METODE BARU PRAKIRAAN SIKLUS
for predicting t h e next ones. The relationship between length of cycle a n d m a x i m u m amplitude is u s e d to predict the peak of a cycle. Prediction tests of several cycles indicate t h a t this new method is accurate enough in predicting cycle p a t t e r n a n d m a x i m u m amplitude several cycles a h e a d . The ability in predicting several cycles a h e a d may be the superiority of this method over t h e precursor method considered to be relatively the m o s t accurate nowadays.ABSTRAK
memanfaatkan ionosfer sebagai p e m a n t u l gelombang radio a t a u teknologi GPS periodisitasnya berbasis wavelet. Ada tiga versi yang telah dianalisis. Pertama, menggabungkan d e n g a n metode prekursor geomagnet yang d i k e m b a n g k a n Thompson (1993) u n t u k m e n e n t u k a n amplitude m a k s i m u m n y a . Kedua, analisis periodisitas d i p i s a h k a n u n t u k masing-masing hemisfer, k e m u d i a n disuperposisikan d a n d i g a b u n g dengan metode prekursor geomagnet. Ketiga, s e p e n u h n y a m e r u p a k a n metode b a r u b e r d a s a r k a n analisis periodisitas dengan
Observer (AAVSO, http://www.aavso.org). Evolusi periodisitas d i t u n j u k k a n
demikian dapat diperoleh metode prakiraan aktivitas matahari yang
sepenuhnya baru dengan analisis periodisitas yang dikembangkan.
3HASIL
3.1 Hasil Analisis Parameter Aktivitas Matahari
Periodisitias enam parameter aktivitas matahari yang dianalisis
ditunjukkan dengan kontur-kontur evolusinya. Ada beberapa sifat umum yang
tampak, antara lain munculnya periodisitas sekitar 11 tahun, tetapi dengan
sifat evolutif yang agak berbeda. Pada Gambar 3-1 ditunjukkan periodisitas
antara 1 - 8 0 tahun u n t u k bilangan sunspot, grup sunspot, faculae, dan U / P
ratio. Pada umumnya tampak adanya periodisitas sekitar 11 tahun, walaupun
pada U/P ratio dan solar index tampak kurang jelas. Periode jangka panjang,
sekitar 80 tahun, sekitar 25 tahun, dan sekitar 18 tahun juga muncul, tetapi
bukan merupakan sifat umum.
Evolusi periodisitas secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 3-2.
Tampak bahwa periodisitas sekitar 11 tahun tidak konstan, tetapi berevolusi.
Hal yang menarik dari penelitian ini, adalah adanya kemiripan sifat evolusi
periodisitas bilangan sunspot, grup sunspot, dan faculae. Pada U/P ratio
periodisitas sekitar 11 tahun tidak tampak jelas.
Karena ketersediaan data kejadian flare dan F10.7, kedua para meter
aktivitas matahari itu dibandingkan dengan bilangan sunspot, grup sunspot,
dan U/P ratio untuk rentang waktu 1965-1988. Secara umum, periodisitas
sekitar 11 tahun muncul pada ke lima parameter tersebut. Namun, evolusinya
menunjukkan kekhasan masing-masing. Bilangan sunspot, grup sunspot, dan
F10.7 menunjukkan periodisitas relatif konstan sekitar 11 tahun. Sedangkan
kejadian flare cenderung menurun dari 11.5 tahun ke 10,5 tahun dan U / P
ratio cenderung meningkat dari 12 tahun ke 13 tahun.
Terlihat bahwa ada kemiripan sifat periodisitas untuk fenomena di
fotosfer (bilangan sunspot, grup sunspot, dan faculae). F10.7 yang berasal dari
daerah sekitar sunspot dan korona bawah (Tapping dan DeTracey, 1990) juga
menunjukkan sifat yang mirip. Kejadian flare yang muncul dari daerah
kromsfer (di atas fotosfer) mempunyai sifat periodisistas yang berbeda.
Parameter lainnya yang berupa indeks, U/P ratio yang menggambarkan
perbadingan luas umbra dan penumbra sunspot, tampaknya tidak
menunjukkan periodisitas yang konstant. U / P ratio bahkan cenderung terus
meningkat periodisitasnya dari sekitar 9,5 tahun pada 1920 (Gambar 3-2d)
menjadi sekitar 13 tahun pada tahun 1980 (Gambar 3-3d).
