• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW TERHADAP KETERAMPILAN HUBUNGAN ANTAR SISWA DAN KERJASAMA

KELOMPOK PADA SISWA SDN SUKODADI 2

ARTIKEL

Oleh

MUHYIDIN, S.Pd.,M.Pd.

NIP. 19640405 198803 1 019

PEMERINTAH KABUPATEN MAGALANG

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA

SEKOLAH DASAR NEGERI SUKODADI 2

UPT KECAMATAN BANDONGAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : MUHYIDIN, S.Pd.,M.Pd.

NIP : 19640405 198803 1 019

Lokasi Kerja : SD Negeri Sukodadi 2

Alamat Sekolah : Kalinongko, Sukodadi, Bandongan, Magelang, KP. 56151

Judul : “Pengaruh Model Pembelajaran Jigsaw Terhadap Keterampilan Hubungan Antar Siswa dan Kerjasama

Kelompok pada Siswa SDN Sukodadi 2

Artikel ini telah disetujui oleh Ka UPT Disdikpora Kecamatan Bandongan untuk dapat dipublikasikan di Perpustakaan SD Negeri Sukodadi 2 Kec, Bandongan.

Mengetahui,

Kepala UPT Disdikpora Kec. Bandongan,

Drs. SUMEDI

NIP. 19590604 198012 1 005

Bandongan, 24 Maret 2015 Pembimbing, Pengawas Pembina,

(3)

ABSTRAK

Muhyidin. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Jigsaw Terhadap Keterampilan Hubungan Antar Siswa dan Kerjasama Kelompok pada Siswa SDN pembelajaran kooperatif, yaitu model jigsaw, terhadap keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok pada siswa Fakultas Psikologi SDN Sukodadi 2.

Model penelitian yang dipilih adalah eksperimen dengan menggunakan rancangan satu grup pra test dan post test. Sebanyak 45 siswa kelas IV, V, dan VI pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 menjadi responden penelitian. Masing-masing kelas dibagi menjadi tiga kelompok diskusi siswa. Pada minggu terakhir sebelum dilaksanakan ujian tengah semester, mereka diukur keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompoknya dengan skala. Memasuki masa perkuliahan setelah ujian tengah semester, selama tujuh minggu (tujuh kali pertemuan), mereka diajar dengan model pembelajaran jigsaw mata pelajaran matematika. Pada akhir semester mereka diukur lagi keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompoknya dengan skala yang sama.

Perangkat skor keterampilan hubungan antar siswa dan kerja sama kelompok yang diperoleh responden sebelum dan setelah pembelajaran dibandingkan, dan diuji perbedaannya dengan paired samples t test. Hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran Jigsaw secara signifikan mampu meningkatkan keterampilan hubungan antar siswa siswa. Hasil analisis terhadap variabel kerjasama kelompok dengan membandingkan skor pre test dan post test menunjukan bahwa model pembelajaran Jigsaw secara sangat signifikan mampu meningkatkan keterampilan kerjasama kelompok siswa.

PENDAHULUAN

(4)

domain yang berbeda diperlukan model pembelajaran yang berbeda pula; metode diskusi kurang pas untuk mengembangkan domain psikomotorik, tapi akan menjadi pas kalau dipakai untuk mengembangkan domain kognitif. Model role play lebih cocok untuk mengembangkan domain afektif daripada domain kognitif.

Peneliti memperkenalkan dan selanjutnya mempraktikan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) sejak tahun 2012. Implementasinya di kelas IV, V, dan VI, masih variatif tergantung pada guru kelas. Berdasar pengamatan, beberapa guru secara bertahap berusaha mengubah cara pembelajarannya yang dipakai selama ini, menuju ke arah pembelajaran yang berpusat pada siswa, paling tidak hal ini tampak dalam hal pemberian kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk lebih berperan secara aktif dalam berbagai aktivitas belajar, misalnya diskusi kelompok, pemberian tugas, survei lapangan, dan presentasi-presentasi yang dilakukan oleh siswa.

Pembelajaran dengan pendekatan student centered memiliki banyak metode dan/atau model pembelajaran. Salah satu yang sudah nampak diterapkan oleh guru kelas V adalah model jigsaw, walaupun belum sepenuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji teori, yang menyebutkan bahwa model pembelajaran

jigsaw memiliki keunggulan dalam mengembangkan keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok pada siswa.

