• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan SDM Aparatur dan Peluang Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Permasalahan SDM Aparatur dan Peluang Pe"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

DR. ASRANI, SE, M.Si

Anggota Tim Ahli

TIM AHLI DINAS PENDAPATAN

PROPINSI JAWA TIMUR

(2)

SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DIPENDA :

Permasalahan dan Peluang Pengembangan

1

Oleh : DR. ASRANI, SE, M.Si

2

A. PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang

Kondisi SDM dilingkungan birokrasi telah diakui secara luas oleh berbagai pihak masih sangat memprihatinkan, betapapun reformasi birokrasi telah digulirkan dan pimpinan nasional telah silih berganti serta berbagai kebijakan telah ditetapkan untuk mendukung reformasi birokrasi, namun sampai saat ini dengan kasat mata kita dengan mudah mengetahui bahwa reformasi yang dilakukan masih bersifat gradual, parsial dan temporal sehingga hasilnya belum ada peningkatan performace birokrasi yang signifikan.

Tidak kurang, tiga Presiden telah menyatakan pandangan keprihatinan yang mendalam tentang kondisi tersebut. Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), menyatakan birokrasi Indonesia adalah “Gede dan Kotor” (Tempo, 06 Agustus 2003). Presiden Megawati menyatakan birokrasi Indonesia adalah “Birokrasi Keranjang Sampah”, karena birokrat hanya melakukan apa yang menyenangkan atasan dan menyenangkan dirinya sendiri (Sinar Harapan, 11 Pebruari 2002), sehingga ia enggan menaikkan gaji PNS, karena dinilai pemborosan dan kurang produktif. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan ungkapan yang lebih lunak dengan menyatakan “ke mana pun dan siapa pun yang saya temui, pihak dalam maupun luar negeri masih terus

mengeluhkan tentang kondisi birokrasi kita. Saya harus menyatakan secara terus terang,

bahwa birokrasi kita masih bekerja seperti yang biasa dikerjakan selama ini (status quo).

Artinya, belum berubah secara signifikan, masih lamban bertindak dan lamban

1

Makalah disajikan dalam rangka pemetaan kompetensi personil Golongan III/c dan III/d Bulan Mei – Juni 2006

2

(3)

memproses sesuatu dan akhirnya lamban mengambil keputusan, boros waktu dan tidak

efisien” (Kompas, 26 Mei 2006). Apa yang dikemukakan Presiden SBY, dapat dicermati

dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik sehari-hari, seperti kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, birokratis, kurang mau mendengar keluhan masyarakat dan kurang efisien.

Gambaran kelabu birokrasi di atas, bukan retorika, melainkan fakta dan realita. Kinerja birokrasi yang buruk tersebut, dengan analisa sederhana dapat diketahui sumber penyebabnya, yaitu akibat kualitas PNS yang buruk pula. Faisal Tamin (Men PAN pada masa itu) mengemukakan, dari sekitar 4 juta PNS Indonesia, 60 persen diantaranya bekerja serabutan tanpa punya motivasi kuat untuk bekerja secara profesional. Itu artinya, hanya 40 persen saja PNS yang dapat dianggap profesional (Tokoh Indonesia.com,2005).

(4)

Kondisi PNS aparatur pada skala makro (nasional) seperti dipaparkan diatas, merupakan refleksi dari kondisi PNS pada skala regional dan lokal, seperti dalam lingkup Dinas/Badan/Kantor/Unit yang ada pada pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Makalah sederhana ini, akan mendiskusikan beberapa permasalahan krusial dalam pengelolaan SDM dilingkungan Dinas pendapatan Propinsi. Dikatakan krusial, karena apabila tidak disikapi dan diantisipasi akan sangat berpotensi mengganggu pencapaian visi dan misi Dipenda kedepan sebagai instansi yang sangat strategis dalam struktur pemerintahan Propinsi Jawa Timur, karena fungsinya sebagai pelaksana utama penggalian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus penyelenggara pelayanan publik yang sangat dominan di Jawa Timur.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latarbelakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalm tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.

Persoalan-persoalan krusial apa yang dihadapi dalam pengelolaan manajemen

Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Dipenda Jawa Timur ?.

