• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Inventarisasi

Inventarisasi hutan dilaksanakan guna mengetahui modal kekayaan alam

yang berupa hutan di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk keperluan

perencanaan pembangunan proyek-proyek kehutanan secara nasional dan

menyeluruh. Penetapan fungsi hutan dibagi menjadi empat fungsi hutan, yaitu

Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata

(Pamulardi,1995).

Secara umum, inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan

penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan

pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan

serbaguna. Secara umum, inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi

biofisik lapangan serta kondisi sosial ekonomi dari areal kawasan hutan yang

diinventarisasi (Arief, 2001).

Anggrek

Menurut Dressler (1990), anggrek merupakan tumbuhan yang paling

banyak jenisnya dan terdapat dimana saja. Hal yang paling menarik dari

penyebaran anggrek yaitu penyebarannya di daerah yang berbeda, sebagian besar

tanaman anggrek berlimpah di hutan hujan yang berkisar 1.000 - 2.000 mdpl.

Anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang menghuni permukaan bumi,

kecuali tempat-tempat yang beku seperti daerah kutub atau padang pasir yang

benar-benar panas dan kering.

(2)

Klasifikasi anggrek menurut Jones dan Luschingar (1997) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnolipyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Sub kelas : Lilidae

Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae

Deskripsi Anggrek

Anggrek adalah tumbuhan dengan perawakan yang beraneka ragam, hidup

sebagian besar epifit (tumbuh pada pohon inangnya), dan ada pula yang teresterial

(tumbuh di tanah / di darat atau sering juga disebut anggrek tanah). Anggrek

memiliki rimpang, akar yang seperti umbi tetapi bukan umbi lapis atau umbi

batang. Batang berdaun atau tidak, pangkalnya seringkali menebal membentuk

umbi semu yang mempunyai akar yang mengandung klorofil dan berfungsi

sebagai alat untuk asimilasi (Darmono, 2008).

Daun anggrek berseling dengan tepi rata, berdaging dan biasanya tersusun

dalam dua baris. Bunga Anggrek terdiri atas lima bagian utama, yaitu sepal (daun

kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik), dan ovari

(bakal buah). Sepal adalah mahkota bunga yang terletak di belakang sedangkan

petal yang di depannya. Pada labelum terdapat gumpalan yang berisi protein, zat

wangi dan minyak sebagai penarik serangga. Di atas labelum terdapat alat

(3)

betina dinamakan gynoecium. Sebuk sari pada anggrek membentuk suatu

gumpalan yang dinamakan dengan polinia, umumnya berjumlah dua tetapi kadang

ada yang berjumlah empat atau enam. Polinia ini dihubungkan oleh seperti benang

yang pada ujung benangnya sedikit lengket yang disebut plasenta. Kepala putik

anggrek menghadap ke bawah, seperti lubang dangkal ke atas yang terdapat di

bawah atau di balik tugu, apabila dipegang seperti lem yang lengket atau seperti

cairan kental berwarna putih (Sihotang, 2010).

Anggrek dalam penggolongan taksonomi, termasuk dalam familia

Orchidaceae suatu familia yang sangat besar dan bervariasi. Famili ini terdiri dari

800 genus dan tidak kurang dari 25.000 spesies. Keluarga orchidae ini merupakan

tanaman yang tersebar luas di pelosok dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia,

anggrek banyak ditemukan di hutan, umumnya hutan Kalimantan yang

merupakan surga anggrek Indonesia (Sandra, 2001).

Distribusi Anggrek di Indonesia

Hanafiah (2005), menyatakan bahwa ada 5.000 jenis anggrek di alam, dan

29 jenis anggrek spesies Indonesia (termasuk anggrek hitam) telah dilindungi oleh

pemerintah. Masalah anggrek di Indonesia adalah sebagai berikut ini:

1. Hilangnya anggrek alam (anggrek spesies) karena rusaknya ekosistem

(konversi alam, penebangan hutan, kebakaran hutan) dan pengambilan tanpa

batas dari alam (tingginya minat terhadap anggrek asli).