(5)

Kelompok biasanya diberi rewards sesuai dengan seberapa banyak setiap anggota kelompok telah belajar (Slavin, 1991).

Belajar kooperatif secara teoretik dipandang mampu mengembangkan bukan saja capaian akademik, tapi juga capaian non-akademik seperti hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok. Menurut Arends (2007) belajar kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting; yaitu prestasi akademik, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, serta pengembangan keterampilan sosial. Marning dan Lucking (1991) mengatakan bahwa belajar kooperatif selain memberikan kontribusi secara positif terhadap prestasi akademik, juga meningkatkan keterampilan sosial dan self-esteem siswa.

Salah satu bentuk belajar kooperatif adalah model jigsaw, yang dalam penelitian ini, akan diuji dampaknya terhadap keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok. Pada pembelajaran dengan model jigsaw, siswa belajar dalam kelompok yang anggotanya berkemampuan heterogin dan masing-masing siswa bertanggungjawab atas satu bagian dari materi (Arends, 2007). Topik pembelajaran ditentukan oleh guru, sedangkan tugas siswa adalah mempelajari dan mendiskusikan berbagai materi di kelompok ahli, selanjutnya saling berbagi (sharing) berbagai materi di kelompok asal.

Menurut Aronson (www.jigsaw.org), langkah-langkah pembelajaran model

(6)

kembali ke kelompok asal mereka; (8) Meminta masing-masing siswa untuk mempresentasikan materi bagiannya di kelompok asal. Guru mendorong anggota kelompok yang lain untuk mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk klarifikasi; (9) Guru mengobservasi proses diskusi dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Jika kelompok mengalami hambatan (misalnya ada yang mendominasi atau mengganggu) guru melakukan intervensi; (10) Di akhir sesi berikan kuis berkaitan materi sehingga siswa dengan segera dapat menyadari bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah aktivitas yang sia-sia.

Model jigsaw pertamakali dikenalkan pada guru-guru SD dan SMP pada akhir tahun 1970-an sebagai model pembelajaran yang dapat menghasilkan capaian akademik dan social-emotional (Resor, 2008; Steiner, Stromwall, Brzuzy, dan Gerdes, 1999). Pembelajaran dengan menggunakan model jigsaw

memberikan kesempatan pada siswa mengembangkan banyak kemampuan-kemampuan kerjasama yang dibutuhkan (Taylor, http://wikis.lib.ncsu.edu/index. php/Jigsaw)

Aronson, dkk (Marning dan Lucking, 1991) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa siswa yang diajar dengan model jigsaw menjadi lebih menyukai teman-temannya dalam satu kelompok belajar dibanding dengan kesukaan mereka terhadap teman-temannya satu kelas yang bukan anggota kelompok belajarnya. Dengan belajar kooperatif mereka saling menghargai dan saling peduli satu sama lain, sehingga mampu meningkatkan hubungan antar siswa di antara mereka.

(7)

Gillies dan Ashman (1998) meneliti perilaku dan interaksi sosial siswa saat belajar matapelajaran ilmu pengetahuan sosial. Sebanyak 212 siswa kelas 1 SD dan 184 siswa kelas 3 SD berpartisipasi dalam penelitian. Mereka dibagi menjadi kelompok-kelompok melalui stratified random assignment; setiap kelompok terdiri dari empat siswa, yang masing-masing kelompok beranggotakan satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan moderat, dan satu siswa berkemampuan rendah. Kelompok-kelompok tersebut secara acak dimasukkan dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen selama enam minggu belajar dalam kelompok kecil terstruktur, sedangkan kelompok kontrol selama periode waktu yang sama belajar dalam kelompok kecil tidak terstruktur. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa dalam kelompok kecil terstruktur secara konsiten lebih kooperatif dan lebih banyak memberi atau menerima bantuan dari anggota kelompoknya dibandingkan dengan siswa dalam kelompok kontrol.

