• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Kebudayaan Jawa dalam Iklan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Kebudayaan Jawa dalam Iklan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Representasi Kebudayaan Jawa dalam Iklan Televisi

(

Analisis Semiotika atas Penggambaran Kebudayaan Jawa dalam

Iklan Televisi Kuku Bima Ener-G versi Jogjakarta

)

JURNAL SKRIPSI

Oleh:

IKHWANUL M OZON G A 0811220095

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

REPRESENTASI KEBUDAYAAN JAWA DALAM IKLAN TELEVISI (ANALISIS SEMIOTIKA ATAS PENGGAMBARAN KEBUDAYAAN JAWA DALAM IKLAN TELEVISI KUKU BIMA ENER-G VERSI YOGYAKARTA)

IKHWANUL M OZON G A 0811220095

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTASI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ILMU KOMUNIKASI

Abstract

Advertisement is one of the promotional media which is used by marketers either to introduce or sell their products. Marketers have many ways to make the advertisement interesting. One of the ways is by bringing cultures into the advertisement. Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version is one of the products which used culture in its advertisement. It mixes the pattern of energy drink products’ advertisements which are usually show masculinity, men, and muscle with a culture. Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version used Javanese culture in the advertisement. This research has a purpose to know the representation of Javanese culture in Yogyakarta used by Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version’s advertisement.

This research used qualitative approach with semiotic analysis method. Pierce’s semiotic method which is divided the indicator in to sign, object and interpretant is used by the researcher. Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version’s advertisement is used as the research object. The data collection technique is unit data analysis documentation that are some captures from the advertisement.

The result of this research shows that Yogyakarta’s culture is portrayed representing Javanese cultures widely in Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version’s advertisement. In a broad way, there are four theme put in this advertisement. They are (a) The harmony of modern and traditional life in Yogyakarta; (b) A confirmation about Yogyakarta Landmark as a local element; (c) Multiculturalism as the main point of Yogyakarta, and (d) Main commodity in Yogyakarta. In a further research, it’s found that the majority products show in the advertisement is from Yogyakarta. In other words, Yogyakarta is portrayed as the center of Javanese cultures.

Keyword: Advertising, Kuku Bima Ener-G Yogyakarta version, Java culture.

Pendahuluan

Budaya lokal seringkali dilirik oleh produsen untuk dimasukkan ke dalam sebuah iklan produk yang dimiliki, terutama di Indonesia. Beberapa contoh yang sudah ada

(3)

menggandeng dalang terkenal Ki Manteb Sudarsono dengan tagline “Pancen Oye” yang telah dimulai sejak tahun 1996 hingga saat ini. Satu lagi contoh dari Djarum 76 yang populer mulai tahun 2000 an hingga saat ini oleh sesosok Jin dan terkenal dengan “Wani Piro”. Penayangan iklan yang berulang-ulang membuat masyarakat akan mengingat tagline tersebut ditambah dengan penggunaan bahasa daerah bisa dimaksudkan untuk mendekatkan merek tersebut dengan keseharian masyarakat (Shimp, 2003, h.168). Tagline tersebut akhirnya tetap melekat pada sebuah brand, meskipun pada kasus Antangin JRG pelawak Basuki sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Masyarakat tetap mengingat bahwa Antangin JRG selalu diidentikkan dengan wes-ewes-ews bablas angin e versi almarhum Basuki. Penjelasan tersebut adalah salah satu contoh pengggunaan salah satu unsur budaya lokal, yakni bahasa kedalam TVC (Television Commercial). Bahasa lokal digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan kepada audiens.

