Lampiran 1. Alat dan Bahan dalam Penelitian
pH meter Refraktometer DO meter
Thermometer Timbangan Digital Lup/Kaca Pembesar
Lampiran 1. Lanjutan
Benih Ikan Mas Argulus sp.
Garam Budidaya Pelet
Test Kit Amonia Air Bersih
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Keterangan:
G0 = Media uji tanpa garam (kontrol)
G1 = Media uji dengan garam 1,70 gram/liter (3 ppt)
G2 = Media uji dengan garam 4,75 gram/liter (6 ppt)
G3 = Media uji dengan garam 6,70 gram/liter (9 ppt)
Lampiran 3. Foto Kegiatan Pembiakan dan Pengambilan Argulus sp.
G0
G3 G2
G2 G1
G2
G1 G3
G1
G0
G0
Adaptasi Ikan Uji Pemeliharaan Ikan Uji
Pemeriksaan Ikan Uji
Lampiran 5. Intensitas Serangan Argulus sp. selama Penelitian
G0 G1 G2 G3
K B S K B S K B S K B S
I 1
2 3 3 2 2 4 2 3 4 4 6 2 2 3 3 4 5 7 2 3 2 1 2 3 3 2 2 5 5 0 2 1 1 0 1 4 2 3 II 1 2 3 4 3 4 4 3 4 6 8 10 3 3 4 6 5 6 6 5 4 2 2 2 3 4 2 6 5 6 2 1 0 1 0 1 2 2 2 III 1 2 3 4 5 5 6 7 6 10 8 9 4 4 3 6 6 4 8 9 9 2 2 2 4 4 4 8 8 6 1 1 1 2 1 2 2 2 1 IV 1 2 3 2 6 3 6 5 7 11 8 9 4 4 4 6 6 4 8 9 12 3 3 3 4 4 5 7 6 7 1 2 1 2 1 2 2 2 2 V 1 2 3 4 3 4 4 6 5 6 7 7 4 4 4 6 6 4 8 9 12 3 3 3 4 5 5 8 6 7 2 1 2 1 2 1 2 2 2 VI 1 2 3 2 2 3 5 3 6 10 11 8 5 4 4 4 2 4 6 8 11 2 3 3 5 4 4 6 7 7 1 2 2 1 2 1 2 1 2 VII 1 2 3 2 2 3 5 6 4 5 8 6 5 4 4 2 2 3 6 9 9 2 3 3 5 4 5 6 7 7 1 1 2 2 1 1 2 3 1 VIII 1 2 3 - 2 3 - 4 3 - 7 6 4 3 4 2 2 3 5 9 9 2 3 3 5 4 5 6 6 7 1 1 1 1 2 1 3 2 2 IX 1 2 3 - - 3 - - 3 - - 6 4 3 4 2 2 3 5 9 9 2 2 2 3 3 4 5 6 6 1 1 1 2 2 1 2 2 2 X 1 2 3 - - 3 - - 3 - - 6 4 - 4 1 - 3 5 - 4 2 3 3 3 3 2 6 3 4 1 2 1 2 1 1 1 1 2
Keterangan : K = Kepala B = Badan
S = Sirip
Lampiran 6. Perhitungan Statistik Prevalensi Argulus sp. selama Penelitian
Ulangan Perlakuan
1 97,14 98 94 62
2 95 95,56 94 58
3 98 96 94 60,5
Jumlah 290,14 289,56 282 180,5 1.042,2
Rata-rata 96,71 96,52 94 60,17 347,4
FK =1.042,2
2
3 X 4 = 90.515,07
JKTotal
=
(97,14
2+ 95
2+ 98
2+ 98
2+ 95,56
2+ 96
2+ 94
2+ 94
2+ 94
2+ 62
2+ 58
2+ 60,5
2) – 90.515,07
=
93.393,1432 – 90.515,07
= 2.878,0732
JKGaram = 290,14
2+ 289,562 + 2822 + 180,52
3 – 90.515,07 = 2.861,751
JKGalat = 2.878,0732 – 2.861,751 = 16,3222
Tabel Anova
Hasil analisis sidik ragam pengaruh garam terhadap nilai prevalensi Argulus sp.
SK DB JK KT F hitung F tabel
5 % 1 %
Garam 3 2.861,751 953,917 467,543346** 4,07 7,59
Galat 8 16,3222 2,040275
Total 11 2.878,0732
Keterangan ** = Sangat Nyata
KK
=
√KTGalatγ
x 100 %
=
√2,04027586,85
x 100 %
= 1,644654 %
Nilai perhitungan menunjukkan nilai F hitung lebih besar dari F tabel.
Menurut Hanafiah (1991) hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan sangat nyata
menunjukkan nilai 1,644654 % untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing
perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil.
Uji Lanjutan BNT
BNT
α= t
α(ᶹ) .s
đs
đ=
�
2.����
=
�
2.2,040275 3= 1,16626
t
0,05 (8)= 2,306 x 1,16626 = 2,36t
0,01(8) = 3,355 x 1,16626 = 3,91Hasil Uji BNT pengaruh salinitas terhadap prevalensi serangan Argulus sp.
Perlakuan Rata-rata
prevalensi
Beda dengan
G0 (Kontrol) G1 (3 ppt) G2 (6 ppt)
G0 (Kontrol) 96,71 - - -
G1 (3 ppt) 96,52 0,19 - -
G2 (6 ppt) 94 2,71* 2,52* -
G3 (9 ppt) 60,17 36,54** 36,35** 33,83*
- BNT0,05 = 2,36 BNT0,01 = 3,91
Kesimpulannya adalah:
Perlakuan G0 terhadap Perlakuan G1 : Tidak berbeda nyata
Perlakuan G0, G1 terhadap Perlakuan G2 : Berbeda nyata
Perlakuan G0, G1, G2 terhadap Perlakuan G3 : Berbeda sangat nyata
Lampiran 7. Perhitungan Statistik Intensitas Argulus sp. selama Penelitian
Ulangan Perlakuan
G0 (kontrol ) G1 (3 ppt) G2 (6 ppt) G3 (9 ppt)
1 6,19 6,16 3,04 1,51
2 6,6 4,6 2,85 1,57
Jumlah 20,3 16,21 9,11 4,63 50,25
Rata-rata 6,77 5,40 3,04 1,54 16,75
FK =50,25
2
3 X 4 = 210,4219
JKTotal
=
(6,19
2+ 6,6
2+ 7,51
2+ 6,16
2+ 4,6
2+ 5,45
2+ 3,04
2+ 2,85
2+ 3,22
2+ 1,51
2+ 1,57
2+ 1,55
2) – 210,4219
=
261,9643– 210,4219
= 51,5424
JKGaram = 20,3
2+ 16,212 + 9,112 + 4,632
3 – 210,4219 = 49,3391
JKGalat = 51,5424– 49,3391= 2,2033
Tabel Anova
Hasil analisis sidik ragam pengaruh garam terhadap nilai prevalensi Argulus sp.
SK DB JK KT F hitung F tabel
5 % 1 %
Garam 3 49,3391 16,4464 59,7182** 4,07 7,59
Galat 8 2,2033 0,2754
Total 11 51,5424
Keterangan ** = Sangat Nyata
KK
=
√KTGalatγ
x 100 %
=
√0,27544,1875
x 100 %
= 12,5301 %
Nilai perhitungan menunjukkan nilai F hitung lebih besar dari F tabel.
Menurut Hanafiah (1991) hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan sangat nyata
dari pengaruh garam terhadap nilai intensitas Argulus sp. Nilai Koefisien
Keragaman menunjukkan nilai 12,5301 % untuk mengetahui pengaruh dari
Uji Lanjutan BNT
BNT
α= t
α(ᶹ) .s
đs
đ=
�
2.����
=
�
2 (0,2754 ) 3
=
0,4284t
0,05 (8)= 2,306 x 0,4284 = 0,98t
0,01(8) = 3,355 x 0,4284 = 1,43Hasil Uji BNT pengaruh salinitas terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan uji
Perlakuan Rata-rata
Survival Rate
Beda dengan
G0 (Kontrol) G1 (3 ppt) G2 (6 ppt)
G0 (Kontrol) 6,77 - - -
G1 (3 ppt) 5,40 1,37* - -
G2 (6 ppt) 3,04 3,73** 2,36** -
G3 (9 ppt) 1,54 5,23** 3,86** 1,5**
- BNT0,05 = 0,98 BNT0,01 = 1,43
Kesimpulannya adalah:
Perlakuan G0 terhadap Perlakuan G1 : Berbeda nyata
Perlakuan G0 dan G1 terhadap Perlakuan G2 dan G3 : Berbeda sangat nyata
Perlakuan G2 terhadap Perlakuan G3 : Berbeda sangat nyata
Lampiran 8. Perhitungan Statistik Tingkat Kelangsungan Hidup
Ulangan Perlakuan
G0 (kontrol ) G1 (3 ppt) G2 (6 ppt) G3 (9 ppt)
1 0 20 60 100
2 0 0 60 100
3 20 20 40 80
Jumlah 20 40 160 280 500
Rata-rata 6,67 13,33 53,33 93,33 166,66
FK =
5002JKTotal
=
(20
2+ 20
2+ 20
2+ 60
2+ 60
2+ 40
2+ 100
2+ 100
2+ 80
2) – 20.833,33
=
15.566,67
JKGaram =
20
2
+ 40
2+ 160
2+ 280
23
– 20.833,33
=
14.500
JKGalat = 15.566,67 - 14.500 = 1.066,67
Tabel Anova
Hasil analisis sidik ragam pengaruh garam terhadap survival rate ikan uji.