2.

Bagaimana peluang pengembangan yang mungkin ditempuh untuk mengantisipasi berbagai persoalan pada poin 1 ?

1.3. Tujuan

(5)

B. PEMBAHASAN

2.1. KERANGKA KONSEPTUAL

2.1.1. Organisasi Publik

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah cabang ilmu manajemen yang berkaitan dengan pengelolaan karyawan atau personil. Kualitas dan kuantitas personil merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas dan kapabelitas suatu institusi atau organisasi. Organisasi itu sendiri dikonsepsikan sebagai suatu sistem dan bentuk hubungan antara wewenang dan tanggungjawab, antara atasan dan bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang paling efisien (FX. Soerjadi, 1995). Seringkali para ahli membagi organisasi menjadi tiga tipe, yaitu organisasi pemerintah (public), organisasi bisnis (private) dan organisasi masyarakat atau organisasi non-pemerintah yang tidak berorientasi profit. Ketiga tipe organisasi ini dapat dibedakan dari tiga aspek, yaitu aspek tujuan pembentukannya, aspek legalitasnya dan aspek kegiatan yang dilaksanakannya.

(6)

2.1.2. Manajemen Pegawai Negeri Sipil

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap organisasi pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. Sebab, sebaik apapun desain organisasi yang dibuat, sebaik apapun visi, misi dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan serta sebaik apapun sistem dan mekanisme kerja organisasi yang telah disusun, semuanya sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas SDM yang dimiliki atau tersedia dalam organisasi tersebut.

Agar SDM dalam organisasi dapat memenuhi unsur kuantitas dan kualitas secara berimbang sehingga mampu bekerja secara efektif dan efisien, dalam khasanah ilmu pengetahuan berkembang disiplin ilmu ”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)” yang mencakup beberapa dimensi, yaitu analisis jabatan, perencanaan, rekruitmen, seleksi dan penempatan, sosialisasi dan reorientasi, pelatihan dan pengembangan serta penggajian (Performs,2004). Penerapan MSDM dilingkungan organisasi pemerintah disebut ”Manajemen Pegawai Negeri Sipil (MPNS)” yang didefinisikan sebagai keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian pegawai (UU No. 43 Tahun 1999).

2.1.3. Profesionalisme dan kompetensi

(7)

menyangkut dimensi yang lebih luas dan berdimensi jangka panjang. Hal ini berbeda dengan pengembangan dari sisi kuantitas. Pengembangan kualitas SDM menyangkut

mind-set dan skill-set personil sehingga membentuk personil yang mempunyai

kemampuan (kompetensi). Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 43/KEP/2001 tentang standar kompetensi jabatan struktural bahwa yang dimaksudkan dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keahlian, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam tugas jabatannya. Tentu saja pengertian kompetensi tersebut masih bersifat umum, sehingga masih perlu ditransformasikan kedalam tugas pokok dan fungsi organisasi atau unit kerja masing-masing yang lebih spesifik. Berkaitan dengan hal tersebut, dilingkungan Dipenda Jawa Timur telah dirumuskan kompetensi personil yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban Dipenda. Khusus untuk eselon III dan IV telah disusun 4 jenis kompetensi (Tim Ahli Dipenda, 2005), yaitu :

1. KOMPETENSI TEKNIS, adalah kemampuan, keahlian dan kecakapan seorang pegawai negeri sipil dilingkungan Dipenda dalam memahami dan melaksanakan berbagai aspek menyangkut teknis pemungutan pendapatan asli daerah dan aspek pelayanan kepada masyarakat, mulai dari landasan hukum dan kebijakan-kebijakan yang mendasarinya sampai pada mekanisme, sistem dan prosedur yang dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti : Program Kerja (PK), Petunjuk Operasional (PO), Petunjuk Teknis (Juknis), dan Prosedur Tetap (Protap).

