• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI GUA HUNIAN MANUSIA PRASEJARAH DI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POTENSI GUA HUNIAN MANUSIA PRASEJARAH DI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI GUA HUNIAN MANUSIA PRASEJARAH DI KAWASAN KARST

TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Asrofah Afnidatul Khusna

1)

, Gabriella Ayang Zetika

2)

, Grizzly Akbar Rizkyka

Ananda

3)

, Riana Wulan Pradipta

4)

, Sheila Sabena

5)

, Tito Muhammad Rizky

6)

, Wastu

Hari Prasetya

7)

, dan Wiji Tri Ningsih

8) 1Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

email: asrofahkhusna@yahoo.com

2Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email:gabriellaayang44@gmail.com

3Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email: grizzly.akbar@yahoo.co.id

4Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email: rianadhita@gmail.com

5Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email:titorizky@gmail.com

6Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email: sabenasheila@yahoo.com

7Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email:wastuprasetya@gmail.com

8Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada email:wijitn2@gmail.com

Intisari

Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan karst di ujung timur Jawa Timur. Taman Nasional ini terletak di Semenanjung Blambangan meliputi Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo dengan morfologi tropik yang dianggap mistis dan keramat oleh masyarakat sekitarnya. Penelitian potensi arkeologi pertama di Kawasan Taman Nasional Alas Purwo telah dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Arkeologi UGM di tahun 2014 dan mendapatkan data tentang potensi arkeologi di 27 gua dan ceruk, serta peninggalan dari masa klasik berupa fragmen-fragmen batu candi dan masa kolonial berupa bunker dan meriam. Potensi arkeologi masih perlu dicari dengan mengeksplorasi bagian dari bentang lahan karst Semenanjung Blambangan untuk mencari kontrubusinya terhadap penghunian manusia dan budayanya pada masa lalu. Tujuan penelitian ini secara umum adalah mendata dan memetakan gua-gua yang potensial maupun non potensial sebagai hunian di karst Alas Purwo sehingga dapat tercipta sebuah peta dan basis data tentang pola distribusi gua-gua yang potensial maupun non potensial sebagai hunian di karst Alas Purwo. Metode penelitian bersifat eksploratif berupa pengamatan langsung di lapangan dengan pendekatan arkeologis dan geografis. Hasil penelitian membuktikan bahwa gua-gua di kawasan karst Alas Purwo berpotensi sebagai hunian masa lalu berdasarkan aspek keletakan, lingkungan, dan morfologi yang dijadikan sebagai parameter penelitian. Namun perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan keberlangsungan kehidupan masa lalu di Alas Purwo mengingat salah satu aspek parameter yang digunakan yakni aspek kandungan arkeologis belum dapat ditemukan dalam penelitian kali ini.

Kata Kunci: Alas Purwo, Arkeologi, Gua, Ceruk.

Abstract

(2)

Arkeologi UGM in 2014. The acquired data present archaeological potential in 27 caves and rock shelter, and also some classical period remains such as stone fragments of a temple and colonial period remains such as bunker and canon. The general objective of this research is to record and map both potential and non-potential caves as a residential in karstic area of Alas Purwo, therefore a map and database of both potential and non-potential caves distribution pattern can be produced. Exploration method on this study is direct observation with both archaeological and geographical approach. Parameter for potential evaluation consist of several aspects such as placement, environment, and morphology. This study prove that caves in karstic region of Alas Purwo are potential as a residential in the past. Nevertheless, it is neccesary to conduct further study to prove the continuity of past lives in Alas Purwo, considering that the archaeological content has not been found in this research.

Keywords: Alas Purwo, Archaeology, Cave, Rock shelter.