2. Ekspor anggrek alam secara illegal.

3. Tingginya anggrek hibrida (silangan) dari luar negeri yang masuk.

4. Budidaya anggrek asli Indonesia oleh negeri luar. Pembagian keuntungan

(4)

5. Perlu perbaikan dalam praktek implementasi CITES (untuk jenis anggrek yang

termasuk dalam appendix II CITES, tapi otoritas melarang seluruh ekspor

anggrek non hibrida).

6. Walau memiliki plasma nutfah anggrek yang besar, namun penelitian dan

pengembangan belum mencukupi mendukung tersedianya bibit baru dan

budidaya yang bisa berkompetisi.

Negara kurang waspada dengan apa yang kita miliki, maka kurang

menyelamatkan apa yang seharusnya menjadi devisa di negara ini. Kerusakan

habitat dan pemanfaatan (termasuk perdagangan) yang tidak terkendali, penyebab

utama bahaya kepunahan spesies. Kerusakan habitat disebabkan oleh pembukaan

hutan untuk kepentingan konversi bagi pemanfaatan lahan, dengan tidak

memperhitungkan keanekaragaman hayati (Kartikaningrum, dkk., 2004).

Kondisi kerusakan habitat diperparah dengan maraknya illegal logging

yang telah merambah ke dalam kawasan-kawasan konservasi, dan kejadian

kebakaran hutan yang berlangsung setiap tahun dengan luasan yang sangat besar,

mengancam keanekaragaman hayati Indonesia sangat terancam. Illegal logging

dapat menyangkut harkat hidup orang banyak, termasuk dalam kaidah/hukum

pembangunan berkelanjutan. Lingkungan sebagai dasar titik tolak dan merupakan

pondasi dari semua pembangunan lain (Soeryowinoto, 1984).

Dalam menyelamatkan jenis tanaman anggrek ini perlu dilibatkan Menteri

Pariwisata dan Menteri Kehutanan. Menteri Lingkungan hidup sebagai vokal

point, yaitu sebagai jembatan karena secara optimal menteri-menteri tersebut yang

dapat melakukan kegiatan ini. Departemen Kehutanan telah melakukan konservasi

(5)

eksitu (termasuk penangkaran dan perbanyakan), menurut Kris Heriyanto, dari

Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan beserta aparat terkait harus

memperhatikan habitat anggrek, supaya anggrek bisa lestari. Himbauan untuk

menteri Kehutanan, tolong dijaga anggrek ini demi biodiversity bukan demi

illegal loggingnya karena Indonesia sebagai Champion of Biodiversity (Nurcahyo,

2010).

Jenis-Jenis Tanaman Anggrek

Hashim dan Alia (2011), menyatakan bahwa dilihat dari tempat tumbuh

dan habitatnya tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima pengelompokan

jenis, yaitu:

1) Anggrek epifit (epiphytes), adalah jenis anggrek yang menumpang pada batang

atau pohon lain tetapi tidak merusak / merugikan tanaman yang ditumpangi

(tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya,

sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara.

Anggrek epifit membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Anggrek ini

kerap menempel dipohon-pohon besar dan rindang di habitat aslinya, contoh

anggrek epifit antara lain Dendrobium, Cattleya, Ondocidium, dan

Phalaenopsis.

2) Anggrek semi epifit, adalah jenis anggrek yang juga menempel pada pohon /

tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi epifit,

selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti akar

udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang. Contoh anggrek semi

(6)

3) Anggrek tanah (anggrek terrestris), adalah jenis anggrek yang hidup di darat

atau di atas permukaan tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya

matahari penuh atau cahaya matahari langsung. Contoh anggrek teresterial

antara lain Vanda, Renanthera, Arachnis dan Aranthera.

4) Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung

humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit dalam pertumbuhannya

membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh jenis ini antara lain Goodyera

sp.

5) Anggrek litofit, adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek

jenis ini biasanya tumbuh di bawah intensitas cahaya matahari penuh. Contoh

jenis ini antara lain Dendrobium dan Phalaenopsis.