1680 H O MO 1010 192 1030 1MO 1950 MO 0
Tahun
I B M 1SM 1M0 1010 1820 1030 1040 1950 1 M 0
Tahun
1880 1 M 0 1 M 0 1010 1020 1930 1040 1030 1M0
Tahun
1SS0 D M 1000 1010 1020 1030 1040 1950 10
Tahun
(a) (b)
1880 1900 1920 1940
TAHUN
1960 1880 1900 1920 1940 1960
TAHUN
1880 1900 1920 TAHUN
1940 1960 1880 1900 1920 1940 TAHUN
1960
TAHUN TAHUN
3 . 2 Metode Prakiraan dengan Prekursor Geomagnet
Metode ini m e m a n f a a t k a n k e m u d a h a n analisis periodisitas bilangan s u n s p o t m e n g g u n a k a n p e r a n g k a t l u n a k WWZ (Foster, 1996 d a n AAVSO, http://www.aavso.org). Langkah p e r t a m a adalah menganalisis periodisitas p a d a titik-titik m i n i m u m , fase naik, m a k s i m u m , fase t u r u n , d a n m i n i m u m ke d u a . Dari m a s i n g - m a s i n g titik diperoleh b e b e r a p a periodisitas (T) d a n amplitudenya (A), seperti contoh p a d a Tabel 3-1 u n t u k analisis siklus 22 y a n g akan d i g u n a k a n m e m p r a k i r a k a n siklus 2 3 .
Table 3 - 1 : CONTOH PERIODE DAN AMPLITUDE PADA TAHUN-TAHUN YANG TERTERA SELAMA SIKLUS 22
R e k o n s t r u k s i d i l a k u k a n d e n g a n ramus empirik y a n g dibedakan b e r d a s a r k a n titik y a n g dianalisis: titik ekstrem (maksimum a t a u minimum) dan titik p a d a fase n a i k a t a u t u r u n . R u m u s - r u m u s empirik tersebut d i t u n j u k k a n p a d a p e r s a m a a n 3 - 1 , 3-4. U n t u k titik m i n i m u m d a n m a k s i m u m d i g u n a k a n formulasi berikut:
Sj (t) = Sj A /2 + sign A /2 x Cos[(t - tOj)/Ti] (3-1) Keterangan:
Sj : k o m p o n e n ke j yang d i g u n a k a n p a d a r e k o n s t r u k s i d a n p r a k i r a a n ,
Sign: p l u s (+) u n t u k titik m a k s i m u m a t a u fase n a i k d a n m i n u s (-) u n t u k titik m i n i m u m a t a u fase t u r u n ,
tOj : t a h u n titik-titik y a n g dianalisis, misalnya 1986.8, 1988.3, 1989.5, 1993.12, d a n 1996.12 p a d a Tabel 3 - 1 .
Ti : periode ke i dari analisis WWZ p a d a toj.
Untuk titik pada fase naik atau turun digunakan formulasi berikut:
Sj (t) = Sj Ai /2 + sign Ai /2 x Sin[(t - tOj)/Ti] (3-2)
"
J a d i Rprakiraan = R ± 16.8% x R. Hasil r e k o n s t r u k s i u n t u k siklus 1 8 - 2 2 dan p r a k i r a a n u n t u k s a t u siklus b e r i k u t n y a (siklus 19 - 23) dibandingkan dengan d a t a pengamatan ditunjukkan p a d a Gambar 3-4. Secara u m u m , metode ini c u k u p b a i k d a l a m m e r e k o n s t r u k s i k a n siklus yang dianalisis d a n m e m p r a k i r a k a n siklus berikutnya.
3.3 Model Prakiraan dengan Pemisahan Hemisfer
Metode prakiraan dengan pemisahan hemisfer ini sama dengan metode
yang dijelaskan pada bagian 3.2, hanya dalam menganalisis periodisitasnya
dipisahkan berdasarkan hemisfernya. Kemudian hasil rekonstruksi dan
prakiraan belahan utara (Rn) dan belahan selatan (Rs) disuperposisikan untuk
mendapatkan bilangan sunspot total. Metode dengan pemisahan hemisfer ini
ternyata lebih baik daripada menggunakan analisis bilangan sunspot total.
Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3-5 untuk rekonstruksi siklus 21 dan
prakiraan siklus 22 dan 23. Prakiraan untuk lebih dari satu siklus ke depan
(siklus 23) dengan pemisahan hemisfer juga lebih baik daripada dengan
bilangan sunspot total. Namun, puncak siklus 23 masih menggunakan hasil
prakiraan perkursor geomagnet untuk siklus 22. Hal ini karena prakiraan
prekursor geomagnet hanya dapat dilakukan u n t u k satu siklus ke depan.
Gambar 3-5:Perbandingan hasil rekonstruksi siklus 21 dan prakiraan siklus
22 dan 23. (Gambar atas) Dari analisis bilangan sunspot total.