1. PENDAHULUAN

Menurut pendapat Goudie (2004: 589) yang dikutip oleh Yuwono (2013: 43), karst terbentuk akibat kombinasi antara batuan mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik. Karst umumnya akan berasosiasi dengan batuan karbonat (batu gamping, marbel, dan dolomit) yang mudah dikenali dengan adanya bentukan-bentukan khas seperti gua, depresi tertutup, aliran sungai bawah tanah, dan sejumlah mata air. Pengertian ini juga disebutkan oleh Samodra (2005: 27-28, dalam Yuwono, 2013: 43), karst merupakan suatu wilayah yang umumnya disusun oleh batu gamping, dengan topografinya yang dibentuk oleh proses pelarutan atau bercirikan morfologi mikro (karren), dengan lekuknya yang tertutup, berpola aliran bawah tanah, dan mempunyai banyak gua. Topografi karst terbentuk melalui proses pelarutan dan peresapan di wilayah bertopografi karst yang berkembang menjadi bentukan-bentukan permukaan dan jaringan aliran air di bawah tanah.

Disepanjang bagian selatan Pulau Jawa, mulai dari daerah Yogyakarta ke timur, topografi karst terbentang dari Gunung Sewu, Pacitan Timur, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Pulau Sempu, Pulau Nusa Barong, hingga Semenanjung Blambangan (Kawasan Karst Alas Purwo yang berfungsi sebagai Taman Nasional). Kawasan karst ini menjadi contoh morfologi karst tropik yang masih tersisa hingga saat ini, meskipun saat ini sebagian besar bentang lahannya dalam kondisi gersang. Menurut Bahagiarti (2004), hutan merupakan salah satu unsur penyusun bentang lahan karst yang memungkinkan dulunya kawasan karst ini pernah didukung adanya hutan lebat. Kondisi ini memungkinkan mendukung kehidupan binatang bertulang belakang termasuk manusia (Badan Informasi Geospasial, 2012: 4-5).

Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan karst di ujung timur Jawa Timur. Taman Nasional ini terletak di Semenanjung Blambangan, di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo. Bagi masyarakat lokal, lingkungan Alas Purwo merupakan hutan tertua di Pulau Jawa yang dianggap mistis dan memiliki nilai keramat. Kepercayaan ini juga masih berkembang hingga saat ini. Masyarakat setempat memeluk berbagai agama, yang utama Islam dan Hindu. Sistem kepercayaan kejawen dan tradisi-tradisi Jawa lain masih kuat disana, sehingga masyarakat di sana digolongkan sebagai masyarakat Jawa tradisional. Selain itu, masih banyak dijumpai praktik-praktik kejawen seperti bertapa, bersemedi, dan selamatan-selamatan lain yang berkaitan dengan pencarian ketenangan batin (Badan Informasi Geospasial, 2012: 129).

(3)

Meskipun demikian, penelitian tersebut hanya mencakup sebagian kecil dari tiga resort yang ada di wilayah Taman Nasional Alas Purwo. Dengan demikian bagian lain dari Taman Nasional Alas Purwo masih belum tersentuh oleh penelitian arkeologis.

Oleh karena itu pada penelitian kali ini wilayahnya berfokus pada grid F3 Peta Indeks Survei Alas Purwo 2015 yakni wilayah Resort Pancur yang terletak pada koordinat (UTM 50 S) 208540 – 217050 mE, 9033680 – 9039180 mN. Alasan dipilihnya wilayah grid F3 Resort Pancur dikarenakan pada wilayah tersebut terdapat gugusan tebing-tebing karst yang memiliki gua bertipe ceruk yang sudah terdata dalam Taman Nasional Alas Purwo dengan kemungkinan ceruk-ceruk tersebut berpotensi sebagai tempat singgah komunitas manusia masa lalu. Ceruk-ceruk tersebut diantaranya Ceruk Awang dan Ceruk Gajah. Selain itu juga terdapat aliran-aliran sungai besar yang memungkinkan adanya situs terbuka disekitar aliran sungai sebagai tempat aktifitas manusia masa lalu.