Langkah yang hampir sama ditempuh oleh Kuku Bima Ener-G yang mencoba mengangkat budaya lokal dalam iklannya untuk audiens di Indonesia. Iklan dengan tema konten lokal dimaksudkan untuk mendekatkan brand dengan keseharian masyarakat (Iskandar, 2010). Kuku Bima Ener-G sudah membuat iklan dengan berbagai versi yang mengangkat budaya lokal, sebelumnya maupun produk minuman berenergi yang lain dimana mengangkat brand ambassador yang diidentikkan dengan otot serta kelaki-lakian. Mbah Marijan adalah mantan juru kunci Gunung Merapi yang wafat disaat Gunung Merapi meletus. Beliau dianggap mewakili nilai tanggung jawab, integritas, serta loyalitas dalam menjalani pekerjaannya. Melalui sosok Mbah Marijan Kuku Bima Ener-G mencoba untuk menyisipkan nilai-nilai diatas, yang berbeda dengan versi laki-laki yang berotot dan kuat secara fisik. Mbah Marijan juga diperkenalkan oleh Kuku Bima Ener-G melalui tagline “Rosa”. “Rosa” dalam bahasa Jawa berarti kuat. Kata ini seakan menegaskan posisi Kuku Bima Ener-G sebagai minuman berenergi melalui konteks budaya lokal.

(4)

berenergi di Indonesia. KukuBima Ener-G berada di posisi ketiga dibawah Kratingdaeng dengan menguasai 21,7%.

Mayoritas dari hasil observasi peneliti terhadap teks yang ada di televisi nasional menunjukkan adanya variasi iklan, tetapi masih dalam konteks laki-laki maskulin. Sebuah penelitian yang berjudul “Hegemoni Maskulinitas dalam Minuman Berenergi” dilakukan oleh I Nyoman Winata (2012) dari Undip Semarang juga menegaskan maskulinitas masih mendominasi produk minuman benergi. Penegasan maskulinitas tersebut terlihat dari sosok pria macho, berotot, serta berkeringat yang juga di dukung oleh musik yang mengiringinya. Wanita sebenarnya sudah dilibatkan dalam iklan ini, namun perannya hanya sebagai pembantu dari laki-laki. Hal ini terlihat dari keluarnya sosok wanita ketika membagi-bagikan helm, namun diartikan hanya membantu laki-laki sebagai aktor utama dalam iklan ini. Penggunaan tagline “Laki!” seakan menguatkan maskulinitas yang sebelumnya sudah melekat di produk ini melalui ikon kepalan tangan yang ada di setiap produknya.

Yogyakarta sudah berulangkali dijadikan konten iklan komersial seperti iklan Citilink Indonesia yang mengambil gambar di candi Prambanan. Iklan ini menceritakan tentang keanekaragaman kebudayaan yang ada di Indonesia. Salah satu yang diangkat dalam iklan ini yaitu Yogyakarta melalui candi Prambanan. Karena menceritakan tentang keanekaragaman kebudayaan yang ada di Indonesia, maka iklan ini

hanya menyinggung sedikit mengenai Yogyakarta.

Selain berfungsi mempromosikan produknya, iklan juga bisa mengkomunikasikan brand dari sebuah produk. Brand adalah sesuatu yang dikomunikasikan kepada khalayak dengan harapan khalayak tersebut mengerti tentang positioning dari merk yang dikomunikasikan. Brand menurut AMA (American Marketing Association) adalah segala hal yang menempel pada sebuah merk untuk membedakan merk satu dengan yang lain (Kotler & Keller, 2008, h. 258). Brand perlu dikomunikasikan agar konsep yang dibuat dapat dimengerti oleh khalayak, salah satu cara dalam mengkomunikasikan sebuah brand adalah melalui iklan. Sebuah iklan bentuk teks, dimana ilmu yang bisa membedah teks salah satunya adalah semiotika. Semiotika adalah salah peristiwa serta seluruh kebudayaan sebagai tanda yang saling berkaitan. Semiotika berfokus pada cara kerja komunikasi pada sistem bahasa dan budaya. Lebih khususnya lagi pada hubungan struktural dari sistem semiotika, budaya dan realitas (Fiske, 2007, h.187).

(5)

(dalam Fiske 2004) yang mengemukakan teori segitiga makna dimana terdiri dari tiga elemen utama, yaitu tanda (sign), objek, serta interpretant. Pierce beranggapan bahwa sebuah tanda memiliki representasi tertentu jika ditujukan kepada khalayak tertentu, serta memiliki arti tersendiri (Danesi, 2010, h.36). Tanda bisa digunakan untuk merepresentasikan objek yang dirujuk. Tanda bisa memiliki makna yang berbeda ketika berhadapan dengan konteks yang berbeda pula.