2. KOMPETENSI MANAJERIAL, adalah kemampuan, keahlian dan kecakapan seorang pegawai negeri dilingkungan Dipenda dalam memahami dan melaksanakan aspek-aspek manajerial, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan, sampai mengevaluasi dan mengawasi sistem pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sehingga berdampak pada peningkatan kontribusi PAD yang meningkat dari waktu ke waktu dalam struktur APBD Propinsi Jawa Timur serta mengembangkan sistem pelayanan pada semua simpul-simpul (unit-unit) pelayanan untuk menciptakan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat (pelayanan prima), sehingga kepuasan relatif yang diterima dan dirasakan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan akan semakin meningkat.

(8)

4. KOMPETENSI STRATEJIK, adalah kemampuan, keahlian dan kecakapan seorang pegawai negeri sipil dilingkungan Dipenda dalam mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru dan inovasi-inovasi baru yang kreatif dan konstruktif yang berdampak pada peningkatan kinerja lembaga. Termasuk dalam pengertian ini adalah kemampuan untuk mengindentifikasi dan menganalisis masalah yang strategis yang berpotensi mengganggu peningkatan kinerja organisasi serta mencari alternatif solusi terbaik terhadap masalah-masalah tersebut.

2.1.4. Budaya Kerja

Pengembangan Budaya kerja aparatur merupakan bagian tak terpisahkan dari pengembangan profesionalisme dan kompetensi personil sebagaimana dikemukakan di atas. Proses pembangunan budaya kerja aparatur memang membutuhkan waktu yang cukup panjang karena menyangkut proses pembangunan karakter dan mindset personil yang didasari oleh pandangan hidup, nilai, norma, sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang membudaya dalam suatu kelompok organisasi, yang kemudian tercermin dalam perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang termanifestasi dalam kerja atau bekerja. Menurut pakar psikologi sosial, Sarlito Wirawan Sarwono (2004), ada empat prinsip yang harus diperhatikan dalam merubah suatu budaya, termasuk budaya aparatur tentu saja, yaitu : doktrin (falsafah, pandangan, visi, misi, nilai, norma, peraturan), reinforcement (ganjaran dan hukuman), proses, dan kepemimpinan. Sementara itu, menurut Faisal Tamin dalam tulisannya bertajuk

“Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara”, menyatakan bahwa pengembangan

(9)

2.2. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

2.2.1. TINJAUAN SINGKAT FUNGSI DIPENDA.

Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu instansi yang sangat strategis dalam struktur pemerintahan propinsi Jawa Timur. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pelaksana utama pemungutan PAD melalui sektor Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain yang sah. Fungsinya yang sangat strategis tersebut didukung oleh fakta-fakta empiris yang menunjukkan bahwa sampai saat ini Dipenda masih menjadi kontributor utama dalam struktur penerimaan PAD Propinsi Jawa Timur, sekaligus menjadi kontributor utama dalam struktur penerimaan APBD Propinsi Jawa Timur. Dua sektor penerimaan yang menjadi primadona sampai saat ini adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara, sektor-sektor pajak lainnya, seperti Pajak Aair Bawah Tanah dan Air Permukaan (PABT/AP) dan Pajak Alat Angkut Di Atas Air dan Bea Balik Nama Alat Angkut Diatas Air serta sektor Retribusi Daerah dan Pendapatan lain-lain yang sah hanya menempati posisi marjinal dalam struktur penerimaan yang menjadi kewenangan Dipenda Propinsi.

Dengan demikian, maka core business Dipenda dilihat dari kewenangannya adalah pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah dari sektor pajak, retribusi dan pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan, pelayanan kepada masyarakat (public

services) merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan (monopoli) yang didasarkan

(10)

individu ketika mereka berurusan dengan petugas dilapangan, maka pelayanan dalam konteks ini bersifat pelayanan langsung. Hal ini berbeda dengan pelayanan yang diterima masyarakat dari hasil-hasil pembangunan berupa penyediaan fasilitas publik (public goods) yang disediakan pemerintah daerah melalui mekanisme perencanaan anggaran (APBD), karena sifatnya tidak langsung dan tidak ditujukan untuk individu, melainkan untuk kelompok masyarakat.

