• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAFTARAN DAN KOMERSIALISASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDAFTARAN DAN KOMERSIALISASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAFTARAN DAN KOMERSIALISASI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL DI INDONESIA

1

Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL2.

syafrinaldi40@yahoo.com

Abstrack

The filing of intelellctual property rights has now become serious problems in Indonesia while many intellectual property holders do not file application for obtaining their rights, such as patent, trademark, industrial design, etc. The few of dissemination activities made by government has become the classic factor for not filing the applications. Besides, the low standard of legal awareness of the society has contributed to be another important factor for that. The registration of IPR is closely related to the effort of commercialization of IPR which has to be done by the rights holders. Therefore the commercialization of IPR is regarded as important factor for enjoying the economic rights.

Key words: Intellectual Property Rights, Registration and Commercialization.

Pendahuluan

Era masyarakat Informasi ditandai dengan semakin maju pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Globalisasi merupakan konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Sebenarnya proses globalisasi itu berasal dari negara-negara barat (Eropa dan Amerika khususnya) yang kemudian ditularkan dengan menggunakan media information technology ke negara-negara lain di seluruh jagad raya melalui dunia perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterkaitan IT dan ilmu hukum semakin terintegrasi dan saling membutuhkan3.

Sebagai negara berkembang (developing country), Indonesia bersama dengan negara-negara yang termasuk kedalam kelompok negara-negara dunia ketiga tidak dapat menghindar dari globalisasi4. Arus masuk berupa ilmu pengetahuan dan teknologi ke Indonesia bukanlah merupakan sesuatu hal untuk dihindari, melainkan telah menjadi kebutuhan suatu bangsa untuk mencapai suatu kemajuan5dan perlu disikapi dengan arif dan bijaksana.

1Makalah Disampaikaan Pada Seminar HKI yang diselenggarakan oleh FH Universitas Pancabudi Medan

pada Hari Jumat, 16 Mei 2013.

2Guru Besar Dalam Bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau. 3Lihat Heru Supratomo,Hukum Dan Komputer, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 1 dan 76 dstnya.

4Selama ini negara berkembang masih menjadi obyek dari globalisasi yang dimainkan oleh

Negara-negara maju.

5Syafrinaldi, Hukum,Hak Milik Intelektual Dan Pembangunan, UIR Press, 2003, hal. 1 dstnya.; baca juga

(2)

Peran teknologi informasi dalam masyarakat komunikatif sekarang ini semakin memainkan peran penting6. Dalam banyak hal kehidupan manusia memperlihatkan ketergantungannya pada teknologi informasi, seperti berbagai mesin dalam dunia usaha dan industri yang siap menggantikan tenaga manusia, internet yang memiliki banyak keunggulan dalam berusaha telah menawarkan alternatif kepada pelaku usaha dan konsumen serta kemajuan lainnya. Semua kemajuan yang positif itu, tidak jarang pula memiliki dampak yang negatif, sehingga hal ini cenderung melahirkan modus-modus baru dalam kejahatan yang memerlukan kesiapan dan profesionalisme aparat hukum di lapangan7.

Pada peringatan hari Hak Kekayaan Dunia yang ke 13 pada tanggal 26 April 2013 lalu,

World Intellectual Property Organization (WIPO) mengusung Thema :Creativity : The Next Generation”. Tema tersebut di atas saya nilai sangat tepat, karena kreatifitas manusia menjadi faktor penentu dalam kemajuan suatu bangsa ke depan. Kreatifitas manusia di dalam bidang hak kekakayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, merek, perlindungan varietas tanaman, rahasia dagang, desian industri dan desain tata letak sirkuit terpadu merupakan karya intelektual yang tidak terhingga nilainya dari segi ekonomi. Oleh karena itu setiap kreatifitas karya intelektual tersebut perlu didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hukum8 dari negara, sehingga komersialisasinya akan dapat dinikmati pula oleh pencipta atau inventor. Tulisan singkat ini mencoba membahas dua aspek yaitu pendaftaran dan komersialisasi HKI yang kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain.

Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual

Secara garis besar HKI dibagi atas dua kelompok, yakni Hak Cipta dan Hak-Hak Terkait dan Kekayaan Industri. Di Indonesia9 terdapat tujuh UU yang mengatur mengenai Kekayaan Intelektual :

1. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 2. UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten 3. UU No. 15/2001 tentang Merek

4. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 5. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

6. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

7. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;

Ketujuh bidang tersebut di atas sesuai dengan ketentuan hukum internasional dalam bidang hukum internasional yang berlaku, yakni Paris Convention For The Protection of Industrial Property, 1883 dan Berne Convention For the Protection of Scientific, Literary and Artistic Works, 1886.

6Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin,Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2004, hal. 113

7Baca Ahmad M. Ramli,Cyber law Dan HAKI,Refika,Aditama, Bandung, 2004, hlm. 1 dstnya. 8Kecuali untuk hak cipta dan rahasisa dagang tidak perlu didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan

hukum.

9Bandingkan dengan Ruang lingkup IPR di india yang meliputi: the Biological Diversity Act, 2002, The

Copyright Act, 1957, The Designs Act, 2000, the Geographical Indications of Goods Act, 1999, The Patent

Act, 1970, the Protection of Plant Varieties and Farmers’ Rights Act, 2001, The Semiconductor Integrated

Circuits Layout-Designs act, 2000 and The Trademark Act, 1999; lihat Justice Yatindra Singh,Cyber Laws,

(3)

Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat yang ampuh untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful tool for economic development)10. Data menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat dibanggakan lagi. Kemerosotan prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir abad ke 2011. Data tersebut menunjukkan bahwa sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi, dengan menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negara-negara menjadi Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual manusia merupakan potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan kemajuan.

Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan pintu gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi tidak lahir dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya. Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya kreasi intelektual manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian menghasilkan invensi(invention).

Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial12yang besar jumlahnya, disamping juga hak moral13.

Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik local, nasional maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya masing-masing.

Pendaftaran HKI merupakan suatu keharusan, kecuali untuk hak cipta dan rahasia dagang. Hukum hanya memberikan perlindungan kepada karya intelektual yang sudah didaftarkan, seperti paten, merek, perlindungan varietas tanaman, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu. Prinsip ini dikenal dengan constitutive principle. Pasal 58 UU Paten menetapkan, bahwa paten mulai berlaku pada tanggal diberikan sertifikat paten dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan. Di dalam hal merek Pasal 28 UU Merek menegaskan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Di dalam Pasal 10 UU Desain Industri disebutkan bahwa Hak Desain Industri diberikan atas dasar permohonan. Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan (Pasal

10Lihat Syafrinaldi,Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Makalah disampaikan pada Penataran

Dosen-Dosen Kopertis Wilayah X di Padang pada tanggal 22 dan 23 Juni 2004 di Padang.

11Lihat National Knowledge Resources Matter, dalam Message of Director General of WIPO; lebih jauh lihat

www.wipo.int/about.wipo

12Hak ini disebut juga dengan economic rights atau immaterielles Recht, lihat Syafrinaldi, Der Schutz des

geistigen Eigentums in der Verfassung der Bundesrepublik Deutschland und der Rechtsordnung der Republik Indonesien(disertasi), 2000.

13Ng-Loy Wee loon,Law of Intellectual Property of Singapore, Sweet & Maxwell Asia, Singapore, 2008,

(4)

5 ayat (1) UU Desain Industri). Untuk desain tata letak sirkuit terpadu disebutkan, bahwa perlindungannya diberikan kepada pemegang hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun, atau sejak tanggal penerimaan14. Perlindungan tersebut berlaku untuk ujangka waktu 10 (sepuluh) tahun15.

Dalam kenyataannya, masalah pendaftaran karya intelektual di Indonesia menjadi masalah yang cukup serius, karena sangat kurangnya kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan karya intelektual yang telah dilahirkannya kendatipun pemerintah sudah berulangkali melakukan diseminasi berbagai peraturan perundanga-undangan di bidang HKI.

Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat merupakan rangkaian dari system hukum secara keseluruhan. Artinya, suatu ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh pemerintah agar supaya ketentuan hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut sudah harus dimulai pada saat rancangan undang-undang tersebut dibicarakan di parlemen.

Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta, paten, merek, perlindungan varietas tanaman (PVT), rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.

Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya alokasi dana untuk kegiatan diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka maupun untuk masyarakat luas.

Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di Indonesia dirasakan sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah para akademisi baik pada tingkat sekolah menengah umum maupun pendidikan tinggi masih banyak yang belum memahami hak kekayaan intelektual dengan baik. Padahal, kampus merupakan salah satu sumber yang sangat potensial dalam mencetuskan ide-ide suatu penelitian sebagai cikal bakal lahirnya invensi. Ini merupakan salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu teknologi baru yang termasuk dalam ruang lingkup paten.

II. Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual

Salah satu aspek penting dari karya intelektual adalah komersialisasi. Masalah komersialisasi karya intelektual menjadi salah satu faktor penentu dalam memberikan perlindungan hukum atas karya intelektual tersebut. Hal ini disebabkan karena nilai ekonomi(economic factor) yang terdapat pada karya intelektual harus dikomersialkan agar mendapat manfaat secara ekonomi bagi si pemegang hak.

Invention yang didapatkan oleh seseorang (inventor) tidak akan mungkin dapat dikomersialkan tanpa adanya pendaftaran untuk mendapatkan hak paten dari negara. Demikian juga dengan merek yang dimiliki oleh sesorang atas barang dan jasa tidak mungkin dilindungan oleh hukum, kecuali setelah didaftarkan sebagaimana diatur dalam

(5)

undang-undang Merek sebagaimana telah diuraikan di atas. Komersialisasi atas suatu karya intelektual yang tidak terdafta adalah sia-sia, karena tidak mempunyai alas dan kepastian hukum.

Komersialisasi HKI merupakan suatu hal yang diharuskan sebagaimana dapat dilihat dari pemahaman dari salah satu persyaratan paten, yaituapplicable in industry. Tujuan dari industrialisasi adalah memproduksi secara besar-besaran atas suatu karya intelektual, seperti dalam bidang teknologi informasi handphone. Perusahaan Nokia misalnya memproduksi setiap jenis HP dalam jutaan unit yang dijual di seluruh negara di dunia. Demikian juga dengan industri pesawat Boeing dan Airbus.

III. Penegakan Hukum (Law Enforcement)

Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga atau developing countries. Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal16. Apalagi potret intellectual property rights di negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan praktek penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.17

Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui dengan mudah di hamper setiap sudut kota di Indonesia.

Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia sangat lemah sekali. Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia dimasukkan ke dalam daftar “watchlist country”oleh Amerika Serikat.

Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket sebagai bangsa pembajak karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah dalam penegakan hokum dalam bidang hak kekayaan intelektual Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan Malaysia saja, Indonesia merupakan negara yang relatif kecil menerbitkan buku-buku dalam bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah penduduk Indonesia memiliki penduduk hampir tujuh kali banyak dari jumlah penduduk Malaysia.

IV. Hak Kekayaan Intelektual Di Negara-Negara ASEAN

Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain, seperti Eropa, dan Amerika, negara-negara ASEAN pada umumnya masih tertinggal dalam bidang hak kekayaan intelektual. Sejak disetujuinya Perjanjian mengenai Hak Kekayaan Intelektual oleh

negara-16 Disamping factor law enforcement masih terdapat factor-faktor lainnya, seperti domestic security and

political stability.

17 Lihat Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era

(6)

negara ASEAN pada tahun 1995 di Bangkok18, hingga tahun 2004 ini belum terlihat langkah maju yang konkrit yang ditunjukkan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual, kecuali beberapa Negara anggota secara sendiri-sendiri, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Hal ini sangat dapat dimengerti, karena kondisi ekonomi negara anggota ASEAN yang sangat berbeda satu sama lainnya.

Krisis ekonomi dan politik yang melanda beberapa negara ASEAN, sperti Indonesia, Malaysia dan Thailand pada tahun akhir tahun 1997 merupakan salah satu factor yang menyebabkan sulit terlaksananya isi perjanjian hak kekayaan intelektual tersebut. Indonesia saja misalnya, hingga kini krisis yang telah berlangsung sejak akhir 1997 tersebut semakin melilit kehidupan bangsa dan negara baik dalam bidang ekonomi dan moneter, politik, budaya dan moral.

Kerjasama ASEAN yang ditandatangani di Bangkok tanggal 15 Desember 1995 memiliki tujuan sebagai berikut19:

a. Untuk memperkuat kerjasama negara-negara anggota dalam bidang IPR melalui suatu pegangan yang kuat dan terbuka untuk tuntutan dan pertumbuhan perdagangan bebas regional dan global;

b. Untuk mendukung kerjasama yang erat dalam bidang hak kekayaan intelektual antar warga negara satu sama lainnya dalam wilayah ASEAN termasuk juga dalam bidang privat dan persekutuan;

c. Untuk mengusahakan format kerjasama yang sesuai dalam ikatan ASEAN yang dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan solidaritas dan mendorong inovasi teknologi serta pertukaran dan perluasan teknologi dalam kawasan ASEAN;

d. Untuk mengusahakan suatu kemungkinan diciptakannnya satu patent system di kawasan ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan paten secara regional dan internasional;

e. Untuk mengusahakan pendirian suatu system merek tunggal di kawasan ASEAN, termasuk juga satu kantor merek ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan merek secara regional dan internasional;

f. Untuk mempersiapkan dan membangun satu system dan standar perlindungan hak kekayaan intelektual bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang sesuai dengan ketentuan internasional.