Menurut Veloso (2010), tanaman anggrek berdasarkan pola

pertumbuhannya, dibedakan menjadi dua tipe yaitu, simpodial dan monopodial

(Gambar. 1).

a) Anggrek tipe simpodial, adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama,

bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman

yang tumbuh. Contoh dari jenis anggrek tipe simpodial ini antara lain

Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp., dan Cymbidium sp. Anggrek tipe

simpodial pada umumnya bersifat epifit

b) Anggrek tipe monopodial, adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh

yang terdapat di ujung batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua

ketiak daun. Contoh dari jenis anggrek tipe monopodial antara lain Vanda sp.,

(7)

Gambar 1. Tipe anggrek monopodial dan simpodial

Syarat tumbuh Tanaman Anggrek a. Iklim

Tanaman anggrek dapat tumbuh baik dengan keadaan iklim yang

mendukung untuk pertumbuhannya. Yudi (2007), menyatakan bahwa iklim ini

sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1) Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman anggrek.

2) Cahaya matahari sangat dibutuhkan sekali bagi tanaman ini. Kebutuhan cahaya

berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman anggrek. Ada yang memerlukan

intensitas penyinaran penuh, ada juga yang tidak penuh alias memerlukan

naungan. Kebutuhan cahaya berdasarkan jenis anggrek, yakni antara lain:

Arachnis maggie Oei butuh 100% intensitas penyinaran, Arachnis apple

Blossom butuh 100% intensitas penyinaran, Renanthera hybrid butuh 100%

(8)

penyinaran, Dendrobium butuh 50 - 65% intensitas penyinaran, Aranda hybrid

butuh 50 - 65% intensitas penyinaran, Oncidium hybrid butuh 60 - 75%

intensitas penyinaran, Vanda berdaun lebar butuh 20 - 30% intensitas

penyinaran, Phalaenopsis hybrid butuh 10 - 15% intensitas penyinaran, dan

Cattleya hybrid butuh 20 - 30% intensitas penyinaran.

3) Suhu minimum untuk pertumbuhan anggrek adalah 15 0C dan suhu

maksiumnya adalah 28 0C. Jika suhu udara pada malam berada di bawah 13

0C, maka daerah tersebut tidak dianjurkan untuk ditanam anggrek (di dataran

tinggi Dieng). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman. Berdasarkan kebutuhan suhu, tanaman

anggrek dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

- Anggrek tipe dingin, membutuhkan suhu siang sekitar 18 - 21 0C. Anggrek

yang termasuk dalam tipe ini adalah Cymbidium sp. dan Miltona sp.

- Anggrek tipe sedang, membutuhkan suhu siang sekitar 21 - 24 0C, dan

suhu malam sekitar 18 - 21 0C. Anggrek yang termasuk tipe ini adalah

Dendrobium sp dan Oncidium sp.

- Anggrek tipe hangat, membutuhkan suhu siang sekitar 24 - 29 0C dan suhu

malam 21 - 24 0C. Anggrek yang termasuk ke dalam tipe ini adalah

anggrek Vanda sp., Arachnis sp., dan Renanthera sp.

4) Kelembaban relatif (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60 -

85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk

menghindari penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban

dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada

(9)

b. Media Tanam Anggrek

Sulistianingsih, dkk., (2004), menyatakan bahwa terdapat 3 jenis media

untuk tanaman anggrek, yaitu:

1) Media untuk anggrek epifit dan semi epifit terdiri dari serat pakis yang telah

digodok, kulit kayu yang dibuang getahnya, serabut kelapa yang telah

direndam air selama 2 minggu, ijuk, potongan batang pohon enau, arang kayu,

pecahan genting / batu bata, bahan-bahan dipotong menurut ukuran besar

tanaman dan akarnya. Untuk anggrek semi epifit yang akarnya menempel

pada media untuk mencari makanan, perlu diberi makanan tambahan seperti

kompos, pupuk kandang / daun-daunan.

2) Media untuk anggrek terrestrial yaitu karena jenis anggrek ini hidup di tanah

maka perlu ditambah pupuk kompos, sekam, pupuk kandang, darah binatang,

serat pakis dan lainnya. pH tanah yang ideal untuk anggrek tanah adalah 6,5

dan nilai kisaran pH optimumnya berkisar 5,0 - 7,0.

