KONTROL STRUKTUR TERHADAP MODEL URAT KUARSA
PEMBAWA MINERAL SULFIDA DI KALI MOJO, PACITAN,
JAWA TIMUR
Fredy1,2, Prasetyadi1, Gazali1,2, Reyzananda1 1)UPN “Veteran” Yogyakarta
2)GeoPangea Research Group
Abstract
Kali Mojo is a river formed by fault zone structure that’s trending Northeast – Southwest with its kinematic is a Normal Left Slip Fault (N 2290 E/ 820 - N 2300 E/ 830). And then this fault structure cutted
by fault that have trending Northwest – Southeast with its kinematic is a Normal Right Slip Fault (N 3290
E/ 820 – N 1210 E/ 700). The Northeast – Southwest system was cutting over the volcanic rock, which is an
andesitic lava coherent-clogged that’s part of the Late Eocene - Early Miocene Mandalika Rock Formation. This volcanic rock is a part of the central facies of the ancient volcanic activity of Tegalombo Volcano that has undergone a very strong intensity of alteration, characterized by the presence of prophylitic alteration, argillic alteration and silification alteration. Silicification alteration is wholly formed on the veins formed by the stress strain of the left slip fault movement. The vein textures that are formed are massive quartz and disseminated base metals. These quartz veins have undergone richness in sulfide mineral (pyrite, chalcopyrite, chalcocite) and have a general bearing of N3350E to N1550E with a
dip ranging from 360 to 710. Mineralization in Kali Mojo forms an Epithermal High Sulfidation system
controlled by fault movement and the ore body controlled by tensional fracture.
Keywords : Kali Mojo, model, quartz vein, sulfide minerals Author’s Email: [email protected]
SARI
Kali Mojo merupakan sungai yang dibentuk oleh struktur sesar yang bearah Timurlaut – Baratdaya dengan kinematik sesar mendatar kiri turun (N 2290 E/ 820 – N 2300 E/ 830). Sistem sesar mendatar kiri turun ini kemudian dipotong oleh struktur sesar berarah Baratlaut – Tenggara dengan kinematik sesar mendatar kanan turun (N 3290 E/ 820 – N 1210 E/ 700) yang merupakan sesar periode kedua, sehingga menyebabkan
kedudukan bidang urat di daerah ini terpotong. Struktur sesar pada periode pertama memotong batuan beku vulkanik lava andesit koheren yang merupakan bagian dari Formasi Mandalika yang berumur Eosen Akhir – Miosen Awal. Batuan gunungapi ini merupakan bagian fasies pusat dari kegiatan Gunungapi Purba Tegalombo yang mengalami intensitas alterasi batuan yang sangat kuat, ditandai dengan hadirnya alterasi profilitik, argilik dan silisifikasi. Alterasi silisifikasi secara keseluruhan terbentuk pada urat-urat yang terbentuk akibat gaya tarikan dari pergerakan sesar mendatar kiri. Tekstur urat yang terbentuk adalah
massive quartz dan base metals disseminated pada tubuh urat. Urat-urat kuarsa ini mengalami pengakayaan mineral sulfida (pyrite, chalcopyrite, galena, chalcocite, covelite) serta memiliki arah umum N3350E - N1550E dengan kedudukan berkisar 360 – 710. Mineralisasi di Kali Mojo membentuk
Epithermal High Sulfidation system yang dikontrol oleh pergerakan sesar dan tensional fracture sebagai
orebody-nya.
Kata Kunci: Kali Mojo, struktur, model, urat kuarsa, mineral sulfida Email Penulis: [email protected]
I. PENDAHULUAN
Dari sudut pandang pengkajian mineralisasi, tentulah tatanan tektonik pulau Jawa, khususnya Pegunungan Selatan Jawa Timur tidak dapat dipisahkan dari sejarah tektonik global, yaitu interaksi antara lempeng Eurasia di Utara dengan lempeng Indo-Australia di Selatan. Dengan berlangsungnya proses tektonik yang bekerja, maka secara langsung mempengaruhi terbentuknya jalur gunung api Oligo-Miosen dan struktur tektonik, baik patahan serta rekahan-rekahan akibat aktivitas tektonik.