Semiotika juga memandang

bahwa tanda dapat

merepresentasikan objek diluar tanda itu sendiri. Representasi tersebut diperoleh dari persepsi dan perasaan manusia (Littlejohn & Foss, 2012, h.45). Representasi juga bisa dimaknai dengan semiosis tidak terbatas dimana manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa dilepaskan dari latar belakangnya yang beragam, baik itu suku, agama, ras, maupun bahasa mampu mengartikan sebuah tanda secara terus menerus, tergantung dari budaya yang melingkupinya. Persepsi dan perasaan manusia dalam memahami tanda juga tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial budaya yang ada. Representasi secara garis besar berarti pengkontruksian dunia serta di presentasikan secara sosial khalayak (Barker, 2011, h.9). Proses dari konstruksi ditelaah dari realitas yang ada, sedangkan proses presentasi melalui pemaknaan dari realitas tersebut.

Masyarakat Jawa akrab dengan budaya agraris dan mengalami banyak pergantian kekuasaan, dimulai pada abad ke-9 saat kerajaan

Hindu Kuno berkuasa hingga pada berkembangnya pengaruh Islam (Koentjaraningrat, 2005, h.195). Melihat sejarah panjang akan peradaban yang pernah berkuasa disana, maka masyarakat Jawa bisa disebut memiliki rasa toleransi yang tinggi. Orang Jawa dikenal dengan keramahan, keterbukaan,serta keharmonisan dengan budaya sekitarnya. Unsur budaya yang ditonjolkan media di Indonesia mengenai Jawa sudah banyak dan bahkan menjadi wajar apabila Indonesia hanya dilihat melalui Jawa saja.

Berdasarkan paparan diatas, maka penulis mengambil judul “Representasi Kebudayaan Jawa dalam Iklan KukuBima Ener-G Versi Yogyakarta”. Penulis melakukan analisis semiotika menurut Charles Sanders Pierce terhadap iklan KukuBima Ener-G versi Yogyakarta untuk melihat penggambaran Yogyakarta dengan budaya Jawanya setelah melihat iklan tersebut.

Metode Penelitian

(6)

berkaitan dengan Yogyakarta dan budaya Jawa.

Semiotika adalah suatu metode analisis untuk mengkaji tentang tanda. Penelitian semiotika berfokus pada bagaimana tanda tersebut mampu dikonstruksi melalui sistem, konvensi, serta aturan yang membuat tanda mempunyai arti. Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda baik itu berupa teks, iklan, maupun berita (Kriyantono, 2008, h.264). Peneliti menggunakan metode semiotika pemikiran Charles Sanders Pierce. Pierce mengemukakan bahwa tanda bisa dibagi menjadi tanda, objek serta interpretant.

Analisis semiotika bersifat subjektif, dimana peneliti dianggap memahami pemikiran dari subjek yang hendak diteliti (Kriyantono 2008, h.267). Oleh karena itu peneliti harus menyertakan konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini seperti teori-teori yang berhubungan serta konteks sosiobudaya yang ada untuk menjelaskan argumen serta interpretasinya. Teori-teori yang peneliti sertakan dianggap mampu untuk menjelaskan setiap tanda yang berkaitan dengan Yogyakarta dan budaya Jawa di dalam iklan KukuBima Ener-G versi Yogyakarta.

Pembahasan

Iklan Kuku Bima Ener-G menggambarkan bahwa Yogyakarta adalah pusat dari budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah. Penggambaran ini terlihat dari Yogyakarta mengambil ikon-ikon

yang sebenarnya secara geografis masuk ke dalam wilayah Jawa Tengah. Ikon-ikon tersebut adalah candi Prambanan serta candi Borobudur. Daerah-daerah yang masih menganut primordialisme merelakan ikon-ikon yang sebenarnya secara geografis berada di daerahnya untuk diambil oleh DIY sebagai ikonnya yang baru. Hal ini untuk menegaskan bahwa secara budaya, Jawa Tengah bagian selatan khususnya terpengaruh oleh budaya Jawa yang berpusat di Yogyakarta.