3) Media untuk anggrek semi terrestrial yaitu bahan untuk media anggrek ini

perlu pecahan genteng yang agak besar, ditambah pupuk kandang sekam /

serutan kayu. Digunakan media pecahan genting, serabut kayu, serat pakis dan

lainnya.

c. Ketinggian Tempat

Tanaman anggrek dapat tumbuh pada berbagai ketinggian yang

berbeda-beda. Sihotang (2010), menyatakan bahwa ketinggian tempat yang cocok bagi

budidaya tanaman ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Anggrek panas (ketinggian 0 - 650 m dpl). Anggrek panas memerlukan suhu

(10)

ketinggian 0 - 650 m dpl. Contoh jenis anggrek ini adalah Dendrobium

phalaenopsis, Onchidium papillo, dan Phaphilopedillum bellatum.

2. Anggrek sedang (ketinggian 150 - 1.500 m dpl). Anggrek sedang pada suhu

udara siang hari 21 0

C dan 15 - 21 0

C pada malam hari dengan ketinggian 150

- 1.500 m dpl.

3. Anggrek dingin (lebih dari 1500 m dpl). Anggrek dingin jarang tumbuh di

Indonesia, tumbuh baik pada suhu udara 15 - 21 0C di siang hari dan 9 - 15 0C

pada malam hari, dengan ketinggian mencapai 1.500 m dpl. Contoh anggrek

jenis Cymbidium.

Penyebaran anggrek di suatu lokasi berbeda-beda jumlahnya. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlahnya adalah sebagai berikut:

i. Faktor Iklim

Kondisi iklim merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi

pola persebaran tumbuhan (flora). Gusmaylina (1983), menyatakan bahwa

faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di permukaan

bumi ini, antara lain suhu, kelembaban udara ,angin, dan tingkat curah hujan.

Suhu

Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan

tumbuhan, karena berbagai jenis anggrek memiliki persyaratan suhu lingkungan

hidup ideal atau optimal, serta tingkat toleransi yang berbeda-beda di antara satu

(11)

faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian

tempat, dan kondisi topografinya.

Kelembaban Udara

Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk

hidup di muka bumi adalah kelembaban. Kelembaban udara yaitu banyaknya uap

air yang terkandung dalam massa udara. Tingkat kelembaban udara berpengaruh

langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis

tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis

tumbuhan yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang

tinggi.

Angin

Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai alat transportasi yang

dapat memindahkan uap air atau awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gerakan

angin juga membantu memindahkan benih dan membantu proses penyerbukan

beberapa jenis tanaman tertentu.

Curah Hujan

Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tanpa

sumber daya air, tidak mungkin akan terdapat bentuk-bentuk kehidupan di muka

bumi. Melalui curah hujan, proses pendistribusian air di muka bumi akan

berlangsung secara berkelanjutan. Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan

tinggi pada umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka jenis dengan

jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif

(12)

ii. Faktor Edafik

Faktor kedua yang memengaruhi persebaran bentuk-bentuk kehidupan di

muka bumi terutama tumbuhan adalah kondisi tanah atau faktor edafik. Tanah

merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Kondisi tanah yang

secara langsung berpengaruh terhadap tanaman adalah kesuburan (Sarief, 1985).

Adapun yang menjadi parameter kesuburan tanah antara lain kandungan humus

atau bahan organik, unsur hara, tekstur dan struktur tanah, serta ketersediaan air

dalam pori-pori tanah. Tanah-tanah yang subur, seperti jenis tanah vulkanis dan

andosol merupakan media optimal bagi pertumbuhan tanaman.

iii. Faktor Fisiografi

Faktor fisiografi yang berkaitan dengan persebaran makhluk hidup adalah

ketinggian tempat dan bentuk wilayah (Pranata, 2005). Adanya gejala gradien

thermometrik, dimana suhu udara akan mengalami penurunan sekitar

0,5 ºC - 0,6 ºC setiap wilayah naik 100 m dari permukaan laut. Adanya penurunan

suhu ini sangat berpengaruh terhadap pola persebaran jenis tumbuhan dan hewan,

sebab organisme memiliki keterbatasan daya adaptasi terhadap suhu lingkungan

di sekitarnya. Oleh karena itu, jenis tumbuhan yang hidup di wilayah pantai akan

berbeda dengan yang hidup pada wilayah dataran tinggi atau pegunungan.

