• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. B. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. B. Latar Belakang Masalah"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang Masalah

Manusia tidak bisa terlepas dari penggunaan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Keraf (2001:2) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniyah yang nyata. Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Keduanya saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi.

Di sisi lain, setap lambang bahasa berupa morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana selalu memiliki makna. Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut makna leksikal; yang berkenaan dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal; dan yang berkenaan dengan wacana disebut makna konteks (Chaer, 2012:45). Namun demikian, biasanya tidak banyak orang yang mempermasalahkan bagaimana bahasa dapat digunakan sebagai media berkomunikasi yang efektif, sehingga sebagai akibatnya mitra tutur sering mengalami kesalahpahaman dalam menanggapi suatu tuturan karena tidak memperhatikan konteks tuturan. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah melalui sudut pandang ilmu pragmatik.

Pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan (Rustono, 1999:5). Pragmatik memiliki ruang lingkup antara lain: tindak tutur (speech acts), deiksis, praanggapan

(2)

commit to user

(presupposition), dan implikatur percakapan (conversation implicature). Tindak tutur (speech acts) adalah tindakan-tindakan yang diungkapkan melalui tuturan. Tindak tutur dapat berupa permintaan maaf, protes, undangan, janji, atau permintaan (Yule, 1997:97).

Yule (1997:53-54) membedakan tindak tutur menjadi dua, yaitu tindak tutur berdasarkan fungsi umum dan tindak tutur berdasarkan basis struktur. Tindak tutur berdasarkan fungsi umum dibagi menjadi lima, yakni deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Adapun tindak tutur berdasarkan basis struktur dibedakan menjadi dua yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.

Penulis dalam penelitian ini akan membahas mengenai jenis tindak tutur yang ada dalam naskah drama berbahasa arab. Maksud suatu tuturan terkadang tidak sesuai dengan apa yang penutur ucapkan. Suatu tuturan tanya, bisa jadi hakikatnya adalah untuk memerintah, atau sebuah kalimat berita pada hakikatnya mengandung maksud untuk memerintah, atau kalimat perintah yang mengandung maksud untuk melarang. Penelitian mengenai tindak tutur ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami maksud tuturan yang terdapat dalam sumber data yang dikaji.

Adapun sumber data yang digunakan adalah naskah drama berjudul Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m. Sebuah drama yang inti ceritanya bersumber dari kitab suci Al-Qur’an. Drama pada babak I ini menceritakan tentang para pemuda bernama Misliniya, Marnus,Yamlikha, serta seekor anjing bernama Qitmir yang melarikan diri dari kejaran penguasa kafir dan kejam bernama Diqyanus. Para pemuda ini dikejar-kejar akan dibunuh oleh Raja

(3)

commit to user

Diqyanus beserta prajuritnya karena mereka menolak meninggalkan akidah yang telah diyakini. Mereka bersembunyi dan akhirnya tertidur dalam sebuah gua selama tiga ratus sembilan tahun. Awalnya mereka mengira tertidur di dalam gua setengah hari atau satu malam saja. Namun setelah mereka melihat keanehan-keanehan yang terjadi, akhirnya mereka mulai menyadari kalau mereka telah tertidur lebih lama dari perkiraan semula.

Alasan Penulis memilih naskah drama Ahlul-kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m sebagai sumber data adalah karena cerita ini sangat terkenal di masyarakat terutama kalangan umat islam, hal ini disebabkan karena inti ceritanya bersumber dari kisah nyata yang termuat dalam kitab suci Al-Qur’an. Alasan selanjutnya dikarenakan naskah drama tersebut menggunakan bahasa arab fuschah, sehingga sesuai untuk dikaji dari segi tata bahasa, terutama kalimat tanya yang digunakan di dalamnya. Kemudian, naskah drama yang berbentuk dialog antara penutur dan mitra tutur sangat memungkinkan adanya tindak tutur yang bisa diteliti.

Adapun objek penelitian ini adalah kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama Ahlul-kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m. Objek tersebut dipilih karena hampir seluruh isi naskah drama tersebut berbentuk tanya jawab antara penutur dan mitra tutur. Hal tersebut tentunya akan memunculkan beragam kata tanya yang digunakan oleh penutur serta mengandung maksud penuturan yang berbeda-beda.

Penelitian tentang tindak tutur kalimat tanya khususnya dengan objek naskah drama Ahlul-kahfi babak I karya Taufi>q Al- Chaki>m sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Berikut ini adalah

(4)

commit to user

beberapa penelitian yang dijadikan penulis sebagai acuan dalam melakukan analisis terhadap naskah drama tersebut yang akan diklasifikasi berdasarkan topik penelitian penulis, yaitu penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur, penelitian yang berkaitan dengan naskah drama, dan penelitian yang berkaitan dengan kalimat tanya.

Penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur antara lain pernah dilakukan oleh Sari (2012). Penelitian Sari mengkaji tentang tindak tutur yang terjadi antara penjual dan pembeli di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Hasil penelitian Sari yang terangkum dalam skripsinya berjudul “Analisis Tindak Tutur Penjual dan Pembeli di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta, Kajian Pragmatik” adalah sebagai berikut: Bentuk tindak tutur yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.

Jenis tindak tutur lokusi yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu lokusi pernyataan, lokusi perintah, dan lokusi peran. Jenis tindak tutur ilokusi yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu asertif, direktif, komisif, dan ekspresif. Dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY tidak ditemukan jenis deklarasi. Hal tersebut disebabkan oleh tidak ditemukannya bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya memecat, membaptis, memberi nama, mengangkat, mengucilkan, dan menghukum. Jenis tindak tutur perlokusi yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu perlokusi verbal dan perlokusi verbal nonverbal.

(5)

commit to user

Kedua, Penelitian tentang tindak tutur juga pernah dilakukan oleh Maulani pada tahun 2010. Penelitian Maulani berjudul ‚Jenis Tindak Tutur Perintah Mematikan Handphone dalam Pamflet-Pamflet pada masjid-masjid di Kota Isma’iliyah‚. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah apa saja jenis tindak tutur perintah yang digunakan dalam pamflet-pamflet di masjid-masjid di kota Isma’iliyah untuk mematikan Handphone saat berada dalam masjid.

Hasil penelitian dari Maulani menunjukkan bahwa penutur (Pengurus Masjid) dalam menyampaikan maksudnya tidak hanya menggunakan satu jenis tindak tutur, tetapi menggunakan lima macam tindak tutur, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi, langsung literal, dan tidak langsung literal.

Adapun tindak tutur yang paling banyak digunakan adalah tindak tutur langsung literal, sedangkan tindak tutur langsung tidak literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal tidak ditampilkan dalam pamflet-pamflet pada masjid-masjid di Isma’iliyah. Penggunaan tindak tutur langsung literal pada pamflet-pamflet tersebut bertujuan agar mitra tutur langsung mengerti maksud penutur, sedangkan penggunaan tindak tutur tidak langsung literal bertujuan untuk memperhalus perintah dan terkesan lebih\ sopan kepada mitra tutur.

