• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu hukum sangat

dijunjung tinggi di Indonesia. Sebagai negara hukum sebagaimana yang

diamanatkan dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 menghendaki agar segala jenis tindak kehidupan berbangsa dan

bernegara harus memiliki legal basic atau dasar hukum yang jelas untuk

menjamin adanya perlindungan dan kepastian hukum.1 Salah satu masalah

besar yang dihadapi pada saat ini adalah dibidang hukum. Hal ini merupakan

fenomena kehidupan masyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari ruang dan

waktu. Kejahatan bukanlah merupakan masalah baru di Indonesia, meskipun

tempat dan waktunya berbeda tetapi modus operandinya dinilai sama.

Semakin lama kejahatan di kota-kota besar semakin meningkat baik dari

subjek hukum itu sendiri maupun dari obyek hukumnya yang merambah

hingga di kota-kota kecil. Seiring dengan perkembangan zaman, tindak

kejahatan juga semakin berkembang di berbagai sektor hukum.

Perkembangan kejahatan sebagaimana telah dikemukakan diatas

sudah tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang begitu

cepat. Namun demikian, globalisasi ini tentu saja di samping menimbulkan

manfaat bagi kehidupan manusia sudah tentu harus diwaspadai efek

(2)

2

sampingnya yang bersifat negatif, yaitu adanya “globalisasi kejahatan” dan

meningkatnya kuantitas (modus operandi) serta kualitas tindak pidana di

berbagai negara dan antar negara.2

Dalam perkembangannya, tindak pidana yang paling riskan dan paling

menonjol di Indonesia saat ini adalah tindak pidana koorporasi. Karena tindak

pidana koorporasi banyak menimbulkan kebingungan di Masyarakat ataupun

penegak hukum. Dalam memerangi dan memberantas kejahatan koorporasi

di negara ini, telah dibuat beberapa peraturan perundang- undangan yang

diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum

bagi rakyat khusunya .

Tindak pidana korporasi dapat dikategorikan sebagai kejahatan

transnasional yang bersifat terorganisir. Dikatakan demikian karena kejahatan

korporasi melibatkan suatu sistem yang tersistematis serta unsurunsurnya

yang sangat kondusif. Dikatakan melibatkan suatu sistem yang tersistematis

karena adanya organisasi kejahatan (Criminal Group) yang sangat solid baik

karena ikatan etnis, kepentingan politis maupun kepentingankepentingan lain,

dengan kode etik yang sudah jelas. Sedangkan terkait dengan “unsur

-unsurnya yang sangat kondusif” bahwa dalam tindak pidana korporasi selalu

ada kelompok (protector) yang antara lain terdiri atas para oknum penegak

hukum dan professional. dan kelompok-kelompok masyarakat yang

menikmati hasil kejahatan yang dilakukan secara tersistematis tersebut.3

2 Nyoman Serikat Putra Jaya, Globalisasi HAM dan Penegakan Hukum, Makalah: disampaikan pada matrikulasi mahasiswa program Magister Ilmu Hukum Undip Tahun 2010,tanggal 18 September 2010.

(3)

3

Perlu pula dikemukakan bahwa kejahatan ini seringkali mengandung

elemen-elemen kecurangan (deceit), penyesatan (misrepresentation), penyembunyian

kenyataan (concealment of facts), manipulasi, pelanggaran kepercayaan

(breach of trust), akal-akalan (subterfuge) atau pengelakan peraturan (illegal

circumvention) sehingga sangat merugikan masyarakat secara luas.4

Proses globalisasi dan peningkatan interdependensi antar negara di

semua aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi semakin meningkatkan

peran korporasi, baik nasional maupun multi nasional sebagai pendorong dan

penggerak globalisasi. Untuk itu, kerjasama internasional guna mengatur

peran korporasi antar negara semakin dibutuhkan di berbagai bidang hukum

bahkan di bidang kode etik. Globalisasi yang ditandai oleh pergerakan yang

cepat dari manusia informasi, perdagangan dan modal, di samping

menimbulkan manfaat bagi kehidupan manusia juga harus diwaspadai efek

sampingannya yang bersifat negatif yaitu globalisasi kejahatan dan

meningkatnya kuantitas serta kualitas kejahatan di pelbagai negara dan antar

negara, antara lain dalam bentuk kejahatan ekonomi. White collar crime

termasuk di dalamnya kejahatan korporasi (corporate crime), perlu mendapat

perhatian khusus mengingat tingkat viktimisasinya yang bersifat

multidimensional.5

Korporasi dalam tataran hukum pidana Indonesia termasuk bentuk

lain dari badan hukum. Selain badan hukum, organisasi maupun perkumpulan

orang yang tidak terdaftar sekalipun, juga dapat dikatakan sebagai korporasi

4Romli Atmasasmita, “Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis”, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. Xiii.