Penelitian Tentang Anggrek

TAHURA Bukit Barisan sebagian besarnya merupakan hutan lindung

berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi

Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan

Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri

(13)

Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka

Sibolangit (Balai Konservasi Sumberdaya Alam I, 2001).

Comber (1990), melaporkan bahwa di Jawa terdapat kurang lebih 731

jenis anggrek dan 231 jenis diantaranya dinyatakan endemik. Persentase kekayaan

anggrek paling banyak ada di Jawa Barat (642 jenis), sementara itu di Jawa Timur

kurang lebih ada 390 jenis sedangkan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Dilihat

dari habitat tumbuhnya maka dataran tinggi dengan ketinggian 500 m - 1.500 m

merupakan tempat yang cocok untuk anggrek karena keragaman jenis anggreknya

lebih banyak dibanding di dataran rendah. Masing-masing habitat memiliki

kekayaan jenis yang berbeda, anggrek dataran rendah berbeda jenisnya dengan

anggrek yang hidup di dataran tinggi, sehingga setiap tempat akan memiliki

keunikan jenis tersendiri.

Anggrek yang terdapat di Pulau Batudaka adalah 9 jenis anggrek tanah

dan 8 jenis anggrek epifit. Marsusi, dkk., (2001) Anggrek yang terdapat di Hutan

Jabolarangan adalah 11 jenis anggrek epifit. Anggrek juga ditemukan di Situ

Gunung Sukabumi yaitu 22 jenis anggrek epifit, 18 jenis anggrek tanah dan 1

jenis anggrek saprofit (Djuita, dkk., 2004). Menurut Berliani (2008), menyatakan

di Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara, terdapat 37 jenis

anggrek epifit yang termasuk dalam 17 genus dengan jenis terbanyak berasal dari

genus Bulbophyllum. Puspitaningtyas (2002), menyatakan bahwa di Kawasan

Suaka Satwa Margasatwa Barumun-Sumatera Utara, terdapat 60 jenis anggrek

yang terdiri atas 51 anggrek epifit dan 9 anggrek tanah.

Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang memiliki keragaman anggrek

(14)

anggrek epifit, Populasi anggrek tanah maupun epifitnya cukup melimpah.

Sebagian besar anggrek ditemukan tumbuh pada ketinggian diatas 800 m di atas

permukaan laut. Pada ketinggian di bawah 800 m, keragaman anggreknya makin

berkurang. Hal ini karena tanahnya telah dimanfaatkan sebagai ladang atau

persawahan. Kurang lebih hanya 14 jenis anggrek yang ditemukan di ketinggian

kurang dari 800 m. Jenis anggrek epifit yang paling sering dijumpai adalah

Agrostophyllum majus, umumnya menempel di pohon aren (Arenga pinnata).

Anggrek tersebut banyak sekali tumbuh di ketinggian 900 - 1.000 m dpl

dan tersebar di setiap bukit. Anggrek tanah yang terdapat pada kawasan ini

sebanyak 42 jenis, baik yang sifatnya saprofit maupun terrestrial. Jenis-jenis

anggrek yang diinventaris tersebut dapat dikatakan sebagai anggrek dataran

tinggi, karena banyak dijumpai tumbuh di ketinggian lebih dari 900 m dpl. Hanya

Goodyera rubicunda yang ditemukan pada ketinggian 500 - 600 m dpl. Anggrek

tersebut juga pernah dijumpai tumbuh di ketinggian 700 m dan mendominasi di

kawasan Cagar Alam Panjalu, Tasikmalaya (Puspaningtyas dkk, 2003).

