• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Defenisi Komunikasi - Iklan Televisi dan Perilaku Konsumtif (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St. Thomas – 1 Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Defenisi Komunikasi - Iklan Televisi dan Perilaku Konsumtif (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St. Thomas – 1 Medan)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi

II.1.1 Defenisi Komunikasi

Ilmu komunikasi dewasa ini telah berkembang dengan baik sehingga

menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri dan dianggap sangat

penting. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau

lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico yang artinya membagi (Cangara, 2006:18). Istilah komunikasi atau dalam bahasa

Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2006: 9).

Masih menurut Effendy, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas

sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus

mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal

karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain

mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima

suatu paham atau keyakinan , melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Effendy

menambahkan bahwa di dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan

(message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicatee). Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan

(2)

Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator

kepada komunikan selalu menyatu secara terpadu, secara teoritis tidak mungkin

hanya pikiran saja atau perasaan saja, masalahnya mana diantara pikiran dan

perasaan itu yang dominan. Yang paling sering adalah pikiran yang dominan, jika

perasaan yang mendominasi pikiran hanyalah dalam situasi tertentu.

Pada buku lainnya Effendy menjelaskan bahwa Harold Lasswell

mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab

pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect. Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:

komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel,), komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) dan efek (effect, impact, influence). Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi ialah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media

yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006 : 10).

II.1.2 Proses Komunikasi

Dalam berkomunikasi ada proses yang terjadi untuk menyampaikan pesan

dari komunikator ke komunikan. Ada dua tahap proses komunikasi yaitu secara

primer dan secara sekunder.

a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan

atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa , kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara

langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada

komunikan.

Bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas

karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada

orang lain, baik berbentuk ide, informasi, atau opini; baik mengenai hal yang

kongkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi

(3)

Kial (gesture) memang dapat menerjemahkan pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, atau memainkan jari-

jemari atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya

dapat mengkomunikasikan hal- hal tertentu saja (sangat terbatas). Isyarat dengan

menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene, dan lain- lain serta warna yang

mempunyai makna tertentu. Namun lambang tersebut amat terbatas

kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.

Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi

melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran

seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Buku- buku yang ditulis dengan

bahasa sebagai lambang untuk menerjemahkan pemikiran tidak mungin diganti

dengan gambar, apalagi oleh lambang- lambang lainnya. Namun demi efektifnya

komunikasi, lambang- lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.

Pikiran atau perasaan seseorang baru diketahui dan akan ada dampaknya kepada

orang lain apabila ditransmisikan oleh media primer tersebut yaitu lambang-

lambang. Dengan demikian, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator

kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang (symbol).

Proses komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam

pesan yang diterima oleh komunikan . Dengan perkataan lain, komunikasi adalah

proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Pertama- tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Hal ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan

atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti

oleh komunikan. Setelah itu komunikan mengawa- sandi (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung

pikiran dan atau perasaan komunikator dalam konteks pengertiannya. Yang

penting dalam proses penyandian (coding) ialah bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat mengawa-sandi hanya ke dalam kata bermakna

yang pernah diketahui dalam pengalaman masing- masing.

(4)

reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Schramm, bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang

pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancer. Sebaliknya bila

pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator , akan

timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain (Effendy, 2006:11-13).

b. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media

kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator

menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan

sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.

Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media

adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Media merupakan

alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan komunikasi dengan bahasa.

Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaanya,

komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan dengan memadukan komunikasi berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang

gambar dan warna. Maka film, televisi, dan video pun sebagai media yang

mengandung bahasa, gambar, dan warna.

Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses

komunikasi disebabkan oleh efisiennya dalam mencapai komunikan. Surat kabar,

radio, atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai

komunikan dalam jumlah yang banyak. . Akan tetapi komunikasi bermedia efektif

dalam menyampaikan pesan yang bersifat informatif. Sementara untuk

menyampaikan pesan persuasif komunikasi dengan tatap muka akan lebih efektif

dan efisien karena acuan kerangka (frame of reference) komunikan dapat diketahui komunikator, sehingga umpan balik berlangsung seketika dan

komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga.

Sementara dengan menggunakan komunikasi bermedia, komunikator tidak

(5)

umpan balik tidak berlangsung pada saat itu dan dinamakan umpan balik tertunda

(delayed feedback). Hal ini karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu. Namun bagaimanapun juga

dalam proses komunikasi bermedia, misalnya surat, poster, spanduk, radio,

televisi, atau film, umpan balik akan terjadi.

Komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi primer

untuk menembusi dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-

lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus

memperhitungkan ciri- ciri atau sifat- sifat media yang akan digunakan. Untuk

menentukan media yang akan digunakan perlu didasari pertimbangan mengenai

siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan

pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, atau

film (Effendy, 2006: 16-18).