5 Muladi, Makalah Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana (Corporate Criminal

(4)

4

dalam hukum pidana. Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh

ahli hukum pidana dan kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang

hukum lain disebut badan hukum ( recht persoon ) atau legal entities atau

corpotation . Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan dalam

perundang- undangan dan oleh para pakar hukum pidana dan kriminologi

untuk menyebutkan badan hukum atau rechtpersoon dalam bahasa Belanda

dan legal person dalam bahasa Inggris.

Dalam hukum pidana, korporasi meliputi baik badan hukum maupun

bukan badan hukum. Bukan saja badan-badan hukum seperti perseroan

terbatas, yayasan, koperasi atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai

badan hukum yang digolongkan sebagai korporasi menurut hukum pidana,

tetapi juga firma, persekutuan komanditer atau CV, dan persekutuan atau

maatschap, yaitu badan-badan usaha yang menurut hukum perdata bukan

suatu badan hukum”.

Menurut diskusi yang dilakukan oleh para sarjana mengenai

korporasi, berkembang 2 (dua) pendapat mengenai apa yang dimaksud

dengan korporasi itu, Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan korporasi adalah kumpulan dagang yang berbadan hukum. Jadi,

dalam hal ini bisa diartikan hanya dibatasi bahwa korporasi yang dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana adalah korporasi yang telah berbadan

hokum , Pendapat lain adalah pendapat yang mengartikan korporasi secara

luas, dimana dikatakan bahwa korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan

(5)

5

kumpulan manusia, baik dalam hubungan suatu usaha dagang ataupun usaha

lainnya, dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.6

Pendapat lain adalah pendapat yang mengartikan korporasi secara

luas, dimana dikatakan bahwa korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan

secara pidana tidak perlu harus berbadan hukum, dalam hal ini setiap

kumpulan manusia, baik dalam hubungan suatu usaha dagang ataupun usaha

lainnya, dapat dipertanggungjawabkan secara pidana Terkait dengan hal ini,

H. Setiyono mengemukakan bahwa: “ Korporasi merupakan istilah yang

biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana dan kriminologi untuk

menyebut badan hukum (rechtspersoon), legal body atau legal person.

Konsep badan hukum itu sebenarnya bermula dari konsep hukum perdata

yang tumbuh akibat dari perkembangan masyarakat. Pengertian korporasi

dalam hukum pidana Indonesia lebih luas dari pengertian badan hukum

sebagaimana dalam konsep hukum perdata. Dalam berbagai peraturan

perundang-undangan hukum pidana Indonesia dinyatakan bahwa pengertian

korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan atau kekayaan baik

merupakan badan hukum maupun bukan”.7

Hukum pidana Indonesia pada awalnya hanya mengenal orang

sebagai subjek hukum pidana. Hal ini seperti diatur dalam KUHP yang hanya

mengenal manusia (natural person) sebagai pelaku tindak pidana. Alasan

korporasi belum dikenal sebagai pelaku tindak pidana pada tahap ini karena

6Sutan Remi Sjahdeini, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi”, (Jakarta: Grafiti Pers, 2006), hal. 44.

(6)

6

pengaruh yang sangat kuat akan asas societes deliquere non potest yaitu

badan- badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana atau asas

universitas deliquere non potest yang berarti bahwa badan hukum (korporasi)

tak dapat dipidana. Ketentuan yuridis mengenai korporasi sebagai subjek

hukum pelaku tindak pidana dalam Wetboek Van Strafrecht (Selanjutnya

disebut WvS) di negeri Belanda ditetapkan pada tanggal 23 Juni 1976 .