Di Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur, terdapat 20 jenis anggrek

epifit dan 5 jenis anggrek tanah (Puspitaningtyas, 2002). Yahman (2009), juga

menyebutkan di Hutan wisata Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Sumatera

Utara terdapat 52 jenis anggrek yang termasuk kedalam 24 genus, 14 jenis

merupakan anggrek teresterial adan 38 jenis anggrek epifit. Dalam

Puspitaningtyas (2007), Comber (1990), juga menyebutkan bahwa di Jawa

terdapat kurang lebih 731 jenis anggrek dan 231 jenis anggrek diantaranya

(15)

Presentase kekayaan anggrek paling banyak berada di Jawa Barat yaitu

642 jenis di Jawa Timur 390 jenis dan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Eksplorasi

anggrek juga dilakukan oleh Yulistyarini, dkk., (2000), di Kalimantan Selatan dan

didapat 87 jenis anggrek yang terdiri dari 82 jenis anggrek epifit dan 5 anggrek

teresterial. Sedangkan Puspitaningtyas (2003), menyebutkan Di Suaka

Margasatwa Lambusango dan CA Kakenauwe Pulau Buton terdapat 42 jenis

anggrek yang termmasuk dalam 26 genera yang tumbuh di kawasan tersebut.

Anggrek tersebut terdiri dari 29 jenis epifit, 12 jenis teresterial dan 1 jenis litofit.

Mujahidin dkk., (2002), meneliti keanekaragaman anggrek di Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun yang menghasilkan 31 marga dan 52 jenis.

Mahyar dan Sadili (2003) yang melakukan penelitian ulang di tempat tersebut

menemukan 74 marga dan 258 jenis anggrek. Didaerah lainnya seperti di Cagar

Alam Gunung Simpang Cianjur juga ditemukan anggrek yang meliputi 49 marga

dan 114 jenis (Puspitaningtyas dkk, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diperoleh 41 nomor

koleksi anggrek yang terdiri atas 18 anggrek terestrial, 22 anggrek epifit dan 1

anggrek saprofit. Jumlah marga yang berhasil ditemukan sebanyak 26 sedangkan

jumlah jenisnya sebanyak 41. Keberadaan suatu jenis anggrek pada umumnya

berhubungan dengan lingkungan. Banyak anggrek yang sensitif terhadap suhu dan

ketinggian. Kawasan Situ Gunung yang berada di ketinggian 950 - 1.036 m dpl

dan suhu 16 - 280C, ternyata merupakan tempat yang cocok bagi tumbuhnya

anggrek-anggrek liar. Berbagai jenis anggrek ditemukan mulai dari bawah bukit

hingga ke atas punggung bukit. Sebagian besar anggrek tersebut tumbuh di

(16)

dengan tumbuhan lumut. Sebagian lagi tumbuh pada ranting yang telah jatuh, ada

juga yang tumbuh di tanah atau pada tumpukan seresah dan dedaunan yang telah

Gambar

Gambar 1. Tipe anggrek monopodial dan simpodial

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai hubungan senam hamil dengan lama kala II persalinan spontan pada primigravida di Rumah Sakit "X" di Surabaya dilaksanakan pada bulan juli hingga

Lebih lanjut, menurut Etzioni manusia merupakan seorang decision maker dalam banyak hal terutama perilakunya yang dipengaruhi oleh nilai-nilai emosionalnya sehingga kecerdasan

Karena pihak Amerika Serikat siap dengan alasan-alasannya, bahwa jika persetujuan tersebut dianggap mengikat, bukan dapat diartikan juga untuk

Dengan adanya peer teaching, siswa yang kurang aktif menjadi aktif karena tidak malu lagi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas, dengan pergaulan antara

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pengaruh dari kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar, (2) mendeskripsikan pengaruh dari kecerdasan

Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif secara tidak langsung dari Service Quality terhadap Repurchase Intention, terdapat pengaruh positif

Adapun hipotesis yang di ajukan adalah Terdapat hubungan yang signifikan antara kesegaran jasmani dengan hasil belajar, antara motivasi belajar dengan hasil belajar, antara

Pemberian stimulan pada keenam klon tanaman karet menurunkan KKK pada semua klon dengan tingkat penurunan nilai yang berbeda (Gambar 2).. Secara umum klon IRR 406 memiliki