Iklan Kuku Bima Ener-G versi Yogyakarta menggambarkan budaya Jawa yang ada di Yogyakarta. Penggambaran ini terlihat dari empat tema besar yang terdapat di iklan ini, yakni: (a) Penggambaran terhadap keseimbangan modern dan tradisional di Yogyakarta; (b) Penegasan terhadap landmark yang ada di Yogyakarta; (c) tradisional di Yogyakarta terlihat dengan kolaborasi yang harmonis antara kebudayaan tradisional dan modern. Kolaborasi yang digambarkan dalam iklan ini yakni kolaborasi dalam hal musik yang memadukan unsur tradisional dan modern. Yogyakarta juga digambarkan terbuka terhadap street culture seperti break dance, capoeira, serta mural yang mampu diterima oleh masyarakat Yogyakarta.

(7)

Yogyakarta digambarkan sebagai pusat dari kebudayaan Jawa melalui landmark-landmark yang sebenarnya di luar provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti candi Borobudur dan candi Prambanan. Pernyataan

Multikulturalisme sebagai nilai utama Yogyakarta terlihat dari keragaman masyarakat, percampuran budaya, serta multikulturalime yang dikaitkan dengan intelektualitas yang ada di Yogyakarta. Yogyakarta didominasi oleh suku Jawa, namun dominasi suku tertentu tidak membuat menutup diri akan budaya lainnya. Dalam iklan ini digambarkan terdapat percampuran budaya Jawa dengan Bali yang ditunjukkan dengan adanya tarian Bali yang dipertunjukkan oleh Didik Ninik Thowok di kawasan candi Sewu. Yogyakarta dikenal dengan sebutan kota pelajar karena terdapat banyak universitas negeri maupun swasta. Banyaknya universitas tersebut tidak menutup kemungkinan adanya mahasiswa yang berasal dari Yogyakarta untuk menuntut ilmu di daerah ini. Dalam iklan ini multikuturalisme dan intelektualitas digambarkan melalui suasana belajar mengajar yang berjalan kondusif meskipun melibatkan beragam suku dan budaya dalam prosesnya.

Komoditas utama Yogyakarta diperlihatkan dengan menonjolkan kerajinan perak dan batik yang ada. Kerajinan perak memang menjadi komoditas utama yang diperjualbelikan dan berpusat di Kota

Gede dan menjadi salah satu tujuan wisatawan yang berkunjung. Batik tidak diperlihatkan sebagai sesuatu yang diperjualbelikan, namun lebih kepada sebuah artefak budaya Jawa. Dalam iklan Kuku Bima Ener-G versi Yogyakarta digambarkan bahwa batik masih berusaha untuk terus dilestarikan dengan membuka orang diluar budaya Jawa untuk turut mempelajari dan akhirnya melestarikan batik sebagai salah satu artefak budaya Jawa.

Kesimpulan

(8)

utama Yogyakarta; (d) Komoditas utama Yogyakarta. Keempat tema tersebut menegaskan bahwa Yogyakarta sebagai pusat dari kebudayaan Jawa.

Yogyakarta melalui iklan ini digambarkan sebagai pusat dari kebudayaan Jawa, yang ditonjolkan dengan penyertaan beberapa landmark yang secara geografis termasuk kedalam wilayah Jawa Tengah yang ada di iklan ini, seperti candi Borobudur, candi Prambanan. Komoditas yang ditonjolkan dalam iklan ini yaitu perak dan batik. Yogyakarta memang memiliki sentra kerajinan perak yang terdapat di kota gede, namun untuk batik Yogyakarta bukan menjadi sentranya karena kota batik di Pekalongan. Batik di dalam iklan ini diperlihatkan sebagai sesuatu yang dilestraikan eksistensinya. Hal ini sekali lagi merupakan penegasan dari Yogyakarta sebagai pusat dari kebudayaan Jawa.

Saran

1. Lokalitas merupakan unsur penting penggambaran kedekatan antara audiens dan pengiklan produk, tetapi sangat disayangkan ketika pengiklan

menggeneralisasikan wilayah meskipun terdapat budaya yang sama. Karena Jawa tidak hanya Yogyakarta saja, masih banyak daerah yang memiliki daya tarik untuk diangkat menjadi konten iklan.