Peta 1. Peta Indeks Survei Alas Purwo

(4)

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian kali ini lebih mengedepankan tentang sebaran, bentuk, dan lingkungan gua yang berpotensi sebagai hunian dan non hunian di kawasan karst Taman Nasional Alas Purwo dengan tujuan menemukan, mendata dan memetakan pola distribusi gua-gua hunian dan non hunian manusia prasejarah berdasarkan bentuk dan unsur-unsur lingkungan di kawasan karst Taman Nasional Alas Purwo. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini berupa terciptanya peta dan basis data tentang gua-gua yang berpotensi dan non potensi sebagai tempat hidup manusia prasejarah beserta bentuk dan unsur lingkungan pendukungnya. Serta rekomendasi untuk pemerintah dengan menjadikan kawasan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya menjadi zona konservasi ekosistem lingkungan hidup namun sekaligus sebagai zona konservasi budaya mengingat begitu berartinya tinggalan-tinggalan budaya masa lalu yang terdapat di kawasan Taman Nasional Alas Purwo.

2. METODE

Penelitian ini bersifat eksploratif dengan memadukan pendekatan arkeologis dan geografis. Pendekatan arkeologis digunakan untuk mengetahui sejarah budaya, rekonstruksi cara hidup, dan proses budaya melalui analisis terhadap budaya materi masa lalu yang dianalisis dalam tiga dimensi yakni bentuk, ruang, dan waktu (Sharer & Ashmore, 2003). Sementara pendekatan geografis digunakan untuk membingkai semua fenomena yang dianalisis dalam kerangka kewilayahan. Perangkat analisis yang dikembangkan adalah analisis potensi gua hunian dan non hunian di kawasan Alas Purwo berdasarkan unsur-unsur lingkunganyang diawali dengan perekaman data lapangan.Hal tersebut diperlukan karena masing-masing gua memiliki dimensi, bentuk, ruang, dan waktu yang kuat terkait dengan konteks budaya dan lingkungannya. Maka diperlukan perangkat analisis Geographic Information System (GIS) guna mengumpulkan, menyimpan, memodelkan, menganalisis, dan menyajikan sebaran gua-gua potensi dan non potensi hunian di kawasan karst Alas Purwo dengan referensi geografis (acuan lokasi/koordinat) (Johnson, 1997).

Sebelum melakukan penelitian lapangan, diawali dengan pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basis data yang akan dibangun. Hasil dari tahap ini berupa checklist lapangan beserta instrumen penelitian. Selanjutnya tahap pengumpulan data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah penelitian yakni grid F3 peta indeks survei Alas Purwo yang meliputi Resort Pancur. Hasil data di lapangan diperoleh dari beberapa aspek yaitu aspek keletakkan, lingkungan, morfologi, dan kandungan morfologis. Dari resort ini, pengolahan hasil penelitian dan manajemen basis data melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basis data yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah Resort Pancur Taman Nasional Alas Purwo. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah analisis data yang didapat di lapangan. Pemilihan gua dan ceruk sebagai tempat tinggal oleh manusia pada masa prasejarah tidaklah dilakukan secara sembarangan, tetapi dengan pertimbangan tertentu. Oleh sebab itu tidak semua gua dan ceruk memiliki potensi yang sama untuk dijadikan tempat tinggal, maka dibutuhkan parameter tertentu untuk mengetahui potensi gua atau ceruk tersebut. Setidaknya ada tiga parameter yang dapat menjadi petunjuk bahwa suatu gua pernah digunakan sebagai tempat hunian. Parameter tersebut adalah morfologi gua, lingkungan sekitar gua yang meliputi jarak dan aksesibilitas, serta kandungan arkeologis pada gua tersebut (Yuwono, 2004 – dalam Sofyan 2009). JSE Yuwono (2013) telah melakukan pengklasifikasian potensi gua sebagai situs yang tercantum dalam Tesisnya yang berjudul

(5)