Daerah penelitian terletak pada jalur Pegunungan Selatan, Jawa Timur dan termasuk dalam Formasi Andesit Tua (van Bemmelen, 1949). Batuan dari busur magmatik ini pada umumnya banyak mengandung endapan bijih yang ekonomis. Dearah penelitian pada umumnya terdiri dari batuan sisa paleo vulkanisme, batuan terobosan asam-basa yang telah mengalami proses alterasi dan mineralisasi (Samodra dkk. 1990). Hal ini didukung juga oleh Fredy .,dkk (2016) telah mengidentifikasi, bahwa Kali Mojo yang secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Tegalombo meruapakan sisa kegiatan Gunungapi Purba Tegalombo, yaitu
Khuluk Tegalombo yang memperlihatkan fasies pusat dan proximal dari suatu sistem gunungapi (Gambar 2).
Sistem struktur regional di daerah Kali Mojo ini mengikuti pola struktur regional umum yang ada di Jawa Timur, yaitu berarah Utara – Selatan, Barat – Timur, Baratlaut – Tenggara dan Timurlaut – Baratdaya. Sedangkan di daerah enelitian ini dujumpai dua arah sesar utama yang membentuk satu sistem sesar geser yang berarah Timurlaut – Baratdaya, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh peneliti sebelumnya yang mengemukakan adanya arah umum sesar berarah Timurlaut – Baratdaya (Samodra dkk, 1992; Sampurna dan Samodra, 1997, Sudiarto dan Prapto, 2995; dan Fredy dkk, 2016) yang berupa sistem sesar geser/ strike-slip fault.
Dengan memperhitungkan faktor paleo-vulkanisme dan intensitas struktur geologi yang berkembang secara regional di daerah ini, maka memungkinkannya larutan hidrotermal yang terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah (rekahan) (Bateman, 1981), akan membentuk suatu sistem endapan hidrotermal yang dikontrol oleh sistem rekahan. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya(wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Keberadaan zona alterasi dan mineralisasi ini akan membantu dalam perencanaan pengembangan eksplorasi mineral bijih yang mengandung bijih mineral sulfia. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap kehadiran urat-urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar, sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late-magmatics untuk mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Purwanto, 2002).
II. METHODOLOGI PENELITIAN
Mineralisasi hidrotermal adalah hasil akhir dari suatu serangkaian proses yang dibentuk oleh pemanasan air meteorik maupun air magmatik oleh volatile matter yang membawa mineral-mineral logam di dalamnya, pada kegiatan volkano-plutonik. Proses tersebut akan menghasilkan zona alterasi dan cebakan mineralisasi bijih yang akan terkonsentrasi di dalam suatu media struktur geologi, dalam kasus ini adalah struktur sesar dan kekar.
Untuk mengetahui model urat kuarsa di daerah Kali Mojo ini dilakukan beberapa pendekatan seperti studi literatur, observasi dan pengumpulan data lapangan, analisis laboratorium dan studio. Analisis mineralogi dilakukan pada sampel sampel terpilih, menggunakan beberapa metode seperti : 1) Petrografi, untuk mengidentifikasi jenis / tipe batuan, intensitas dan derajat batuan terubah, 2) Mineragrafi, dilakukan pada batuan termineralisasi untuk mengidentifikasi kandungan mineral-mineral logam seacara (kualitatif). Selain itu dilakukannya juga analisa studio untuk menyelaraskan hasil data penelitian terdahulu, data lapangan, dan data laboratorium untuk menghasilkan model struktur urat berdasarkan data permukaan yang ada di daerah ini.
III. HASIL
Secara umum gejala mineralisasi tersingkap berupa zona ubahan argilik, silisifikasi, propolitik dan sub-propilitik. Kekar yang mengalami proses pengkayaan mineral logam terjadi pada ubahan silisifikasi yang terbentuk di batuan beku andesit yang merupakan lava koheren dari Gunungapi Purba Tegalombo dan merupakan bagian dari Formasi Mandalika (Gambar 3). Gejala sesar yang tersingkap berupa kelurusan bentangalam, breksi sesar, bidang sesar dan kekar.