(Gambar bawah) Dari hasil analisis bilangan sunspot dengan
pemisahan hemisfer. Dari analisis pemisahan hemisfer menunjukan
hasil yang lebih baik dalam prakiraan siklus 22 dan 23
3.4 Prakiraan Amplitude Maksimum
Pada bagian 3.3 telah dibahas metode yang lebih akurat dengan
pemisahan data hemisfer, namun masih menggunakan prekursor geomagnet.
Untuk prakiraan lebih dari satu siklus, metode prekursor geomagnet
sebenarnya tidak bisa digunakan untuk prakiraan amplitude maksimumnya.
Metode kemudian dikembangkan dengan sepenuhnya memanfaatican analisis
perioditas dan hubungan panjang siklus dan amplitude maksimum
Analisis visual grafik variasi periodisitas dan amplitude maksimum
masing-masing siklus (puncak siklus) pada Gambar 3-6 menunjukkan adanya
hubungan berbanding terbalik antara panjang siklus (periode siklus) dan
amplitude maksimum. Pada saat panjang siklus atau periode bertambah,
amplitude maksimum atau puncak siklus cenderung menurun. Hubungan
empirik antara panjang siklus dan amplitude maksimum diperoleh sebagai
berikut (lihat juga Gambar 3-7).
m e i u u e ouiu riumiuun J I M U S (i numas ujamaiuaamf
Maka
SSNmax = 1 0A( 2 . 1 / log(Length_of_Cycle)) ± 3 0 %
(3-6)
Galat 3 0 % diperhitungkan dari r u m u s tersebut d a n d a t a s e b e n a r n y a u n t u k siklus 1 - 2 2 (Tabel 3-3). Dari p e r s a m a a n (3-6), amplitude m a k s i m u m
(SSNMBX) d i p r a k i r a k a n dari panjang siklus (Length_of_Cycle) yang d a p a t
d i t u r u n k a n dari pola siklus hasil analisis rekonstruksi periodisitas bilangan s u n s p o t .
1750
1800
1850 1900 19502000
Year
1 7 5 0 1800 1850 1900 1950 2 0 0 0
Year
Gambar 3-6: Variasi periodisitas bilangan s u n s p o t (panel at as) t a m p a k berbanding terbalik dengan variasi p u n c a k siklus aktivitas m a t a h a r i yang dinyatakan dalam bilangan s u n s p o t (SSN)
- > u i r;wi _ii-i p ( (J u n ^ u n i u i u I W I . «. n w . & J U K I *-\J\J^ . I_>L" <_» I
Gambar 3-7: Perkalian logaritmik antara amplitude maksimum bilangan
sunspot (SSNmax) dan panjang siklus (Lc) mendekati nilai
konstanta 2.1 dengan simpangan rata-rata 0.1.
Tabel 3-3: PROSENTASI SIMPANGAN PADA RUMUS (3-6)
4 PEMBAHASAN
Metode prakiraan aktivitas matahari yang kini dianggap paling akurat
dengan menggunakan prekursor geomagnet hanya dapat memprakirakan satu
siklus ke depan. Namun metode prekursor hanya dapat memprakirakan
amplitude maksimum siklus berikutnya, tanpa memberikan informasi waktu
mencapai maksimum tersebut dan pola siklusnya. Metode baru yang
dikembangkan pada makalah ini dari analisis periodisitasnya diarahkan
untuk mengatasi kelemahan metode prekursor tersebut. Metode baru ini
dapat memperkirakan beberapa siklus ke depan.
Analisis wavelet yang digunakan dalam metode ini memungkinkan
munculnya periodisitas yang berevolusi dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Metode analisis periodisitas berbasis wavelet dapat memprakirakan lebih dari
satu siklus ke depan dengan menganggap periodisitasnya belum berubah secara
signifikan. Hal ini yang membedakan dengan metode-metode sebelumnya
(misalnya yang berbasis analisis Fourier) yang menganggap periodenya tetap
sehingga diberlakukan untuk semua siklus. Metode ini dapat merekonstruksikan
dengan baik pola pada siklus yang dianalisis dari periode dominannya dan
menggunakan pola tersebut untuk memprakirakan beberapa siklus
berikutnya.
Pada Gambar 4-1 ditunjukkan hasil analisis periodisitas siklus 19
(1954-1964) digunakan u n t u k memprakirakan beberapa siklus berikutnya
dengan metode yang dikembangkan di makalah ini, tetapi belum menggunakan
pemilahan hemisferik karena tidak ada data sebelum 1975. Hasilnya
menunjukkan pola siklus (terutama saat puncak) dan besarnya amplitude
maksimum secara umum dapat diprakirakan dengan baik sampai empat
siklus berikutnya.