Gillies (2003), meneliti siswa SMP yang belajar memecahkan problem, mengerjakan tugas-tugas dalam pelajaran matematika, ilmu alam dan bahasa inggris dalam kelompok kecil terstruktur dan tidak terstruktur. Sebanyak 220 siswa kelas 8 berpartisipasi dalam penelitian, yang dilaksanakan dalam 3 termin. Siswa bekerja dalam kelompok yang masing-masing terdiri dari empat siswa, laki-laki dan perempuan dengan kemampuan yang heterogin di dalam kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar dalam kelompok terstruktur lebih kooperatif dan lebih banyak saling memberikan bantuan antara yang satu dengan yang lain ketika belajar bersama dalam kelompok dibandingkan dengan siswa dalam kelompok yang tidak terstruktur. Selain itu, juga ditemukan bahwa siswa yang belajar dalam kelompok terstruktur memiliki persepsi yang kuat bahwa belajar dalam kelompok kecil sangat menyenangkan dan memungkinkan mereka memperoleh kesempatan untuk belajar bersama secara berkualitas.

(8)

meningkatkan kemampuan berfikir secara mendalam dan kemampuan melakukan analisis kritis. Seorang siswa mengatakan model jigsaw menyenangkan (fun) dan memberi pencerahan karena membawa pada hal-hal yang terang yang tak pernah terfikirkan.

Berdasar hasil-hasil penelitian tentang dampak model belajar kooperatif, khususnya model jigsaw seperti diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: Model jigsaw yang dipakai dalam pembelajaran Psikologi Pendidikan, mampu mengembangkan keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok pada siswa kelas IV, V, dan VI SDN Sukodadi 2. METODE

Subjek penelitian adalah 45 siswa kelas IV, V, dan VI SDN Sukodadi 2 pada semester genap Tahun pelajaran 2013/2014. Variabel dalam penelitian ini ada tiga, yaitu (1) model pembelajaran, yaitu model pembelajaran jigsaw (2) keterampilan (skills) hubungan antar siswa, yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, dan (3) kerjasama kelompok (working together), yaitu belajar bersama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu memahami materi pelajaran.

(9)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: Langkah pertama, mengukur keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok 45 responden sesaat sebelum mereka menempuh ujian tengah semester 2. Langkah kedua, pada pertemuan pertama setelah UTS, membagi 45 responden berdasar nomer urut daftar presensi menjadi 9 kelompok (selanjutnya disebut kelompok asal: kelas IV (kelompok A, B, dan C), kelas V (Kelompok D, E, dan F), kelas VI (Kelompok G, H, dan I), yang masing-masing terdiri dari 5 siswa. Langkah ketiga, masing-masing satu anggota dari ke-9 kelompok asal diberi tugas menjadi anggota kelompok ahli. Dua anggota dari masing-masing kelompok asal diberi materi perkalian secara klasikal untuk dipelajari selama satu minggu; dua anggota yang lain diberi materi pembagian untuk dipelajari selama satu minggu; satu anggota yang lain lagi diberi materi hitung campuran untuk dipelajari selama satu minggu; Jadi secara keseluruhan terdapat 9 kelompok ahli yang masing-masing kelompok ahli per kelas terdiri dari tiga kelompok ahli yang terdiri dua kelompok beranggotakan enam siswa dan satu kelompok beranggotakan 3 siswa. Selanjutnya, pada langkah keempat, masing-masing dari tiga kelompok ahli mendiskusikan materi yang sudah ditetapkan sebelumnya pada langkah ketiga. Langkah kelima, setelah selesai diskusi dalam kelompok ahli, masing-masing anggota kembali ke kelompok asal. Langkah keenam, secara bergantian masing-masing anggota kelompok ahli mempresentasikan materi bagiannya yang sudah mereka diskusikan di kelompok ahli, di kelompok asal. Langkah ketujuh, guru memberikan evaluasi dan masukan atas hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil diskusi dan sharing di antara mereka.

Prosedur pembelajaran seperti diuraikan di atas dilaksanakan selama tujuh kali pertemuan dengan materi yang berbeda. Pada hari terakhir pembelajaran 45 responden diukur lagi keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompoknya dengan skala yang sama.

(10)

jigsaw yang sudah mereka alami selama tujuh kali pertemuan. Tujuannya adalah untuk memperoleh data tambahan dalam rangka elaborasi kualitatif atas hasil analisis data kuantitatif.