II.1.3 Bentuk Komunikasi

1. Komunikasi Persona (Personal Communication)

a. Komunikasi antarpersona (interpersonal communication)

b. Komunikasi intrapersona (intrapersonal communication)

2. Komunikasi Kelompok (Group Communication)

a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) 1. ceramah (lecture)

2. diskusi panel (panel discusion)

3. simposium (symposium) 4. forum

5. seminar

6. curahsaran (brainstorming)

b. Komunikasi kelompok besar (large group communication/ public speaking)

c. Komunikasi Massa (Mass Communication) 1. pers

2. radio

(6)

d. film,dan lain- lain Komunikasi Medio (MedioCommunication) 1. surat

2. telepon

3. pamflet

4. poster

5. spanduk, dan lain- lain (Effendy, 2006 : 7).

II.2 Komunikasi Massa

II.2.1 Defenisi Komunikasi Massa

Pembahasan komunikasi ynag kian pesat dan kompleks beserta penelitian

yang terus menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa

menjadi bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Banyak defenisi tentang

komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya

komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan

elektronik).

Menurut pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri 1991, komunikasi

massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam

menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,

bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek

tertentu. Defenisi komunikasi yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner,

yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media

massa pada sejumlah orang (Ardianto, 2004: 3). Dari defenisi tersebut dapat

diketahui bahwa komunikasi massa harus menggunakan media massa. Media

komunikasi yang termasuk media massa antara lain radio dan televisi (keduanya

dikenal sebagai media elektronik); surat kabar dan majalah (keduanya disebut

sebagai media cetak); serta media film- film sebagai media komunikasi massa

yaitu film bioskop).

Ahli komunikasi lainnya, Joseph A. Devito merumuskan defenisi

komunikasi massa pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa,

serta tentang media yang digunakannya. Ia mengemukakan defenisinya dalam dua

(7)

kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti

bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton

televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar

didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh

pemancar- pemancar yang audio dan visual. Komunikasi massa akan lebih mudah

dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio siaran, surat

kabar, majalah dan film (Ardianto, 2004: 6). Pendapat lainnya mengenai defenisi

komunikasi massa adalah alat- alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan

pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen (Nurudin, 2004:8).

Dari beberapa defenisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh para

ahli komunikasi, nampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip

bahkan defenisi tersebut saling melengkapi satu sama lainnya. Bahkan secara

tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri- ciri

komunikasi massa yang membedakannya dengan bentuk komunikasi lainnya.

II.2.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi

kumpulan orang- orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan

bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Seperti yang dikatakan oleh

Severin dan Tankard, Jr bahwa komunikasi itu adalah keterampilan, seni, dan

ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan

kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis- jenis

komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri- ciri khusus atau

karakteristik yang disebabkan oleh sifat- sifat komponennya (Effendy, 2006: 21).

Ada beberapa karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto, yaitu

sebagai berikut:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Hal ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada

komunikator. Karena komunikasi yang dilakukan menggunakan media

massa maka komunikator dan komunikan tidak dapat melakukan kontak

(8)

menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog

seperti dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi

massa bersifat satu arah.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga,

yakni suatu institusi atau organisasi. Komunikator pada media massa,

misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang

dipergunakan merupakan suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan

komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sesuai dengan ketentuan

surat kabar atau stasiun televisi yang dimilikinya.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa ditujukan

untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompom tertentu. Oleh

karena itu pesan komunikasinya bersifat umum dan mengenai kepentingan

umum.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Ciri lain dari komunikasi massa adalah memiliki kemampuan untuk

menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-

pesan yang disebarkan. Dengan jumlah sasaran khalayak atau komunikan

yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas, dan komunikan yang

banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh

pesan yang sama pula.

5. Komunikasi bersifat heterogen

Khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat

dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator

bersifat heterogen. Dalam keberadaannya terpencar- pencar, satu sama lain

tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing- masing

berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis kelamin, usia, agama,

ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan

hidup, keinginan, cita- cita dan sebagainya.

(9)

Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus.

Pada komunikasi antarpribadi hal tersebut sangat penting. Sebaliknya,

pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Dalam komunikasi

massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu

dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.

7. Stimulasi alat indra terbatas

Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis

media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada

siaran radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan

pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan

pendengaran.

8. Umpan balik tertunda (delayed)

Pada komunikasi massa, komunikator tidak dapat mengetahui kerangka

acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, umpan balik tidak

berlangsung pada saat itu dan dinamakan umpan balik tertunda (delayed

feedback). Hal ini karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu (Ardianto, 2004:7-12).

II.3 Periklanan

II.3.1 Sejarah Periklanan

Kegiatan periklanan sebetulnya sudah dimulai sejak zaman peradaban

Yunani kuno dan Romawi kuno. Pada awalnya, iklan dilakukan dalam bentuk

pesan berantai atau disebut juga the world of mouth. Pesan berantai ini dilakukan untuk membantu kelancaran jual beli di dalam masyarakat, yang pada waktu itu

belum mengenal huruf dan hanya mengenal sistem barter dalam kegiatan jual

belinya. Setelah manusia mulai menggunakan sarana tulisan sebagai alat

penyampaian pesan, maka kegiatan periklanan mulai menggunakan tulisan-tulisan

atau gambar yang dipahatkan pada batu, dinding atau pada papan. Pada waktu itu,

iklan mulai digunakan untuk kepentingan lost and found, yang biasanya berkaitan dengan pengumuman tentang budak yang lari dari tuannya. Pada zaman Romawi