SK DB JK KT F hitung F tabel
5 % 1 %
Garam 3 14.500 4.833,33 36,25 ** 4,07 7,59
Galat 8 1.066,67 133,33
Total 11 15.566,67
Keterangan ** = Sangat Nyata
KK
=
√KTGalatγ
x 100 %
=
√133,3341,67
x 100 %
= 27,71025 %
Nilai perhitungan menunjukkan nilai F hitung lebih besar dari F tabel.
Menurut Hanafiah (1991) hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan sangat nyata
dari pengaruh garam terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan. Nilai Koefisien
Keragaman menunjukkan nilai 27,71025 % untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil.
s
đ=
�
2.����
=
�
2.133,33 3
=
9,4279t
0,05 (8)= 2,306 x 9,4279 = 21,74t
0,01(8) = 3,355 x 9,4279 = 31,63Hasil Uji BNT pengaruh salinitas terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan uji
Perlakuan Rata-rata
Survival Rate
Beda dengan
G0 (Kontrol) G1 (3 ppt) G2 (6 ppt)
G0 (Kontrol) 6,67 - - -
G1 (3 ppt) 13,33 6,66 - -
G2 (6 ppt) 53,33 46,66** 40,00** -
G3 (9 ppt) 93,33 86,66** 80,00** 40,00**
- BNT0,05 = 21,74 BNT0,01 = 31,63
Kesimpulannya adalah:
Perlakuan G0 terhadap Perlakuan G1 : Tidak berbeda nyata
Perlakuan G0 dan G1 terhadap Perlakuan G2 dan G3 : Berbeda sangat nyata
Perlakuan G2 terhadap Perlakuan G3 : Berbeda sangat nyata
Lampiran 9. Foto Kegiatan Mengukur Amoniak
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto dan Liviawaty. 1990. Maskoki Budidaya dan Pemasarannya. Kanisius. Yogyakarta.
Afrianto dan Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Anshary, H. 2008. Parasitologi Ikan. Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL). Universitas Hasanudin. Makasar.
Calvalvho, L. N., Del claro. K., Takemoto. R. M. 2003. Host Parasite Interaction Between Branchiurans; Crustacea; Argulidae) and Piranhas ( osteichthies ; serasalminae) in the pantanal wetland of Brazil.
Daelami, D. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hanafiah, K. A. 1991. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang.
Handajani dan Samsundari, S. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. UMM Press. Malang.
Irawan, A. 2004. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan. CV.Aneka . Solo.
Jasmanindar. Y. 2011. Prevalensi Parasit dan Penyakit Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Kota/Kabupaten Kupang. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Universitas Nusa Cendana.
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish in Tropics. Taylor and Francis. London and Philadelpia.
Kismiyati., S. Subekti., W. N. Yusuf dan R. Kusdarwati. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Maskoki (Carassius auratus) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Kordi, M. G. H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta.
Kordi, M. G. H. dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartika, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi.Barkeley Books. Singapura.
Nurmatias, 1993. Ektoparasit pada Benih Ikan Lele Dumbo dan Ikan Mas yang Diperjual Belikan di Kotamadya Medan. Fakultas Pertanian Universitas Dharmawangsa. Medan.
Philip, D. 2004. The Common Fish Louse-Argulus. Springer. Netherlands.
Poly, W. J. 2008. Global Diversity of Fishlike (Crustacean: Branchiura: Argulidae) in Fresh Water. Hydribiologia.
Puspitasari, P. 2012. Perasan Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pengendali Infestasi Argulus pada ikan Komet (Carassius auratus). Jurnal Ilmiah. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Putra, A. 1997. Pengaruh NaCl (Garam Dapur) terhadap Penurunan Insidensi dan Intensitas Ektoparasit pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Fakultas Pertanian Universitas Dharmawangsa. Medan.
Rudiyanti, S., A. Ekasari. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio L) pada Berbagai Konsentrasi Regent 0,3 g. Jurnal Saintek Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.
Rukmana, R. 2004. Ikan Mas Pembenihan dan Pembesaran. Aneka Ilmu. Semarang.
Santoso, 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius. Yogyakarta.
Setiadi, R. 2008. Efektifitas Perendaman 24 jam Benih Lele Dumbo Clarias sp dalam Larutan Paci-paci Leucas lavandulaefolia terhadap Perkembangan Populasi Trichodina spp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Teguh, S., M. Murhananto., E. Joesi., L. Tri dan R. Herlina. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wahjuningrum, D. 2010. Pengendalian Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) dengan Campuran Meniran (Phyllanthus niruri). Jurnal Akuakultur Indonesia.
Walker, Peter. 2005. Problematic Parasites, Department Animal Of Ecology and Echophysiology Redboud University Nijmegen.Netherlands.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015, di Pusat
Informasi dan Pengembangan Ikan Hias Dinas Pertanian dan Kelautan Kota
Medan, Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium ukuran 40 cm x
20 cm x 20 cm sebagai media uni sebanyak 12 unit, aerator untuk menyuplai
oksigen agar kandungan oksigen dalam media terjaga dan tidak menyebabkan
ikan stress karena kekurangan oksigen, jaring ikan untuk menangkap dan
memindahkan ikan uji, pH meter untuk mengukur kadar asam dan basa media uji,
thermometer untuk mengukur suhu air, DO meter untuk melihat kandungan
oksigen terlarut, refractometer untuk melihat kandungan garam, Amonia test kit
untuk mengukur nilai amoniak dalam media uji pemeliharaan ikan, lup/kaca
pembesar untuk melihat/memperjelas ukuran argulus saat pengamatan. timbangan
analitik untuk menimbang berat ikan dan garam, kamera sebagai alat
dokumentasi, kertas label dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah benih ikan mas dengan ukuran 5 - 7 cm
sebanyak 60 ekor, air tawar bersih, Argulus sp. 240 ekor, garam non iodium dan
pakan ikan diameter 1 mm merek FF-999 dengan kadar protein 35%. Alat dan
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 1 kontrol, untuk
mengurangi kesalahan maka masing-masing perlakuan di buat ulangan sebanyak
tiga kali ulangan.
Sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah:
Perlakuan G0 = Media uji tanpa garam (kontrol)
Perlakuan G1 = Media uji dengan garam 1,70 gram/liter (3 ppt)
Perlakuan G2 = Media uji dengan garam 4,75 gram/liter (6 ppt)
Perlakuan G3 = Media uji dengan garam 6,70 gram/liter (9 ppt)
Masing-masing perlakuan dan ulangan diletakkan secara acak pada tempat
yang telah disediakan. Bagan dan tata letak percobaan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dapat dilihat pada Lampiran 2.
Prosedur Penelitian
1. Pengembangan Argulus sp.
Argulus sp. yang dikembangkan berasal dari ikan yang terinfeksi oleh
Argulus sp. yang didapat dari kolam pengembangan ikan hias milik Dinas
Pertanian dan Kelautan Kota.
Cara pengembangan Argulus sp. yaitu ikan yang terinfeksi Argulus sp.
dikembangkan dalam bak dengan cara memasukkan sebanyak mungkin ikan yang
terinfeksi Argulus sp. ke dalam bak sebagai media perbanyakan Argulus sp.
Biarkan kondisi air media memburuk atau menciptakan kualitas air yang
sesuai dengan pertumbuhan Argulus sp. yaitu dengan cara pemberian pakan ikan
kualitas air akan menurun sehingga ikan akan lemah dan Argulus sp. dapat
berkembang dengan cepat. Pengembangan Argulus sp. dilakukan selama 36 hari
untuk mencapai jumlah Argulus sp. yang dibutuhkan yaitu sebanyak 240 ekor atau
20 ekor per media uji. Untuk mengetahui jumlah Argulus sp. yang dikembangkan
sudah mencukupi atau belum maka dilakukan dengan cara menghitung secara
langsung, sebab Argulus sp. dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop. Kegiatan
pembiakan dan pengembangan Argulus sp. dapat dilihat pada Lampiran 3.