Korporasi dirumuskan kedalam pasal 51 KUHP Belanda yang isinya

menyatakan bahwa tindak pidana dapat dilakukan baik oleh perseorangan

maupun oleh korporasi; Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi,

penuntutan pidana dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan

(maatregelen) yang disediakan dalam perundang-undangan sepanjang

berkenaan dengan korporasi dapat dijatuhkan. Dalam hal ini, pengenaan

sanksi dapat dilakukan terhadap korporasi sendiri, atau mereka yang secara

faktual memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana yang dimaksud,

termasuk mereka yang secara faktual memimpin pelaksanaan tindak pidana

dimaksud, atau korporasi atau mereka yang dimaksud di atas bersama- sama

secara tanggung-renteng . Berkenaan dengan penerapan butir- butir

sebelumnya yang disamakan dengan korporasi adalah persekutun bukan

badan hukum, maatschap (persekutuan perdata), redenj (persekutuan

perkapalan) dan doelvermogen (harta kekayaan yang dipisahkan demi

pencapaian tujuan tertentu.

Sejalan dengan peraturan tersebut dapat ditarik benang merah bahwa

(7)

7

hukum/korporasi apabila perbuatan tersebut tercermin dalam lalu lintas sosial

sebagai perbuatan dari badan hukum. Perkembangan hukum pidana di

Indonesia dalam ketentuan pidana di luar kodifikasi (KUHP) atau lex

specialis telah mengakui subjek hukum selain manusia yakni korporasi

sebagai pelaku tindak pidana. Undang- undang Darurat Nomor 7 tahun 1955

tentang Tindak Pidana Ekonomi telah secara tegas menyebutkan korporasi

sebagai subjek hukum dan menentukan bentuk pemidanaannya.

Koorporasi sebagai subjek hukum dalam bidang hukum perdata

dengan korporasi sebagai subjek hukum dalam bidang hukum pidana.

Pengertian korporasi dalam bidang hukum perdata adalah “badan hukum”,

sedangkan dalam hukum pidana pengertian korporasi bukan hanya yang

berbadan hukum, tetapi juga yang tidak berbadan hokum.8

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa beberapa pengertian

korporasi sebagaimana dikemukakan diatas merupakan pengertian korporasi

yang disampaikan oleh para ahli hukum sedangkan perumusan definisi

sebagai hukum positif belum ada. Keadaan ini tentu dalam prakteknya akan

menimbulkan ketidakpastian hukum karena penafsiran apa yang dimaksud

dengan “korporasi” akan sangat bergantung dari pendapat siapa kita

berangkat.

Apabila dilihat dari sudut pandang hukum pidana Indonesia,

terminologi “korporasi” belum didefinisikan secara tegas. Hal ini merupakan

hal yang wajar mengingat dalam hukum pidana Indonesia yang merupakan

(8)

8

peninggalan Belanda masing menganut individual responsibility.9 Namun

demikian, didalam beberapa Undang-Undang yang bersifat khusus seperti

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dan didalam Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sudah

dengan tegas mengatur korporasi sebagai subjek hukum dikemukakan bahwa

yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum.10

Beberapa pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana yang

terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan khusus diluar KUHP

yang ruang lingkupnya diatur sedemikian luas (lebih luas dari pengertian

korporasi dalam hukum perdata) yaitu sebagaimana diatur dalam

Undang-undang berikut ini: Undang-Undang Nomor 7 Drt 1955 tentang Tindak

Pidana Ekonomi; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;

UndangUndang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos; Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1984 tentang Perindustrian; dan lain sebagainya.

9 Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hal. 168-172.

(9)

9

Berdasarkan ketentuan dalam berbagai Undang-Undang sebelumnya.