Dari aspek kelembagaan, perkembangan Dipenda dari masa ke masa memang tidak dapat dilepaskan dari dinamika perkembangan pemerintahan pada umumnya, tidak terkecuali perkembangan Dipenda kedepan. Karena, sampai sekarang belum dapat dipastikan bahwa organisasi Dipenda masih tetap eksis sebagaimana halnya dengan kondisi yang ada sekarang atau mengalami perubahan bentuk, akibat adanya reorganisasi dan restrukturisasi fungsi-fungsi organisasi pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya bergabung dengan Biro Keuangan dan Kas Daerah menjadi Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).

Namun, apapun perubahan bentuk organisasi Dipenda yang akan terjadi nantinya, satu hal yang dapat dipastikan fungsinya sebagai penyelenggara pemungutan PAD dan penyelenggara pelayanan publik tidak berubah dari yang ada sekarang, bahkan dapat dipastikan akan lebih meningkat volume dan intensitasnya mengikuti tuntutan kebutuhan dan perkembangan lingkungan.

(11)

samsat. Lima tahun mendatang, pertumbuhan jumlah obyek/subyek kendaraan bermotor diprediksikan akan meningkat 20%-30% setiap tahun. Tentu saja peningkatan ini akan membawa berbagai implikasi, diantaranya : (1) penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang layak untuk memenuhi hak-hak masyarakat yang dilayani, (2) peningkatan kemampuan untuk perekayasaan sistem dan prosedur pelayanan yang jauh lebih canggih dari kondisi sekarang, dan (3) penyediaan SDM yang memadai dari segi kuantitas dan kualitas.

Persoalannya adalah mampukah Dipenda menerima tanggungjawab yang sangat berat tersebut dengan kualitas dan kuantitas SDM yang dimiliki sekarang ?

2.2.2. Beberapa Masalah SDM Aparatur Dipenda

Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur, Akhmad Sukardi (2005) dalam satu kesempatan pengarahannya mensinyalir betapa beratnya persoalan SDM yang dihadapi Dipenda kedepan, dengan menyatakan :

“Tantangan kita kedepan menyangkut kondisi obyektif SDM kita sungguh sangat berat. Bukan saja lembaga kita akan kehilangan jumlah pegawai yang cukup besar dalam tahun-tahun mendatang, tetapi juga kualitas (profesionalitas dan kompetensi) rata-rata pegawai kita masih rendah. Padahal SDM merupakan faktor kunci untuk mewujudkan visi dan misi kita kedepan ditengah-tengah dinamika perubahan dan ketidakpastian yang semakin menggejala”.

Pernyataan Kepala Dinas di atas didasarkan atas fakta-fakta empiris kondisi SDM Aparatur Dipenda sekarang ini. Dalam pembahasan ini, penulis mencoba mengelompokkan persoalan SDM Aparatur Dipenda menjadi empat kategori, yaitu : (1) masalah struktur, (2) masalah sisdur, (3) masalah kultur, dan (4) masalah

(12)

2.2.2.1. MASALAH STRUKTUR

Masalah struktur disini dimaksudkan bukan hanya menyangkut jumlah (kuantitas) tetapi juga menyangkut komposisi dan distribusi personil. Masalah-masalah yang dimaksud meliputi penyusutan jumlah personil, sruktur pendidikan, struktur kepangkatan dan distribusi personil.

2.2.2.1.1. Penyusutan Jumlah Personil

Masalah penyusutan jumlah personil merupakan salah satu tantangan terberat yang akan dihadapi Dipenda dalam beberapa tahun-tahun mendatang. Hal ini berkaitan dengan fakta-fata bahwa jumlah personil yang ada sekarang akan mengalami penyusutan yang sangat drastis dalam 5 atau 10 tahun yang akan datang, sebagai akibat memasuki usia pensiun, dan masih belum termasuk kemungkinan akibat sakit permanen atau meninggal dunia.

Sebagai gambaran, pada tahun 2005 jumlah personil yang berstatus PNS (tidak termasuk honorer daerah) sebanyak 1.361 PNS seluruh Jawa Timur. Belum satu tahun kemudian, posisi bulan April 2006 hanya tersisa 1.330 personil. Jumlah ini akan terus mengalami penyusutan, tahun 2010 masih tersisa 822 personil, sedangkan tahun 2015 hanya tersisa 306 personil.