2. Persiapan Media Uji
Akuarium sebagai media uji sebelum digunakan dicuci dan dibersihkan
dahulu menggunakan deterjen lalu dibilas dengan air bersih dan dikeringkan
selama 24 jam. Akuarium yang telah dibersihkan kemudian diisi dengan air
sebanyak 12 liter air tawar bersih sehingga air di media uji setinggi 15 cm, setelah
terisi semua kemudian akuarium didiamkan dan diaerasikan selama 48 jam.
3. Adaptasi Ikan
Benih ikan mas sebagai ikan uji terlebih dahulu di aklimatisasi pada wadah
sesuai dengan perlakuan garam dalam bak penampungan selama 3 hari.
Aklimatisasi adalah proses pengadaptasian organisme (ikan) dari suatu keadaan
lingkungan (asalnya) ke suatu lingkungan baru yang kondisi fisiknya dan
kimianya berbeda dengan lingkungan asalnya. Selama proses adaptasi media
Selama masa adaptasi dan penelitian ikan uji diberi pakan sebanyak 3%
dari bobot badan dengan frekuensi pemberian pakan pada pagi dan sore hari, yaitu
pada pukul 09.00 WIB dan pukul 16.00 WIB.
4. Pelaksanaan Penelitian
Media uji/akuarium yang telah diaerasikan dan diberikan garam sesuai
dengan perlakuan yaitu kontrol tanpa garam, pemberian garam 1,70 gram/liter (3
ppt), pemberian garam 4,75 gram/liter (6 ppt), pemberian garam 6,70 gram/liter (9
ppt) dibiarkan selama 1 jam. Selanjutnya masukkan ikan uji yang sudah di
aklimatisasi ke dalam media uji sebanyak 5 ekor per akuarium. Setelah semua
ikan uji masuk pada masung-masing perlakuan maka dilakukan pemasukan
Argulus sp.
Cara memasukkan Argulus sp. adalah hitung jumlah Argulus sp. sesuai
jumlah yang dibutuhkan. Jumlah Argulus sp. yang dibutuhkan adalah sebanyak
240 ekor atau sebanyak 20 ekor Argulus sp. per akuarium. Argulus sp. diambil
dari media yang memang dikultur sebelumnya, ambil Argulus sp. pada bagian luar
ikan kultur dengan merendam ikan dalam air garam selama 5 menit jika masih ada
Argulus sp. yang belum terlepas dari ikan dapat diambil menggunakan tangan,
hitung sampai 20 ekor kemudian masukkan ke media uji. Kegiatan selama
penelitian berlangsung disajikan pada Lampiran 4.
Pengamatan dilakukan selama sepuluh hari. Cara yang dilakukan adalah
mengamati dari masing-masing ikan uji, apakah ada ikan yang terinfeksi oleh
Argulus sp., catat berapa ekor ikan yang terinfeksi Argulus sp. dan berapa ekor
Pengamatan Hasil
Pengamatan hasil dilakukan setiap hari selama 10 hari penelitian,
pengamatan difokuskan kepada nilai prevalensi, nilai Intensitas, tingkat
kelangsungan hidup ikan dan kualitas air sebagai parameter pendukung dalam
penelitian.
1. Prevalensi
Prevalensi adalah persentase ikan yang terserang atau terinfeksi oleh
parasit dari sejumlah ikan yang diamati. Menurut (Fernando dkk., 1972 diacu oleh
Yuliartati, 2011) tingkat prevalensi parasit terhadap ikan mas dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Prev =N
n x 100 %
Keterangan : Prev = Prevalensi (%)
N = Jumlah ikan yang terinfeksi Argulus sp. (ekor)
n = Jumlah total ikan yang diperiksa (ekor)
2. Intensitas
Intensitas adalah jumlah (banyaknya) ektoparasit yang menyerang ikan uji
dalam interval waktu tertentu. Menurut (Fernando dkk., 1972 diacu oleh
Yuliartati, 2011) intensitas serangan parasit terhadap ikan mas dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Int = ∑ P
Keterangan : Int = Intensitas (ind/ekor)
∑P = Jumlah Argulus sp. yang menyerang (ind)
N = Ikan yang terinfeksi Argulus sp. (ekor)
3. Kelangsungan Hidup Ikan Uji
Tingkat kelangsungan hidup ikan uji dihitung dengan rumus :
SR = Nt
Nox 100%
Keterangan : SR = Survival Rate/Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No = Jumlah ikan diawal pengamatan (ekor)
4. Pengukuran Kualitas Air
Kualitas air sebagai parameter pendukung dalam penelitian ini mengamati
antara lain : suhu, pH, oksigen terlarut dan amoniak. Menurut Kordi dan Tancung
(2007), kadar amoniak (NH3) yang terdapat dalam perairan umumnya merupakan
hasil metabolisme ikan berupa kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia), yang
dikeluarkan lewat anus, ginjal dan jaringan insang. Kotoran padat dan sisa pakan
tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi.
Makin tinggi konsentrasi oksigen, pH dan suhu air makin tinggi pula konsentrasi
Analisis Data
Hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan ditabulasi ke dalam
bentuk tabel secara menyeluruh, baik prevalensi maupun intensitas Argulus sp.
Untuk mengetahui efektifitas kadar garam maka data dianalisis dengan uji statistik
meliputi Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji F untuk mengetahui
pengaruh dari masing-masing perlakuan terhadap parameter. Apabila berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Prevalensi
Dari hasil pengamatan selama penelitian, dengan mengamati semua
sampel ikan uji maka diketahui nilai prevalensi Argulus sp. terhadap ikan uji.
Prevalensi adalah persentase ikan yang terserang/terinfeksi oleh parasit dari
sejumlah ikan yang ada dalam media uji. Prevalensi ikan yang terserang oleh
Argulus sp. dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Nilai Prevalensi Ikan Uji yang Terinfeksi selama Penelitian
Hari U G0 G1 G2 G3 Prevalensi N/n x 100% (N) (n) (N) (n) (N) (n) (N) (n) G0 G1 G2 G3 I 1 2 3 4 3 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 3 3 4 5 5 5 3 2 3 5 5 5 80 60 80 80 80 80 60 60 80 60 40 60 II 1 2 3 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 3 2 3 5 5 5 100 100 100 100 80 80 80 80 80 60 40 60 III 1 2 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 3 3 3 5 5 5 100 100 100 100 100 100 100 100 80 60 60 60 IV 1 2 3 3 3 4 3 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 5 5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 60 60 60 V 1 2 3 2 2 3 2 2 3 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 3 3 5 5 5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 80 60 60 VI 1 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 4 3 3 4 4 5 5 4 5 5 4 3 3 5 5 5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 60 60 60 VII 1 2 3 1 2 1 1 2 1 2 3 3 2 3 3 4 5 5 4 5 5 3 3 4 5 5 5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 60 60 80 VIII 1 2 3 0 1 1 0 1 1 1 2 2 1 2 2 4 4 5 4 4 5 3 4 2 5 5 5 0 100 100 100 100 100 100 100 100 60 80 40 IX 1 2 3 0 0 1 0 0 1 1 2 2 1 2 2 3 4 4 3 4 4 3 3 3 5 5 4 0 0 100 100 100 100 100 100 100 60 60 75 X 1 2 3 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 3 3 2 3 3 2 3 3 2 5 5 4 0 0 100 100 0 100 100 100 100 60 60 50
Rata-rata 96,17 96,52 94 60,17
Dari tabel di atas terlihat bahwa prevalensi yang tertinggi terdapat pada
perlakuan G0 (kontrol) dengan nilai 96,17 %, kemudian perlakuan G1 (3 ppt)
dengan nilai 96,52 %, perlakuan G2 (6 ppt) dengan 94 % dan yang paling rendah
adalah perlakuan G3 (9 ppt) dengan nilai 60,17 %. Dari data di atas terlihat adanya
pengaruh garam budidaya terhadap angka prevalensi serangan Argulus sp. pada
ikan uji. Sedangkan prevalensi untuk setiap ulangan dari masing-masing
perlakuan hampir sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Prevalensi Ikan Uji yang Terinfeksi Argulus sp.