Tengah Gunung Sewu”, pengklasifikasian tersebut dijadikan bahan acuan penggarapan tahap analisis di penelitian ini. Berikut pengklasifikasian potensi gua sebagai situs (Yuwono, 2013) :

a. Variabel kelas aksesibilitas gua

Data yang digunakan pada tahap ini terdiri atas: (i) data elevasi relatif (Tabel 1.) dan (ii) data lereng tunggal (Tabel 2.). Kedua data ini akan menghasilkan harkat yang nantinya akan dijumlahkan dan menghasilkan variabel (iii) data aksesibilitas gua (Tabel 3.). Klasifikasi dari elevasi relatif, lereng tunggal, dan aksesibilitas gua adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kelas elevasi relatif

No. Elevasi Relatif (m) Kelas Harkat

1. 0 – 15 Sangat kecil 5

2. 16 – 30 Kecil 4

3. 31 – 45 Sedang 3

4. 46 – 60 Besar 2

5. >60 Sangat Besar 1

(Sumber : Yuwono, 2013: 97)

Tabel 2. Kelas lereng tunggal

No Besar Lereng (%) Kelas Harkat

1 0 – 7 Datar – Landai 5

2 8 – 20 Miring – Sedang 4

3 21 – 55 Terjal 3

4 56 – 140 Sangat Terjal 2

5 >140 Ekstrim 1

(Sumber : Zuidam, 1985: 26; Dibyosaputro, 2001:12 –disederhanakan; Yuwono: 2013:97)

Tabel 3. Kelas aksesibilitas gua

No Interval Kelas Aksesibilitas Harkat

1 9 – 10 Sangat Mudah 5

2 7 – 8 Mudah 4

3 5 – 6 Sedang 3

4 3- 4 Sulit 2

5 2 Sangat Sulit 1

(Sumber : Yuwono, 2013:97)

b. Variabel morfologis gua

Data yang digunakan pada tahap ini terdiri atas : (i) data luas ruang gua (Tabel 4). Berdasarkan variabel morfologis gua, data luas ruang gua bersifat kuantitatif. Klasifikasi data ruang gua adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kelas luas ruang gua

No Luas Ruang (m2) Kelas Harkat

1 >500 Sangat Luas 5

(6)

3 21 – 100 Sedang 3

4 11- 20 Sempit 2

5 < 10 Sangat Sempit 1

(Sumber : Yuwono, 2013:98)

Dari penggabungan harkat kedua variabel yaitu kelas aksesibilitas dan kelas ruang gua akan dihasilkan sebuah klasifikiasi baru yaitu kelas potensi gua sebagai situs arkeologi (Tabel 5.). Pengklasifikasian ini dikelompokan ke dalam tiga kelas potensi yaitu sebagai berikut:

Tabel 5. Kelas potensi gua sebagai situs arkeologis

No Interval Kelas Kelas Potensi

1 8 – 10 Potensi Tinggi

2 5 – 7 Potensi Sedang

3 2 – 4 Potensi Rendah (Sumber : Yuwono, 2013:99)

c. Variabel kandungan arkeologis

Berupa ada tidaknya indikasi hunian masa prasejarah di permukaan atau di singkapan lantai gua. Analisis kualitatif dari kandungan arkeologis di lantai gua ini bisa dijadikan penguat potensi situs sekaligus guna mengetahui proses transformasi yang pernah terjadi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sebaran Gua Bertipe Ceruk di Wilayah Grid F3 Resort Pancur TNAP

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di wilayah grid F3 Resort Pancur Taman Nasional Alas Purwo, didapatkan data sebaran gua bertipe ceruk yang kemudian digambarkan secara spasial melalui pada peta berikut.