(13)

2.2.2.1.2. Struktur Pendidikan

Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyangkut struktur pendidikan formal. Dari data-data yang ada menunjukkan bahwa posisi bulan April 2006 jumlah personil yang mempunyai latarbelakang pendidikan SLTA kebawah jumlahnya mencapai 583 personil (42,33%). Apabila jumlah tersebut ditambahkan dengan jumlah personil yang mempunyai pendidikan Diploma I dan III, jumlahnya meningkat menjadi 677 personil (50,90%). Sementara, personil yang mempunyai latarbelakang pendidikan formal Sarjana (S1) berjumlah 582 personil (43,75%) dan yang berpendidikan Pascasarjana (S2) hanya 70 personil (5,26%). Artinya, sebagian besar latarbelakang pendidikan formal personil Dipenda rata-rata dibawah Sarjana (S1). Struktur pendidikan seperti ini akan sangat menentukan kualitas SDM secara umum dilingkungan Dipenda. Apabila dihubungkan dengan penyusutan jumlah personil, maka pada tahun-tahun mendatang personil yang berpendidikan Sarjana dan Pascasarjana inipun akan mengalami penyusutan jumlah yang sangat drastis. Sehingga, tanpa ada kebijakan meningkatkan pendidikan, baik formal maupun fungsional, sangat mungkin Dipenda tidak mampu lagi merespons tuntutan perubahan yang sangat dinamis.

2.2.2.1.3. Struktur Pangkat/Golongan

(14)

Sebagai gambaran, untuk jabatan struktural eselon IV (Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian), seorang personil minimal menduduki pangkat/golongan III/c atau III/d. Sedangkan, untuk eselon III (Ka-UPTD dan Kasubdis/Kabag TU) minimal III/d atau IV/a. Dilingkungan Dipenda, struktur pangkat/golongan ini menjadi persoalan yang cukup serius, karena sebagian besar personil sudah menduduki pangkat/golongan III yaitu sebanyak 1.045 personil (78,57%), dan golongan II sebanyak 235 personil (17,57%). Sementara Golongan IV sebanyak 38 (2,85%). Struktur kepangkatan/golongan personil demikian kurang baik dalam manajemen personil dilingkungan lembaga yang strategis seperti Dipenda. Apalagi bila dikaitkan dengan jumlah jabatan struktural yang tersedia sangat terbatas. Salah satu dampaknya, banyak personil yang sudah menduduki golongan III belum mempunyai jabatan. Sehingga secara sepintas terkesan banyak personil Dipenda yang senior tidak ditempatkan pada posisi yang selayaknya.

2.2.2.1.4. Distribusi Personil

(15)

personil untuk memilih bekerja wilayah Surabaya. Penyebab lain, tidak berjalannya sistem rotasi dengan mempertimbangkan masa kerja dan faktor wilayah dimana personil bekerja. Akibatnya, banyak personil yang masa kerjanya diatas 5 tahun bekerja di daerah-daerah yang relatif jauh dari Surabaya tidak dimutasi. Faktor lainnya, karena budaya personil yang tidak mau menanggung resiko dipindahkan diluar UPTD dimana dia sudah mapan bertempat tinggal (berumah tangga).

2.2.2.2. MASALAH SISTEM DAN PROSEDUR (SISDUR)

Masalah sisdur yang dimaksudkan disini mencakup sisdur rekruitmen dalam konteks promosi jabatan yang bertujuan untuk memilih personil yang berkualitas (merit system), dan sisdur rotasi/mutasi yang bertujuan untuk menciptakan distribusi personil yang lebih merata pada semua Unit Kerja.

2.2.2.2.1. Sisdur rekruitmen jabatan struktural dan fungsional

Sisdur rekruitmen promosi jabatan, sudah ada kemajuan dibanding dengan masa-masa sebelumnya, karena sejak tahun 2005 yang lalu dengan dibantu oleh Tim Ahli Dipenda telah dibangun sistem rekruitmen untuk menjaring personil-personil yang berkualitas yang akan menduduki jabatan struktural (eselon III dan eselon IV) dan jabatan fungsional, terutama Administrator Pelayanan (Adpel). Prosesnya sampai sekarang masih dilakukan secara konsisten. Sistem yang dibangun ini secara perlahan tapi pasti akan mampu mengurangi kesan umum bahwa pengangkatan pejabat

dilingkungan Dipenda tidak lagi berdasarkan “suka dan tidak suka” (like and dislike) atau

adanya praktek KKN.