HASIL

Perangkat skor dari kedua variabel yang diperoleh subjek sebelum dan setelah eksperimen dibandingkan dan diuji perbedaannya. Metode analisis data yang digunakan adalah paired samples t test. Hasil analisis terhadap variabel keterampilan hubungan antar siswa dengan membandingkan skor pre test dan post test, menunjukkan bahwa model pembelajaran jigsaw secara signifikan mampu meningkatkan keterampilan hubungan antar siswa. Hasil analisis terhadap variabel kerjasama kelompok dengan membandingkan skor pretes dan postes, menunjukkan bahwa model pembelajaran jigsaw secara sangat signifikan mampu meningkatkan kerjasama kelompok.

Selain temuan yang dikemukakan di atas, ditemukan juga hasil penilaian yang diberikan responden tentang keunggulan dan kelemahan penggunaan model pembelajaran jigsaw yang mereka rasakan setelah mengikuti pembelajaran dengan model tersebut selama tujuh kali pertemuan. Keunggulan model jigsaw menurut penilaian responden disajikan pada tabel 1.

Tabel 1: Keunggulan model pembelajaran jigsaw menurut responden

No Keuntungan Model Jigsaw berdasar persepsi siswa f % 1 Siswa tidak takut bertanya dan sharing dalam diskusi 11 24,44 2 Dapat memahami materi lebih cepat dan efektif 9 20,00

3 Siswa lebih aktif 6 13,33

4 Materi yang diperoleh lebih banyak 3 6,67

5 Kelompok presenter lebih menguasai topik yang

didiskusikan 3 6,67

6 Tidak membosankan 2 4,44

7 Meningkatkan motivasi 3 6,67

8 Materi lebih banyak yang diingat 2 4,44

9 Mampu memahami kelebihan dan kelemahan teman dalam

kelompok 2 4,44

10 Memiliki persepsi yang sama dalam satu kelompok 1 2,22 No Keuntungan Model Jigsaw berdasar persepsi siswa f %

11 Belajar secara mandiri 1 2,22

(11)

13 Meningkatkan kemampuan berfikir kritis 1 2,22 J u m l a h j a w a b a n 45 100

Kelemahan model jigsaw menurut penilaian responden setelah mereka mengikuti pembelajaran dengan model tersebut selama tujuh kali pertemuan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2: Kelemahan model pembelajaran jigsaw menurut responden

No Kelemahan Model Jigsaw berdasar persepsi siswa f %

1 Kurangnya pemahaman presenter dalam menyampaikan materi 9 20,00 2 Banyak waktu terbuang karena siswa ngobrol dalam diskusi 9 20,00

3 Tidak semua siswa aktif 5 11,11

4 Sering menimbulkan persepsi yang salah terhadap suatu teori 3 6,67 5 Jika seorang anggota kelompok tidak datang akan merugikan

seluruh anggota kelompok 3 6,67

6 Waktu kurang untuk diskusi 3 6,67

7 Mudah lupa karena terlalu banyak materi 2 4,44

8 Kurangnya penjelasan dari guru 3 6,67

9 Siswa kurang memperoleh penjelasan yang tuntas dari presenter 2 4,44 10 Materi yang disampaikan tidak mencakup seluruh materi yang

penting 2 4,44

11 Bosan 1 2,22

12 Perbedaan pendapat diantara siswa 1 2,22

13 Kurang menimbulkan rasa kompetisi 1 2,22

14 Tugas guru jadi lebih mudah 1 2,22

J u m l a h j a w a b a n 45 100 KESIMPULAN

Berdasar analisis data seperti diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan keterampilan hubungan antar siswa dan kerjasama kelompok pada siswa SDN Sukodadi 2. Hasil ini memperkuat teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu, bahwa model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan keterampilan sosial.

(12)

cepat (20,00%), dan (3) siswa lebih aktif dalam belajar (13,33%). Penilaian butir 1 dan butir 3 yang diberikan siswa menunjukkan bahwa dengan menggunakan model jigsaw dapat melibatkan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dibandingkan sebelumnya. Keaktifan dalam belajar, baik mental, emosi, dan sosial, akan membuat belajar menjadi lebih efektif dan bermakna daripada belajar secara pasif menerima informasi. Penilaian butir 2 menunjukkan bahwa dengan belajar bersama melalui diskusi dan saling sharing secara aktif dengan anggota kelompok, siswa lebih cepat dapat memahami materi yang sedang dipelajari. Ini merupakan proses yang masuk akal karena informasi atau konsep yang belum dipahami oleh seorang siswa, akan segera bisa memperoleh jawaban atau klarifikasi dalam diskusi kelompok; berbeda kalau siswa diceramahi dalam pembelajaran yang belum tentu ia mengajukan pertanyaan spontan atau bersikap kritis dalam menerima pelajaran.

