• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamp"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamping bahasa

Indonesia

Setya Amrih Prasaja, S.S.1

1. Pendahuluan

Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 19282 sebagai bentuk awal pengakuan identitas nasional bangsa, yang salah satunya menyinggung tentang keberadaan bahasa, seperti tertulis dalam teks ikrar Sumpah Pemuda bait ketiga “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Sebelum menginjak lebih lanjut, dalam pendahuluan ini penulis mengajak untuk menilik kebelakang tentang sejarah bagaimana karakter bangsa ini. Indonesia yang dulu belum mempunyai satu identitas bersama, adalah merupakan suatu bangsa dengan gugusan pulau-pulau berpenghuni yang memiliki beraneka ragam budaya dan bahasa di masing-masing pulau atau sering disebut juga

nusântara3. Namun setelah mengalami terpaan badai kolonialisasi dan imperialisasi4

yang dilancarkan orang-orang Eropa maupun invansi Jepang5. Lambat laun Daerah-daerah mulai menggagas bentuk perjuangan bersama untuk melenyapkan tirani tersebut, setelah menyadari bahwa perjuangan yang bersifat kedaerahan tidak menghasilkan sebuah kebebasan dari cengkeraman tirani barat dan timur.

1

Alumnus Sastra Nusantara UGM.

2

Konsepsi tentang identitas nasional sebetulnya sudah mulai bermunculan pada dekade 1927 s.d. puncaknya pada 28 Oktober 1928. (Ricklefs, 1999).

3Nusântara

dari kata nusa yang berarti pulau dan antara jarak atau wilayah istilah ini juga bersinonim dengan dwipântara.

4

Masa ini dimulai dengan adanya ekspedisi Portugis dengan tujuan mencari rempah-rempah ke timur, yang kemudian pada bulan April 1511 Alfonso D`Albuquerque menaklukan Malaka. Langkah tersebut diikuti oleh armada Belanda, pada 1596 armada Belanda yang dipimpin Cornelis De Houtman tiba di pelabuhan Banten.ibid.

5

(2)

Hingga pada saat puncak revolusi bangsa ini tercapai, dengan diproklamasikannya 17 Agustus 1945 sebagai pengabhisekaan6 Indonesia sebagai sebuah identitas suatu bangsa, maka point dalam hasil konggres pemuda ke-2 yang melahirkan Sumpah Pemuda dijadikan acuan awal untuk menata bentuk, langkah, serta arah tujuan bangsa baru ini melangkah, Sehingga pemakaian bahasa Indonesia yang merupakan lingua franca semakin kuat dan membumi di dalam masyarakat Daerah. Hal ini diperkuat lagi melalui perangkat perundang-undangan pada pasal 36 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Dan dalam makalah yang singkat ini, penulis tidak menfokuskan pembicaraan pada perbandingan yang ada antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah, ataupun bahasa Daerah satu dengan yang lainnya, namun lebih terfokus pada relevansi atau keterkaitan serta hubungan timbal balik yang tercipta antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah yang ada. Sedangkan kandungan isi yang hendak dicapai adalah perlunya peninjauan kembali kebijakan nasional yang berkenaan dengan kebahasaan, sehingga akan tercapai titik keseimbangan antara kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara tetap terjaga7.

2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Seperti telah disinggung sedikit di atas, bahwa berawal dari hasil konggres pemuda ke-2 tahun 1928, yang menelurkan embrio bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka setelah proklamasi benar-benar tercapai status bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan semakin jelas dan diperkuat melalui legitimasi produk perundang-undangan. Adapun legalisasi tersebut termaktub dalam Pasal 36 UUD 19458 yang berbunyi “ Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Dan dalam pelaksanaannya bahasa Indonesia selain sebagai bahasa resmi negara juga merupakan

6

dari abhiseka yang berarti pentasbihan atau pendeklarasian. Zoetmulder, 1995.

7

Amran Halim dalam makalah Pemasyarakatan Bahasa dan Sastra Daerah pada Konferensi Bahasa Daerah 6 s.d. 8 November 2000 di Jakarta.