Ketiga, penelitian tentang tindak tutur juga pernah dilakukan oleh Luqman pada tahun 2006. Judul penelitian Luqman adalah ‚Maksud Kalimat Perintah Dalam Suwarun Min Haya>h As-Saha>bah Juz II Karya Abdurrahman Ra’fat Al-Pa>sya>‛. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian Luqman adalah maksud apa saja yang terkandung dalam kalimat perintah pada objek penelitian

(6)

commit to user

tersebut. Menurut hasil penelitian Luqman, dalam sumber data tersebut ditemukan sebanyak 105 kalimat perintah dengan perincian, kalimat perintah dengan menggunakan bentuk fi’l amr sebanyak 95 kalimat, dengan fi’l mudhari’ yang disertai dengan lam amr sebanyak 4 kalimat, dengan isim fi’l amr sebanyak 3 kalimat, dan kalimat perintah dengan bentuk jumlah khabariyah sebanyak 3 kalimat. Sedangkan kalimat perintah dengan menggunakan masdar sebagai pengganti fi’l amr tidak ditemukan dalam karya tersebut.

Penelitian Luqman juga menyimpulkan bahwa, kalimat perintah dalam karya tersebut tidak hanya mengandung maksud perintah, tetapi juga memiliki maksud yang berbeda dari maksud yang sebenarnya tersebut. Adapun maksud-maksud yang ditemukan dalam karya tersebut adalah amr chaqi>qi> (ijab dan ilzam), a’d-du’a> (permohonan), al-irsya>d (petunjuk), a’t-tahdi>d (ancaman), al-izn (penyilaan), al-ikra>m (pemuliaan), al-iba>hah (pembolehan), al-iltimas (perintah pada orang yang sederajat), dan a’t-takwi>n (proses kejadian).

Klasifikasi selanjutnya adalah penelitian yang berkaitan dengan naskah drama. Fikriyandi pada tahun 2012 telah melakukan penelitian dengan judul ‚Tindak Tutur dalam Naskah Drama Pygmalion karya Taufi>q Al-Chaki>m‚. Hasil dari penelitian Fikriyandi adalah setiap ucapan yang terdapat dalam naskah drama Pygmalion memiliki makna ujaran masing-masing yang sangat terikat dengan konteks pada setiap dialognya. Tindak tutur yang paling banyak ditemukan adalah tindak tutur ilokusi, karena terdiri dari tindak tutur ilokusi asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklarasi. Dari lima kategori tersebut, yang paling sering ditemukan adalah ucapan yang bertindak tutur ilokusi asertif dan direktif.

(7)

commit to user

Tindak tutur asertif banyak ditemukan dalam bentuk ucapan yang menunjukkan sebuah kenyataan atau kebenaran dari apa yang telah diucapkan sebelumnya dalam berbagai bentuk, seperti sifat seseorang, hal yang telah terjadi, atau hal yang telah dilakukan. Tindak tutur ilokusi direktif banyak ditemukan karena dialog pada naskah drama ini terdapat ucapan permintaan, perintah, ataupun peran yang secara tidak langsung meminta (memerintah) kepada mitra tutur untuk menjawabnya.

Klasifikasi yang terakhir adalah penelitian yang berkaitan dengan kalimat tanya. Penelitian ini pernah dilakukan oleh Kartini pada tahun 2000. Penelitian Kartini tersebut menggunakan pendekatan sintaksis berjudul ‚Interogativa Bahasa Arab, Sebuah Analisis Sintaksis‚. Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan fungsi sintaksis, kalimat interogatif bahasa arab terbagi atas dua bagian yaitu: interogatif fungsional dan takfungsional. Selanjutnya, apabila dilihat berdasarkan tuntutan peran, interogatif dibagi atas tiga bagian yaitu: interogatif yang digunakan untuk a’t-tashawwur dan a’t-tashdi>q, interogatif yang hanya digunakan untuk a’t-tashdi>q dan yang terakhir interogatif yang hanya digunakan untuk a’t-tashawwur.

Pronomina tanya fungsional seluruhnya bersifat takdeklinatif kecuali pronomina tanya ayyun. Pronomina tanya fungsional ayyun dan pronomina tanya fungsional man, kedua pronomina ini memiliki varian-varian berdasarkan jumlah, jenis dan kasus. Varian-varian pronomina tanya man dan ayyun digunakan jika pronomina ini berdiri sendiri tanpa diikuti kata lain.

(8)

commit to user

Beberapa diantara pronomina tanya fungsional jika terdapat pada struktur kalimat relatif dan struktur kalimat kondisional maka pronomina-pronomina tersebut bukan merupakan pronomina tanya tetapi merupakan pronomina relatif dan partikel kondisional. Pronomina-pronomina tersebut adalah man, ma>, dan ayyun.

Setelah memperhatikan tinjauan pustaka di atas dan sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan objek naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m yang meneliti tentang tindak tutur berdasarkan basis struktur (modus kalimat) serta mengerucutkan pada kalimat tanya belum pernah diteliti sebelumnya. Dengan demikian penulis memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian dengan objek dan permasalahan tersebut.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja adawa>tul-istifha>m (perangkat tanya) yang digunakan untuk membentuk kalimat tanya dalam naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m ?

2. Apa maksud dari tuturan kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama tersebut ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, tujuan analisis penelitian pada makalah ini adalah:

(9)

commit to user

1. Mendeskripsikan apa saja adawa>tul-istifha>m (perangkat tanya) yang digunakan untuk membentuk kalimat tanya dalam naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m.

2. Mendeskripsikan maksud tuturan kalimat tanya yang terkandung dalam naskah drama tersebut.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian menjadi jelas dan terarah, sehingga mencapai sasaran yang diinginkan. Adapun pembatasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber data yang dianalisis dalam penelitian ini hanya babak I (satu) naskah drama Ahlul-Kahfi karya Taufi>q Al-Chaki>m.

2. Tindak tutur yang dianalisis hanya pada kalimat tanya.

3. Analisis yang dilakukan hanya berdasarkan basis struktur yaitu tindak tutur langsung dan tidak langsung.

E. LandasanTeori

1. Kalimat

Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 2001:23). Manurut Ramlan, yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya (2001:21).

Adapun Chaer (2009:44) mengartikan kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Intonasi

(10)

commit to user

final merupakan syarat penting dalam pembentukan sebuah kalimat, dapat berupa intonasi deklaratif (dalam ragam bahasa tulis diberi tanda titik), intonasi tanya (dalam ragam bahasa tulis diberi tanda tanya), intonasi imperatif (dalam ragam bahasa tulis diberi tanda seru), dan intonasi interjektif (dalam ragam bahasa tulis diberi tanda seru). Alisjahbana (1983:75) menjelaskan bahwa sebuah kalimat mempunyai suatu lagu (intonasi) yang penting sekali untuk menetapkan isi atau arti kalimat tersebut. Contoh:

(1) Nenek membaca komik di kamar.

(2) Nenek membaca komik di kamar, sedangkan kakek membaca koran di kebun.

(3) Ketika nenek mandi, kakek merokok di kamar, dan kakak masak di dapur. (4) Nenek saya! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat : siapa yang

duduk di sana?)

(5) Komik! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat : buku apa yang dibaca nenek?)

Konstituen dasar kalimat (1) adalah sebuah klausa; konstituen dasar kalimat (2) adalah dua buah klausa; konstituen dasar kalimat (3) adalah tiga buah klausa; konstituen dasar kalimat (4) adalah sebuah frase; konstituen dasar kalimat (5) adalah sebuah kata. Masing-masing kalimat diberi intonasi final deklaratif.