Alterasi hidrotermal yang tersingkap di Kali Mojo dibagi dalam 3 (tiga) zonasi batuan ubahan yang mengacu dari pembagian yang diteliti oleh Corbett dan Leach, 1998, yaitu:
Silisifikasi (kuarsa, pirit, black sulfide, kalkopirit) dengan pola pervasif
Argilik (kaolin, illit, smektit, klorit, montmorilonit, limonit) dengan pola pervasif
Propilitik (klorit, epidot, ±kalsit, ±kalkopirit, ±pirit, ±hematit, ±2nd Kuarsa, dan kaolin)
dengan pola pervasif
Zona Silisifikasi
Zona sislisifikasi ini menyebar dihampir 15% dari total luasan keseluruhan daerah penelitian yang dimana pembentukan zona alterasi sislisifikasi ini diakibatkan adanya bukaan/ zona lemah yang diakibatkan oleh proses tektonik serta tekanan fluida hidrotermal dari bawah yang, hal ini dikuatkan oleh asamnya sifat kimia fisik mineralogi zona alterasi ini, yang terdiri oleh mineral 2nd kuarsa dan
logam sulfida, yaitu pirit, kalkopirit, galena dan kalkosit. .
Kenampakan zona alterasi silisifikasi ini memiliki ciri-ciri lapangan berwarna abu-abu kehitaman, putih, sampai dengan kuning pada zona yang mengalami proses oksidasi/ pelapukan
akibat bersentuhan dengan atmosfer yang memilki oksigen sebagai reagen daripada oksidasi zona alterasi ini, serta memiliki pola alterasi pervasif dengan intensitas ubahan yang sangat kuat (Browne, 1989). Mineralogi zona alterasi ini terdiri atas 2nd kuarsa dan kuarsa primer yang masif, pirit serta
kovelit dan kalkosit yang menggantikan kalkopirit sebagai mineral bijihnya (Gambar 5), selain itu juga hadir mineral hasil dari pengkayaan/ supergen, yaitu jarosit yang merupakan mineral sulfat yang terbentuk oleh rekasi kimia antara besi dengan larutan sulfat yang bersifat asam. (Gambar 4).
Hasil pengamatan secara mikroskopis (Gambar 6) pada conto batuan yang diambil dari sungai di barat laut gunung Kurung, Desa Pucangombo, tepatnya di saah satu lintasan Kali Mojo menunjukan lava andesit yang merupakan batuan beku vulkanik bersifat intermediet telah terubah total silisifikasi, memiliki ciri pemerian berwarna putih, dengan ukuran Kristal 0,5 mm – 1,2 mm , dengan komposisi mineralogi 2nd kuarsa dan opak yang memiliki tekstur diseminasi di sayatan tipis
batuan.
Tipe alterasi ini berasosiasi dengan rekahan-rekahan ataupun kekar-kekar yang merupakan jalur keluarnya fluida hidrotermal yang mengalterasi batuan samping (host rock) dan mengendapkan mineral-mineral bijih emas (Au) maupun tembaga (Cu). Batuan yang teralterasi menunjukkan tekstur diseminasi dengan ciri kehadiran mineral sulfida yang menyebar pada batuan samping yang
Gambar 4. Alterasi Silisifikasi di daerah Kali Mojo yang kaya akan mineral sulfida.
diterobos oleh fluida hidrotermal. Temperatur stabil pengendapan mineral zona alterasi ini adalah 150º–300º C dengan kondisi larutan hidrotermal asam menurut White & Hedenquist (1995).
Zona Argilik
Zona argilik ini menyebar dihampir 10% dari total luasan keseluruhan daerah penelitian yang dimana pembentukan zona alterasi argilik ini diakibatkan pada tahapan metasomatisme batuan serta terjadinya penggantian dan perombakan ulang susunan kimia mineral primer pada tubuh batuan oleh mineral sekunder. Proses penggantian mineral sendiri seperti terdapatnya mineral lempung negatif, yaitu illit (dioktahedral) yang kemungkinan menggantikan mineral primer batuan yaitu muskovit dan (trioktahedral) yang menggantikan mineral biotit, serta monmorilonit yang memiliki karakter yang sama dengan illit dan kasus susunan ikatan kimia yang sama. Untuk kasus hadirnya smektit, penulis mengacu pada persamaan jika kandungan Fe3+ yang lebih tinggi pada monmorilonit yang
dioktahedral.