8

(3)

bahasa pendidikan, seperti yang juga termaktub dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989, pasal 41 yang menyatakan bahwa “Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.” Adapun kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi negara, dan sebagai bahasa persatuan. Dapat dirumuskan sebagai berikut ;

a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa lambang kebanggaan nasional, b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa lambang Identitas nasional,

c. Bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan Daerah satu dengan Daerah yang lain.

Kemudian dilihat dari kedudukannya sebagai bahasa persatuan maka bahasa Indonesia memiliki fungsi ;

a. Bahasa Indonesia sebagai sumber kebahasaan untuk menyokong kelangsungan hidup bahasa-bahasa Daerah dengan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.

b. Sebagai pengembangan IPTEK, sebagai acuan berpikir modern.

Penjelasan tentang hubungan timbal balik seperti apa akan penulis bahas lebih lanjut dalam pembahasan.

3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah

Seperti halnya bahasa Indonesia, bahasa-bahasa Daerah juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang tidak kalah pentingnya dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Menurut Hasan Alwi9 untuk mengetahui dan melihat kedudukan bahasa Daerah kita harus menggunakan dua sudut pandang. Pertama, bahasa Daerah sebagai sebagai sarana komunikasi bagi para penutur yang berasal dari kelompok

etnik yang sama. Kedua, bahasa Daerah dalam kaitannya dengan bahasa Indonesia. Dari point pertama maka fungsi bahasa Daerah memiliki lima fungsi, yaitu ;

a. Bahasa Daerah sebagai lambang kebanggaan Daerah.

9

(4)

b. Bahasa Daerah sebagai lambang identitas Daerah.

c. Bahasa Daerah sebagai alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat Daerah.

d. Bahasa Daerah sebagai sarana pendukung kebudayaan Daerah, dan e. Bahasa Daerah sebagai pendukung bahasa dan sastra Daerah.

Dan kalau dilihat dari sudut pandang kedua, yaitu dari segi hubungan antara bahasa Daerah dan bahasa Indonesia, maka ada empat fungsi yang diemban oleh bahasa Daerah yaitu ;

a. Bahasa Daerah sebagai pendukung bahasa nasional,

b. Bahasa Daerah sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar,

c. Bahasa Daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia,

d. Bahasa Daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia di dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Menurut catatan Grimes10. Indonesia memiliki 672 bahasa Daerah. Adapun keberadaan bahasa-bahasa Daerah tersebut dimungkinkan lama kelamaan akan menyusut atau punah satu demi satu. Oleh karena itu timbul satu pertanyaan apakah dari sekian banyak bahasa Daerah dengan adanya politisasi bahasa Indonesia memiliki potensi dan kekuatan untuk tetap exist (bertahan), dan ternyata tidak semua bahasa Daerah memiliki potensi yang sama, untuk mengetahui hal itu maka Krauss11 membagi bahasa-bahasa alami yang masih digunakan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri atas bahasa-bahasa yang tidak dikuasai dan, oleh karena itu, tidak dapat digunakan oleh generasi muda dari kelompok penutur bahasa yang bersangkutan (moribun). Kelompok kedua berhubungan dengan bahasa-bahasa yang terancam punah dalam arti bahwa satu atau generasi mendatang dari kelompok etnik

10

Hasan Alwi.ibid.

11

(5)

yang bersangkutan tidak akan lagi menguasai dan menggunakan bahasa-bahasa tersebut (endangered). Kelompok ketiga berkenaan dengan bahasa-bahasa yang tergolong aman dalam arti tidak terancam oleh kepunahannya (safe). Dari paparan di atas krauss mencoba memberikan wacana tentang proses ketahanan bahasa-bahasa Daerah untuk tetap exist (bertahan), selain ditentukan oleh jumlah penutur, kekuatan dan potensi bahasa Daerah juga ditentukan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu faktor budaya atau tradisi tulis, faktor pemakaian dalam bidang pendidikan, dan faktor peranannya sebagai sarana pendukung kebudayaan Daerah12. Menurut laporan Biro Pusat Statistik dari data sensus tahun 1990 terdapat 8 (delapan) bahasa yang penuturnya berjumlah 2.000.000 orang atau lebih. Yang menurut teori Krauss termasuk kategori aman (save). Adapun bahasa-bahasa tersebut bisa kita lihat pada tabel di bawah ini dengan urutan penutur terbanyak pada masing-masing bahasa :