2. Intensitas
Intensitas adalah jumlah (banyaknya) ektoparasit yang menyerang ikan uji
dalam interval waktu tertentu. Serangan infeksi Argulus sp. pada ikan mas
langsung terlihat pada pengamatan hari pertama. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 2. 0
20 40 60 80 100 120
0 2 4 6 8 10 12
P
ER
S
EN
TA
S
E
HARI-KE
NILAI PREVALENSI
G0
G1
G2
Tabel 2. Rata-rata Nilai Intensitas Argulus sp. yang Menyerang Ikan
Hari U
G0 G1 G2 G3 Intensitas ∑P / N
(ind/ekor) (N) (∑P) (N) (∑P) (N) (∑P) (N) (∑P) G0 G1 G2 G3
I 1 2 3 4 3 4 11 8 11 4 4 4 12 8 11 3 3 4 7 9 9 3 2 3 5 4 4 2,75 2,67 2,75 3 2 2,75 2.33 3 2,25 1,67 2 1,33 II 1 2 3 5 5 5 14 14 18 5 4 4 15 13 14 4 4 4 11 11 10 3 2 3 5 3 3 2,8 2,8 3,6 3 3,25 3,5 2,75 2,75 2,5 1,67 1,5 1 III 1 2 3 5 5 5 20 20 20 5 5 5 20 19 16 5 5 4 14 14 12 3 3 3 5 4 5 4 4 4 4 3,8 3,2 2,8 2,8 3 1,67 1,33 1,67 IV 1 2 3 3 3 4 19 19 19 5 5 5 18 20 20 5 5 5 14 13 15 3 3 3 4 5 5 6,33 6,33 4,75 3,6 4 4 2,8 2,6 5 1,33 1,67 1,67 V 1 2 3 2 2 3 14 16 16 4 4 5 18 19 20 5 5 5 15 14 15 4 3 3 5 5 5 7 8 5,33 4,5 4,75 4 3 2,8 3 1,25 1,67 1,67 VI 1 2 3 2 2 3 17 16 17 3 3 4 15 14 19 4 5 5 13 14 15 4 3 3 5 5 5 8,5 8 5,67 5 4,67 4,75 3,25 2,8 3 1,67 1,67 1,67 VII 1 2 3 1 2 1 12 16 13 2 3 3 13 15 16 4 5 5 13 14 15 3 3 4 4 5 5 12 8 13 6,5 5 5,33 3,25 2,8 3 1,25 1,67 1,25 VIII 1 2 3 0 1 1 0 13 12 1 2 2 11 14 16 4 4 5 13 13 15 3 4 2 5 5 4 0 13 12 11 7 8 3,25 3,25 3 1,67 1,25 2 IX 1 2 3 0 0 1 0 0 12 1 2 2 11 14 16 3 4 4 10 11 12 3 3 3 5 5 4 0 0 12 11 7 8 3,33 2,75 3 1,67 1,67 1,25 X 1 2 3 0 0 1 0 0 12 1 0 1 10 0 11 3 3 2 11 9 9 3 3 2 4 4 4 0 0 12 10 0 11 3,67 3 4,5 1,25 1,25 2
Rata-rata 6,77 5,4 3,04 1,54 Keterangan : U = Ulangan, N = Ikan Terinfeksi, ∑P = Jumlah Argulus sp.
Dari Tabel 2. dapat dilihat perbandingan serangan Argulus sp. pada
masing-masing ikan uji dari setiap perlakuan yaitu pada perlakuan G0 rata-rata
nilai intensitas adalah 6,77 ind/ekor, perlakuan G1 dengan nilai intensitas 5,4
ind/ekor, perlakuan G2 dengan nilai 3,04 ind/ekor dan pada perlakuan G3 dengan
nilai 1,54 ind/ekor. Untuk perbandingan yang lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 5. Diagram Persentase Intensitas Argulus sp. pada Ikan Uji
Adapun data nilai intensitas Argulus sp. yang menyerang bagian tubuh
ikan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Serangan Argulus sp. pada Bagian Tubuh Ikan
Perlakuan Ulangan Bagian Tubuh Ikan
Kepala Badan Sirip
G0 1 2 3 3 3,1 3,3 4,85 4,5 4,4 7,43 7,6 7,3
Jumlah 3,14 4,58 7,44
G1 1 2 3 3,9 3,4 3,8 3,8 3,8 3,9 6,4 7,7 8,2
Jumlah 3,7 3,87 7,43
G2 1 2 3 2,2 2,5 2,6 3,9 3,8 3,9 6,0 5,9 6,2
Jumlah 2,43 3,87 6,03
G3 1 2 3 1,1 1,4 1,2 1,5 1,2 1,2 2,2 1,9 1,9
Jumlah 1,23 1,3 2,0
Rata-rata 2,625 3,405 5,725
Dari tabel di atas diketahui nilai serangan Argulus sp. bagian tubuh ikan
yaitu bagian kepala memiliki rata-rata nilai serangan yang terendah 2,625 0 2 4 6 8 10 12
0 2 4 6 8 10 12
ind/ekor, diikuti dengan bagian badan ikan dengan nilai rata-rata 3,405 ind/ekor,
sedangkan nilai serangan yang tertinggi ada pada bagian sirip ikan dengan nilai
rata-rata 5,725 ind/ekor. Untuk melihat infeksi Argulus sp. pada tubuh ikan dari
[image:30.595.131.494.205.421.2]masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Serangan Argulus sp. pada Tubuh Ikan Mas
3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan
Tingkat kelangsungan hidup adalah jumlah ikan uji yang hidup pada akhir
pengamatan dibagi dengan jumlah ikan uji pada awal penelitian. Tingkat
kelangsungan hidup ikan uji yang tertinggi terdapat pada perlakuan G3 (9 ppt)
dengan nilai 93,33 % disusul oleh perlakuan G2 (6 ppt) dengan nilai 53,33 %,
perlakuan G1 (3 ppt) dengan nilai 13,33 % dan perlakuan G0 (kontrol) dengan
nilai 6,67 %. Untuk perbandingan tingkat kelangsungan hidup ikan disajikan pada
Gambar 7. 3,14
3,7
2,43
1,23 4,58
3,87 3,87
1,3
7,44 7,43
6,03
2
G0 G1 G2 G3
Gambar 7. Diagram Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan
Untuk melengkapi data tingkat kelangsungan hidup ikan mas selama
penelitian berlangsung maka data perhitungan kelangsungan hidup ikan
perharinya disajikan dalam bentuk tabel. Adapun data hasil perhitungan tingkat
kelangsungan ikan setiap harinya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan selama Penelitian Hari
Pengamatan
G0 G1 G2 G3
H M SR H M SR H M SR H M SR 1 15 0 100 15 0 100 15 0 100 15 0 100
2 15 0 100 15 0 100 15 0 100 15 0 100
3 15 0 100 15 0 100 15 0 100 15 0 100
4 10 5 66,7 15 0 100 15 0 100 15 0 100
5 7 3 46,7 13 2 86,7 15 0 100 15 0 100
6 7 0 46,7 10 3 66,7 14 1 93,3 15 0 100
7 4 3 26,7 8 2 53,3 14 0 93,3 15 0 100
8 2 2 13,3 5 3 33,3 13 1 86,7 15 0 100
9 1 1 6,67 5 0 33,3 11 2 73,3 14 1 93,3
10 1 0 6,67 2 3 13,3 8 3 53,3 14 0 100
Jumlah 1 14 6,67 2 13 13,33 8 7 53,33 14 1 93,33
Keterangan : H = Ikan hidup, M = Ikan mati, SR = Survival rate 6,67 13,33
53,33
93,33
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
G0 G1 G2 G3
SURVIVAL RATE
G0
G1
G2
[image:31.595.107.517.472.719.2]Tabel diatas menunjukkan angka kematian ikan setiap harinya yaitu, hari
pertama sampai hari ketiga tidak ada ikan uji yang mati dari setiap perlakuan.