Kenampakan zona alterasi argilik ini memberikan kenampakan ciri-ciri lapangan berwarna abu-abu putih, sampai dengan kuning pada zona yang mengalami proses oksidasi/ pelapukan akibat bersentuhan dengan atmosfer yang memiliki oksigen sebagai reagen daripada oksidasi zona alterasi ini, serta memiliki pola alterasi pervasif dengan intensitas ubahan yang sangat kuat (Browne, 1989) (Gambar 7).
Gambar 6. Sayatan tipis alterasi silisifikasi: kiri: polarisasi sejajara; kanan: polarisasi .silang.
Berdasarkan kehadiran mineral kuarsa, illite, smektit, montmorilonit, dan kaolinit dengan pendekatan dalam menentukan suhu pembentukannya maka diperkirakan alterasi ini terbentuk pada suhu > 100o C sampai 300o C (Hedenquist, 1997) (Lawless & White, 1997) (Corbett & Leach, 1996).
Zona Profilitik
Zona alterasi ini menyebar dihampir 75% dari total luasan keseluruhan daerah penelitian dengan himpunan mineral yang terdiri dari klorit, epidot, ±kalsit, ±kalkopirit, ±pirit, ±hematit, ±2nd Kuarsa,
illit dan kaolin. Zona alterasi ini menyebar dibagian luar dari zona alterasi filik, zona alterasi argilik, dan argilik lanjut. Zona ini memiliki intensitas ubahan yang bervariasi, yaitu mulai dari intensitas ubahan lemah sampai dengan intensitas ubahan sangat kuat (Browne, 1989) (Gambar 8). Zona ini terbentuk pada suhu <300O C (Hedenquist, 1997., Corbett dan Leach,1996).
Tipe alterasi propilitik ini terbentuk paling akhir di daerah telitian dan membentuk pola dengan melingkupi tipe alterasi argilik, argilik lanjut, maupun silisifikasi.. Kehadiran mineral karbonat berupa kalsit dan klorit pada tipe alterasi ini menunjukkan bahwa pH fluida larutan hidrotermal adalah netral dengan suhu < 300o C (Hedenquist, 1997 dan Corbett & Leach, 1996).
Tekstur Urat Kuarsa
Gambar 8. Singkapan alterasi profilitik di daerah Kali Mojo.
Berdasarkan kenampakan fisik urat kuarsa yang ditemukan sepanjang lintasan Kali Mojo, didapatkan tekstur urat berupa massive quartz. Urat ini mengandung mineralisasi logam yang beragam, yaitu kalkopirit, galena, pirit, dan kovelit serta kalkosit. Kehadiran mineral bijih tembaga seperti kalkosit dan kovelit tidak dominan di dalam urat. Kehadiran mineral logam di urat ini bertekstur disseminated di dalam urat kuarsa (Gambar 4).
Karakteristik Struktur
Dalam kaitannya dengan alterasi hidrotermal di daerah telitian, keberadaan sistem sesar mendatar kiri menjadi sangat penting sebagai pemicu adanya porositas sekunder pada tubuh batuan sebagai
channel way (jalur utama) fluida hidrotermal yang mengubah batuan disampingnya sehingga pada akhirnya akan sangat mempengaruhi bagaimana pola sebaran dari beberapa tipe alterasi dan mineralisasi hidrotermal. Didapatkan 2 (dua) bidang sesar yang diukur berdasarkan kedudukan semu dari arah breksiasi sesar beserta kekar penyerta di breksiasi yang merupakan sesar Mojo -1 dan juga berdasarkan kedudukan bidang sesar beserta kekar penyertanya yaitu kekar gerus dan kekar tarik yang merupakan sesar Mojo -2. Selain itu juga diidentifikasi sesar lainnya yang memiliki arah relatif Baratlaut – Tenggara sebagai sesar periode kedua, yaitu Sesar Tegalombo 1 dan Sesar Tegalombo -2.