(7)

Selain digambarkan dalam bentuk spasial berupa peta sebaran gua tipe ceruk, temuan di lapangan juga dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6.Sebaran data gua tipe ceruk di wilayah survei grid F3 Resort Pancur TNAP

Tabel 6. merupakan hasil analisis keseluruhan dari data ceruk yang didapat di lapangan berdasarkan tiga variabel yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan yakni varibel aspek aksesibilitas, aspek morfologi dan aspek kandungan arkelogis yang pada akhirnya mengerucut ke dalam kelas potensi gua/ceruk arkeologis atau hunian masa lalu. Dari kesepuluh ceruk yang didata 7 diantaranya masuk dalam potensi sedang yaitu Ceruk Gajah, Ceruk Awang 2, Ceruk AP 21, Ceruk AP 22, Ceruk AP 23, Ceruk AP 24, dan Ceruk AP 25. Sedangkan tiga lainnya berpotensi rendah dan tidak diketahui potensi karena data tentang aspek morfologi tidak didapatkan. Gua atau ceruk yang berpotensi tinggi tidak didapatkan pada penelitian kali ini dikarenakan data veriabel ketiga yaitu aspek kandungan arkeologis tidak diketemukan disemua bagian gua atau ceruk. Aspek kandungan arkeologis dapat berguna sebagai penguat potensi ceruk hunian dan penentuan tingkat transformasi yang pernah terjadi di lingkungan gua/ceruk.

b. Interpretasi

Berdasarkan kondisi lingkungannya, Taman Nasional Alas Purwo sangat berpotensi sebagai wilayah hunian komunitas manusia prasejarah. Bentuk lahan karst yang sebagian besar melingkupi Alas Purwo merupakan indikator utama yang menandakan potensi keberadaan kehidupan manusia prasejarah di wilayah tersebut. Karst yang merupakan salah satu hasil dari proses geomorfologi yaitu pelarutan menghasilkan sebuah topografi karst yang menjadi komponen utama dalam perjalanan kehidupan manusia prasejarah berupa bentukan gua karst. Gua karst sendiri terbagi lagi dalam tiga tipe berdasarkan perbandingan lebar mulut dan kedalaman horisontal ruang, ada tidaknya lorong, dan profil atap. Ketiga tipe gua tersebut diantaranya gua, ceruk, dan dolin terban (Yuwono: 2013).

(8)

Stadium karst di Taman Nasional Alas Purwo berdasarkan hasil olahan peta geologi (lihat Peta 4.) menunjukkan bahwa karst dewasa yang mengalami proses geologi paling awal berada di wilayah tengah Taman Nasional Alas Purwo atau berada pada zona inti. Sementara karst muda yang mengalami proses geologi setelahnya berada di luar zona inti. Lalu yang terakhir karst awal yang mengalami proses geologi paling akhir menempati wilayah pesisir Taman Nasional Alas Purwo. Pada penelitian HIMA tahun 2014 telah didata sebanyak 27 gua dan ceruk yang keseluruhannya berada pada wilayah karst muda yang meliputi Resort Kucur, Resort Pancur, dan Resort Rowobendo.

Peta 4. Klasifikasi umur batuan karst penyusun wilayah TNAP

Sementara pada penelitian kali ini dengan sampel wilayah karst muda yang berbatasan langsung dengan karst dewasa tepatnya di Resort Pancur berhasil didata sebanyak 10 ceruk. Berdasarkan aspek lingkungannya ceruk-ceruk yang berhasil didata sangat berpotensi sebagai hunian masa lalu baik sementara atau dalam jangka waktu yang lama. Ceruk tersebut berada pada tebing-tebing di sekitar aliran sungai dimana kebutuhan air memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Selain itu pencahayaan yang didapat oleh ceruk-ceruk yang didata termasuk kategori yang cukup baik. Pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik menjadi indikator utama manusia dalam memilih gua dan ceruk sebagai tempat huniannya. Aksesibilitas menuju ceruk maupun dari ceruk menuju sumber air dan makanan sebagai komponen utama pendukung kehidupan manusia masa lalu termasuk dalam kategori sedang karena sebagian besar ceruk berada di lereng tengah.

