BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepercayaan Diri
2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah suatu sifat-sifat dimana seseorang merasa yakin
terhadap dirinya sendiri. Keyakinan itu meliputi yakin terhadap kemampuannya,
yakin terhadap pribadinya, dan yakin terhadap keyakinan hidupnya. Menurut Katner
(2006) percaya diri adalah perasaan mampu melakukan sesuatu yang dimiliki
seseorang yang menghubungkan harapan dengan kemampuan diri-sendiri dalam
melakukan aktifitas yang terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk
mendapat hasil yang diinginkan. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan
terhadap suatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga dapat terwujud akan
mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Albert Bandura (dalam Arief, 2008)
mengemukakan bahwa kepercayaan diri yang bagus memiliki kontribusi besar
terhadap motivasi. Hal ini mencakup antara lain: bagaimana individu merumuskan
tujuan atau target untuk dirinya, bagaimana individu memperjuangkan targetnya,
sekuat apa individu mampu mengatasi masalah yang muncul, dan setangguh apa
individu mampu menghadapi kegagalannya.
hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat
mengenal kelebihan dan kekurangan diri-sendiri. Kepercayaan diri adalah keyakinan
seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau
untuk mencapai target tertentu (Adywibowo, 2010).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa percaya diri
merupakan keyakinan yang ada didalam diri seseorang, yakni: yakin terhadap
kemampuan yang dimiliki, tidak terlalu cemas, merasa berharga, mempunyai
keberanian, memiliki dorongan untuk berprestasi, dapat mengenal kelebihan dan
kekurangan, memiliki harapan yang realistik, mampu berinteraksi dengan orang
lain, serta mampu mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya.
2.1.2 Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Aspek-aspek kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Lauster (dalam
Rondonuvu, 2013) adalah sebagai berikut:
a. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya
bahwa dia mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam
c. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala
sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi
atau menurut dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu
yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu
kejadian yang menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai
dengan kenyataan.
2.1.3 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (dalam Rondonuvu, 2013) ciri-ciri individu yang memiliki
kepercayaan diri adalah:
a. Percaya akan kemampuan sendiri.
Suatu keyakinan atas diri-sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi, yang
berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi
fenomena yang terjadi. Kemampuan adalah kompetensi yang dimiliki seseorang
untuk meraih atau dapat diartikan sebagai bakat, kreatifitas, kepandaian,
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan.
Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan
secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk
meyakini tindakan yang di ambil. Individu terbiasa menentukan sendiri tujuan
yang harus dicapai, tidak selalu bergantung pada orang lain untuk
menyelesaikan masalah yang ia hadapi.
c. Memiliki rasa positif terhadap diri-sendiri.
Adanya penilaian yang baik dalam diri-sendiri baik dari pandangan maupun
tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri-sendiri.
Sikap menerima apa adanya, akhirnya dapat tumbuh kembang sehingga orang
percaya diri dan dapat menghargai orang lain dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
d. Berani mengungkapkan pendapat
Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri, yang ingin
diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat
menghambat pengungkapan tersebut. Individu dapat berbicara di depan umum
tanpa ada rasa takut, berbicara menggunakan nalar, dan dapat
Dari uraian di atas kepercayaan diri memilki beberapa aspek yang dapat
menunjukan seseorang tersebut bisa dikatakan percaya diri atau tidak.
2.2 Perilaku Menyontek
2.2.1 Pengertian Perilaku Menyontek
Donald D. Carpenter (dalam Hartanto, 2012) memaknai bahwa menyontek
sebagai perilaku ketidakjujuran. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (dalam
Depdiknas, 2008), menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar,
mencontoh, menggocoh yang artinya mengutip tulisan dan lain sebagainya sebagaimana
aslinya menjiplak. Dellington (dalam Hartanto, 2012) mengatakan bahwa menyontek
merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapat keberhasilan dengan
cara-cara tidak jujur.