(16)

semua pejabat yang diangkat tersebut, sehingga akan diketahui kinerjanya dalam melaksanakan tugas. Dan yang tidak kalah pentingnya untuk dibangun adalah sistem penghargaan (reward) bagi yang berprestasi dan sebaliknya hukuman (punishment) bagi yang tidak berprestasi atau melanggar peraturan.

2.2.2.2.2. Sisdur rotasi/mutasi personil

Penumpukan personil pada suatu unit kerja tertentu dan kekurangan personil pada unit kerja lainnya merupakan akibat dari tidak dibangunnya sisdur rotasi personil yang baik dilingkungan Dipenda. Mungkin saja sisdurnya sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang ada tetapi pelaksanaannya tidak dilakukan secara konsisten. Kondisi ini berdampak bukan hanya dapat mengganggu proses peningkatan kinerja masing-masing Unit Kerja tetapi juga menyangkut rasa kemanusiaan dan keadilan bagi personil yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem yang mampu menjelaskan secara rasional bagaimana seorang personil itu dipindahkan ke bagian tertentu, atas dasar alasan apa dia dipindahkan, kapan dia dipindahkan, dan berapa lama dia harus bekerja dibagian tersebut.

2.2.2.2. MASALAH KULTUR

(17)

untuk maju dan berkembang apabila dalam lingkup organisasinya tercipta suasana yang kondusif untuk dia berkembang dan mengekspresikan segala potensi dirinya. Sebaliknya, seorang staf yang cerdas akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kemampuannya apabila dalam lingkup unit kerjanya tidak ada suasana yang mendukung, sehingga yang terjadi kemudian adalah apatisme, frustasi dan depresi.

Budaya organisasi adalah absraksi dari budaya individu-individu personil. Budaya personil akan tercipta dalam proses waktu yang cukup panjang. Demikian juga yang terjadi dilingkungan Dipenda. Menurut pengamatan penulis, meskipun sudah ada kemajuan-kemajuan dari masa-masa sebelumnya, namun sampai saat ini masih terasa beberapa budaya yang cenderung akan mendistorsi perubahan organisasi kedepan. Beberapa budaya yang dimaksud termanisfestasi dalam beberapa bentuk perilaku sebagai berikut :

1.

Adanya kebiasaan melaporkan hal-hal yang dianggap baik-baik saja kepada pimpinan

dengan menutupi persoalan yang sebenarnya.

2.

Kurangnya kemampuan untuk mengembangkan daya inovasi dan kreativitas yang

muncul dari inisiatif dan prakarsa sendiri atau kelompok tanpa harus menunggu instruksi, perintah dan petunjuk dari pimpinan.

3.

Adanya ketakutan untuk berubah dari kondisi mapan yang sedang dialami, baik atas

dorongan atau motivasi diri sendiri atau atas dorongan dan tuntutan dari sistem yang dibangun lembaga.

4.

Adanya keengganan untuk berkorban demi masa depan, seperti tidak mau

(18)

5.

Masih kuatnya anggapan dikalangan personil bahwa bekerja di Samsat lebih

menjanjikan kesejahteraan dibanding dengan di tempat lain (misalnya UPTD). Akibatnya, terjadi persaingan yang sangat ketat untuk memperoleh pekerjaan dilingkungan Kantor Bersama Samsat.

2.2.2.3. MASALAH INFRASTRUKTUR

Yang dimaksud dengan masalah infrastruktur disini adalah menyangkut ketersediaan prasarana dan sarana untuk menunjang pengembangan Manajemen Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Dipenda. Meskipun sifatnya hanya pendukung, tetapi perannya sangat penting dan signifikan untuk mencapai keberhasilan. Terdapat beragam sarana dan prasarana untuk mendukung MPNS agar efektif dan efisien. Salah satu diantaranya yang menurut hemat penulis sangat penting tetapi kurang mendapat perhatian adalah penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi. Sebagaimana diketahui bahwa masalah personil termasuk masalah pengelolaan administrasi yang cukup rumit, karena berkaitan dengan pengelolaan dokumen-dokumen yang cukup banyak jenis maupun jumlahnya yang harus dikelola secara tertib, aman dan sebagian bersifat rahasia oleh Bagian Kepegawaian (personalia).