Perihal intonasi final inilah yang sangat berperan pada sebuah kalimat yang tetap bisa disebut kalimat tanya meskipun tidak terdapat kata tanya di dalamnya, contoh:

(11)

commit to user (6) Kakaknya suka merokok ?

Menurut Ramlan (2001:28), kalimat pada contoh (6) di atas berbeda dengan kalimat berita hanya karena intonasinya. Kalimat tersebut dapat dikategorikan kalimat tanya meskipun dalam perwujudannya tidak terdapat kata tanya, hal ini dikarenakan memakai intonasi final tinggi di akhir kalimat.

2. Kalimat Tanya

Menurut Chaer (2009:189) kalimat tanya adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Jawaban ini dapat berupa pengakuan, keterangan, alasan, atau pendapat dari pihak pendengar atau pembaca. Sedangkan pengertian kalimat tanya menurut Alisjahbana (1983:79) adalah suatu ucapan seseorang kepada seseorang, menyatakan bahwa yang bertanya itu tidak tahu, dan ingin (meminta, menyuruh, memerintah) diberi tahu tentang hal yang tidak diketahuinya itu. Contoh:

(7) Siapa namamu?

(8) Mengapa orang itu berlari?

(9) Bagaimana kalau kita makan di kedai itu?

Pembentukan kalimat tanya dapat dilakukan dengan lima cara (Markhamah, 2009:74-77), yaitu:

1. Dengan menambahkan kata tanya apa atau apakah. Contoh: (10) Dia sedang mengadakan penelitian.

(12)

commit to user

Kalimat (10a) adalah kalimat tanya yang dibentuk dari kalimat (10) dengan menambahkan kata apakah.

2. Dengan membalikkan urutan.

Contoh: (11) Anak-anak harus menyelesaikan tugas itu. (11a) Haruskah anak-anak menyelesaikan tugas itu ?

Kata bantu harus pada kalimat (11) dipindahkan ke awal kalimat dan ditambah dengan partikel-kah, sehingga menjadi kalimat tanya.

3. Dengan memakai kata bukan atau tidak. Contoh: #(12) Partini menikah kemarin.

(12a) Partini menikah kemarin, bukan ?

Pembentukan kalimat (12a) dilakukan dengan menambahkan kata bukan pada akhir kalimat (12), disertai perubahan intonasi dari intonasi berita menjadi intonasi tanya.

4. Dengan mengubah intonasi kalimat.

Pada pengubahan kalimat dengan cara ini urutan kata tetap. Dalam bahasa tulis, pengubahan ini cukup dilakukan dengan cara mengganti tanda titik dengan tanda tanya.

Contoh: (13) Kamu mengerti soal ini. (13a) Kamu mengerti soal ini ? 5. Dengan memakai kata tanya.

Pembentukan dengan cara ini ialah dengan memakai kata tanya seperti siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana.

Contoh: (14) Kapan Partini menikah ?

(13)

commit to user

Dilihat dari reaksi jawaban yang diberikan, kalimat tanya dibedakan menjadi beberapa pembagian (Chaer, 2009:190-195) yaitu:

1. Kalimat tanya yang meminta pengakuan jawaban ‚ya‛ atau ‚tidak‛, atau ‚ya‛ atau ‚bukan‛. Contoh:

(16) Pejabat itu ditahan KPK?

Jawab: dapat dibuat dalam bentuk singkat; Ya!

Atau dapat juga dalam bentuk lengkap: Ya, pejabat itu ditahan KPK.

2. Kalimat tanya yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur (fungsi) kalimat dibentuk dengan bantuan kata (apa, siapa, mana, berapa, dan kapan) sesuai dengan bagian mana dari kalimat yang ditanyakan. Contoh:

(17) Dengan apa pintu rumah itu kamu buka? (jawab: kunci palsu

atau: pintu rumah itu saya buka dengan kunci palsu). (18) Siapa nama gadis itu?

(jawab: Siska

atau: nama gadis itu adalah Siska). (19) Istrimu yang mana?

(jawab: itu yang berbaju merah). (20) Berapa harganya?

(jawab: dua juta rupiah

atau: harganya dua juta rupiah). (21) Kapan kamu akan menikah?

(14)

commit to user (jawab: bulan depan

atau: saya akan menikah bulan depan)

3. Kalimat tanya yang meminta jawaban berupa ‘alasan’ dibentuk dengan bantuan kata mengapa atau kenapa. Contoh:

(22) Mengapa kamu sering terlambat? (jawab: karena rumah saya jauh

atau: karena sukar mencari kendaraan). (23) Kenapa anggota DPR itu ditangkap?

(jawab: karena dia melakukan korupsi

atau: karena dia terlibat dalam kasus jual beli perkara).

4. Kalimat tanya yang meminta jawaban berupa pendapat (mengenai hal yang dipertanyakan) dibentuk dengan bantuan kata bagaimana. Contoh:

(24) Bagaimana cara mengangkut batu sebesar ini? (jawab: ditarik beramai-ramai

atau: dengan bantuan mesin katrol).

5. Kalimat tanya yang menyungguhkan, sebenarnya mengharapkan jawaban untuk menguatkan yang ditanyakan. Kalimat tanya ini dibentuk dari sebuah pernyataan diikuti dengan kata ‚bukan‛ dan disertai dengan intonasi. Contoh:

(25) Anda berasal dari Papua, bukan?

Contoh kalimat di atas, jawaban yang diharapkan adalah ‚ya‛ atau ‚betul‛, meskipun secara eksplisit kata ‚ya‛ atau ‚betul‛ itu tidak diucapkan. Namun, kalau kalimat tanya itu dimulai dengan kata bukan-kah, jawabannya menjadi ‚ya‛ atau ‚tidak‛, atau ‚ya‛ atau ‚bukan‛.

(15)

commit to user (26) Bukankah anda berasal dari Papua?

(jawab: ya, benar

atau: bukan, saya dari Ambon).

Menurut Chaer (2009:196) selain untuk meminta jawaban, kalimat tanya dapat juga digunakan untuk keperluan lain, yaitu:

1. Untuk menegaskan. Di sini diandaikan orang yang ditanya sudah mengetahui jawabannya sehingga dia tidak perlu menjawab lagi, atau orang yang ditanya diandaikan tidak akan menjawab karena segan atau takut kepada yang bertanya. Contoh:

(27) Benarkah imperialisme itu harus kita diamkan saja ? 2. Untuk menyuruh atau memerintah secara halus. Contoh:

(28) Dapatkah Anda menunjukkan kartu identitas Anda? (29) Apakah tidak sebaiknya kamu menunggu dulu di luar?

3. Untuk mengejek. Contoh: seorang ayah bertanya kepada anaknya yang jatuh dari pohon, padahal sebelum itu sudah berkali-kali diingatkan. Dengan kalimat tanya berikut jelas si ayah bukan bertanya melainkan mengejek.

(30) Enak ya jatuh ? (31) O, kamu jatuh?

4. Untuk menawarkan barang dagangan, seperti biasa dilakukan oleh para pedagang asongan. Contoh:

(32) Korannya, pak ?

(16)

commit to user 3. Kalimat Tanya dalam Bahasa Arab.

