83
ANALISIS HUBUNGAN KEMAMPUAN BERPIKIR FORMAL DENGAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN KIMIA
DI KELAS X SMA NEGERI 9 PONTIANAK
Juliansyah*, Tuti Kurniati dan Fitriani
Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Karakteristik materi kimia yang sebagian besar konsepnya bersifat kompleks dan abstrak menuntut siswa memiliki kemampuan berpikir yang lebih tinggi untuk mempelajarinya. Adanya hubungan perkembangan kemampuan berpikir siswa dengan kemampuan mempelajari kimia mengindikasi diperlukannya kemampuan berpikir formal dalam mempelajari kimia. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan kemampuan berpikir formal siswa di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak, (2) mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia di kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak, (3) mengetahui hubungan kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak. Hasil analisis data menunjukkan bahwa : (1) sebanyak 7 siswa mampu menjawab benar soal tes burney dan mencapai rentang nilai 17-24 yang termasuk dalam kriteria berpikir formal. Penalaran formal siswa yang lebih banyak menjawab benar adalah pada penalaran korelasional dan kombinatorial, (2) Sebanyak 10 siswa kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak mendapatkan nilai tes hasil belajar kimia ≥ 65, sedangkan 26 siswa mendapat nilai ketuntasan ≤ 65. Data yang diperoleh terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir formal dan hasil belajar kimia siswa kelas X SMA Negeri 9 Pontianak dengan koefisien korelasi sebesar 0,514 atau 51,4 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kemampuan berpikir formal dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia.
Kata Kunci : Hasil Belajar Siswa, Kemampuan Berpikir Formal, Pembelajaran Kimia
ABSTRACT
The complex and abstract characteristics of Chemical materials requires students to have higher thinking skills to learn. Relationship of students' thinking skills and the ability to learn chemistry indicates the need of formal thinking skills in learning chemistry. This study aimed at describing the grade X students’ thinking skills and learning outcomes, and finding the correlation of grade X students’ learning outcomes and their formal thinking skills. The results of analysis revealed that as many as 7 students were able to correctly answer the burney test questions and achieved value range of 17-24. This value was included in the criteria of formal thinking. In addition, the preferred correct answers were the correlation a land combinatorial reasoning. A total of 10 students of grade XD, SMA Negeri 9 Pontianak obtained test results of chemistry achievement at ≥ 65, while 26 students scored completeness at ≤ 65. The data obtained showed the positive correlation between formal thinking skills and learning outcomes with correlation coefficient sof 0.514 or 51.4%. Hence, it can be concluded that there is a positive relationship of formal thinking skills and students’ learning outcomes in learning chemistry.
84 PENDAHULUAN
Ilmu Kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diperoleh dari berbagai hasil eksperimen dan penyelidikan di laboratorium (Chang, 2004: 4). Ilmu kimia, sebagai bagian ilmu pengetahuan alam, mempelajari komposisi dan struktur zat kimia, serta hubungan keduanya dengan sifat zat tersebut (Syukri, 1999: 1).
Belajar ilmu kimia sampai saat ini memang masih dirasakan sulit bagi siswa. Hal ini dikarenakan konsep yang kompleks dan abstrak dalam ilmu kimia menjadikan siswa beranggapan bahwa mata pelajaran kimia merupakan pelajaran yang sulit. Tingginya tingkat kesulitan dalam memahami kimia menurut Winarti, 2001: (112) disebabkan oleh karakteristik ilmu kimia yang antara lain sebagian besar konsepnya bersifat abstrak dan berurutan, serta berhubungan dengan perhitungan. Selain itu, Arifin (1995: 220) menyatakan kesulitan dalam mempelajari kimia bersumber pada kesulitan dalam memahami istilah, kesulitan dalam memahami konsep, dan kesulitan dengan angka.
Piaget (dalam Sund dan
Trowbriage, 1973:42-49) membagi perkembangan kognitif anak dan remaja menjadi 4 tahap, yaitu sensori motor (saat lahir-2 tahun), praoperasi ( 2-7 tahun), operasi konkret (7-11tahun), dan operasi formal (11 tahun hingga dewasa). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif seseorang
merupakan suatu proses yang
berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Untuk mencapai tahap operasi formal seorang anak tidak mungkin melewati setiap tahapan sebelumnya.