Mencermati praktek pengelolaan dokumen-dokumen personil tersebut dilingkungan Dipenda (Sub Bagian Kepegawaian) dikaitkan dengan sistem pelaporan dalam konteks pengembangan sistem informasi manajemen, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang dilakukan masih konvensional. Sebagian memang sudah ada sentuhan teknologi informasi, namun secara keseluruhan belum dapat dikatakan efektif dan efisien, karena masih banyak menggunakan cara-cara manual tidak otomatisasi dan bersifat interaktif.

(19)

Lebih parah lagi, sistem yang ada belum mampu merekam (record) jatidiri personil secara keseluruhan, dengan pengertian tidak hanya mampu merekam identitas, seperti riwayat pendidikan, riwayat pangkat, jabatan dan keluarganya tetapi lebih dari itu harus mampu merekam berbagai prestasi kerja dan penghargaan yang diterima serta hukuman-hukuman yang pernah diterima sepanjang karirnya. Hal ini sangat penting, untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pimpinan dalam mengambil keputusan yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam konteks rotasi/ mutasi personil atau promosi jabatan.

2.2.3. PELUANG PENGEMBANGAN SDM DIPENDA

Beberapa persoalan SDM Dipenda sebagaimana telah dipaparkan pada uraian terdahahulu perlu segera diantisipasi dengan berbagai strategi dan program kebijakan yang sistemik dan berkelanjutan. Hal ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan fungsi Dipenda sebagai pelaksana pemungut PAD dan pelaksana pelayanan masyarakat tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam keterkaitannya dengan masalah itu, menurut hemat penulis ada beberapa peluang pengembangan yang dapat dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari kondisi Dipenda yang lebih buruk pada masa yang akan datang, karena tanpa terasa waktu berjalan terus, sementara persiapan antisipatif masih sangat minimal dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan meliputi: 1. Melakukan pengkajian secara menyeluruh tentang jumlah ideal atau rasio ideal

personil yang dibutuhkan oleh organisasi Dipenda, baik pada tingkat UPTD dan Samsat maupun pada tingkat Kantor Dinas. Analisis harus memperhitungkan berbagai kemungkinan terjadinya reorganisasi atau restrukturisasi organisasi Dipenda kedepan.

(20)

sehingga akan memudahkan penyusunan materi, jenis dan model diklat (training) yang akan dilaksanakan nantinya.

3. Melaksanakan secara terstruktur berbagai jenis diklat (training) baik yang dilakukan secara internal maupun eksternal untuk menambah wawasan dan meningkatkan keterampilan personil dibidang tugasnya masing-masing.

4. Memberikan kesempatan dan memfasilitasi personil yang ingin melanjutkan sekolah formal ke jenjang yang lebih tinggi, baik tingkat Sarjana (S1) bagi yang masih berpendidikan SLTA atau diploma, maupun ke jenjang Pascasarjana (S2) bagi yang sudah berpendidikan Sarjana, bahkan apabila memungkinkan ke jenjang doktoral. 5. Meminta jatah personil setiap diadakan test CPNS oleh pemerintah propinsi dan

membuka ruang untuk menerima transfer personil dari instansi lain dengan terlebih dahulu diadakan test masuk di lingkungan Dipenda.

6. Membuat instrumen pengukuran evaluasi dan monitoring kinerja pejabat UPTD/ Samsat dan Dinas.

(21)

8. Mengembangkan Kelompok Budaya Kerja (KBK) sebagai suatu kesatuan sistem unit kerja, tidak lagi seperti sekarang hanya untuk tujuan lomba.

9. Membangun sistem informasi manajemen kepegawaian dengan memanfaatkan dan mendayagunakan teknologi informasi secara optimal.

10.Membangun sistem pembinaan dan pengawasan personil yang terintegrasi dan sistemik dengan penyelenggaraan berbagai diklat/training, waskat, pembinaan mental dan spiritual (imtag), dan pembinaan pimpinan (kadis).