Kalimat tanya dalam bahasa arab disebut kalimat istifha>m. Menurut Ibnu Manzhu>r dalam Lisa>nul-‘Arabi (2011:235) akar kata istifha>m adalah al-fahmu artinya mengetahui sesuatu dalam pikiran atau hati. Selanjutnya, akar kata ini memiliki bentuk kata lain sebagai hasil dari proses derivasi atau isytiqa>q, diantaranya: fahima artinya faham atau mengerti, fahhama atau afhama artinya memahamkan atau memberikan pemahaman, istifhama artinya bertanya untuk mencari pemahaman tentang suatu hal.

Menurut Al-Ha>syimi dalam Jawa>hirul-Bala>ghah (1999:78) kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk menanyakan tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan menggunakan salah satu kata tanya. Tidak jauh berbeda dengan Al-Ha>syimi, pengertian kalimat tanya menurut Al-Ja>rim (2005:273) dalam Al-Bala>ghatul-Wa>dhichah adalah kalimat yang berfungsi untuk menanyakan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Pembahasan kalimat tanya baik bentuk dan makna-maknanya menjadi salah satu pembahasan dalam ilmu ma’a>ni, yang merupakan salah satu bagian dari ilmu Bala>ghah.

a. Kata Tanya dalam Bahasa Arab dan Fungsinya

Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam pembentukan kalimat tanya, begitu juga dengan bahasa Arab. Kalimat tanya dalam bahasa arab lazimnya menggunakan salah satu dari sebelas adawa>tul-istifha>m (perangkat tanya), masing-masing memiliki fungsi

(17)

commit to user

yang berbeda-beda. Menurut Shofwan (2008:42-48), kata tanya itu adalah sebagai berikut:

1. Hamzah (

أ

)

Huruf hamzah memiliki dua makna yaitu a’t-tashawwur dan a’t-tashdi>q. Makna a’t-tashawwur adalah mengetahui bagian dari suatu kalimat seperti subjek, predikat atau objek (Al-Ha>syimi,1999:79). Huruf hamzah dengan makna ini digunakan untuk menanyakan salah satu dari dua unsur, dan jawabannya adalah dengan menentukan salah satunya.

Contoh (34):

؟ ديعس مأ رف اسم يلعأ

A’aliyyu musa>firun am sa’i>du ?

‘Apakah Ali yang bepergian ataukah Said ?’

Pada contoh (34) di atas penutur menanyakan salah satu dari dua hal, yaitu apakah Ali atau Said yang bepergian. Jawaban peran tersebut adalah dengan menentukan salah satu dari keduanya. Dalam contoh tersebut, penutur telah mengetahui unsur predikat (bepergian) namun masih ragu siapa pelakunya (subjeknya).

Misalnya dijawab dengan:

ديعس

.

Sa’i>d .

(18)

commit to user

Pada umumnya hamzah yang bermakna a’t-tashawwur diikuti mu’adil (pembanding) nya dengan ditandai lafal am yang disebut am- muttashilah, seperti pada contoh (34) di atas. Namun menurut Shofwan (2008:43) adakalanya pembandingnya ditiadakan, seperti pada contoh berikut (35):

؟ رضح ليلخأ

Akhali>lun chadhara ?

‘Apakah Khalil telah datang ?’

Contoh (35) di atas merupakan kalimat bermakna a’t-tasawwur dengan meniadakan pembandingnya. Pada contoh tersebut jawabannya adalah dengan menentukan salah satu unsur di dalamnya, yaitu subjek. Hanya saja lafal pembandingnya ditiadakan, misalnya diucapkan

؟

ديز م

أ

رضح ليلخأ

/

Akhalilun chadhara am Zaidun?/ ’Apakah Khalil atau Zaid telah datang ?’ Pembanding berupa lafal ‚am Zaidun‛ ditiadakan karena unsur subjek yang lebih dikehendaki oleh penutur adalah Khalil, bukan Zaid. Meskipun tidak menutup kemungkinan jawaban yang akan muncul adalah pembanding yang ditiadakan, atau bahkan keduanya.

Adapun definisi a’t-tashdi>q adalah mengetahui hubungan predikatif antara subjek dan predikat (Al-Ha>syimi, 1999:79). Hamzah yang bermakna a’t-tashdi>q ini digunakan untuk menanyakan ada atau tidaknya hubungan predikatif tersebut, dan jawabannya adalah ya atau tidak. Contohnya adalah (36):

؟ يرملأا رضحأ

Achadharal-Ami>ru ?

(19)

commit to user

‘Apakah Pangeran telah datang?’ (Shofwan, 2008:43).

Contoh (36) di atas membutuhkan penjelasan tentang benar atau tidaknya hal yang dipertanyakan, dalam hal ini adalah apakah Pangeran telah datang, ataukah belum.

2. Hal (

لى

)

Kata tanya ini hanya menunjukkan makna a’t-tashdi>q. A’t-tashdi>q adalah untuk mengetahui hubungan predikatif antara subjek dan predikat (Al-Ha>syimi, 1999:79). Contoh (37):

؟ ديز ءاج لى

Hal ja>’a Zaidun ?

‘Apakah Zaid telah datang ?’(Shofwan, 2008:44).

Untuk menjawab kalimat tanya (37) tersebut adalah dengan kata na’am (ya) atau la> (tidak atau belum).

3. Ma>

(ام)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan suatu benda atau sesuatu yang tidak berakal. Dalam perwujudannya adakalanya tidak ada tambahan (murni ma>), adakalanya ada tambahan berupa charfu jarr, dan adakalanya terdapat tambahan kata dza>. Contoh kalimat dengan menggunakan kata tanya ma> tanpa tambahan adalah sebagai berikut (38):

؟ سمشلا ام

Ma>’sy-syamsu ?

(20)

commit to user

Contoh jawaban dari pertanyaan di atas adalah:

يرانه بكوك و نإ

Innahu kaukabun naha>riyyun.

‘Sesungguhnya matahari adalah bintang di siang hari.’

Contoh kata tanya ma> yang terdapat tambahan charfu jarr adalah sebagai berikut (39):

)

24

: يم رم( ائيش كنع نيغي لاو رصبي لاو عمسي لا ام دبعت لم تبأ اي ويبلأ لاق ذإ

Idz qa>la li’abi>hi ya> abati lima ta’budu ma> la> yasma’u wa la> yubshiru wa la> yughni> ‘anka syai’an.

‘Ingatlah ketika dia (Ibrahim) berkata pada ayahnya: Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikitpun ?’ (QS. Maryam: 42)

Pada contoh (39) di atas, bentuk asli dari kata lima adalah lima> (terdapat alif pada mim). Charfu lam pada kata lima adalah charfu jarr yang berfungsi menghilangkan alif pada kata ma> (El-Dahdah, 2000:326) serta menjadikannya bermakna a’t-ta’lil (menanyakan alasan).

Adapun bentuk lain dari kata tanya ma> adalah ma>dza> yaitu dengan adanya penambahan kata dza>. Contohnya adalah (40):

)

24

:سنوي( نوفرصت نّأف للا ضلا لاإ قلحا دعب اذامف

Fama>dza> ba’dal-chaqqi illa>’dh-dhala>lu fa’anna> tushrafu>n.

‘Maka apakah setelah kebenaran kecuali kesesatan, maka mengapa kamu berpaling ?’ (QS. Yunus: 32)

(21)

commit to user

Pada contoh (40) di atas, ma> pada kata ma>dza> adalah isim istifha>m berfungsi sebagai khabar (predikat) muqaddam (predikat yang letaknya mendahului subjeknya), dan dza> adalah isim isya>rah (kata tunjuk) yang berfungsi sebagai mubtada’ mu’akhar (mubtada’/subjek yang posisinya terletak setelah khabar /predikat) (El-Dahdah, 2000:327).