NO BAHASA DAERAH JUMLAH PENUTUR

1 Bahasa Jawa 60.267.461 orang13

2 Bahasa Sunda 24.155.962 orang

3 Bahasa Madura 6.792.447 orang

4 Bahasa Minangkabau 3.527.726 orang

5 Bahasa Bugis 3.228.742 orang

6 Bahasa Batak 3.120.047 orang

7 Bahasa Banjar 2.755.337 orang

8 Bahasa Bali 2.589.256 orang

Sedangkan bahasa-bahasa Daerah yang tercatat memiliki tradisi tulis ada 10 (sepuluh) bahasa Daerah yaitu untuk bahasa-bahasa Bali, Jawa, Sunda, Bugis/Makasar, Karo, Mandailing, Lampung, Rejang, Toba, dan Kerinci.

12

Hasan Alwi, ibid.

13

(6)

Apabila kita mencoba untuk melakukan kajian ulang atau menyinggung tentang kebijakan nasional bahasa Indonesia, maka mau tidak mau kita juga harus memasuki wilayah politik kesatuan, yang mungkin masih terlalu dangkal hingga kita atau bangsa ini dalam penjabarannya menimbulkan banyak ketakutan-ketakutan yang belum jelas juntrungan-nya (paranoid). Kedangkalan dalam memahami konsep kesatuan dari persatuan, padahal konsep ini berakar pada seloka atau sesanti “Bhineka Tunggal Ika” yaitu Bhineka ; berbeda-beda, Tunggal ; satu, Ika ; itu yang terdapat pada Kitab Sutasoma. Naskah peninggalan Majapahit yang menggambarkan keadaan Kebhinekaan masyarakat Majapahit pada waktu itu, dimana peran kerajaan pada waktu itu memberikan kebebasan memeluk agama kepada rakyatnya, sehingga didirikan dua lembaga untuk mengaturnya yaitu Dharmâdhyaksa ring Kasogatan

untuk pemeluk Budha dan Dharmâdhyaksa ring Kasaiwan untuk yang beragama Hindu-Siwa.

(7)

pengekspresian serta pengaktualisasian sastra, bahasa serta budaya Daerah yang sebetulnya justru merupakan hulu serta hilir dari perkembangan sastra serta budaya Indonesia pada masa mendatang.

Dikatakan hulu, karena sastra, bahasa serta budaya Daerah merupakan sumber serta pendukung perkembangan sastra, bahasa serta budaya nasional kita. Sastra Daerah memperkaya wacana sastra Indonesia, bahasa Daerah memperkaya kosakata bahasa Indonesia sedangkan budaya Daerah menyokong budaya nasional yang kesemuanya itu membentuk sebuah kekarakteristikan serta kekhasan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Hal yang tidak akan di temui di belahan bumi manapun selain Indonesia. Sementara dikatakan hilir karena pada akhirnya kesemuanya itu akan bermuara pada satu tempat yang sama yaitu identitas Ke-Indonesiaan.

Masyarakat Indonesia termasuk ke dalam masyarakat multilingual, yang secara langsung juga merupakan konsekuensi dari adanya latar belakang budaya yang berbeda di tiap Daerah. Adapun multilingual itu sendiri mempunyai pengertian sebagai berikut ; pertama, penguasaan yang sama baik atas dua atau lebih bahasa14 ; kedua pemakaian dua bahasa secara bergantian15. Berdasarkan kedua batasan tersebut, kita dapat memahami bahwa dalam masyarakat Indonesia, selain mereka menguasai bahasa ibu (Daerah) masing-masing etnis, mereka juga menguasai bahasa Indonesia, atau mungkin bahasa Daerah di luar bahasa mereka, ditambah lagi dengan penguasaan bahasa asing. Dengan adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia termasuk ke dalam masyarakat bilingual, walaupun ada sebagian kecil yang