Sesar Mojo -1 memiliki kedudukan bidang terkoreksi setelah dilakukan analisa stereografis adalah N 3290 E/ 820, rake dengan besaran 370, dan kedudukan penunjaman sesar 350, N 1420 E,
sedangkan kekar gerus yang menyertai sesar ini memiliki kedudukan umum N 2620 E/ 680 dan kekar
tarik dengan kedudukan umum N 3080 E/ 850. Sesar Mojo -2 memiliki kedudukan bidang sesar N
2300 E/ 830, rake dengan besaran 150, dan kedudukan penunjaman 150, N 2310 E. Sedangkan kekar
gerus yang menyertai sesar ini memiliki kedudukan umum N 2760 E/ 740 dan kekar tarik dengan
kedudukan umum N 3530 E/ 800. Sesar Tegalombo -1 memiliki kedudukan bidang sesar N 3290 E/
820, rake sebesar 370, dan kedudukan penunjaman 350, N1420 E. Sedangkan Sesar Tegalombo -2
memiliki kedudukan bidang sesar N 1210 E/ 700, rake sebesar 400 dan kedudukan penunjaman 470, N
2750 E.
IV. DISKUSI
Data hasil pengukuran unsur struktur pada lokasi – lokasi pengamatan di lapangan, diolah dengan metoda stetreografis untuk mengklasifikasikan jenis sesar dan kinematika sesar (Gambar10). Dari hasil analisa kekar gerus dan kekar terbuka serta bidang sesar yang telah diolah, menunjukkan bahwa tegasan utama adalah 820, N 1920 E. Tegasan ini mengakibatan terbentuknya sesar periode I, yaitu
sesar Mojo -1 dan sesar Mojo -2 yang mempunyai arah umum Timurlaut – Baratdaya dan membentuk sistem sesar mendatar kiri turun/ normal left slip fault (Rickard, 1972). Sesar yang terbentuk pada periode ini sangat berpengaruh dalam pembentukan urat kuarsa dan intrusi andesit yang merupakan zona alterasi silisifikasi dan argilik, dan juga berpengaruh besar sebagai variabel hadirnya mineralisasi logam sulfida di dalam tubuh urat ini. Kemudian terbentuk sesar periode II yang mempunyai arah umum Baratlaut – Tenggara yang mematahkan sesar yang terbentuk pada periode sebelumnya, kedua sesar ini ini memiliki tegasan N 860, N 2080 E dan membentuk sitem
sesar mendatar kanan turun/ normal right slip fault (Rickard, 1972) (Gambar 11).
Dari kinematik kedua sesar ini membentuk suatu sistem sesar mendatar kiri turun/ normal left slip fault (Rickard, 1972), yaitu Sesar Mendatar Turun Mojo -1 dan Sesar Mendatar turun Mojo -2. Dari pergerakan dua sesar ini membentuk kekar tarik/ tensional fracture yang terisi mineral kuarsa (vein) dengan pengkayaan mineral logam sulfida (kalkopirit, pirit, kalkosit dan galena) dan bijih tembaga lainnya seperti kovelit. Kekar – kekar tarik ini memiliki arah umum kemenerusan berkisar antara N 3550 E – N 1550 E dengan kedudukan kemiringan umum urat berkisar antara 360 – 710
Dari hasil analisa kinematik struktur sesar dan juga kekar terbuka yang telah terisi mineral (vein) kuarsa, terdapat arah dominan kedudukan yang berarah Baratlaut – Tenggara yang merupakan kekar
releasejoint dari pergerakan sesar Mojo -1 dan Sesar Mojo -2. Urat kurasa ini relatif hampir sejajar dengan arah tegasan utama yang merupakan penyebab terbentuknya suatu sistem sesar mendatar turun kiri, yang dimana besar diakibatkan oleh terbentuknya dilational jog pada segmen tersebut. Kemudian sistem urat di Kali Mojo ini membentuk sistem urat berikutnya akibat gaya tektonik tarikan dari pergerakan sesar, sehingga berkembang menjadi tensional vein – sigmoidal tenisonal vein (Gambar 13). Sedangkan kekar terbuka yang terbuka dan memiliki arah relatif tegak lurus dengan gaya utama dari pergerkan sistem sesar mendatar turun kiri merupakan extension joint, kekar ini juga mengalami mineralisasi akan tetapi tidak dominan di daerah Kali Mojo ini. Pada tahap akhir, beberapa urat dipatahkan oleh sesar yang terbentuk di periode kedua, yang memiliki kinematik dominan mendatar kanan turun (Gambar 14).