Akurasi prakiraan akan lebih baik bila dengan menggunakan data
bilangan sunspot yang dipilah berdasarkan hemisfernya. Hasil analisis
hemisferik bilangan sunspot yang memberikan hasil lebih baik, diduga karena
masing-masing hemisfer mempunyai pola siklus yang sedikit berbeda. Ketika
dianalisis secara total, sifat spesifik masing-masing hemisfer tidak tampak.
Tetapi dalam analisis hemisferik, masing-masing sifat periodistasnya
dimunculkan sehingga memberikan hasil prakiraan yang lebih akurat.
Gambar 4-2 menunjukkan perbandingan hasil prakiraan dengan
menggunakan gabungan analisis periodisitas dan metode prekursor (untuk
prakiraan puncak siklus 22, 1986 - 1996 dan siklus 23, 1996 - 2005) dan hasil
prakiraan yang sepenuhnya dengan metode baru yang dikembangkan pada
makalah ini. Terlihat bahwa metode yang dikembangkan menunjukkan
akurasi yang lebih baik dalam hal memprakirakan pola siklus (minimum dan
maksimum) dan puncak siklus untuk dua siklus berikutnya.
Gambar 4-2: Pada panel kiri prakiraan puncak siklus dengan metode
prekursor geomagnet dan pada panel kanan dengan metode
analisis periodisitas. Pola siklus pada keduanya menggunakan
analisis periodisitas karena tidak dapat diperoleh dari metode
prekursor. Garis tebal menujukkan data pengamatan. Garis tipis
menunjukkan hasil rekonstruksi siklus 21 (1976 - 1986) dan
prakiraan untuk siklus 22 dan 23 (1986 - 2005). Garis putus
menunjukkan rentang simpangan prakiraan
5 KESIMPULAN
Dari sekian banyak parameter aktivitas matahari, bilangan sunspot
menunjukkan periodisitas utamanya relatif konstan (sekitar 11 tahun)
sehingga sangat baik digunakan untuk prakiraan jangka panjang. Analisis
periodisitas suatu siklus dengan menggunakan fasilitas WWZ yang berbasis
wavelet telah digunakan untuk mendapatkan periode-periode dominan dan
suatu s i k l u s y a n g diprakirakan diperoleh dari h u b u n g a n empirik panjang siklus d a n amplitude m a k s i m u m yang j u g a b a r u dikembangkan p a d a m a k a l a h ini. Uji coba p r a k i r a a n dengan metode b a r u ini u n t u k beberapa siklus ke depan c u k u p a k u r a t . Peningkatan a k u r a s i d a p a t diperoleh dengan memilah data bilangan s u n s p o t b e r d a s a r k a n hemisfemya.
DAFTAR RUJ U KAN
DRAO, 2 0 0 5 . Flux 10.7 cm Data, National Research Council, C a n a d a (www.drao.nrc.ca/icarus/www/sol_home.shtml).
Foster, G. 1996. Wavelets for Period Analysis of Unevenly Sampled Time Series, Astronomical J o u r n a l , Vol. 112, p. 1709.
Hoyt, D. V., 1 9 8 5 . Solar Records: The Wolf Sunpot Index and Umbral/Penumbral
Ratio, CDIC (NDP-014).
Li K. J . , Yun H. S., a n d Gu X. M., A & A, Vol. 3 6 8 , 2 8 5 , 2 0 0 1 .
Lamb, H. H., 1972. Climate: Present, Past and Future, Vol. I (Table App. 1.1. "BAUR's Solar Index d a n Table App. 1.2. "Solar Faculae"), Methuen & Co. Ltd., London.
NAO (National Astronomical Observatory), 1995. Rika Nenpyo: Chronological
Scientific Tables 1996, Maruzen Co. Ltd. , Tokyo.
SIDC (Sunspot Index D a t a Center) 2 0 0 5 . Royal Obs. of Belgium, www.oma.be/KSB-ORB/SIDC/DATA/ m o n t h s s n . d a t .
Tapping, K.F. & DeTracey, B., 1990. The Origin of the 10.7 cm flux. Solar Physics, Vol. 127, him. 3 2 1 .
Temmer, M., Veonig, A., 8s Hanslmeier, A., 2 0 0 2 . Catalogue of Hemisphric
Sunspot Number RN and Rs- 1975 - 2000, Proc. 10th E u r o p e a n Solar
Physics Meeting -ESA SP-506), him. 855 (lihat j u g a : Astron. & Astrophys. 3 9 0 , him. 707).
Thompson R. J . , Solar Phys., Vol. 148, 3 8 3 , 1993.