multilingual itulah, maka harus dipertimbangkan aspek-aspek pada kedudukan dan fungsi bahasa, baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa Daerah, seperti telah disinggung di atas. Sehingga pada nantinya, akan ditemukan sebuah rumusan baru sebagai akibat dari adanya lintas budaya, yang juga akan mempengaruhi perkembangan kedua bahasa tersebut ke depan. Perkembangan bahasa Indonesia cenderung ke arah IPTEK sebagai acuan berpikir modern. Sedangkan, perkembangan

14

Bloomfield, 1955

15

(8)

bahasa Daerah cenderung ke arah pengungkap budaya modern16. Dengan kata lain kedudukan bahasa-bahasa Daerah bisa lebih jelas.

Kemudian mari kita lihat, sejauh mana sebetulnya timbal balik yang terjadi, antara bahasa Indonesia dan bahasa Daerah. Kehadiran bahasa Indonesia sebagai kekuatan besar dalam menyatukan dan menjembatani arus informasi dan arus komunikasi bagi bangsa ini, memang tidak bisa kita pungkiri dan lupakan. Namun perlu juga kita ketahui, bahwa diangkatnya bahasa Indonesia ke permukaan, justru memunculkan sebuah gambaran, dimana sebetulnya Daerah-daerah mempunyai keinginan untuk bisa lebih leluasa berkomunikasi satu sama lain dengan mudah, tanpa mereka harus meninggalkan bahasa ibu mereka. Ini mungkin menarik karena dalam Sumpah Pemuda tidak disebutkan “Kami putra dan putri Indonesia

mengaku berbahasa satu bahasa Indonesia”. Namun “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Inilah sebetulnya yang harus menjadi patokan serta dasar, dari dan dengan adanya politik bahasa nasional. Pemikir dan pendiri Republik ini, sebetulnya paham akan pernyataan Sumpah Pemuda yang ketiga, dengan dicantumkan masalah kebahasaan pada pasal 36 UUD 1945 beserta penjelasannya. Bahwa bahasa Daerah diberi kesempatan untuk berkembang dan menjadi alat kebudayaan Daerah17.

Apalagi ketika roda penyelenggaraan Republik ini mengalami beberapa perubahan, yang tidak lain merupakan imbas dari globalisasi, maka sistem penyelenggaran Pemerintahan yang bersifat sentralistik atau terpusat, diubah ke arah

desentralisasi yang lebih bersifat kedaerahan namun masih dalam kerangka negara kesatuan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan Pemerintah di bidang bahasa dan sastra

16

T. Fatimah Djajasudarma dalam makalah Konsekuensi Linguistik bagi Masyarakat Multilingual Menyongsong Abad XXI:Studi Kasus ke Arah Masyarakat Global. Pada Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora III.

17

(9)

UU No.22 Th. 1999

Pemerintah Daerah Pemerintah pusat

Bahasa Daerah

Bahasa Indonesia

PP No. 25 Th. 2000

(10)

Keterangan :

: hubungan kordinasi birokrasi (hubungan langsung).

: hubungan timbal balik.

Pada bagan di atas dapat kita lihat bagaimana UU. No. 22 Th. 1999 ditambah dengan PP. No. 25 Th. 2000 yang mengatur kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam hal pembinaan bahasa. Keberadaan bahasa Daerah sebagai sarana komunikasi, pengungkapan dan pengembangan kebudayaan tradisional, serta memiliki fungsi strategis dalam pendidikan dan pembangunan karakter bangsa, sedangkan bahasa Nasional merupakan sarana pendukung tugas-tugas nasional, alat komunikasi nasional, wahana pemersatu bangsa, sarana pengembangan kebudayaan nasional dan IPTEK18 .