Gambar 12.Analisa Statistik arah umum kemenerusan dan kemiringan urat kuarsa daerah Kali Mojo.
V. KESIMPULAN
Mengacu dasar tatanan tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996), maka sistem bukaan cebakan di daerah Kali Mojo ini merupakan tension fracture yang terbentuk sebagai bukaan di host rock yang terletak di antara sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung dengan gaya (stress) utama. Rekahan yang berkembang terdiri dari Tensional Fracture sampai dengan Sigmoidal Tensional Fracture, kedua jenis kekar ini ini merupakan faktor dominan terjadinya sistem urat emas – perak, dan kemungkinan hadirnya bijih utama lainnya, yaitu tembaga yang dilihat berdasarkan hadirnya mineral bijih tembaga, yaitu koveit dan kalkosit. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang dari kekar tarik akan berakhir di sepanjang arah sesar.
Melihat dari faktor himpunan mineral alterasi, bijih logam maupun mineral sulfida yang berkembang, serta berdasarkan tekstur dan struktur urat yang berkembang, diinterpretasikan mineralisasi yang berkembang adalah Epithermal High Sulfidation, akan tetapi perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut lagi untuk mendapatkan klasifikasi endapan hidrotermal yang lebih tepat, seperti penelitian dan analisa geokimia meliputi XRD, AAS dan inkluisi fluida hidrotermal.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, V. (1949). The Geology of Indonesia (Vol. 1). Hague: Governor Printing Office.
Browne, P. (1989). Contrasting alteration styles of andesitic and rhyolitic rocks in geothermal fields of the Taupo volcanic zone, New Zealand. Proceeding of 11th New Zealand Geothermal Workshop 1989, hal. 111-116.
Charlie, J.C. dan Mitchell, A.H.G. 1994. Magmatic Arc and Associated Gold and Copper Mineralization in Indonesia. Vitoria: Journal Of Geochemical Exploration.
Corbertt, G.J. dan Leach, T.M. 1997. Southwest Pasific Rim Gold-Copper Systems : Structure, Alteration, and Mineralization. Short Course Manual.
Fredy., dkk. 2016. Identification of Tegalombo Ancient Volcano: An Application Towards The Primary Minerals Exploration In Pacitan East Java. SICEST Proceedings. Palembang
Hedenquist, J. (1987). Mineralization Associated with Volcanic Related Hydrothermal System in The Circum Pacific Basin. In : M.K. Horn, Trans. Fourt Circum: Pacific Energy and Mineral Resources.
Rickard, M.J., 1972, Fault Classification: discussion. Geological Society of America Bulletin,V. Samodra, H., Gafoer, S., dan Tjokrosapoetro, S. 1990. Tatanan Stratigrafi dan Tektonik Pegunungan
Selatan Jawa Timur Antara Pacitan – Ponorogo, Bidang Pemetaan Geologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Samodra, H., Gafoer, S., dan Tjokrosapoetro, S. 1990. Peta Geologi Lembar Pacitan, skala 1 : 100.000, P3G, Bandung.
Sutanto. 2004. Distribusi spasial dan temporal batuan volkanik Tersier di Jawa Tangah Dan Jawa Timur, Jurnal Imu Kebumian Teknologi Mineral, Vol.17, No. 2, UPNV, Yogyakarta. hal. 65-71. White and Hadenquist., 1995. Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristics, and Exploration.
SEG Newsletter Publication, No.23.