4. Man (

نم

)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan seseorang. Contoh (41):

؟رصم حتف نم

Man fatacha Mishra ?

‘Siapakah yang menaklukkan negeri Mesir ?’ (Shofwan, 2008:47). 5. Mata> (

تىم

)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan tentang waktu. Contoh (42):

؟ تمدق تىم

Mata> qadimta ?

‘Kapan kamu datang ?’ (Shofwan, 2008:47). 6. Ayya>na (

نا يأ

)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan waktu yang akan datang. Biasanya digunakan untuk menanyakan peristiwa yang besar. Contoh (43):

)

6

:ةمايقلا( ؟ ةمايقلا موي نا يأ لأسي

Yas’alu ayya>na yaumul-qiya>mah ?

(22)

commit to user

‘Ia bertanya kapankah hari kiamat itu ?’ (QS. Al-Qiyamah: 6 ). 7. Kaifa (

فيك

)

Kata tanya ini digunakan untuk bertanya tentang keadaan. Contoh (44):

)

24

:ءاسنلا( ؟ ديهشب ة مأ لك نم انئج اذإ فيكف

Fakaifa idza> ji’na> min kulli ummatin bisyahi>din ?

‘Maka bagaimanakah halnya orang kafir nanti apabila kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap umat?’ (QS.An-Nisa’: 41).

8. Aina (

نيأ

)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan tempat atau keberadaan suatu hal. Contoh (45):

)

44

:ماعنلاا( ؟ مكؤاكرش نيأ

Aina syuraka>’ukum ?

‘Dimanakah (berhala) sesembahan kalian ?’ (QS. Al-An’am: 22) 9. Anna> (

نّأ

)

Kalimat tanya dengan menggunakan lafal ini memiliki beberapa makna diantaranya (Shofwan, 2008:48):

a. Bermakna kaifa. Contoh (46):

)

452

:ةرقبلا( ؟ اتهوم دعب للها هذى ييح نّأ

Anna> yuhyi> hadzihil-La>hu ba’da mautiha> ?

(23)

commit to user

‘Bagaimanakah Allah menghidupkan negeri ini setelah roboh dan porak poranda.’ (QS. Al-Baqarah:259).

b. Bermakna min aina (

نيأ نم

) Contoh (47):

)

27

:نارمع لا( ؟ اذى كل نّأ يمرم اي

Ya> Maryamu anna> laki hadza> ?

‘Hai Maryam, dari manakah kamu memperoleh makanan ini.’ (QS. Ali- Imran:37)

c. Bermakna mata> (

تىم

) Contoh (48):

؟ تئش نّأ نيرز

Zurni> anna> syi’ta ?

‘Berkunjunglah padaku, kapan saja kamu menginginkan.’ (Shofwan, 2008:48).

10. Kam (

مك

)

Kata tanya ini digunakan untuk menanyakan hitungan atau jumlah. Contoh (49):

)

42

:فهكلا( ؟ متثبل مك

Kam labitstum ?

‘Sudah berapa lama kamu berada disini ?’ (QS. Al-Kahfi:19). 11. Ayyu)

يأ

)

Kata tanya ini digunakan untuk menentukan satu dari beberapa hal yang masih umum. Contoh (50):

(24)

commit to user

)

72

:يمرم( ؟ اماقم يرخ ينقيرفلا يأ

Ayyul-fari>qaini khairun maqa>ma>n ?

‘Manakah diantara dua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya ?’ (QS. Maryam: 73).

Terkadang kalimat tanya tidak menyebutkan kata tanya seperti yang telah dikemukakan di atas. Makna kalimat tanya dapat ditunjukkan dari dua hal yaitu: (1) dalam bahasa tulis, kalimat tanya selalu disertai penggunaan tanda tanya (?) di akhir penulisan kalimat tersebut (Syanti, 2001:144) (2) dalam bahasa lisan disertai adanya intonasi (A’t-tanghi>m) meninggi ketika diucapkan (Bisyr, 2000:536-537)

Terkait masalah intonasi lebih lanjut Bisyr, dalam bukunya ‘Ilmul-Ashwa>t menjelaskan bahwa dalam kalimat tanya yang menghendaki jawaban ‚ya‛ atau ‚tidak‛ menggunakan intonasi meningkat atau meninggi di akhir tuturan (2000:536-537). Bisyr memberi contoh (51):

؟ تيبلا فى دوممح

Machmu>d fi>l-baiti ?

‘Mahmud di dalam rumah ?’

Contoh kalimat tanya (51) di atas ketika dituturkan menggunakan intonasi meningkat atau meninggi di akhir tuturan, yaitu saat menuturkan kata ‚al-baiti‛.

b. Makna Maja>zi Kalimat Tanya.

Berkaitan dengan maksud tuturan, terkadang kalimat tanya tidak lagi digunakan untuk benar-benar bertanya, namun digunakan untuk maksud lain. Maksud lain yang terkandung dalam kalimat tanya ini

(25)

commit to user

disebut makna maja>zi. Makna maja>zi dapat diketahui melalui susunan kalimat serta konteks yang meliputinya. Dari beberapa referensi yang telah dikaji oleh penulis, ditemukan perbedaan jumlah serta macam makna maja>zi kalimat tanya. Al-Ha>syimi dalam Jawa>hirul Bala>ghah (1999: 83-84) menyebutkan 20 makna maja>zi yaitu 1. Al-amr (memerintah) 2. A’n-nahyu (melarang) 3. A’t-taswiyyah (menyamakan) 4. A’n-nafyu (meniadakan) 5. Al-inka>ru (mengingkari) 6. A’t-tasywi>q (merangsang untuk melakukan sesuatu) 7. taqri>r (menetapkan) 8. A’t-tahwi>l (mengejutkan atau menakutkan) 9. A’t-ta’zhi>m (mengagungkan) 10. A’t-tachqi>r (menghina) 11. A’t-ta’ajjub (merasa takjub, heran) 12. A’t-tahakkum (mengejek atau mengolok-olok) 13. Al-wa’i>d (mengancam) 14. Al-istibtha>‘ (merasa lama dan lambat) 15. A’t-tanbih ‘ala> dhala>lati’t-thari>q (mengingatkan terhadap sesatnya jalan) 16. A’t-taktsi>r (memperbanyak) 17. Al-istib’a>d (menganggap jauh) 18. Al-isti’na>s (menyenangkan hati) 19. A’t-tanbih ‘alal-ba>thil (mengingatkan terhadap keburukan) 20. A’t-tanbih ‘alal-khata’ (mengingatkan terhadap kekeliruan)

Kemudian dalam kitab Dira>satu fi ‘Ilmil-Ma’a>ni,> karya Al-Fi>l terdapat 19 makna maja>zi, yang mana 17 diantaranya sama dengan yang terdapat dalam Jawa>hirul Bala>ghah karya Al-Ha>syimi pada poin 1 (satu) sampai 17 (tujuh belas) yang telah disebutkan pada paragraf di atas, lalu ditambah dengan A’t-tamanni (pengharapan yang mustahil) dan Idzha>rul-asa> wa’t-tachsir (menampakkan keputus asaan dan kemalangan) (1991: 204-208).