4. Pembelajaran Bahasa Daerah

Sedikit banyak di atas telah di bahas bagaimana posisi masing-masing yang dimiliki oleh bahasa Daerah yang pada poin empat ini dikhususkan pada bahasa Jawa dan bahasa Indonesia menempati kedudukannya dalam khazanah kebahasaan kita, maka alangkah bodohnya kita sebagai bangsa apabila sekian banyak kekayaan ragam bahasa yang kita miliki mengalami kepunahan serta jauh dari masyarakat penuturnya.

Patut disyukuri dengan bergulirnya otonomi daerah ini banyak daerah yang kembali melirik pembinaan bahasa daerahnya masing-masing dengan memasukkan pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal hingga level pendidikan menengah atas.

Ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam pembelajaran bahasa Daerah khususnya Jawa pada milenium ini, karena sekian lama pembelajaran bahasa Jawa seolah dijauhkan dan dianak tirikan dari masyarakat penuturnya sehingga

18

(11)

keberadaannya menjadi asing di mata masyarakat Jawa sendiri, apalagi keberadaan aksara Jawa jauh dari konsumsi dan jangkauan masyarakat. Berbeda kasus dengan akasara Bali, Bugis yang masih bertahan digunakan masyarakat pendukungnya sebagai sarana mengembangkan budaya daerahnya.

Banyak buku pelajaran bahasa Jawa jauh dari pemakaian aksara Jawa, padahal aksara Jawa seharusnya selalu dihadirkan setiap pembelajaran seperti halnya ketika kita belajar bahasa Arab, Mandarin, Korea serta Jepang yang tidak bisa lepas dari aksaranya masing-masing. Begitupun juga seharusnya bahasa Jawa dan aksara Jawa karena bahasa Jawa dan aksara Jawa tidak hanya dipelajari oleh masyarakat Jawa saja namun juga dipelajari banyak pelajar dan mahasiswa di Eropa, Australia bahkan di Amerika.

Dari buku yang membahas bahasa, sastra serta kebudayaan Jawa banyak ditulis oleh penulis asing ketimbang orang Jawa sendiri dan ironisnya buku mereka selalu dijadikan acuan oleh banyak sarjana di Indonesia ketika mereka ingin menyelami lebih dalam tentang bahasa, sastra dan kebudayaan Jawa.

Pembelajaran bahasa Jawa serta aksara Jawa seharusnya menjadi perhatian banyak pihak demi kelestarian bahasa, aksara serta kebudayaan Jawa mendatang.

5. PENUTUP

Dari uraian singkat di atas, setidaknya bisa disimpulkan sedikit tentang bagaimana seharusnya relasi atau kesinambungan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah yang ada. Bahasa Indonesia memiliki karakter serta ciri sendiri yang otonom daripada bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia tidak bisa lagi diidentikkan

(12)

Nasional kita bahasa Indonesia sesuai kedudukannya sebagai lambang kebanggaan Nasional dan Lambang Identitas Nasional.

Untuk lebih memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu diupayakan berbagai langkah yang terencana dan dilaksanakan sebaik-baiknya, antara lain sebagai berikut :

a. Melalui penanaman sikap positif terhadap bahasa Indonesia yaitu dengan menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yang sejajar dengan bahasa-bahasa nasional lain di dunia.

b. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

c. Menanamkan sikap bangga berbahasa Indonesia dalam pergaulan Nasional dan antar daerah.

Adapun untuk memantapkan kedudukan bahasa Daerah, juga harus di tempuh beberapa langkah antara lain :

a. Perlu adanya sistem ejaan bahasa Daerah yang sesuai dengan kaidah penulisan bahasa sesuai dengan kekhasan dan karakter masing-masing bahasa Daerah. Hal ini perlu untuk menjaga kemurnian tata eja bahasa Daerah bersangkutan yang tidak bisa disamaratakan dengan ejaan kaidah bahasa Indonesia, yang jelas sangat berbeda jauh.

b. Bahasa Daerah yang ada perlu disusun dengan memperbanyak serta memperbaiki kamus bahasa-bahasa Daerah dengan lebih baik dan teliti sehingga sesuai dengan kaidah keilmiahan.

c. Perguruan tinggi di daerah yang secara khusus dipercaya untuk membuka Program studi bahasa Daerah, perlu bersungguh-sungguh dalam melakukan perannya sebagai ujung tombak pembinaan bahasa dan sastra Daerah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Sehingga kedudukan bahasa dan sastra Daerah bisa sebanding dan sejajar dengan program bahasa dan sastra lain.