Cita-cita negara-negara ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual yang telah dicetuskan sembilan tahun lalu hanya merupakan untaian kata-kata dan kalimat-kalimat yang kurang bermakna. Oleh karena itu, negara-negara anggota ASEAN perlu diberi semangat baru dalam menindaklanjuti kesepakatan 1995 tersebut untuk mewujudkan impiannya yang sudah terkubur.

V. Konklusi

Pendaftaran hak kekayaan intelektual sangat penting untuk dilakukan, karena tanpa pendaftaran perlindungan hukum tidak akan diberikan. Perlindungan hukum melalui pendaftaran ini dikenal dengan constitutive principle yang sudah dikenal luas oleh negara-negara internasional.

18Lihat Syafrinaldi,Kesepakatan ASEAN 1995 Dan Hak Milik Intelektual, Mahkamah, April 2003, hlm. 90

dstnya; lihat juga Ng-Loy Wee loon, Op.Cit., hlm. 31

(7)

Salah satu tujuan dari penciptaan karya intelektual oleh manusia adalah untuk mendapatkan nilai ekonomi yang terkadung di dalam karya intelektual tersebut. Untuk melahirkan nilai ekonomi tersebut perlu dilakukan upaya komersialisasi terhadap karya intelektual, sehingga keuntungan (profit) yang diharapkan oleh si pencipta atau inventor dapat dinikmatinya sebagai imbalan atas usaha keranya.

Perlu ditumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan setiap karya intelektualnya sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang. Dengan demikian usaha maksimal yang telah dilakukan oleh si pencipta tidak berakhir sia-sia. Kita mengharapkan ke depan akan semakin banyak merek-merek atas barang dan jasa yang dimiliki oleh masyrakat didaftarkan pada kantor Direktorat jenderak Hki Kementerian Hukum dan HAM RI.

Daftar Pustaka

Ahmad M. Ramli,

Cyber law Dan HAKI,Refika,Aditama, Bandung, 2004 Budi Agus Riswandi,

Hukum Cyberspace,Gita Nagari, Yogyakarta, 2006 Heru Supratomo,

Hukum Dan Komputer, Alumni, Bandung, 1996 Justice Yatindra Singh,

Cyber Laws,Fourth Edition, Universal Law Publishing, New Delhi, India Ng-Loy Wee loon,

Law of Intellectual Property of Singapore, Sweet & Maxwell Asia, Singapore, 2008

Syafrinaldi,

Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi,UIR Press, Pekanbaru, 2010.

---,

Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Makalah disampaikan pada Penataran Dosen-Dosen Kopertis Wilayah X di Padang pada tanggal 22 dan 23 Juni 2004 di Padang.

---,

Kesepakatan ASEAN 1995 Dan Hak Milik Intelektual,Mahkamah, April 2003,

Der Schutz des geistigen Eigentums in der Verfassung der Bundesrepublik Deutschland und der Rechtsordnung der Republik Indonesien(disertasi), 2000.

National Knowledge Resources Matter, dalam Message of Director General of WIPO; lebih jauh lihatwww.wipo.int/about.wipo

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang

Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri

Referensi

Dokumen terkait

Arief Rahman Priyo Hutomo. PENGRAJIN BATIK DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL: Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Batik Di Kampung Laweyan

Dalam pertumbuhan ekonomi ini HaKI memainkan peranan penting yaitu menghasilkan karya intelektual, baik invensi di bidang teknologi ,desain industri, merek dagang, karya

Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang

Kekayaan intelektual yang memungkinkan pada usaha kriya Perak antara lain: Merek, Paten, Desain Industri, Hak Cipta, dan Rahasia Dagang. Di dalam sub bab ini akan dijabarkan

Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau dengan sengaja mengungkap Rahasia Dagang, atau memperoleh

Salah satu ketentuan yang me- nyangkut perdagangan internasional dan hak kekayaan intelektual adalah di bidang rahasia dagang yang kemudian diatur dalam undang-undang Nomor 30

Untuk pemanfaatan nilai-nilai ekonomi ini secara optimal, seseorang pemegang hak salah satu kekayaan intelektual rahasia dagang, desain industri, paten seringkali tidak mungkin