Barda Nawawi Arief menyimpulkan11 a: Penentuan korporasi sebagai subjek tindak pidana hanya untuk tindak pidana tertentu, yang diatur dalam

undang-undang khusus; Pada awalnya tidak digunakan istilah “korporasi”,

tetapi digunakan istilah yang bermacam-macam (tidak seragam) dan tidak

konsisten; Istilah “korporasi” mulai terlihat pada tahun 1997 dalam

Undang- Undang Psikotropika yang dipengaruhi oleh istilah dalam Konsep

KUHP atau Rancangan KUHP tahun 1993. Dari berbagai peraturan dapat

dilihat bahwa pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana hanya

terdapat dalam undang-undang khusus diluar KUHP. Oleh karena itu,

perumusan korporasi sebagai subjek hukum pidana sebaiknya diatur secara

tegas dalam Buku I KUHP sehingga dapat diberlakukan bagi seluruh tindak

pidana yang terjadi baik tindak pidana yang diatur dalam KUHP maupun

tindak pidana yang diatur diluar KUHP. Hal ini dapat dijumpai dalam

Rancangan KUHP tahun 2010 tepatnya dalam Pasal 47 yang menyatakan:

“Korporasi merupakan subyek tindak pidana” dan pasal 182 yang

menyatakan bahwa: “Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dan dari orang

dan/atau kekayaan baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum”.

Terlepas dari segala pro dan kontra terhadap pengaturan

pertanggungjawaban korporasi sebagai subjek hukum pidana, maka penulis

akan focus pada korporasi yang melakukan korupsi. Tindak pidana korupsi

(10)

10

yang dilakukan oleh korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat

saat ini. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan berbagai modus dan

melanggar ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan untuk

menguntungkan korporasi. Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum

tindak pidana korupsi dalam pasal 1 angka (1) UU Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi telah memberikan kesempatan kepada para penegak hukum

untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dalam perkara tindak pidana

korupsi. Mengenai kedudukan badan hukum atau korporasi sebagai subjek

hukum pidana yang melakukan tindak pidana, telah terdapat putusan

pengadilan yaitu; Nomor 53/Pid.Sus/2012/PN.Makassar. Pada putusan

pengadilan tingkat pertama tertanggal 19 Feburari 2013; Dengan adanya

putusan tersebut berarti ada pengakuan yuridis bahwa korporasi sebagai

subjek hukum pidana namun tidak hanya sebatas pengakuan yuridis sebab

pengertian subjek tindak pidana dibedakan antara yang melakukan tindak

pidana (pembuat) dan yang bertanggungjawab.

Kemudian muncul angin segar bagi dunia Hukum di bidang

penanganan kejahatan koorporasi dengan munculnya Peraturan Mahkamah

Agung (PERMA) NOMOR 13 Tahun 2016 munculnya perma ini membawa

tonggak acuan untuk semakin meningkatkan tata kelola koorporasi yang baik

. Perma no 13 Tahun 2016 ini diterbitkan dengan tujuan untuk menjadi

pedoman penanganan perkara kejahatan koorporasi bagi penegak hukum,

karena selama ini mengalami kekosongan pedoman, maka kemunculan Perma

ini merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat menjawab keraguan

(11)

11

dilakukan korporasi. Selain itu di dalam perma ini terdapat substansi penting

lainnya yang diatur diantara lain rumusan hukum dan kriteria mengenai

koorporasi yang melakukan tindak pidana. Dalam sistem pembuktian perma

ini tetap mengacu pada sistem pembuktian yang ada dalam KUHP dan bentuk

hukum acara khusus yang diatur dalam undang undang lainnya. Dalam Perma

ini juga memberikan pedoman kepada Hakim dalam memutus, dimana

Hakim berdasarkan bukti-bukti yang ada dapat menjatuhkan pidana terhadap

koorporasi atau pengurus atau koorporasi dan pengurus koorporasi . Hal ini

menerangkan bahwa hakim dapat menjatuhkan kepada salah satu saja, baik

itu pengurus saja atau koorporasi saja, namun hakim juga dapat menjatuhkan

hukuman kepada keduanya secara langsung yaitu kepada pengurus dan

koorporasinya. Selain itu perma ini juga menjadikan pedoman bagi hakim

dapat memiliki pertimbangan sebelum menjatuhkan putusan .