(13)

produk perundang-undangan Daerah. Dan melakukan kordinasi ke berbagai pihak dan instansi terkait.

(14)

PUSTAKA ACUAN

BIBLIOGRAFI Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia dan Daerah. Yayasan Idayu. Jakarta. C.V. Haji Masagung.

Biro Pusat Statistik.1990. Sensus Penduduk 1990. Jakarta.

Djajasudarma. T. Fatimah. 2000. “Konsekuensi Linguistik Bagi Masyarakat Multilingual Menyongsong Abad XXI; Studi Kasus ke Arah Masyarakat Global”. Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora III : 33-40. Dalam rangka Dies Natalis ke-50 Fakultas Sastra UGM. Hasan. Alwi. 2001. “Kebijakan Bahasa Daerah”. Dalam Hasan Alwi dan Abdul

Rozak Zaidan (Ed.). Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah : 38-47. Jakarta. Pusat Bahasa.

Halim. Amran. 2001. “Pemasyarakatan Bahasa dan Sastra Daerah”. Dalam Hasan Alwi dan Abdul Rozak Zaidan (Ed.). Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah : 50-53. Jakarta. Pusat Bahasa.

--- 1986. “Pembinaan Bahasa Indonesia”. Bulletin Widyaparwa No.26 : 1-7. Balai Penelitian Bahasa. Yogyakarta.

Pringgodigdo. A.K. 1981. Tiga Undang-Undang Dasar. P.T. Pembangunan. Jakarta. Ricklefs. M.C. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press.

Jogjakarta.

Samsuri. 1986. “Bahasa Indonesia Sebagai Wahana Kebudayaan Indonesia; suatu persepsi keilmubahasaan tentang kebudayaan di Indonesia”. Bulletin Widyaparwa No.26 : 8-17. Balai Penelitian Bahasa. Yogyakarta. Soedirdja, surjadi. 2001. “Peranan Bahasa Dan Sastra Daerah Dalam Pelaksanaan

Otonomi”. Dalam Hasan Alwi dan Abdul Rozak Zaidan (Ed.).

Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah : 1-14. Jakarta. Pusat Bahasa. Zoetmulder, P.J. 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Penerjemah Darusuprapta &

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan sistem ini, selain posisi setiap taksi akan terpantau melalui sebuah aplikasi GIS ( Geographic Information System ) berbasis web , sistem ini akan mampu

Assalamualaikum Wr. Salam Sejahtera Bagi Kita Semua. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah-Nya maka Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat 2020 dapat

merupakan perlakuan tertinggi pada setiap peubah yang diamati yakni pada pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering pucuk, berat kering akar, nisbah

Beberapa ahli dinamika nonlinier mengemukakan bahwa salah satu jenis bifurkasi yang terkenal adalah penggandaan perioda ( period doubling ), yakni suatu gerakan periodik

Pada kasus rangkaian dimana bentuk gelombang keluaran sama dengan gelombang masukan Tphl adalah waktu yang diukur dari level tegangan ini ketika falling input Wavefrom hingga

Bila di kemudian hari peserta melakukan pelanggaran atas persyaratan lomba yang disebutkan oleh panitia termasuk namun tidak terbatas pada memberikan informasi yang berbau

Jika yang diukur adalah sebuah gelombang dengan frekuensi 2500Hz, maka setiap sampel akan memuat data 1/4 dari sebuah gelombang penuh yang kemudian akan ditampilkan

KAWASAN KEDAH UTARA 1 5 KAWASAN KEDAH UTARA 2 7 KAWASAN KEDAH SELATAN 1 9 KAWASAN KEDAH SELATAN 2 11 KAWASAN PERAK UTARA 13 KAWASAN PERAK SELATAN 15 KAWASAN KUALA LUMPUR