Tiga kelemahan utama model jigsaw menurut penilaian siswa adalah: (1) presenter belum sepenuhnya memahami materi yang disampaikan (20,00%), (2) banyak siswa yang saling ngobrol ketika proses diskusi berlangsung (20,00%), dan (3) tidak semua siswa aktif (11,11%). Penilaian butir 1 yang diberikan siswa, menunjukkan bahwa siswa belum menyadari atau belum sepenuhnya siap menerima tanggungjawab, bahwa mereka semua pada materi tertentu akan berposisi sebagai tim ahli dalam kelompok asalnya, yang banyak diharapkan oleh teman satu kelompok asalnya untuk memberikan penjelasan yang lengkap tentang materi yang menjadi “keahliannya”. Kemungkinan lain adalah bahwa dalam diskusi kelompok ahli sebenarnya masih ada permasalahan-permasalahan atau konsep-konsep yang belum dipahami sepenuhnya, tetapi belum terklarifikasi. Penilaian butir 2 dan butir 3 yang diberikan siswa menunjukkan bahwa guru perlu meningkatkan monitoring ke setiap kelompok, baik kelompok ahli maupun kelompok asal, secara merata.

DAFTAR PUSTAKA

(13)

Chun-Yen Chang & Song-Ling Mao (1999). The Effects on Students’Cognitive Achievement When Using the Cooperative Learning Method in Earth Science Classroom. School Science and Mathematics, Volume 99. (Diakses dari Questia Media America. Inc. www.questia.com)

Gillies, R.M. & Ashman, A.F. (1998). Behavior and Interactions of Children in Cooperative Group in Lower and Middle Elementary Grades. Journal of Educational Psychology, Vol. 90, No. 4, pp.746-757.

Gillies, R.M. (2003). The Behaviors, Interactions, and Participations of Junior High School Students During Small-Group Learning. Journal of Educational Psychology, Vol. 95, No. 1, pp. 137-147.

Marning, M. L. & Lucking, R. (1991). The What, Why and How of Cooperative Learning. Social Studies, Volume 82. (Diakses dari Questia Media America. Inc. www.questia.com)

Resor, C. (2008). Encouraging Students to Read the Text: The Jigsaw Method. Teaching History: A Journal of Methods, Volume 33. (Diakses dari Questia Media America. Inc. www.questia.com)

Siregar, LYS. (2009). Pengaruh Metode Belajar Kooperatif Terhadap Efikasi Diri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Program Magister Psikologi Fakultas Psikologi UGM.

Slavin, R.E. (1991). Educational Psychology. Englewoods Cliffs, New Jersey: Prentice Hall International Limited.

Gambar

Tabel 1: Keunggulan model pembelajaran jigsaw menurut responden
Tabel 2: Kelemahan model pembelajaran jigsaw menurut responden

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan hal tersebut, penyiapan perumusan dan penyampaian analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang lingkungan hidup,

Hybrid DS/FH spread spectrum memiliki kehandalan yang sangat baik terhadap jamming yang berupa singletone jamming dan multitone jamming terbukti pada pengujian

[3.8] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalilnya Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-31; [3.9] Menimbang

Dapat peneliti paparkan bahwa pada penelitian ini, untuk memperoleh data mengenai profile pesantren yang meliputi sejarah, visi, misi, jumlah santri dan pengajar, jumlah

Solusi dalam mengatasi tantangan untuk pemenuhan standar proses pendidikan oleh kepala madrasah sebagai manajer di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bangka Belitung

Dari data tersebut maka peneliti berinisiatif untuk merancang software yang berfungsi untuk mendeteksi anak ADHD ( attention deficit and hyperactive disorder ) berbasis

Merujuk pada latar belakang, maka permasalahan utama yang diangkat pada penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap stress menjalani masa tahanan pada

[r]