Menurut pendapat Athanasou dan Olasehinde (dalam Stevany, 2012) menyontek
adalah kegiatan menggunakan bahan atau materi yang tidak diperkenankan atau
menggunakan pendampingan dalam tugas-tugas akademik atau kegiatan yang dapat
mempengaruhi proses penilaian. Taylor dan Carol (dalam Hartanto, 2012) menyontek
adalah mengikuti ujian melalui jalan yang tidak jujur, menjawab pertanyaan yang tidak
semestinya, melanggar aturan dalam ujian atau kesepakatan. Menurut Bower (dalam
Kushartanti, 2013) mendefinisikan menyontek adalah perbuatan yang menggunakan
Berdasarkan beberapa definisi menyontek di atas, dapat disimpulkan bahwa
menyontek adalah niat atau keinginan seseorang untuk melakukan perbuatan curang,
tidak jujur, tidak legal untuk mendapat jawaban pada saat tes, untuk memperoleh nilai
secara tidak sah dengan memanfaatkan informasi dari luar.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Menyontek
Menurut Klausmeir (dalam Stevany, 2012), menyontek dapat dilakukan dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian atau tes.
b. Mencontoh jawaban siswa lain.
c. Memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman.
d. Mengelak dari peraturan-peraturan ujian, baik yang tertulis dalam peraturan
ujian maupun yang ditetapkan oleh guru.
Hetherington dan Feldman (dalam Hartanto, 2012) mengelompokan empat
bentuk menyontek, yaitu:
a. Social-Active.
1. Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung.
2. Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang berlangsung.
1. Menggunakan catatan yang digunakan pada saat ujian akan berlangsung.
2. Melihat atau menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain.
3. Menggunakan hp atau alat elektronik lain yang dilarang ketika ujian sedang berlangsung.
c. Invidual-Planned.
1. Mengganti jawaban dari buku teks ketika guru keluar dari kelas.
2. Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.
3. Memanfaatkan kelengahan atau kelemahan guru ketika menyontek.
d. Social-passive.
1. Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang berlangsung.
2. Membiarkan orang lain menyalin pekerjaan.
3. Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang berlangsung.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek pada saat ujian menurut
Agustin (2011) adalah:
a. Tekanan yang terlalu besar diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan
c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam
menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
d. Kurang mengerti arti dari pendidikan.
Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan perilaku atau watak tidak
percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca
buku pelajaran, tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan
menyontek, menghalalkan segala macam cara dan akhirnya menjadi
koruptor. Dengan demikian tampak bahwa perilaku menyontek secara tidak
langsung membelajarkan kepada siswa untuk menjadi koruptor.
Menurut Sosilowati (dalam Chandrawati, 2011) pelajar yang melakukan
menyontek disebabkan beberapa faktor, yaitu:
a. Merasa lebih tahu dan mampu mencari strategi yang tepat jika perilaku
menyontek diketahui orang lain.
b. Merasa berada dalam kondisi yang terdesak. Pelajar yang merasa soalnya
terlalu sulit berpotensi untuk menyontek.
c. Lebih berfokus pada hasil dari pada proses. Pelajar yang mempersepsi
bahwa mendapat nilai baik dengan terlalu tinggi membuat anak cenderung
2.3 Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Perilaku Menyontek
Kepercayaan diri berpengaruh negatif terhadap perilaku menyontek. Hasil
penelitian Petrus Galih Purnomo Raharjo (2015) menemukan bahwa secara statistik
terdapat pengaruh yang negatif antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Hal
ini diketahui berdasarkan hasil uji t diperoleh thitungsebesar -5,930 lebih besar dari pada
nilai ttabel sebesar 1,664 pada taraf signifikasi 5% atau p (0,00˂0,05) sehingga dapat
disimpulkan terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan kepercayaan diri terhadap
perilaku menyontek. Kepercayaan diri yang semakin tinggi maka akan menurunkan
perilaku menyontek dan sebaliknya. Artinya bahwa semakin tinggi kepercayaan diri
siswa, semakin rendah perilaku menyontek. Semakin rendah perilaku menyontek,
semakin tinggi kepercayaan diri siswa. Jadi, apabila seseorang memiliki kepercayaan
diri yang baik, segala perilakunya akan tertuju pada keberhasilan.
Adywibowo (2010) mengemukakan bahwa keyakinan seseorang akan kemampuan
yang dimiliki dapat menampilkan perilaku tertentu untuk mencapai target yang
diinginkan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah dapat menimbulkan
perilaku yang negatif dalam pencapaian tujuan. Dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
diri berpengaruh negatif terhadap perilaku menyontek.
Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian bahwa kepercayaan diri mempunyai
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah “Ada Pengaruh yang Signifikan
Kepercayaan Diri terhadap Perilaku Menyontek pada Mahasiswa Bimbingan dan