Pada hari keempat penjumlahan ikan uji yang mati ada 5 ekor, pada hari kelima
ada 5 ekor ikan, hari keenam ada 4 ekor ikan, hari ketujuh ada 5 ekor ikan, hari
kedelapan ada 6 ekor ikan, hari kesembilan ada 4 ekor ikan dan hari kesepuluh
ada 5 ekor ikan uji yang mati. Kematian ikan uji yang tertinggi terjadi pada
perlakuan G0 (kontrol) diikuti dengan perlakuan G1 (3 ppt) lalu perlakuan G2 (6
ppt) dan yang terendah pada perlakuan G3 (9 ppt). Untuk lebih jelas dapat dilihat
[image:32.595.131.495.343.559.2]pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan perhari
4. Kualitas Air
Kualitas air yang diukur selama penelitian berlangsung adalah suhu air, pH
air, DO air dan nilai amoniak air. Dari pengamatan selama penelitian diketahui
bahwa lama pemeliharaan dapat mempengaruhi kualitas air. Adapun kualitas air
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. 0
20 40 60 80 100 120
0 2 4 6 8 10 12
P
ER
S
EN
TA
S
E
HARI-KE
KELANGSUNGAN HIDUP IKAN PERHARI
G0
G1
G2
Tabel 5. Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan
G0 G1 G2 G3
U Suhu pH DO Suhu pH DO Suhu pH DO Suhu pH DO
1 2 3 28,5 28,2 28,5 6,5 6,4 6,9 6,6 6,5 6,4 28,3 28,3 28,7 7,6 8,0 8,1 6,5 6,3 6,2 28,6 28,5 28,0 8,2 8,3 8,3 6,1 6,2 6,4 28,7 28,5 28,2 8,3 8,2 8,3 6,3 6,2 6,0 1 2 3 27,2 27,1 27,0 7,3 7,2 7,2 6,0 6,1 6,2 27,4 27,3 27,2 7,8 7,8 7,8 5,9 6,0 6,0 27,7 27,6 27,6 8,0 8,0 7,9 5,8 5,8 5,9 27,9 27,8 27,8 8,1 8,0 8,0 5,9 5,8 5,8 1 2 3 26,7 26,6 26,6 7,7 7,7 7,8 5,6 6,2 6,2 26,3 26,3 26,6 7,9 7,8 7,9 6,0 6,1 5,9 26,5 26,3 26,2 8,1 8,1 8,0 6,0 6,0 6,0 26,3 26,5 26,6 8,2 8,1 8,1 6,0 6,0 5,9 1 2 3 25,6 25,6 25,5 7,5 7,3 7,2 6,6 6,7 6,7 25,8 25,8 25,9 7,7 7,8 7,8 5,4 5,9 5,9 25,7 25,6 25,7 8,0 7,9 8,0 5,7 5,9 5,8 25,6 25,6 25,7 8,0 7,9 7,9 5,9 5,7 5,9 1 2 3 26,2 26,3 26,4 7,2 7,5 7,2 6,5 6,6 6,7 26,1 26,0 26,2 7,6 7,7 7,7 5,7 5,8 5,8 26,1 26,1 26,3 8,0 7,9 8,0 5,7 5,7 5,9 26,5 26,4 26,5 8,0 8,0 8,0 5,9 5,8 5,9 1 2 3 27,4 27,5 27,7 7,4 7,5 7,4 6,4 6,4 6,8 27,2 27,3 27,2 7,7 7,7 7,8 5,6 5,8 5,6 27,0 27,3 27,4 8,0 7,9 8,0 6,0 6,1 5,9 27,6 27,6 27,4 8,0 8,1 8,0 5,8 5,9 6,0 1 2 3 27,6 27,9 28,0 7,5 7,6 7,5 5,8 6,5 6,8 27,4 27,4 27,5 7,9 7,8 7,9 5,7 5,6 5,6 27,5 27,2 27,1 8,1 8,0 8,0 5,6 5,9 5,9 26,6 26,4 26,8 8,1 8,1 8,0 5,9 6,0 6,2 1 2 3 27,2 27,9 27,9 7,6 7,6 7,8 5,6 5,6 5,8 27,4 27,9 27,8 7,9 7,7 7,9 5,3 5,4 5,4 27,8 27,8 27,8 8,1 8,0 8,1 5,8 5,8 5,7 27,3 27,2 27,3 8,1 8,1 8,0 5,8 6,1 6,0 1 2 3 28,4 28,1 28,2 7,7 7,6 7,5 6,4 6,6 6,7 28,6 28,6 28,6 8,0 7,9 7,9 5,9 6,0 6,0 28,4 28,7 28,7 8,1 8,1 8,1 6,0 6,0 6,0 28,4 28,3 28,3 8,2 8,2 8,1 6,0 6,6 6,2 1 2 3 27,2 27,4 27,4 7,6 7,6 7,7 6,4 6,4 6,5 27,1 27,1 27,0 7,9 7,8 7,9 6,0 6,3 6,4 27,0 27,1 27,2 8,2 8,1 8,2 6,2 6,3 6,4 27,0 27,0 27,0 8,2 8,2 8,1 6,3 6,4 6,4
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
R 27,26 7,4 6,34 27,21 7,82 5,87 27,21 8,07 5,98 27,16 8,08 6,01
Pembahasan
1. Prevalensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan prevalensi antara tiap
perlakuan. Pada kontrol persentase ikan yang terserang Argulus sp. adalah 96,71
% tidak jauh berbeda dengan perlakuan garam 1,70 gram/liter yaitu 96,52 %, pada
perlakuan garam 4,75 gram/liter yaitu 94 % sedangkan prevalensi terendah
terdapat pada perlakuan garam 6,70 gram/liter yaitu 60,17 %.
Tingginya nilai prevalensi Argulus sp. selama pemeliharaan dalam media
uji dipengaruhi oleh kondisi kualitas air yang kurang terjaga akibat banyaknya
sisa metabolisme dan tingginya aktifitas Argulus sp. Terjadinya infeksi pada hari
pertama pengamatan disebabkan oleh tingginya aktifitas Argulus sp. mencari
inang. Sedangkan adaptasi ikan uji belum sempurna ini terbukti pada hari
pertama ikan uji tidak banyak melakukan pergerakan dan sering berdiam diri di
dasar inilah yang memudahkan Argulus sp. menginfeksi ikan uji. Argumen ini
didukung oleh Jasminandar (2011), tingginya infeksi penyakit disebabkan antara
lain oleh pergerakan inang dan parasit. Jika parasit bergerak mencari inang disaat
daya tahan ikan yang tidak prima sehingga ikan tidak mampu mengeliminasi
patogen pada tubuh ikan.
Jika dilihat secara keseluruhan bahwa prevalensi ikan disetiap perlakuan
dan ulangan hampir sama. Hal ini dapat dilihat pada kontrol perbedaan antar
ulangan hanya 3 %, perlakuan G1 hanya 2 %, perlakuan G2 tidak ada perbedaan
sedangkan G3 hanya 4,5 %.
Jika dilihat tanpaknya tidak ada perbedaan antara perlakuan, namun
yang terinfeksi Argulus sp. menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel
1 %. Hal ini berarti adanya pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam
terhadap nilai prevalensi Argulus sp. pada ikan uji.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda
nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa
perlakuan G3 (9 ppt) memberikan hasil paling baik dalam pengendalian serangan
Argulus sp. pada ikan mas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk lebih
jelas perhitungan disajikan pada Lampiran 6.
Dari hasil analisis ini diketahui bahwa pemberian garam pada media uji
dapat menurunkan prevalensi Argulus sp. pada ikan uji. Penurunan prevalensi
yang terbaik adalah pada perlakuan G3 (garam 6,70 gram/liter). Dari sini dapat di
tarik kesimpulan bahwa untuk menurunkan nilai prevalensi Argulus sp. pada ikan
pembudidaya ikan mas sebaiknya memberikan garam pada media budidaya.
Namun interval pemberian garam tersebut perlu penelitian lebih lanjut.
Fungsi garam yang diberikan pada media budidaya adalah sebagai
desinfektan, dan garam merupakan suatu zat yang kurang diminati oleh parasit air
tawar, begitu juga dengan pemberian garam dapat meningkatkan kadar lendir pada
tubuh ikan. Dengan tingginya lendir tersebut maka Argulus sp. sulit untuk
menancapkan giginya di tubuh ikan (Nurmatias, 1993).
Dari diagram prevalensi yang disajikan pada gambar 4 tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan namun dari hasil analisis uji lanjut
beda nyata terkecil didapatkan hasil bahwa perlakuan G0 dengan G1 tidak berbeda
nyata, perlakuan G0 dengan G2 dan perlakuan G1 dengan G2 berbeda nyata,
2. Intensitas
Serangan Argulus sp. sudah terlihat pada pengamatan hari pertama.
Argulus sp. paling banyak ditemukan pada bagian sirip ikan uji, sesuai dengan
pendapat Irawan (2004) bahwa Argulus sp. biasanya menempel pada kulit atau
sirip dan dapat menimbulkan lubang kecil yang akhirnya dapat menimbulkan
infeksi yang disebabkan bakteri dan jamur. Selanjutnya (Carvalvho dkk., 2004)
Infeksi pada kulit memungkinkan Argulus sp. untuk meluncur dan menempel
dipermukaan kulit mencari tempat yang sesuai tempat makan diantaranya pada
bagian kulit yang paling tipis dan jumlah sisik yang sedikit.
Pada diagram intensitas menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. pada
ikan uji per ekornya dapat mencapai 6,77 ind/ekor yang ditemukan pada
perlakuan G0 (kontrol), pada perlakuan G1 dengan nilai rata-rata 5,40 ind/ekor,
perlakuan G2 dengan nilai rata-rata 3,04 ind/ekor, sedangkan intensitas terendah
terdapat pada perlakuan G3 dengan nilai rata-rata 1,54 ind/ekor.
Hasil analisis sidik ragam intensitas Argulus sp. yang menyerang ikan uji
menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 1 %. Hal ini berarti adanya
pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam terhadap nilai intensitas
Argulus sp. pada ikan uji. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan pada
Lampiran 7.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda
nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa
perlakuan G0 terhadap perlakuan G1 berbeda nyata, Perlakuan G0 terhadap
perlakuan G2 dan G3 berbeda sangat nyata, perlakuan G1 terhadap perlakuan G2
nyata. Maka perlakuan yang terbaik dalam menurunkan intensitas serangan
Argulus sp. adalah perlakuan G3 dengan pemberian garam 6,70 gram/liter (9 ppt).
Dari diagram intensitas terlihat bahwa Argulus sp. lebih banyak menyerang
sirip ikan diikuti bagian badan dan yang terkecil pada bagian kepala. Tingginya
penyerangan sirip disebabkan oleh Argulus sp. lebih mudah menancapkan giginya
pada bagian yang lunak dan tidak banyak lendir.