(9)

Untuk memperkuat interpretasi penulis mengamati bentang alam yang terdapat di wilayah karst Taman Nasional Alas Purwo. Ternyata di bagian timur laut ± 5 km wilayah penelitian terdapat bentukan alam berupa kontur rapat yang membentuk lembah dengan tebing terjal. Setelah dianalisis dengan tampilan 3D didapatkan bahwa kenampakan alam tersebut berupa lembah V-shaped dengan kemungkinan sungai besar mengalir ditengahnya atau disebut koridor lembah. Terlebih bentukan tersebut berada di wilayah karst dewasa yang dipastikan mengalami proses geologi lebih awal yang kemungkinan sebelum penghunian oleh manusia. Bentukan koridor lembah ini sangat berpotensi terdapat hunian manusia masa prasejarah baik berupa gua dan ceruk maupun situs terbuka di tepian sungai. Sama halnya dengan Situs Neolitik Kalumpang di Sulawesi Barat dan Situs Neolitik yang terdekat dari Alas Purwo yaitu Situs Kendenglembu di lembah Sungai Kali Baru, Jember. Kedua situs neolitik tersebut berada di tepian sungai dimana Situs Kalumpang di hulu Sungai Karama dan Kendenglembu berada tepian Sungai Kali Baru.

Interpretasi penulis dengan membandingkan gua dan ceruk yang berpotensi hunian di Taman Nasional Alas Purwo dan situs neolitik Kalumpang serta Kendenglembu tidak menyentuh pembabakan pada masa prasejarah. Melainkan hanya terfokus pada kondisi bentang lahan dan fenomena alam yang memiliki kemiripan. Hal ini bisa memperkuat dugaan bahwa wilayah Taman Nasional Alas Purwo memang pernah dijadikan wilayah hunian manusia masa prasejarah baik dalam jangka waktu singkat atau pun dalam jangka waktu yang lama. Terlebih di bagian utara Taman Nasional Alas Purwo juga telah ditemukan situs-situs prasejarah seperti yang terdekat yaitu Situs Kendenglembu di Jember dan Situs Gumuk Putri di Muncar, Banyuwangi (Tim PKM Alas Purwo: 2015). Walaupun belum dapat dipastikan karena belum dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait kehidupan masa prasejarah di Alas Purwo, dugaan awal melalui penelitian ini secara umum wilayah Taman Nasional Alas Purwo kemungkinan menjadi jalur migrasi manusia prasejarah baik dari arah utara atau barat Pulau Jawa maupun ke arah Kepualuan Nusa Tenggara atau sebaliknya. Secara khusus karena adanya migrasi yang melewati wilayah Taman Nasional Alas Purwo, maka gua dan ceruk yang ada di wilayah tersebut berpotensi menjadi hunian bagi komunitas manusia prasejarah walaupun belum ditemukannya tinggalan budaya masa lalu pada gua dan ceruk di Taman Nasional Alas Purwo.

4. PENUTUP

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa gua dan ceruk di kawasan karst Taman Nasional Alas Purwo berpotensi sebagai hunian manusia prasejarah berdasarkan bentuk dan unsur-unsur lingkungannya. Nilai penting dari keberadaan gua dan ceruk yang berpotensi sebagai hunian manusia prasejarah di Taman Nasional Alas Purwo berupa wilayah karst Alas Purwo kemungkinan menjadi salah satu jalur migrasi komunitas manusia masa prasejarah dengan memanfaatkan keberadaan gua dan ceruk di wilayah tersebut sebagai hunian sementara atau pun jangka panjang, walaupun belum ditemukan bukti-bukti yang signifikan terkait keberadaan manusia prasejarah di wilayah tersebut. Selain itu keberadaan gua dan ceruk di Taman Nasional Alas Purwo bisa menjadi referensi untuk penelitian terkait sejarah dan budaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perlu diadakannya kegiatan lanjutan berkaitan dengan manusia prasejarah di kawasan karst Taman Nasional Alas Purwo. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain :

a. Penelitian bersama dosen atau ahli arkeologi terutama di bidang kajian prasejarah dan geoarkeologi. Dari penelitian sebelumnya dan penelitian ini, dosen yang fokus pada kajian prasejarah dan geoarkeologi hanya terlibat pada pra penelitian sehingga ketika tim penelitian yang terdiri dari mahasiswa mengalami kesulitan di lapangan terkait objek penelitian tidak ada partner diskusi yang mampu menyelesaikan permasalahan hingga tuntas.