(26)

commit to user

Al-Ja>rim dan Musthafa Amin dalam bukunya Al-Bala>ghatul-Wa>dhichah menyebutkan ada 11 makna tanya maja>zi, yaitu A’n-nafyu, Al-inka>ru, A’t-taqri>r, A’t-taubi>kh, A’t-ta’zhi>m, A’t-tachqi>r, Al-istibtha>‘, A’t-ta’ajjub, A’t-taswiyyah, A’t-tamanni>, A’t-tasywi>q (2010: 279-280). Semua makna tersebut telah termuat dalam karya Al-Ha>syimi dan Taufi>q Al-Fi>l, kecuali makna At-Taubi>kh.

Setelah membandingkan makna-makna yang dikemukakan oleh para ahli di atas, penulis memilih karya Al-Ha>syimi sebagai referensi untuk melakukan analisis data. Alasan penulis memilih karya Al-Ha>syimi dikarenakan makna-makna yang dikemukakan dalam karya tersebut lebih luas dan terperinci, hal ini akan menjadikan hasil penelitian mampu mencakup makna-makna yang tidak disebutkan dalam karya Al-Fi>l dan Al-Ja>rim. Adapun penjelasan makna-makna maja>zi secara terperinci menurut pendapat Al-Ha>syimi (1999: 83-84) adalah:

a. Al-amru

Al-amru merupakan makna yang ditujukan untuk maksud memerintah. Contoh (52):

:ةدئالما( نوهتنم متنأ لهف

24

)

Fahal antum muntahu>n.

‘Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)!’ (QS. Al-Ma’idah: 91).

Contoh (52) di atas, tidak bermaksud menanyakan: apakah kalian berhenti (melakukan pekerjaan itu) ? Namun dimaksudkan untuk makna perintah, yaitu perintah untuk berhenti melakukan suatu

(27)

commit to user

hal. Kata muntahu>n dalam ayat tersebut maksudnya adalah intahu> artinya berhentilah.

b. A’n-nahyu

Makna ini berfungsi untuk melarang mitra tutur melakukan suatu hal. Contoh (53):

:ةبوتلا( هوشتخ نأ قحأ للهاف منهوشتخأ

42

)

Atakhsyaunahum fa>Lla>hu achaqqu an takhsyu>hu.

‘Janganlah kamu takut kepada mereka, karena Allah-lah yang berhak kamu takuti’ (QS. At-Taubah: 13).

Kata hamzah pada contoh (53) di atas tidak bermakna: apakah kamu takut kepada mereka ? Namun bermakna: janganlah (melarang/a’n-nafyu) takut kecuali pada selain Allah !

c. A’t-taswiyyah

A’t-taswiyyah adalah sebuah makna yang berfungsi untuk menyamakan dua hal. Contoh (54):

:ةرقبلا( نونمؤي لا مىرذنت لم مأ متهرذنأأ مهيلع ءاوس

6

)

Sawa>’un ‘alaihim a’andzartahum am lam tundzirhum la> yu’minu>n. ‘Sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman’ (QS. Al-Baqarah: 6).

Pada contoh (54) di atas, penggunaan kata hamzah pada kata a’andzartahum tidak menunjukkan makna bertanya: apakah engkau telah memperingatkan ? Namun menunjukkan arti kesamaan, diberi

(28)

commit to user

peringatan atau tidak hasilnya akan tetap sama, yaitu orang kafir sama-sama tidak akan beriman pada Allah.

d. A’n-nafyu

A’n-nafyu adalah sebuah makna yang ditujukan untuk meniadakan atau menafikan suatu hal. Contoh (55):

ناسحلإا ءازج لى

لاإ

ا

:ناحمرلا( ناسحلإ

66

)

Hal jaza>’ul-ichsa>ni illa>l-ichsa>n.

‘Tidak ada balasan kebaikan itu kecuali kebaikan juga.’ (QS.Ar- Rachman: 60)

Ayat pada contoh (55) di atas tidak dimaksudkan untuk bertanya tentang: apakah balasan sebuah kebaikan? Tetapi diungkapkan untuk menyatakan bahwa tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan juga.

e. Al-inka>ru

Al-inka>ru adalah sebuah makna yang ditujukan untuk menyatakan pengingkaran atau tidak mempercayai. Contoh (56):

ماعنلأا( نوعدت للها يرغأ

:

26

)

Aghairalla>hi tad’u>na

‘Apakah kamu menyeru (Tuhan) selain Allah.’ (QS. Al-An’am: 40) Ayat pada contoh (56) di atas tidak dimaksudkan untuk bertanya: apakah kamu berdo’a dan beribadah kepada selain Allah? tetapi diungkapkan untuk menyatakan pengingkaran menyeru kepada selain Allah. Yakni tidak ada yang berhak diseru selain Allah.

(29)

commit to user f. A’t-tasywi>q

A’t-tasywi>q adalah makna yang ditujukan untuk mendorong mitra tutur agar mengikuti atau melakukan sesuatu. Contoh (57):

لى

أ

باذع ن م مكيجنت ةراتج ىلع مك لد

أ

فصلا( ميل

: 46

)

Hal adullukum ‘ala> tija>ratin tunji>kum min ‘adza>bin ali>m..

‘Apakah kalian suka Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?’ (QS.Ash-Shaf:10).

Ayat pada contoh (57) ini tidak dimaksudkan untuk bertanya: apakah kalian suka bila ditunjukkan sebuah perniagaan yang mampu menyelamatkan dari siksa atau tidak? Tetapi kalimat di atas dimaksudkan untuk mendorong dan memotivasi para mitra tutur untuk melakukan perniagaan yang akan menyelamatkan dari azab yang pedih.

g. Al-isti’na>s

Al-isti’na>s adalah sebuah makna yang berfungsi untuk menunjukkan sikap ramah dan senang pada mitra tutur. Contoh (58):

: وط( ىسوم اي كنيميب كلت امو

47

)

Wa ma> tilka biyami>nika ya> Mu>sa>.

‘Apa yang ada di tangan kananmu itu hai Musa?’ (QS. Thaha:17). Penggunaan kata ma> pada contoh (58) di atas tidak untuk menanyakan sesuatu yang ada di tangan kanan nabi Musa, namun Allah ingin menunjukkan rasa ramah, rasa senang atas kedatangan nabi Musa saat tiba di bukit Turisina.

(30)

commit to user h. A’t-taqri>r

A’t-taqri>r adalah sebuah makna yang ditujukan untuk menetapkan suatu hal. Contoh (59):

:حارشنلإا( كردص كل حرشن لمأ

4

)

Alam nasyrach laka shadraka.

‘Bukankah Kami telah melapangkan untukmu hatimu?’ (Al-Insyirach:1).

Penggunaan kata hamzah pada contoh (59) di atas tidak bermakna bertanya, namun untuk menetapkan bahwa hatimu (Nabi Muhammad) itu telah dilapangkan oleh Allah.

i. A’t-tahwi>l

Makna maja>zi ini digunakan untuk maksud menakut-nakuti. Contoh (60):

كاردا امو ة قالحا ام ة قالحا

ام

: ةقالحا( ة قالحا

2 -4

)

Al-cha>qqah ma>l-cha>qqah wa ma> adra>ka ma>l-cha>qqah.

‘Hari kiamat, apakah hari kiamat itu? dan tahukah kamu apa hari kiamat itu?’ (Al- Chaqqah:1-3).