Kemampuan berpikir formal adalah salah satu tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yang terjadi pada anak dan remaja dimulai dari umur 11 tahun hingga remaja. Kemampuan berpikir formal adalah kemampuan berpikir abstrak dan melihat sejumlah kemungkinan yang terjadi saat ini (Slavin, 2009: 52). Nawi (2012: 86)
menyatakan bahwa kemampuan
penalaran formal adalah kapasitas siswa untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi penalaran proporsional, pengontrolan variabel, probabilistik, korelasional, dan kombinasional.
85
Persentase ketuntasan siswa pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa hasil nilai ulangan siswa pada dua kelas yaitu kelas XB dan XD yang di dalamnya menunjukkan nilai yang didapatkan siswa pada 3 materi kimia yang berbeda yaitu Struktur Atom, Sistem Periodik Unsur (SPU), dan Ikatan Kimia. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Pontianak adalah 72. Berdasarkan data yang diperoleh memperlihatkan bahwa persentase ketuntasan siswa pada materi Ikatan Kimia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai persentase ketuntasan siswa pada materi yang lainnya. Persentase ketuntasan ulangan harian siswa pada materi Ikatan Kimia yang menunjukkan bahwa 91 jumlah siswa dari 2 kelas yaitu kelas XB dan XD, sebanyak 76 siswa tuntas dan sebanyak 15 orang tidak tuntas pada materi Ikatan Kimia. Hasil persentase ketuntasan ulangan harian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah menguasai materi Ikatan Kimia. Akan tetapi jika dikaitkan dengan hasil wawancara guru kimia pada tanggal 13 Januari 2015 menyatakan cenderung memberikan soal ulangan yang sudah dibahas oleh guru sehingga sudah dipahami siswa saat proses belajar.
Hal tersebut dilakukan agar hasil belajar siswa tidak begitu mengecewakan.
Penelitian kemampuan berpikir formal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian relevan di antaranya Erlina (2011) yang mendeskripsikan atau menyimpulkan bahwa sebanyak 26,7% mahasiswa tahun pertama dan sebanyak 44,1% mahasiswa tahun kedua di Universitas Tanjungpura telah mencapai tahap kemampuan berpikir formal sedangkan untuk sisanya masih dalam tahap berpikir transisi dan konkrit. Terdapat hubungan yang sangat lemah dan positif antara kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan soal-soal
pemahaman konseptual dengan
pemahaman algoritmik pada materi asam dan basa.
Penelitian Unsyiah (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berpikir formal dengan kemampuan menyelesaikan soal kimia siswa kelas akselerasi SMA Negeri Modal Bangsa Dinas Pendidikan Aceh. Nilai rxy tersebut dikonfirmasi dengan r tabel Product Moment taraf signifikan 5% (α = 0,05) sehingga diperoleh r tabel sebesar 0,468.
86
Ormrod (2009: 54) menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak remaja yang belum sepenuhnya mencapai kemampuan dalam berpikir formal. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian deskripsi studi korelasi kemampuan berpikir formal siswa dan kesulitan belajar siswa dalam memahami pelajaran kimia yang berjudul “Analisis Hubungan Kemampuan Berpikir Formal dengan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kimia di Kelas X SMA Negeri 9 Pontianak”.
METODE DAN BENTUK PENELITIAN
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian kuantitatif ini adalah hasil dari pengamatan, wawancara, dan catatan lapangan, yang disusun langsung oleh peneliti. Selain itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif studi korelasional.
SAMPEL PENELITIAN
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak yang berjumlah 36 siswa. Pemilihan kelas XD sebagai sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling.
PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur penelitian disusun dengan tujuan agar langkah-langkah penelitian lebih terarah pada permasalahan yang dikemukakan. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Melakukan pra riset di SMA Negeri 9 Pontianak antara lain pengumpulan
data nilai siswa, wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas X dan 6 siswa yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda.
b. Menentukan subjek penelitian.
c. Menyiapkan instrumen penelitian tes Burney (kemampuan berpikir formal) 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Memberikan tes kemampuan berpikir formal
b. Mengoreksi tes hasil kemampuan berpikir formal siswa.
c. Menganalisis data hasil tes kemampuan berpikir formal siswa. d. Melakukan wawancara terhadap siswa
untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi siswa.
e. Menganalisis hasil wawancara
f. Menganalisis hasil belajar siswa dengan hasil kemampuan berpikir formal
3. Tahap Akhir
a. Menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
b. Menyusun laporan penelitian
TEKNIK DAN ALAT
PENGUMPULAN DATA
1. Teknik Pengumpulan Data
87
2. Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan untuk pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes burney dengan jumlah item soal sebanyak 24 soal untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa. Tes hasil belajar dengan menggunakan ulangan umum semester genap tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 40 soal dengan KKM adalah 65 untuk mengetahui hasil belajar siswa. Wawancara bebas terpimpin yang dilakukan terhadap 6 siswa dengan tingkat kemampuan akademis berbeda untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
TEKNIK ANALISIS DATA
Soal tes burney yang diberikan sebanyak 24 butir soal dengan alokasi waktu pengerjaan adalah 50 menit. Tes ini dikerjakan secara individu oleh subjek penelitian yang sudah ditentukan.
Tabel 2. Kriteria Hasil Skor Tes Berpikir Formal
Rentang Skor Kriteria
17-24 Formal
11-16 Transisi
0-10 Konkrit
Selain itu, untuk siswa yang mencapai tahap kemampuan berpikir formal akan diidentifikasi berdasarkan aspek penalaran formal. Aspek penalaran formalnya adalah berdasarkan item soal yang ada pada tes burney. Adapun aspek penalaran formal yang dimaksud adalah seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Item Soal Berdasarkan Aspek Penalaran Formal
Nomor Soal Penalaran Formal
1, 2, 3, 6, 13,
14, 15, 16, 17 Korelasional
4, 5 Variabel
7, 8, 9, 18 Proporsional 10, 11, 12 Probabilistik 19, 20, 21, 22,
23, 24 Kombinatorial
sedangkan untuk KKM hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia untuk masing-masing sekolah berbeda. KKM SMA Negeri 9 Pontianak adalah 65. Untuk menjawab pertanyaan seberapa besar koefisien korelasi antara kemampuan berpikir formal dengan tes hasil belajar (ulangan umum), peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menghitung nilai kemampuan berpikir formal dan nilai tes hasil belajar yaitu ulangan umum kimia.
b. Uji normalitas distribusi dihitung dengan menggunakan Statistical Product And Service Solution (SPSS) versi 16.0.
c. Menentukan Hipotesis
Ho : Data Terdistribusi Normal Ha : Data Tidak Terdistribusi
Normal
d. Membandingkan harga rhitung dengan
rtabel dengan ketentuan diterima jika
rhitung < rtabel dan untuk harga r lainnya Ho ditolak.
88
Product And Service Solution (SPSS) versi 16.0. Pengujian korelasi antara kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan taraf signifikasi 0,01 yaitu .sig > 0,01 dan .sig < 0,01. Besarnya interpretasi mengenai koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Interpretasi Nilai r
Interval
Koefisien Interpretasi
0,800-1,000 Sangat Kuat 0,600-0,779 Kuat
0,400-0,599 Sedang 0,200-0,399 Rendah 0,000-0,199 Sangat rendah
Sumber : Sugiyono (2010 : 257)
HASIL DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data
Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel hasil yang ada di bawah ini :
1. Kemampuan Berpikir Formal Siswa
Tabel 5. Hasil Skor Tes Berpikir
Hasil tes kemampuan berpikir formal 36 siswa kelas XD pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 7 siswa telah mencapai tahap kemampuan berpikir formal yaitu dengan persentase 19,44%. Sedangkan untuk 24 siswa lainnya berada pada tahap kemampuan berpikir transisi dengan persentase
66,67% dan 5 siswa berada pada tahap kemampuan berpikir konkret dengan persentase 13,89%.