(10)

dan keruangannya. Dari penelitian ini dan sebelumnya temuan permukaan terkait arkeologi sangat minim bahkan hampir tidak ada. Test pit yang dilakukan untuk mengecek bukti-bukti arkeologis pada lapisan atas pun tidak membuahkan hasil apapun. Ekskavasi diperlukan untuk mencari dan menemukan bukti-bukti arkeologis yang menguatkan dugaan kemungkinan wilayah Taman Nasional Alas Purwo dijadikan jalur migrasi manusia prasejarah dengan memanfaatkan gua dan ceruk sebagai tempat hunian kala bermigrasi.

c. Pemerintah Banyuwangi sebaiknya menetapkan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya menjadi zona konservasi ekosistem lingkungan akan tetapi juga sebagai zona konservasi budaya. Potensi sejarah-budaya di kawasan Taman Nasional Alas Purwo tidak hanya pada keberadaan gua dan ceruk yang berpotensi sebagai hunian masa prasejarah akan tetapi masih ada hal lainnya seperti Situs Kawitan dan Pura Luhur Giri Saloka yang dipercaya sebagai lorong waktu menuju Bali oleh masyarakat Hindu Bali. Lalu ada belasan bunker pertahanan Jepang di Resort Sembulungan yang menandakan keberadaan Jepang di wilayah Taman Nasional Alas Purwo pada waktu Perang Dunia II melawan Sekutu.

5. REFERENSI

Badan Informasi Geospasial, 2012, "Mempertahankan Benteng Terakhir di Kawasan Karst Selatan Jawa Timur", Ekspedisi Geografi Indonesia, hlm. 4-14.

Goudie, AS (ed.), 2004, Encyclopedia of Geomorphology, vol.1&2, 1st edition, Routledge Ltd., New York.

Johnson, I. And North, M. 1997. Archaeological applications of GIS. Sydney: Sydney University Archaeological.

Laporan Survei Arkeologi Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, 2014, Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014. Yogyakarta.

Laporan Survei Arkeologi Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, 2015, Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2015. Yogyakarta.

Noerwidi, Sofwan, 2008. EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU : Implikasinya Bagi Migrasi-Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa. Yogyakarta.

Sharer, RJ & W Ashmore, 2003, Archaeology: Discovering Our Past, 3th edition, The Mcgraw-Hill Companies., Inc., New York.

Sofian, Harry Octavianus, 2009. Potensi Arkeologis Gua-gua di Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol. 14 No.1 Mei 2009. Balai Arkeologi Palembang. Palembang.

Gambar

Tabel 1. Kelas elevasi relatif
Tabel 5. Kelas potensi gua sebagai situs arkeologis
Tabel 6.Sebaran data gua tipe ceruk di wilayah survei grid F3 Resort Pancur TNAP

Referensi

Dokumen terkait

Data yang akan diambil agar terstrukturnya penelitian ini yaitu dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial terhadap interaksi sosial siswa.Data tersebut dapat

Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya, maka pada bayi di atas 6 bulan dapat diberikan formula kedelai dengan

(3) Selain melakukan 4M sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelolaan, penyelenggara, atau penanggung jawab satuan pendidikan dapat menetapkan protokol kesehatan

Adapun objek sasaran yang dianalisis adalah kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi&gt;q Al-Chaki&gt;m yang selanjutnya dianalisis dengan

Tentu saja untuk mendapatkan keuntungan dari investasi Anda, Anda harus membeli barang saat harga lagi diskon lalu menjualnya disaat harga barang tersebut sedang berada

Sehubungan dengan hal tersebut Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur akan melaksanakan Kampanye Kesehatan Aku Bangga Aku Tahu pada tahun 2014 di Kota Samarinda,

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan berbagai faktor host dan lingkungan merupakan faktor risiko terhadap kejadian HIV/AIDS pada Ibu rumah tangga. Metode :