Ayat pada contoh (60) di atas berulang kali menggunakan partikel ma>, maksud dari kalimat di atas tidak untuk menanyakan apa itu al-cha>qqah (hari kiamat), namun bermaksud menakut-nakuti mitra tutur tentang keagungan hari kiamat. Pada saat kiamat terjadi akan ada hari kebangkitan, hari penghitungan amal baik dan buruk manusia dan hari pembalasan. Hari kiamat merupakan hari yang sangat menggetarkan hati, karena kedahsyatan dan kengerian yang

(31)

commit to user

terjadi pada hari itu (Al-Machalli> dan Jala>luddin As-Suyu>thi>, 2012:1148).

j. Al-istib’a>d

Makna ini diungkapkan dengan maksud untuk menyatakan jauhnya harapan atau kenyataan. Contoh (61):

أ

:ناخدلا( ينبم لوسر مى ءاج دقو ىركذلا مله نّ

42

)

Anna> lahumu’dz-dzikra> wa qad ja>’a hum rasu>lun mubi>n.

‘Bagaimana mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang Rasul yang memberi peringatan?’

(Ad- Dukhan:13).

Ayat pada contoh (61) di atas menyatakan anggapan bahwa mereka itu jauh dari kenyataan menerima peringatan, meskipun telah datang seorang rasul kepada mereka.

k. A’t-ta’zhi>m

Makna ini berfungsi untuk mengagungkan atau memuliakan. Contoh (62):

: ةرقبلا( ونذإب لاإ هدنع عفشي ىذلا اذ نم

455

)

Man dza>l-ladzi> yasyfa’u ‘indahu illa> bi’idznih.

‘Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya?’ (QS. Al- Baqarah: 255).

Penggunaan kata tanya man pada contoh ayat (62) di atas tidak menanyakan siapa yang mampu memberi syafa’at pada umat manusia, namun sejatinya mengagungkan dzat Allah bahwa tidak ada yang mampu memberi syafa’at kecuali Dia atau atas seizin dari-Nya.

(32)

commit to user l. A’t-tachqi>r

Makna maja>zi ini digunakan untuk menghina. Contoh (63):

؟ ايرثك وتحدم ىذ لا اذىأ

Ahadza>l-ladzi> madachtahu katsi>ran ?

‘Apakah ini orang yang sering engkau sanjung?’ (Al-Ha>syimi, 1999:84)

Penggunaan kata hamzah pada contoh (63) di atas, tidak untuk bertanya mengenai orang yang disanjung-sanjung oleh mitra tutur, namun penutur ingin menghina mitra tutur, bahwa ternyata orang yang disanjung-sanjungnya selama ini tidaklah sesuai dengan kenyataan.

m. A’t-ta’ajjub

Makna ini berfungsi untuk menunjukkan rasa heran. Contoh (64):

فى ىشيمو ماع طلا لكأي لوس رلا اذله ام

: ناقرفلا( اوسلأا

7

)

Ma> lihadza>’r-rasu>li ya’kulu’th-tha’a>ma wa yamsyi> fi>l-aswa>q.

‘Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?’ (QS. Al- Furqan: 7).

Penggunaan kata tanya ma> pada contoh (64) di atas tidak menunjukkan maksud bertanya: mengapa seorang rasul memakan makanan serta berjalan di pasar-pasar? Namun, sejatinya menunjukkan rasa heran orang kafir terhadap Nabi Muhammad sebagai seorang rasul tapi apa yang diperbuatnya seperti orang-orang pada umumnya.

(33)

commit to user n. A’t-tahakkum

Makna ini ditujukan untuk maksud mengejek atau mengolok-olok. Contoh (65):

؟ اذك لعفت نأ كل غ وسي كلقعأ

A’aqluka yusawwighu laka an taf’ala kadza> ?

‘Apakah akalmu membolehkan engkau berbuat demikian ?’ (Al-Ha>syimi, 1999:84)

Bentuk kalimat tanya pada contoh (65) di atas, tidak bermaksud untuk menanyakan kebenaran atau pembenaran dari mitra tutur tentang kebolehan berbuat demikian (buruk). Namun kalimat di atas sejatinya bermaksud mengejek atau mengolok-olok mitra tutur yang melakukan perbuatan buruk.

o. Al-wa’i>d

Al-wa’i>d maksudnya adalah makna yang digunakan untuk mengancam. Contoh (66) :

أ

:رجفلا( داعب ك بر لعف فيك رت لم

6

)

Alam tara kaifa fa’ala rabbuka bi’a>d.

‘Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum A>d ?’ (QS. Al- Fajr: 6).

Pada contoh (66) di atas, penggunaan hamzah tidak bermaksud untuk benar-benar bertanya, namun Allah bermaksud memberi peringatan kepada umat yang melakukan kemaksiatan dengan cara mengancam akan menyiksa dengan siksaan yang pernah diturunkan kepada kaum A>d.

(34)

commit to user p. Al-istibtha>‘

Makna ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya rasa jenuh yang dialami oleh penutur. Contoh (67):

للهارصن تىم

: ةرقبلا(

442

)

Mata> nashrul-La>h.

‘Kapankah datangnya pertolongan Allah ?’ (QS. Al- Baqarah: 244). Contoh kalimat (67) di atas tidak menanyakan mengenai waktu datangnya pertolongan dari Allah, namun makna yang dimaksudkan adalah adanya perasaan jenuh dari penutur, karena terlalu lama menunggu pertolongan dari Allah yang tak kunjung datang.

q. A’t-tanbi>h ‘ala>l-khatha>’

Kalimat dengan makna ini bermaksud untuk mengingatkan terhadap kekeliruan. Contoh (68):

: ةرقبلا( يرخ وى ىذ لاب نّدأ وى ىذلا نولدبتستأ

64

)

Atastabdilu>nal-ladzi> huwa adna> billadzi> huwa khai>r.

‘Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ?’ (QS. Al- Baqarah: 61)

Penggunaan kata hamzah pada kata Atastabdilu>na contoh (68) di atas tidak bermaksud untuk bertanya, namun sejatinya untuk memberi peringatan bahwa pilihan mitra tutur keliru. Kekeliruan itu terletak pada keputusan mengambil sesuatu yang hina dan justru meninggalkan yang lebih baik.

(35)

commit to user r. A’t-tanbi>h ‘ala>l-ba>thil

Makna ini dimaksudkan untuk memberi peringatan terhadap suatu keburukan. Contoh (69):

: فرخزلا( ىمعلا ىدته وأ م صلا عمست تنأفأ

26

)

Afa’anta tusmi’u’sh-shumma au tahdi>l-umya

‘Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau dapatkah kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta hatinya?’ (QS. Az-Zukhruf:40).

Penggunaan kata hamzah pada kata afa’anta dalam contoh (69) di atas tidak dimaksudkan untuk bertanya, namun sejatinya mengingatkan bahwa sikap tidak mau mendengar dan tidak mau menerima peringatan dari Rasul itu adalah sebuah kebatilan.

s. A’t-tanbi>h ‘ala>’ dhala<li’th-thari>q

Bentuk kalimat tanya dengan makna ini dimaksudkan untuk memberi peringatan terhadap sesatnya jalan yang ditempuh oleh seseorang. Contoh (70):

: ريوكتلا( نوبىذت نيأف

46

)

Fa’aina tadzhabu>n.