Hakim dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian dapat

mempertimbangkan terkait peran dan tindakan koorporasi dalam sebuah

tindak pidana. Selain itu hakim dapat memiliki kesempatan mengatahui fakta

koorporasi yang dimaksud melakukan pembiaran atau tidak sehingga terjadi

sebuah tindak pidana dan apakah secara hukum koorporasi sudah benara

langkah langkahnya dan sesuai aspek kepatuhan terhadap ketentuan hukum

yang berlaku.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan

membahas lebih lanjut terkait dengan berbagai tindak pidana kejahatan

koorporasi serta berbagai putusan-putusan tindak pidana korupsi yang

(12)

12

sebuah karya ilmiah yang berjudul “Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi“.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana oleh hakim dalam Tindak Pidana

yang dilakukan oleh Koorporasi pada Perkara Pidana Korupsi?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana

korupsi.?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan sanksi pidana oleh hakim dalam tindak

pidana yang dilakukan oleh koorporasi .

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak

pidana korupsi.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah :

1. Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bahan kajian sebagai suatu

usaha mengembangkan konsep pemikiran secara lebih logis dan sistematis

terkait masalah-masalah hukum pidana terkhusus pada tindak pidana korupsi

(13)

13

2. Manfaat secara praktis dari penulisan ini yakni diharapkan dapat memberi

masukan yang berguna bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi hakim di

Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak

pidana kejahatan yang dilakukan oleh korporasi, serta masukan bagi proses

pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mencegah terulangnya

peristiwa yang serupa.

E. Metode Penelitian

a. Penelitian ini adalah penelitian hukum.12 Tipe penelitian hukum yang

dilakukan adalah yuridis normative13 dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap putusan pengadilan dengan melihat

pertimbangan hakim pada putusan pengadilan terkait dengan tindak

pidana yang dilakukan oleh korporasi.

b. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan tipe pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).

c. Bahan hukum

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari

atauran hukum : PERMA NOMOR 13 Tahun 2016, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Putusan pengadilan yaitu;

Nomor 53/Pid.Sus/2012/PN.Makassar, Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm., 10-11.

(14)

14

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari

buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

F. Sistematika Penulisan

1. Bab Pendahuluan

Merupakan pendahuluan, yang berisikan hal-hal yang melatarbelakangi

permasalahan munculnya kejahatan koorporasi yang melakukan korupsi.

Mengapa kejahatan koorporasi begitu berkembang dan bagaimana cara

dalam mengatasinya? kemudian bagaimana pedomanan dalam perundang

undangan untuk menghadapi kejahatan koorporasi, hingga perumusan

permasalahan secara tegas untuk menentukan arah penelitian. Disamping

itu, diuraikan juga mengenai tujuan penelitian dan manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab Tinjauan Pustaka

Merupakan uraian mengenai tinjauan umum mengenai tindak pidana

korporasi, yang akan diteliti lebih jauh lagi soal bagaimana pengaturan

tentang kejahatan yang dilakukan oleh korporasi di hukum positif

Indonesia, membahas mengenai rumusan dan definisi-definisi yang

digunakan untuk menjelaskan apa pengertian kejahatan koorporasi dan

tindak pidana korupsi.

(15)

15

Merupakan hasil dari penelitian dan analisis dengan melihat uraian dalam

bab tinjauan pustaka, yaitu kejahatan koorporasi merupakan sebuah tipe

penelitian bagaimana sebuah pendekatan masalah dilakukan sekaligus

sumber bahan hukum dan dasar analisa yang digunakan pembahasan

kejahatan koorporasi dalam prakteknya, yang nantinya akan digunakan

untuk membuat kesimpulan dan saran pada bab penutupan.

4. Bab Penutup.

Dan bab akhir atau penutup, yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam buku Our Common Future (buku yang pertama kali memunculkan konsep pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development), telah diingatkan tentang masalah perkotaan

Dalam melakukan analisis pemeringkatan website PT Lion Air, PT Garuda Indonesia dan PT Sriwijaya Air, penulis menggunakan tools pemeringkatan web yaitu Alexa Rank untuk

Pada umumnya siswa menyatakan bahwa dengan belajar kelompok, siswa lebih mudah memahami materi pelajaran yang sedang dibahas, pada umumnya siswa menyatakan bahwa

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan

Berdasarkan hasil penelitian dan manfaat yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut 1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan

Maka dari data tersebut dapat disimpulkan Ho diterima dan H  ditolak artinya bahwa pemberian kacang merah tidak efektif untuk untuk mengontrol kadar gula darah pada

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu dan pihak yang bertanggung jawab dalam mengaudit laporan