2. Tes Hasil Belajar
89
13 13 60.0
14 17 68.0
15 2 53.0
16 15 58.0
17 13 68.0
18 12 58.0
19 20 98.0
20 16 63.0
21 17 58.0
22 16 56.0
23 15 60.0
24 12 55.0
25 13 48.0
26 10 43.0
27 14 70.0
28 16 68.0
29 11 58.0
30 15 68.0
31 9 50.0
32 17 80.0
33 14 68.0
34 9 55.0
35 11 43.0
36 15 70.0
Tabel 8. Hipotesis Korelasi Kemampuan Berpikir Formal dengan Tes Hasil Belajar
KBF THB KBF Pearson
Correlation 1 .514**
Sig. (2-tailed) .001
N 36 36
THB Pearson
Correlation .514** 1
Sig. (2-tailed) .001
N 36 36
Tabel 8. Hipotesis Korelasi Kemampuan Berpikir Formal dengan Tes Hasil Belajar
KBF THB KBF Pearson
Correlation 1 .514**
Sig. (2-tailed) .001
N 36 36
THB Pearson
Correlation .514** 1
Sig. (2-tailed) .001
N 36 36
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nilai r = 0,514** dan nilai sig. (2-tailed) = 0,001, nilai sig. < 0,01 membuktikan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, maka dapat disimpulkan antara kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar siswa terdapat hubungan yang positif dan signifikan.
C.PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 10 Juli 2015 di kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak dengan jumlah siswa yang mengikuti tes kemampuan berpikir formal sebanyak 36 orang siswa. Ardhana (dalam Erlina, 2011 : 634) untuk mengukur kemampuan berpikir formal siswa pada penelitian ini digunakan tes Burney yang sebelumnya dikembangkan oleh Ball dan Sayre (1962).
90
siswa kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak belum mencapai rentang nilai tes kemampuan berpikir formal yang seharusnya dicapai yaitu 17-24. Jika disesuaikan dengan teori perkembangan kognitif Piaget, rentang tersebut merupakan tahap kemampuan berpikir formal. Hal ini juga menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara usia dengan kemampuan perkembangan berpikir siswa. Berdasarkan teori Piaget dikatakan bahwa anak seharusnya pada usia 11-15 tahun sudah mencapai tahap operasi formal, artinya untuk tingkat siswa kelas X SMA yang usianya 11-16 tahun seharusnya telah mencapai tingkat berpikir formal.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 8 sampai 10 Januari 2015,
terlihat bahwa dalam proses
pembelajaran siswa masih cenderung menghapal daripada memahami konsep. Apabila hanya menghapal yang dilakukan siswa, maka akan membawa dampak kurang baik bagi kemampuan daya nalar siswa. Jika hal tersebut berlangsung terus menerus maka kemungkinan besar dapat menyebabkan struktur kognitif siswa tidak banyak berkembang sehingga berdampak terhadap kemampuan berpikir siswa.
Hasil analisis aspek penalaran formal pada 7 siswa yang mencapai tahap kemampuan berpikir formal yang didapat dari tes kemampuan berpikir formal siswa atau tes burney mengindikasikan bahwa kebanyakan siswa lebih menonjol pada aspek penalaran korelasional dan kombinatorial. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang menjawab benar pada item soal yang mewakili kedua aspek penalaran tersebut. Adapun item soal yang siswa menjawab benar semua
adalah soal nomor 2, 4, 10, 12, 15, 16, 20, 21, dan 24. Sebanyak 3 dari 7 siswa menjawab benar pada penalaran korelasional dan 3 dari 7 siswa menjawab benar pada penalaran kombinatorial, sehingga data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa siswa lebih menonjol pada penalaran korelasional dan kombinatorial. Hal ini dibuktikan dengan besarnya nilai ketuntasan yang didapatkan siswa dalam penalaran korelasional dan kombinatorial dibandingkan penalaran yang lainnya setelah melakuan tes burney.
Tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai ulangan umum kimia yang dilakukan pada tanggal 18 Juni 2015 di SMA Negeri 9 Pontianak dan diawasi langsung oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Soal ulangan umum diberikan kepada kelas sampel yaitu kelas XD sebanyak 36 lembar soal ulangan sesuai dengan jumlah siswa yang ada di kelas XD yaitu 36 siswa. Data nilai kimia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari nilai ulangan umum kimia materi kelas X terutama kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut seberapa besar kemampuan berpikir siswa kelas X dalam memahami materi kelas X yang telah dipelajari. Adapun soal ulangan umum mata pelajaran kimia kelas X dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015.
91
terlalu menguasai materi kimia pada kelas X dengan baik. Hal ini dibuktikan
dengan tingginya persentase
ketidaktuntasan pada ulangan kimia yang diberikan oleh guru. Dalam analisis hasil nilai ulangan umum kimia sebanyak 10 siswa tuntas yaitu mencapai 27,78 % dan sebanyak 26 siswa tidak tuntas yaitu mencapai 72,22 %. Besarnya nilai ketidaktuntasan siswa yang mencapai 72,22 % tersebut menunjukkan bahwa penguasaan materi siswa terhadap materi kimia masih terbilang rendah.
Kemampuan keseluruhan siswa kelas XD dalam menyelesaikan soal-soal penalaran materi kimia kelas X semester genap dapat dilihat dari hasil jawaban siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan 6 orang siswa yang memiliki tingkat akademik tinggi, sedang, dan rendah. Siswa cenderung mengatakan kesulitan dalam menjawab soal yang berbentuk penalaran dan perhitungan. Hal ini juga dibuktikan dengan wawancara guru mata pelajaran kimia yang mengatakan bahwa memang ada sebagian siswa yang masih kebingungan dengan materi kimia yang bersifat konsep dan hal tersebut menyebabkan nilai siswa tidak mencapai KKM.
Hubungan antara kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan uji statistik dengan membuat Ho dan Ha. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hipotesis nol (Ho) yang diajukan ditolak atau diterima pada taraf kepercayaan tertentu. Uji hipotesis yang akan dilakukan adalah analisis korelasi sederhana berupa koefisien korelasi yang dihitung dengan
menggunakan Statistical Product And Service Solution (SPSS) versi 16.0.
Sebelum menghitung koefisien korelasi, dilakukan uji normalitas distribusi yang dihitung dengan SPSS 16.0 menggunakan pendekatan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov
pendekatan Lilliefors. Hal ini dilakukan untuk memastikan data telah terdistribusi normal, dimana data yang didapat berbentuk rasio. Hasil pengolahan data KBF dan THB tersebut menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan sig. ≥ 0,05 yaitu 0,200, sedangkan hasil pengolahan data THB juga menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan sig. ≥ 0,05 yaitu 0,200. Hal ini juga menunjukkan bahwa dengan nilai sig. yang lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data KBF dan THB tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan uji data KBF dan THB yang menghasilkan data normal maka untuk mengetahui koefisien korelasi kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar kimia digunakan dengan perhitungan korelasi pearson product moment.
92
antara kemampuan berpikir formal dan tes hasil belajar kimia dikategorikan sedang dengan rentang interval koefisien antara 0,400-0,599. Sehingga dengan interpretasi data yang diperoleh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar kimia siswa. Selain itu, berdasarkan analisis korelasi di atas dapat disimpulkan Ha (hipotesis penelitian) diterima, dan Ho (hipotesis nol) ditolak atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan berpikir formal siswa maka semakin tinggi pula hasil belajar kimia siswa. Adapun kesimpulan semakin tinggi kemampuan berpikir formal siswa maka semakin tinggi pula hasil belajar kimia siswa ditunjukkan pada grafik hubungan yang ada di bawah ini :
Beberapa faktor dapat
mempengaruhi kemampuan berpikir siswa di usia remaja atau usia sekolah menengah atas. Adapun faktor yang dimaksudkan adalah faktor internal seperti inteligensi juga berhubungan dengan proses perkembangan kognitif pada siswa. Sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Sadia (2007), bahwa model PBL (Problem Based
Learning) atau model LC (Learning
Cycle) sangat disarankan untuk
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran kimia sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir formal siswa. Model PBL (Problem
Based Learning) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis, serta keterampilan peseta didik dalam memecahkan permasalahan, dan memperoleh pengetahuan, sedangkan LC
(Learning Cycle) atau Siklus Belajar (SB)
adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
93
berpikir formal, sedangkan 29 siswa masih menjawab antara 0-16. Aspek penalaran formal yang lebih banyak siswa menjawab benar adalah aspek penalaran kombinatorial dan korelasional.