C. PENUTUP

Dari paparan pada bagian terdahulu, dapat diambil beberapa kesimpulan berikut: 1. Pengelolaan personil tidak bisa dianggap hal yang dapat dikesampingkan dalam

suatu organisasi publik. Karena kuantitas dan kualitas personil sangat menentukan keberlanjutan eksistensi sebuah organisasi. Terlebih lagi organisasi publik seperti Dipenda yang mengemban fungsi yang sangat vital untuk mendukung pembiayaan pembangunan Jawa Timur sekaligus sebagai lembaga pelayanan untuk memenuhi hak-hak masyarakat setelah mereka memenuhi kewajibannya membayar pajak dan retribusi kepada pemerintah.

2. Mencermati berbagai persoalan dalam pengelolaan personil dilingkungan Dipenda ada beberapa persoalan yang dianggap sangat potensial akan dapat mengganggu atau menghambat pencapaian visi dan misi organisasi Dipenda kedepan apabila dibiarkan, yaitu masalah struktur, sisdur, kultur dan infrastruktur.

(22)

Daftar Pustaka

Buku/Makalah/Jurnal

Sukardi, Akhmad, 2005. Pengarahan pada Rapat Evaluasi Pelaksanaan Tugas Triwulan III Tahun Anggaran 2005. Hotel Utami, Surabaya.

Subarudi, 2004. Reformasi Manajemen PNS Mencegah Birokrasi Keranjang Sampah. Dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 20 Pebruari 2004.

Sarwono, Sarlito Wirawan, 2004. Pembangunan Budaya Aparatur Negara. Suatu Kajian psiko-soaial. Homepage sarlito.net.

Salusus,1996. Pengambilan Keputusan Stratejik.

Soerjadi, 1995. Organizational and Method. Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen Tamin, Faisal, 2003. Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara. Dimuat dalam Harian

Sinar Harapan, 15 Januari 2004.

Tim Ahli Dipenda, 2005. Konsep Rekruitmen Pejabat Struktural Eselon III dan Eselon IV dilingkungan Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Timur.

Performs,2004. Program Pengembangan Institusional. Khusus Bagian “Pengembangan

Sumber daya Manusia”.

Tokoh Indonesia.com,2005. Drs. H. Faisal Tamin. Pelopor Netralitas Politik PNS.

Koran

Tempo, 06 Agustus 2003. Gus Dur : Birokrasi Indonesia Gede dan Kotor

Sinar Harapan, 11 Pebruari 2002. Megawati: Pemerintahan Ini Keranjang Sampah Kompas, 26 Mei 2006. Reformasi Birokrasi, Jangan Lagi seperti Keranjang Sampah

Perundang-undangan :

Referensi

Dokumen terkait

(SB) Melakukan monitoring terhadap proses kerja untuk pencapaian efektivitas kerja (SB.5) 3 Kepemimpinan (Kp) Mengorganisir sumber daya yang tersedia.. untuk optimalisasi

Melakukan telaahan terhadap seluruh sumber daya dan standar yang ada serta aspek lain yang terkait secara komprehensif untuk hasil kerja yang inovatif

(SB) Melakukan monitoring terhadap proses kerja untuk pencapaian efektivitas kerja (SB.5) 3 Kepemimpinan (Kp) Mengorganisir sumber daya yang tersedia.. untuk optimalisasi

Metode Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gell Electrophoresis (SDS-PAGE) adalah metode yang dapat memisahkan sub unit - sub unit protein berdasarkan berat

Secara eksplisit subyek yang melaksanakan pengawasan atau memiliki fungsi pengawasan, yaitu manajer sebagai standart atau tolok ukur adalah rencana yang ditetapkan atau

Untuk mencapai aspek-aspek dalam kegiatan membaca diperlukan tehnik membaca yang berbeda agar keterampilan yang bersifat pemahaman dapat diperoleh maka aktivitas

Kajian karakteristik gelombang ekstrem Pantai Kuta Bali selama tahun 2000- 2009 mendapatkan hasil gelombang ekstrem bergerak dari arah barat dan mayoritas terjadi

 Tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap sinat tampak (visible light).