Jika dilihat dari trend infeksi terlihat bahwa semakin tinggi kadar garam
semakin rendah infeksi Argulus sp. ini membuktikan bahwa kadar garam
mempengaruhi daya infeksi Argulus sp.
Pada diagram intensitas terlihat perbedaan nilai intensitas yang sangat
nyata pada bagian tubuh ikan. Pada perlakuan G0 dan G2 intensitas terendah
adalah bagian kepala kemudian badan dan yang tertinggi adalah sirip. Pada
perlakuan G1 pada bagian kepala dan badan memiliki nilai intensitas yang tidak
jauh berbeda dan bagian sirip merupakan yang tertinggi. Sedangkan pada
perlakuan G3 intensitas pada bagian kepala, badan dan bagian sirip memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda. Ini menunjukkan adanya pengaruh garam dalam
mengatasi serangan Argulus sp. pada ikan mas.
Rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian kepala ikan disebabkan karena
kepala memiliki batok yang keras sedangkan ototnya tipis. Ini yang menyebabkan
Argulus sp. sulit menginfeksi bagian kepala. Ketika Argulus sp. menggigit bagian
kepala maka giginya mungkin hanya sampai ke batok kepala. Jika Argulus sp.
mengigit terlalu dangkal maka akan mudah terlepas.
Selain bentuk fisik kepala, rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian
mengganggu di bagian tubuhnya maka ikan selalu melakukan gesekan pada ikan
lain atau benda lunak lainnya. Jika hal ini dilakukan ikan maka Argulus sp. akan
terlepas. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian
kepala.
Secara keseluruhan terlihat bahwa Argulus sp. lebih suka menginfeksi
bagian tubuh yang lunak dan mudah baginya untuk menancapkan gigi sebagai
tempat menyerap darah inang. Selain itu Argulus sp. tanpaknya lebih suka
menginfeksi pada tempat-tempat yang sulit bagi ikan untuk melepaskannya.
Serangan Argulus sp. pada ikan mas berdampak terhadap pertumbuhan ikan
mas dimana tubuh ikan menjadi kurus, pergerakannya lambat dan sirip ikan
menjadi rusak, Menurut Walker (2005) bahwa efek Argulus sp. terhadap inang
tergantung pada derajat infeksi dan ukuran inang, dan 1 atau 2 parasit sangat
berdampak nyata pada ikan juvenile (5,2-5,7cm). Kabata (1985) mengemukakan
bahwa terjadinya kematian ikan semata-mata hanya karena luka yang disebabkan
oleh cara parasit ini menancapkan pengisapnya ke tubuh ikan, dan aktifitas makan
parasit.
Adapun tingkah laku ikan selama penelitian berlangsung setelah ikan
diserang oleh Argulus sp. adalah sebagai berikut :
1. Pergerakan ikan menjadi abnormal (pergerakan/tingkah laku ikan diluar
kebiasaan yang wajar/ normal)
2. Ikan mengesek-gesekkan tubuhnya pada dinding akuarium.
3. Ikan melompat-lompat kepermukaan air.
4. Nafsu makan ikan berkurang ikan menjadi kurus.
6. Sisik pada tubuh ikan terlepas dan sirip ikan menjadi rusak.
Dampak yang sangat nyata dari infeksi Argulus sp. adalah adanya bercak
bekas luka pada ikan. Bercak luka ini dapat menimbulkan masuknya parasit lain
seperti jamur dan bakteri, ataupun protozoa lainnya yang berdampak fatal bagi
kelangsungan hidup ikan tersebut.
Sesuai dengan hasil uraian di atas bahwa garam dapat menurunkan infeksi
Argulus sp. Maka jika ada ikan yang luka akibat Argulus sp. sebaiknya dilakukan
perendaman dengan garam agar lubang luka dari Argulus sp. bebas dari parasit.
3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Uji
Tingkat kelangsungan hidup ikan mas yang tertinggi selama pemeliharaan
terdapat pada perlakuan G3 (9 ppt) dengan nilai 93,33 % sedangkan yang terendah
terjadi pada perlakuan G0 (kontrol) dengan nilai 6,67 %.
Pada diagaram tingkat kelangsungan hidup ikan (Gambar 7) menunjukkan
bahwa kadar garam juga mempengaruhi infeksi Argulus sp. yang akan memberi
dampak terhadap kelangsungan hidup ikan tersebut. Jika ikan banyak terserang
oleh Argulus sp. maka daya tahannya akan lemah dan mudah mati. Inilah
hubungan antara garam dengan tingkat kelangsungan hidup ikan.
Untuk mengetahui hubungan kadar garam dengan kelangsungan hidup
ikan maka dilakukan analisis menggunakan ANOVA. Dari hasil analisis diketahui
bahwa kontrol G0 dengan G1 tidak berbeda nyata, perlakuan G0 dengan G2 dan G3
berdeda sangat nyata, perlakuan G1 dengan G2 dan G3 berbeda sangat nyata dan
garam terhadap infeksi Argulus sp. yang memberi pengaruh terhadap tingkat
kelangsungan hidup ikan uji.
Rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan pada perlakuan kontrol
disebabkan oleh kontaminasi Argulus sp. serta penyerangan hampir pada setiap
organ tubuh ikan yang menyebabkan ikan menjadi lemah dan mati. Pengaruh dari
infeksi Argulus sp. adalah kekurangan darah dan memungkinkan terjadinya
infeksi sekunder oleh jamur, bakteri dan virus.
Pada perlakuan G3 (9 ppt) dapat dilihat tingginya nilai kelangsungan hidup
ikan uji setiap harinya, ini disebabkan rendahnya infeksi Argulus sp. akibat
pemberian garam pada media uji sudah optimal. Menurut Kurniawan (2012)
bahwa pemberian garam budidaya termasuk perlakuan yang aman bagi komoditas
perikanan. Garam akan membantu menyeimbangkan kembali proses osmoregulasi
cairan intraseluler dan ekstraseluler serta menstimulasi daya tahan tubuh atau
imun ikan terhadap penyakit yang akan menyerangnya. Perubahan salinitas
perairan secara tidak langsung akan mengganggu media hidup sumber-sumber
penyakit, seperti parasit, bakteri dan jamur.
Berdasarkan uji statistik Analisis Variansi (ANOVA), menunjukkan
bahwa pemberian garam dalam media pemeliharaan yang berbeda memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan mas. Hasil
uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa perlakuan G3 (9 ppt)
memberikan hasil terbaik terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan mas
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan
Perlakuan dengan pemberian garam 6,70 gram/liter merupakan perlakuan
yang paliang optimal untuk menjaga ikan dari serangan Argulus sp., sebab garam
merupakan salah satu zat yang dapat mencegah infeksi pada ikan atau sering
disebut desinfektan. Jadi salah satu cara untuk menjaga agar kelangsungan hidup
ikan tinggi maka perlu melakukan tindakan desinfektan pada kegiatan budidaya
ikan mas.
4. Kualitas Air
Selama penelitian kisaran suhu air sekitar 25,5 – 28,7 0C, menurut Santoso
(1993) menyatakan bahwa ikan mas hidup pada kisaran suhu antara 14 – 38 0C
dengan demikiankisaran suhu air selama penelitian masih dalam kondisi yang
layak untuk pertumbuhan ikan mas.
Derajat keasaman (pH) air selama penelitian berkisar 6,4 – 8,3, kisaran ini
masih layak sesuai dengan pendapat Widiastuti (2009), bahwa pH air untuk
budidaya ikan mas berkisar antara 6 – 9. Menurut Cholik dkk., (1986) diacu oleh
Nurmatias (1993) pH suatu cairan ditentukan oleh kandungan CO2 dan sisa
metabolisme. Walaupun terjadi penurunan kualitas air nampaknya belum
mempengaruhi kebutuhan ikan.
Nilai oksigen terlarut berkisar antara 5,3 – 6,8 ppm, kondisi ini sangat
layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan mas. Sesuai dengan
pendapat Rudiyanti dan Ekasari (2009) bahwa kandungan oksigen terlarut sebesar
3 ppm merupakan konsentrasi minimum untuk kebutuhan ikan.
Nilai amoniak yang diukur pada akhir penelitian adalah 1 ppm disebabkan
layak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2004) bahwa ikan mas mulai
terganggu pertumbuhannya apabila air media hidupnya mengandung amoniak
sebesar 1,2 ppm. Pengukuran amoniak disajikan pada Lampiran 9.
Secara keseluruhan kualitas air masih diambang optimal untuk kehidupan
ikan, namun dengan banyaknya sisa metabolisme terutama sisa pakan dan kotoran
ikan maka menyebabkan ikan lemah sehingga mudah di infeksi oleh Argulus sp.