‘Maka ke manakah kamu akan pergi?’ (QS. At- Takwir: 26).

Penggunaan kata tanya aina dalam contoh (70) di atas tidak dimaksudkan untuk bertanya kemana dia akan pergi, namun untuk memberi peringatan bahwa jalan yang ditempuhnya adalah sesat atau salah, maka sebaiknya dia kembali kepada jalan yang benar.

(36)

commit to user t. A’t-Taktsi>r

Makna ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang banyak. Contoh (71):

داع دهع نم روبقلا نيأف بحرلا لأتم انروبق هذى حاص

Sha>chi hadzihi qubu>rana> tamla>’u’r-rachba fa’ainal-qubu>ru min ‘ahdi ‘a>d.

‘Hai temanku, inilah kubur-kubur kami, yang memenuhi tempat yang lapang, maka di manakah kubur-kubur yang lain, sejak masa kaum ‘A>d ?’ (Al-Ha>syimi, 1999:84)

Penggunaan kata tanya aina pada contoh (71) di atas tidak dimaksudkan untuk menanyakan dimana letak kuburan-kuburan lain, namun ingin menyatakan bahwa masih terdapat banyak sekali kuburan-kuburan yang memenuhi tempat-tempat lapang yang belum dilihat.

4. Pragmatik

Tarigan (1986: 37) menjelaskan bahwa ilmu pragmatik adalah ilmu yang menelaah makna kaitannya dengan situasi ujaran atau tuturan. Untuk memahami makna tuturan yang disampaikan oleh penutur, aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah memahami situasi ujaran atau situasi tuturan.

Leech (1993:19-21) menyatakan bahwa situasi tuturan ada lima, yaitu: 1. Penutur dan mitra tutur (penulis dan pembaca bila tuturan yang

dikomunikasikan melalui media tulisan).

2. Konteks ujaran. Tarigan (1986:35) mengartikan konteks sebagai latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menunjang interpretasi mitra

(37)

commit to user

tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan ucapan tertentu. Konteks terdiri dari atas unsur-unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode dan sarana (Rustono, 1999:21).

3. Tujuan ujaran. Menurut Nadar (2009:7), tujuan ujaran adalah maksud penutur mengucapkan sesuatu atau makna yang dimaksud penutur dengan mengucapkan sesuatu.

4. Tindak Ilokusi. Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi (Wijana, 1996:18). Tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, atau meminta (Nadar, 2009: 14).

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal. Sebuah tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, artinya diucapkan dalam konteks tertentu, akan menghasilkan tuturan yang merupakan produk tindak verbal. Contoh (72): Apakah rambutmu tidak terlalu panjang ? dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah (Wijana, 1996:12).

Kegunaan pengetahuan mengenai aspek-aspek situasi ujaran tersebut adalah memudahkan untuk menentukan hal-hal yang merupakan garapan pragmatik dan hal-hal yang merupakan ranah telaah semantik (Tarigan, 1986:34). Pusat kajian dalam studi linguistik adalah maksud penutur, secara tersurat maupun tersirat dibalik tuturan yang dianalisis (Wijana, 1996:13). Maksud

(38)

commit to user

sebuah tuturan akan tampak jelas apabila dari tuturan tersebut muncul bersamaan dengan wujud tanggapan atau jawaban dari mitra tutur.

Searle (1969:23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatik ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seseorang penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang penggunaannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.

Selain tiga macam tindak tutur tersebut terdapat pula jenis tindak tutur lain berdasarkan basis struktur tuturan yaitu tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud pengutaraannya. Bila tuturan tersebut digunakan sesuai dengan fungsinya, tuturan tanya untuk menanyakan suatu hal, tuturan berita untuk memberitakan tentang suatu hal, dan kalimat perintah untuk menyuruh maka tuturan tersebut disebut dengan tindak tutur langsung. Adapun tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya. Sebagai contoh apabila sebuah tuturan tanya yang digunakan untuk maksud memerintah, dengan tujuan agar terlihat lebih sopan (Wijana, 1996:30).

Contoh: (73) ‚dimanakah letak pulau Bali ?‛ (Wijana, 4996:30) (74) ‚dimana sapunya?‛ (Wijana,4996:30)

Kalimat (73) di atas merupakan tindak tutur langsung bila digunakan secara konvensional, yaitu untuk benar-benar menanyakan letak pulau bali.

(39)

commit to user

Kalimat tersebut dalam konteks seorang guru yang bertanya kepada para muridnya tentang letak pulau Bali. Hal tersebut berbeda dengan tuturan pada contoh (74), bila diutarakan oleh seorang ibu kepada seorang anak, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan di mana letak sapu, tetapi juga secara tidak langsung memerintah anaknya untuk mengambil sapu.

F. Metode Penelitian

Sudaryanto (1993:5) mengemukakan bahwa ada tiga tahapan strategis dalam sebuah penelitian, yaitu: tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian laporan hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data menggunakan teknik pustaka sebagai teknik dasar dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m. Teknik selanjutnya menggunakan teknik catat, yaitu dengan mencatat data yang ditemukan dalam teknik pustaka dan diperkirakan sesuai dengan pembicaraan, baru kemudian diadakan pencatatan pada kartu data (Sudaryanto,1993:135). Dalam hal ini, dilakukan pencatatan seluruh kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama tersebut.

Tahap selanjutnya adalah klasifikasi data yang digunakan untuk penelitian. Data yang diperoleh sebelumnya dilakukan pemilahan data yang sesuai dengan objek penelitian, atau disebut dengan teknik pilah. Dalam hal ini, diklasifikasikan berdasarkan kata tanya yang digunakan dalam naskah drama tersebut.

(40)

commit to user

Setelah pengklasifikasian, tahap selanjutnya adalah analisis data. Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode kontekstual dan metode padan pragmatis. Metode kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2000:14). Adapun metode padan pragmatis yaitu metode padan yang penentunya adalah lawan atau mitra wicara (Sudaryanto, 1993:15). Metode ini digunakan untuk mengidentifikasikan satuan kebahasaan menurut akibat atau reaksi yang terjadi, atau yang timbul pada lawan bicara ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicaranya. Adapun objek sasaran yang dianalisis adalah kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m yang selanjutnya dianalisis dengan cara mengaitkan kalimat dengan konteks yang melingkupinya dan juga dengan melihat tanggapan atau jawaban dari mitra tutur sehingga dapat diketahui dengan jelas jenis tindak tutur yang terkandung di dalamnya.

Setelah proses analisis selesai, hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk laporan informal. Artinya penyajian hasil penelitian dirumuskan dengan kata-kata biasa yaitu dengan kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami (Sudaryanto, 1993: 145).

G. Sistematika Penyajian

Secara garis besar, dalam penelitian ini penulis membagi beberapa bab, dan setiap babnya terdiri atas beberapa sub bab sebagai berikut:

Bab pertama berisi pendahuluan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian.

(41)

commit to user

Bab kedua berisi pendeskripsian bentuk kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama Ahlul-Kahfi babak I karya Taufi>q Al-Chaki>m.

Bab ketiga berisi pembahasan maksud tuturan kalimat tanya yang terdapat dalam naskah drama tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah, Distrik

Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013, seperti tersebut di bawah ini

dan atau segala obyek fisik lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu sehingga mencapai hasil yang optimal.. Pengoperasian peralatan

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.