2. Pihak pengiklan hendaknya tidak hanya menjadikan unsur budaya sebagai konten dalam iklannya, namun juga

membantu masyarakat yang terlibat di budaya tersebut untuk melestarikannya.

Daftar Pustaka

Ahmad, M. (2001). Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Kartun . Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , 127.

Anugraheni, E. (2012, Juli 30). Sidomuncul Iklankan Pariwisata Yogya. Tribun Jogja. Diakses dari

http://www.tribun-jogja.com.

/sidomuncul-iklankan-pariwisata-yogya

Badan Perancanaan Pembangunan Daerah DIY. (2009). Database

Profil Daerah DIY.

Yogyakarta: Bapeda DIY.

Badan Pusat Statistik. (2012).

Jumlah Kedatangan

Wisatawan Mancanegara ke Indonesia menurut pintu masuk. Jakarta: BPS.

Barker, C. (2011). Cultural Studies: Teori dan Praktek. (Penerjemah: Nurhadi) Bantul: Kreasi Wacana.

Burton, G. (2008). Yang Tersembunyi di Balik Media. Jogjakarta: Jalasutra.

Danesi, M. (2010). Pengantar Memahami Semiotika Media. Jogjakarta: Jalasutra.

(9)

Diakses dari http://journal.uin-suka.ac.id/media/artikel/SR1207 01-43-46-1-PB.pdf (24 Februari 2015; 23:17)

Fiske, J. (2007). Cultural and Communication Studies. Jogjakarta: Jalasutra.

Hall,S. (1997). Representation: Cultural Representasion and Signifying Practices. London: Sage Publications.

Iskandar, M. S. (2010, Februari 1). Akulturasi Budaya dalam Iklan Pertelevisian. Jurnal Visualita DKV Universitas Komputer Indonesia , hal. 2.

Jefkins, F. (1997). Periklanan. (Penerjemah: Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.

KBBI online. Kbbi.web.id/budaya diakses tanggal 7 November 2014 18:30.

Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.

Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid 2 Edisi 12. Jakarta: Erlangga.

Kotler, P. & Keller, K. L. (2008). Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 13, Jakarta: Erlangga.

Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat; Indonesia Marketing Association. (2008). Kraton

Jogja - The History and Cultural Heritage. Jakarta: Jayakarta Agung.

Kriyantono, R. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Littlejohn, S., & Foss, K. (2012). Teori Komunikasi; Theories of Human Communication. (Penerjemah: M. Y. Hamdan) Jakarta: Salemba Humanika.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kulaitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Shimp, T. A. (2003). Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu (5 ed., Vol. 1). (Penerjemah: N. Mahanani, Penyunting., R. Sahrial, & D. Anikasari.) Jakarta: Erlangga.

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sutherland, M., & Sylvester, A. K. (2000). Advertising and the Mind of the Customer. Jakarta: PPM.

Suryadi, D., (2011), Merek-merek terbaik dan istimewa, Jakarta: SWA Sembada Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan sampel berdasarkan purposive sampling dengan kriteria mahasiswa yang sudah atau sedang menempuh mata kuliah Pemeriksaan Akuntan (Auditing) II pada periode

Harga (ribuan Rp) Keterangan Ukuran/ CC Bahan Tahun Pem- belian Jumlah

PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN BERSAMA KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Periode: Reguler LXI Semester Genap Tahun Akademik 2017.. Unit/Kelompok

Menurut Sartono (2010:123) “ Return on Investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan “Return on Total Assets” merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara

Cara hidup seperti di atas, yang terdapat dalam proses ritual Tulude menurut penulis ketika berdiri pada identitas sebagai bangsa Indonesia, maka di

yang digunakan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk Estimator Biaya Jembatan (Cost Estimator of Bridge) pada pekerjaan sub Bidang

• Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, awalnya sekira jam 07.00 Wib saksi EDI NUGRAHA BIN DIDI RUYADI masuk ke dalam rumahnya, yang sebelumnya saksi

Analisis sensitivitas pada kedua skenario usaha dilakukan terhadap penurunan penjualan sebesar 36,57 persen dan kenaikan harga bahan baku (susu segar) sebesar 12,5