Selama penelitian kematian ikan tanpaknya memang akibat dari infeksi
Argulus sp. bukan karena kualitas air yang terlalu ekstrim. Jadi dapat disimpulkan
bahwa jika sisa metabolisme terlalu tinggi dalam perairan maka akan berdampak
terhadap aktifitas ikan dengan demikian akan memudahkan Argulus sp.
menyerang ikan. Agar ini tidak menjadi penghambat di usaha budidaya ikan
sebaiknya dilakukan pergantian air dengan sistem membuang limbah di dasar dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian garam dengan dosis yang berbeda pada media pemeliharaan
ikan dapat mempengaruhi serangan infeksi Argulus sp. pada ikan mas.
2. Perlakuan tanpa garam (kontrol) memiliki nilai prevalensi 96,71 %, nilai
intensitas 6,77 ind/ekor dan nilai kelangsungan hidup 6,67 %. Perlakuan
dengan garam 1,70 gram/liter (3 ppt) memiliki nilai prevalensi 96,52 %,
nilai intensitas 5,4 ind/ekor dan nilai kelangsungan hidup 13,33 %.
Perlakuan dengan garam 4,75 gram/liter (6 ppt) memiliki nilai prevalensi
94 %, nilai intensitas 3,04 ind/ekor dan nilai kelangsungan hidup 53,33 %.
Perlakuan dengan garam 6,70 gram/liter (9 ppt) merupakan perlakuan
yang paling optimal dengan nilai prevalensi 60,17 %, nilai intensitas 1,54
ind/ekor dan nilai kelangsungan hidup ikan 93,33 %.
Saran
1. Para pembudidaya ikan mas dapat melakukan pencegahan Argulus sp.
dengan pemberian garam 6,70 gram/liter pada media pemeliharan.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui jarak interval waktu
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Klasifikasi ikan mas menurut Kottelat dkk., (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Sub famili : Cyprininae
Genus : Cyprinus
[image:44.595.161.460.497.718.2]Spesies : Cyprinus carpio
Ikan mas memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan sedikit memipih ke
samping (compressed). Ikan mastergolong jenis ikan yang sangat toleran terhadap
fluktuasi suhu air antara 14 - 320 C. Namun, suhu air optimum yang baik untuk
pertumbuhan ikan mas berkisar 22 - 280 C. Ikan mas mampu beradaptasi terhadap
perubahan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Ikan mas juga tidak sensitif
terhadap perlakuan fisik seperti seleksi, penampungan, penimbangan dan
pengangkutan, karena sifatnya yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru
dengan berbagai strain-nya yang tersebar hampir di seluruh penjuru dunia
(Teguh dkk., 2002).
Meskipun dengan sifat ikan mas yang adaptif terhadap lingkungan baru,
hal ini tidak menjamin bahwa ikan mas yang dibudidayakan tidak akan terserang
oleh penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan produksi ikan budidaya.
Untuk itu serangan parasit merupakan faktor pembatas yang penting dalam usaha
budidaya ikan mas.
Penyakit
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan,
tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor,
yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan adanya
patogen (penyakit). Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan dan organisme
mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah
diserang oleh penyakit (Kabata, 1985).
Penyakit merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan dan dapat
menghambat perkembangan sektor budidaya. Penyakit pada komoditas perikanan
timbul sebagai akibat dari adanya interaksi yang tidak seimbang di dalam
lingkungan budidaya. Menurut Teguh dkk., (2002) penyebab penyakit pada ikan
mas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit parasiter dan nonparasiter.
Penyakit parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti protozoa,
virus, bakteri, jamur dan cacing. Penyakit nonparasiter adalah penyakit yang
disebabkan oleh faktor fisika, kimia, kekurangan vitamin dan mineral serta pakan
yang telah membusuk.
Parasit
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam atau pada tubuh
organisme lain (berbeda jenis), sehingga memperoleh makanan dari inangnya
tanpa adanya kompensasi apapun. Infeksi yang terjadi pada ikan karena serangan
parasit merupakan masalah yang cukup serius dibandingkan dengan gangguan
yang disebabkan oleh faktor lain. Parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh
infeksi sekunder (Kordi, 2004).
Menurut Handajani dan Samsundari (2005) parasit terbagi atas dua jenis
yaitu parasit yang hidup di dalam tubuh inang disebut endoparasit dan parasit
yang hidup di luar tubuh inang disebut ektoparasit. Argulus sp. termasuk dalam
Argulus sp.
Klasifikasi Argulus sp. menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Maxillopoda
Sub kelas : Branchiura
Ordo : Arguloida
Famili : Argulidae
Genus : Argulus
[image:47.595.119.460.131.590.2]Spesies : Argulus sp.
Gambar 3. Morfologi Argulus sp.
Argulus sp. adalah salah satu parasit eksternal yang paling populer dan
banyak ditemukan menyerang ikan. Argulus sp. merupakan kutu ikan penyebab
penyakit Argulosis atau juga dikenal dengan istilah penyakit kutu ikan (fish louse)
(Kurniawan, 2012). Argulus sp.memiliki sucker yang besar pada bagian ventral,
penempel utama pada Argulus sp. (Philip, 2004). Selain itu terdapat proboscis
untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang. Stylet terletak di anterior
mulut (Rohde, 1968 diacu oleh Puspitasari, 2012).
Argulus sp. dewasa berdiameter 3 - 4 mm, sedangkan panjangnya 28 mm.
Dengan ukuran ini maka parasit dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan
alat pembesar. Terdapat karapas pada tubuh Argulus sp. berfungsi melindungi diri
dari taxic material disekitarnya. Selain itu terdapat pula 4 pasang maxillapoda
lainnya yang tidak mengalami modifikasi, sehinnga Argulus sp. dapat bergerak
bebas dari satu ikan ke ikan lainnya (Handajani dan Samsundari, 2005).
Daur hidup Argulus sp. terjadi selama 28 hari dimana 12 hari untuk fase
telur dan menetas, sedangkan fase larva sampai dewasa membutuhkan waktu
berkisar 16 hari. Larva Argulus sp. dapat hidup tanpa ikan selama 36 jam
sedangkan individu dewasa dapat hidup tanpa inang selama 9 hari. Jumlah telur
yang dihasilkan individu betina antara 50 - 250 butir. Telur yang dihasilkan akan
diletakkan pada berbagai benda yang ada dalam perairan. Telur akan menetas
menjadi larva setelah beberapa kali berganti kulit dan berubah menjadi argulus
dewasa. Menurut Kismiyati dkk., (2009), menyatakan 5 ekor Argulus sp. sudah
dapat membuat luka dan 19 ekor Argulus sp. dapat menyebabkan peluang
terjadinya luka dan kematian pada ikan mas.
Untuk mengetahui tingkat infeksi/serangan parasit dalam populasi inang
dikenal dengan istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi
menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam
populasi ikan, intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan
jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik
yang terinfeksi maupun tidak (Fernando dkk., 1972 diacu oleh Yuliartati, 2011).
Pengendalian
Pengendalian merupakan langkah yang ditujukan untuk memulihkan
kondisi kesehatan ikan yang telah terinfeksi oleh penyakit parasiter. Sifat dari
patogen menentukan pilihan terhadap obat yang harus diberikan. Menurut
Supriadi (1985) diacu oleh Putra (1997) dalam menanggulangi wabah penyakit
ikan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : usaha preventif dan usaha kuantitatif
dengan menggunakan zat kimia atau pestisida.
Pemilihan obat merupakan hal yang tidak mudah, berbagai pertimbangan
harus dilakukan terutama bahwa obat yang digunakan hanya bersifat racun
terhadap parasit tetapi tidak bersifat racun bagi ikan dan tidak menimbulkan
dampak terhadap lingkungan (Anshary, 2008).
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk pengendalian
penyakit adalah ukuran parasit, siklus hidup parasit dan hubungan dengan inang.
Selain itu pertimbangan dari kemampuan ikan mentolerir obat-obatan sangat
bervariasi tergantung pada spesies ikan, ikan yang sakit cenderung untuk berhenti
makan sehingga pemberian obat lewat makanan kurang efisien (Anshary, 2008).
Argulus sp. merupakan parasit yang menyerang bagian luar tubuh ikan,
sehingga pencegahan akan lebih efisien dengan penyediaan air bersalinitas pada
media pemeliharaan ikan dengan dosis yang tepat dan tidak mengakibatkan
yang terinfeksi Argulus sp. dapat diobati dengan cara mencelupkan ikan ke dalam
larutan garam dapur (NaCl) 20 gram/liter selama 15 menit.
Garam Budidaya
Garam budidaya atau garam non iodium atau garam ikan adalah salah satu
bahan kimia yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit ikan. Apabila
sekilas dilihat, garam ikan tidaklah begitu berbeda dengan garam dapur, baik
warna maupun rasa. Garam ikan memiliki tingkat kemurnian NaCl yang lebih
tinggi dikarenakan keberadaan senyawa kimia lainnya dapat berdampak buruk
bagi ikan, sedangkan garam dapur pada umumnya masih mengandung mineral
lain yang dibutuhkan manusia sebagai trace element (Kurniawan, 2012).