2. 10 siswa kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak mendapatkan nilai tes hasil belajar kimia ≥ 65, sedangkan 26 siswa mendapat nilai ketuntasan ≤ 65. Besarnya nilai ketidaktuntasan siswa yaitu mencapai 72,22% .
3. Terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir formal dan hasil belajar kimia siswa kelas XD SMA Negeri 9 Pontianak dengan nilai signifikan koefisien korelasi 0,001 < 0,01 dan nilai r sebesar 0,514 atau 51,4% dengan kategori sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner. (1966). Toward a Theory of
Instruction. Cambridge : Harvard
University.10-11.
Dahar, R.W. (1996). Pengelolaan
Pengajaran Kimia. Jakarta:
Depdikbud.
Chang, R. (2004). Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Djaali & Mudjiono. 2009. Pengukuran
Dalam Bidang Pendidikan.
Jakarta : Grasindo.
Erlina. (2011). Deskripsi Kemampuan Berpikir Formal Mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Tanjungpura. Jurnal Visi Ilmu
Pendidikan. 6(3): 631-640.
Hudoyo, H. (1988). Pengembangan Kurikulum dan Pelaksanaannya
di Depan Kelas. Surabaya: Usaha
Nasional.
Lawshe, C.H. (1975). A Quantitative Approach to Content Validity. Personnel Psychology Journal. Vol. 28: 563–575.
Muchith, M. S. (2007).Pembelajaran
Kontekstual. Semarang: Rasail
Media Group.
Ormrod, J.E. (2009). Psikologi
Pendidikan Membantu Siswa
Tumbuh dan Berkembang. Jakarta
: Erlangga.
Pendley, B.D., Bretz, R.L dan Novax, J.D. (1994). Concept Maps As a Tool To Assess Learning in Chemistry. Journal Of Chemical
Education, 71(1):9-15.
Purwanto, (2011). Evaluasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Purwoko, A. (2012). Meningkatkan Kemampuan Intelektual Pada
Siswa SMA Melalui
Pembelajaran Model Learning Cycle 3-Tahap. Jurnal Of
Chemistry. ISBN :
978-979-028-550-7.
Sabri, A. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, Cet. III.
Santrock, J.W. (2011). Psikologi
Pendidikan. Edisi ke 2. Cetakan
ke 3.
Sihaloho, M. (2013). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Memahami Konsep Larutan Buffer pada Tingkat Makroskopis dan Mikroskopis.
94
Slavin, R. E. (2009). Psikologi
Pendidikan Teori dan Praktek.
Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung : CV.
Alfabeta.
Sund dan Trowbridge. 1973. Teaching
Science by Inquiry in the
Secondary School. Ohio: Charles
E. Merrill Publishing Company.
Suyanti, R.D. (2010). Strategi
Pembelajaran Kimia. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Suyono. (2012). Belajar dan
Pembelajaran (Teori & Konsep).
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sadia, W. (2007). Jenis-Jenis Model
Pembelajaran. Jakarta : Prestasi
Pustaka.
Unsyiah. (2014). Hubungan Kemampuan
Berpikir Formal Dengan
Kemampuan Menyelesaikan Soal Kimia Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas Akselerasi Sma Negeri Modal Bangsa Dinas
Pendidikan Aceh. Banda Aceh :
UPT Perpustakaan.
Widoyoko, E. P. (2012). Teknik
Penyusunan Instrumen
Penelitian. Yogyakarta : Pustaka
Belajar.
Winarti, A. (2001). Pembelajaran Ilmu Kimia dan Kontribusinya
Terhadap Perkembangan