak dituntut dalam kehidupan
ini. Mulai dari mendidik anak-anak dalam keseharian juga
untuk menutupi kekurangan dalam mencukupi kebutuhan
sehari-hari.
harinya dengan menunjukkan perbuatan yang menyenangkan orang lain. Tidak sombong terhadap kawan, tidak tinggi hati karena mempunyai kehidupannya lebih baik dengan kawan-kawannya.
Taat menjalankan perintah ajaran agamanya dengan ikhlas. Sesuatu pekerjaan bila dilaksanakan dengan ikhlas akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Begitu juga menjalankan perintah agamanya dengan ikhlas akan mendapat ganjaran daru pemberi perintah, berupa kehidupan yang tenteram dan rasa aman terhadap segala serangan dari orang yang tidak menyukai kita.
Memang perbuatan seorang ibu dalam menciptakan keluarga yang menjadi harapan semua orang tidak mudah. Disamping kesejahteraan keluarga sangat mendorong untuk memperoleh hasil maksimal.
Untuk berbuat seperti itu, kesejahteraan keluarga juga sangat menentukan peran ibu rumah tangga. Disinilah peran seorang bapak untuk memberikan hasil pencariannya untuk kehidupan keluarganya. Dengan segala upaya sang bapak harus berbuat dengan hasil yang baik dan halal. Itulah yang dituntut kepada seorang bapak dan keluarganya. Demi kehidupan keluarga untuk mendapatkan hari esok yang lebih baik pula.
Dengan demikian kesejahteraan keluarga terjamin, kehidupan
anak-anak untuk masa depan juga diharapkan berhasil.
Kesejahteraan yang kami maksudkan
bukanlah hal-hal yang berlebihan, cukup
dan berlebih untuk ditabungkan
sebagian. Dengan berbuat seperti kehidupan anak-anak tidaklah terlalu menyakitkan.
Keteladan seorang ibu sangatlah dituntut dalam keluarga. Ia tidaklah sering marah-marah kalau pada hari tertentu keuangan sedang serat. Mungkin esok atau lusa akan berubah.
Kekurangan belanja dalam kebutuhan harian sering menjadi sebab pertengkaran antar ibu dan bapak sering terjadi. Hal ini sering kita lihat dari beberapa kawan tentang hal tersebut.
Sang istri sering menuntut uang belanja minta lebih, sedang sang suami sedang tidak mendapat rezeki lebih. Sementara kebutuhan harian hampir semua hampir semua menunjukkan harga-harga meningkat.
Hal inilah peran seorang ibu diperlukan kebijaksanaannya. Dengan sedikit menabung, segala kesulitan bisa diatasi dengan mudah. Memang masa kini, apalagi di bulan Ramadhan pengeluaran biasanya lebih banyak untuk keperluan harian ditambah untuk menghadapi hari raya kelak. Semuanya sudah maklum tentang hal ini. Semuanya juga sudah mengerti tentang keperluan untuk menghadapi kebutuhan puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Keteladanan seorang ibu akan tercermin ketika menghadapi persoalan seperti ini. Ia akan tetap mengharapkan sesuatu dengan bersabar dan penuh keyakinan bahwa itu akan bisa diatasi, kalau keduanya berbuat bagaimana usaha untuk menutupi kebutuhan itu.
Dengan saling berbuat untuk kesejahteraan keluarganya, mereka akan tetap berbuat untuk mendapatkan hasil yang baik dan halal. Memang kesejahteraan itu harus dituntut, dia tak akan datang sendiri, ia harus dicari dan dikelola dengan baik pula. Kesejahteraan itu merupakan rezeki yang diberikan oleh sang pemberi rezeki kepada kita dimuka bumi ini. Tinggal lagi bagaimana kita menyikapinya dengan serius.
Dan akhirnya keteladanan seorang ibu akan tercermin dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih, ditambah dengan rasa kepedulian yang tinggi terhadap mereka yang kurang baik rezekinya. Dengan berbuat seperti itu, keteladanan seorang ibu akan berdampak positif terhadap anak-anaknya di rumah. Rizal Syam
13
OKTOBER 2012 SINERGIPERJUANGAN
KESETARAAN
GENDER
Menurut ibu,Sejauh mana
peran politik perempuan di
Kota Tebing Tinggi saat ini ?
Bobot pengaruh dan
peran perempuan dalam
poitik di Tebing Tinggi tidak
hanya ditentukan oleh segi
kuantitas saja tetapi segi
kualitasnya juga sangat
penting, Dari segi kuaitas
kita semua menyaksikan
SINERGI OKTOBER 2012