Menurut Sachlan (1978) diacu oleh Nurmatias (1993) ikan-ikan yang
hidup di perairan tawar lebih banyak diserang oleh parasit dibandingkan dengan
ikan-ikan yang hidup di air payau dan air asin. Hal ini dikarenakan air payau dan
air asin merupakan desinfektan, terbukti pada ikan yang tertangkap di laut tidak
pernah dalam keadaan sakit.
Untuk itu pemberian garam budidaya termasuk perlakuan yang aman bagi
komoditas perikanan. Garam akan membantu menyeimbangkan kembali proses
osmoregulasi cairan intraseluler dan ekstraseluler serta menstimulasi daya tahan
tubuh atau imun ikan terhadap penyakit yang akan menyerangnya. Perubahan
salinitas perairan secara tidak langsung akan mengganggu media hidup
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia
merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga
memberikan peranan yang nyata dalam pembangunan perikanan
khususnya guna pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri. Salah satu ikan
budidaya air tawar yang mudah dan ekonomis tetapi dapat memberikan hasil yang
maksimal adalah budidaya ikan mas. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sejak
tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan ikan mas yang
dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Budidaya ikan mas berkembang
sangat pesat sejalan dengan permintaan ikan yang semakin meningkat.
Pengembangan usaha budidaya ikan mas mempunyai prospek yang baik, karena
ikan mas memiliki nilai ekonomi penting sehingga makin digemari masyarakat,
rasanya gurih dan lezat, dagingnya mudah dicerna dan bergizi tinggi serta
permintaan ikan yang cenderung meningkat (Rukmana, 2007).
Didukung peluang pasar yang masih terbuka luas dan potensi budidaya
yang besar saat ini, namun jika berbicara masalah produksi yang terkait dengan
usaha budidaya maka tidak terlepas dari berbagai macam kendala. Salah
satunya adalah serangan penyakit yang dapat menyebabkan penurunan
produksi budidaya. Seperti jenis-jenis ikan lainnya ikan mas juga mempunyai
penyakit tertentu yang sering menyerang. Menurut Afrianto dan Liviawaty
menyerang ikan mas yang dipelihara di kolam-kolam adalah dari golongan
ektoparasit seperti Argulus sp.
Parasit Argulus sp. menyebabkan penyakit Argulosis, sifat parasit
cenderung temporer yaitu mencari inang secara acak dan dapat berpindah dengan
bebas pada tubuh ikan lainnya dan bahkan meninggalkannya. Hal ini dapat
dilakukan karena Argulus sp. mampu bertahan hidup selama beberapa hari di luar
tubuh ikan. Serangan parasit ini umumnya tidak menimbulkan kematian pada ikan
sebab Argulus sp. hanya menghisap darah ikan sehingga ikan menjadi kurus. Luka
bekas gigitan ini bagian yang mudah diserang oleh bakteri atau jamur. Infeksi
sekunder inilah yang bisa menyebabkan kematian ikan secara masal
(Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Penyakit ikan mudah sekali ditularkan dari satu ikan ke ikan lainnya
melalui kulit, insang terutama melalui air sebagai media hidup ikan. Menurut
Daelami (2001), jika penyakit dibiarkan dan tidak segera diambil tindakan
penanggulangan bisa mengakibatkan terjadinya kerugian. Penurunan produksi
dapat diakibatkan oleh adanya wabah penyakit pada ikan, penyebab penurunan
produksi ini harus dikendalikan dan diberantas hingga tuntas tanpa mengabaikan
kelestarian lingkungan.
Untuk penanggulangan penyakit Argulosis beberapa literatur
merekomendasikan penggunaan larutan Kalium Pemanganat, Bromex, Neguvon,
Formalin, Lindane, Asam asetat glasial, Amonium Klorida dan NaCl (garam
dapur) dalam berbagai dosis dan waktu pemaparan, tergantung pada tahap
pengembangan dan spesies ikan. Jika penggunaan larutan kimia tidak sesuai
mencegah dampak yang membahayakan tersebut, maka dilakukan upaya
pencegahan dengan penyediaan media budidaya menggunakan garam budidaya
atau biasa disebut garam non iodium dengan dosis yang tepat dan tidak berbahaya
bagi kelangsungan hidup ikan dan kerusakan lingkungan perairan.
Perumusan Masalah
Garam merupakan bahan organik yang tidak merusak lingkungan pada
ambang tertentu, sebagai bumbu masakan dan mencegah penyakit ikan. Sejauh ini
belum diketahui:
1. Apakah garam (NaCl) dapat digunakan sebagai pengendalian infeksi Argulus
sp. pada ikan mas (Cyprinus carpio) ?
2. Berapakah kadar garam yang efektif terhadap pengendalian infeksi Argulus sp.
pada ikan mas ?
Kerangka Pemikiran
Serangan parasit Argulus sp. yang menyerang ikan budidaya sangat
berpengaruh nyata terhadap kualitas dan kuantitas produksi ikan yang
dibudidayakan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran para petani ikan, sehingga
segala cara yang dianggap praktis, murah dan mudah didapat akan dilakukan
termasuk penggunaan bahan-bahan kimia dengan dosis tertentu untuk
pengendalian serangan Argulus sp.
”Mencegah lebih baik dari pada mengobati”, merupakan ungkapan yang
tidak asing lagi dikalangan masyarakat luas termasuk para petani ikan. Untuk itu
diberi garam sesuai dengan kemampuan adaptasi ikan. Adapun kerangka
[image:54.595.172.498.159.737.2]pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Peneliti Budidaya Ikan Mas
(Cyprinus carpio)
Penyakit/Parasit
Endoparasit Ektoparasit
Argulus sp.
Pengendalian :
Pemberian Garam dalam Media Pemeliharaan Ikan Kebutuhan akan Ikan Konsumsi Air
Tawar dalam Negeri
Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Ikan Mas dan Menurunkan Daya
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh garam terhadap infeksi Argulus sp.
pada ikan mas.
2. Mengetahui kadar garam yang optimal untuk pengendalian infeksi Argulus sp.
pada ikan mas.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi pembudidaya ikan mas yaitu dapat dijadikan pedoman dalam pencegahan
serangan Argulus sp.
2. Bagi ilmu pengetahuan yaitu ditemukan konsentrasi garam yang efektif
terhadap serangan Argulus sp.
3. Bagi peneliti yaitu sumbangan ilmu pengetahuan di bidang perikanan.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian adalah:
H0 = Garam tidak dapat mencegah infeksi Argulus sp. pada ikan mas.
ABSTRAK
ANASTHAZYA CH SINAGA. Pengaruh Garam (NaCl) terhadap Pengendalian
Infeksi Argulus sp. pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh SYAMMAUN USMAN dan NURMATIAS.
Perkembangan usaha budidaya ikan mas memiliki prospek yang baik dikarenakan permintaan pasar yang semakin meningkat. Namun adanya serangan
Argulus sp. pada pembenihan ikan mas merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan kerugian para pembudidaya yaitu menurunnya produksi ikan, serta rendahnya nilai jual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keefektivan garam terhadap serangan infeksi Argulus sp. pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan untuk mengetahui kadar garam yang optimal dalam pengendalian infeksi Argulus sp. pada ikan mas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu 3 perlakuan dan 1 kontrol dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan dosis perlakuan 3 ppt, 6 ppt, 9 ppt. Data dianalisis dengan sistem ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian garam berpengaruh pada nilai prevalensi, intensitas infeksi Argulus sp. dan tingkat kelangsungan hidup ikan mas. Konsentrasi garam terbaik dalam pengendalian serangan Argulus sp. terdapat pada perlakuan G3 (9 ppt) yaitu nilai
prevalensi 60,17 %, nilai intensitas 1,54 ind/ekor dengan tingkat kelangsungan hidup ikan 93,33 %.
ABSTRACT
ANASTHAZYA CH SINAGA. The Influence of Salt (NaCl) against Argulus sp. Infection Control on Goldfish (Cyprinus carpio). Under academic supervision SYAMMAUN USMAN and NURMATIAS.
The development of goldfish cultivation has a good prospect due to the increasing market demand. But the attack Argulus sp. on hatchery goldfish is a serious problem that can cause a loss of the farmers that is decreased production of fish, as well as the low value. This research aims to know the extent to which the effectiveness salt against Argulus sp. infection in goldfish (Cyprinus carpio) and to know the optimal levels of salt in the control of infection of Argulus sp. on goldfish. This study used a Randomized Complete Design (RAL), namely 3 and 1 control treatment with each treatment was repeated as many as 3 times, with a dose of the treatment 3 ppt, 6 ppt, 9 ppt. Data analyzed with ANOVA. The results showed that the giving of the salt effect on the value of the prevalence, intensity