(10)

menjajakan obat-obatan. Stempel batu itu juga sering dicapkan pada punggung

para budak belian. Tanda, simbolatau papan nama juga mulai banyak dipasang di

toko-toko yang ada di kota-kota besar. Sampai sekarang, bentuk iklan pada zaman

Romawi kuno tersebut ada yang masih bisa dilhat, seperti misalnya sebuah

stempel batu yang ditemukan di Inggris milik T. Vindaius Arioverstus yang isinya

menjajakan “obat yang paling mujarab dan tidak terkalahkan” dengan merek

Chloron. Setelah sistem percetakan ditemukan oleh Gutenberg pada tahun 1450, maka kegiatan periklanan pun mulai dilakukan dengan menggunakan surat kabar.

Sejak saat itu, iklan semakin sering digunakan untuk kepentingan komersial.

William F. Arens dalam bukunya Contemporary Advertising mengatakan bahwa iklan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi mengalami perkembangan

yang bersifat evolusioner. Perkembangan tersebut meliputi 5 tahap yaitu pre-industrial era, pre-industrializing era, pre-industrial era, post-pre-industrial era dan global

interactive era.

Pre-Industrial Era. Era ini dimulai kurang lebih ketika perekaman sejarah sudah mulai dilakukan hingga awal aband ke-19. Pada era ini, para

pemilik barang banyak menggunakan tanda-tanda atau symbol-simbol yang

dipahat dan dipasang di depan tokonya sebagai sarana untuk menginformasikan

barang yang ditawarkan. Selama era ini berlangsung, ada beberapa perkembangan

penting yang mempengaruhi lahirnya periklanan modern. Ditemukannya kertas di

Cina pada tahun 1275 dan ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di

Jerman membawa perubahan yang besar, tidak hanya pada kegiatan periklanan

tetapi juga pada kehidupan masyarakat luas. Pada awal tahun 1700-an, ketikan

populasi dunia semakin besar, volume kegiatan periklanan ikut menjadi besar. Hal

ini juga membawa pergeseran bagi strategi periklanan. Seni beriklan mulai

mengalami perkembangan pesat. Di Amerika, misalnya, Benjamin Franklin

dijuluki sebagai bapak seni periklanan, karena membuat iklan yang lebih mudah

dibaca melalui penggunaan headline dan white space yang luas. Franklin juga yang diketahui sebagai orang pertama yang menggunakan ilustrasi di dalam iklan.

Industrializing Era. Era ini berlangsung kurang lebih sejak pertengan tahun 1700-an sampai akhir Perang Dunia I. Diawali dengan Revolusi Industri

(11)

memproduksi barang secara massal dengan kualitas yang seragam. Dalam hal ini,

periklanan menjadi alat informasi utama yang digunakan untuk mempublikasikan

harga barang. Beberapa produsen bahkan mulai melihat keuntungan beriklan

dimedia massa untuk menstimulasi permintaan konsumen atas barang-barang

tertentu.

Di Amerika, biro iklan tertua didirikan pada tahun 1869 di Philadelphia

oleh Francis Ayer. Biro iklan yang diberi nama N.W Ayer dan Son itu merupakan

biro iklan pertama yang menentukan biaya pembelian ruang atau space di surat kabar dan melakukan survei pasar formal.

Perkembangan teknologi setelah Revolusi Industri membawa perubahan

besar dalam kegiatan periklanan. Fotografi yang diperkenalkan pada tahun 1839

menambah kredibilitas dan dunia baru bagi kreativitas iklan. Munculnya teknologi

komunikasi seperti telegraf, phonograph dan juga film, ditambah dengan

perkembangan sistem perkeretaapian yang semakin baik, membawa kemajuan

tersendiri bagi kegiatan periklanan. Pada akhir Perang Dunia I, periode periklanan

modern mulai muncul.

Industrial Era. Era ini ditandai dengan perkembangan besar dan kedewasaan dari negara-negara yang berbasis industri. Di Amerika misalnya,

pasar komoditi menjadi semakin luas, pasar-pasar baru banyak dikembangkan,

merek-merek barang mewah dengan harga yang tidak terlkalu mahal mulai

bermunculan, yang kemudian dikenal dengan consumer package goods.

Era ini juga diwarnai dengan kemunculan radio dan televisi, yang

kemudian menjadi saran komunikasi massa dan media periklanan baru yang kuat

dan berkecepatan tinggi. Televisi yang muncul pada tahun 1941 merupakan

ekspansi media yang paling besar. Kreatif iklan mengalami revolusi dengan

memberikan fokus pada keistimewaan produk, yang secara implicit menunjukkan

penerimaan sosial, gaya, kemewahan dan kesuksesan.

Post-Industrial Era. Era ini dimulai sekitar tahun 1980. Untuk pertama kalinya, orang menjadi betul-betul sadar akan lingkungan yang sensitive dimana

kita tinggal dan mulai ketakutan ada ketergantungan terhadap sumber daya alam.

[ada tahun 1980 terjadi kekurangan energy yang akut, muncul istilah pemasaran

(12)

yang membutuhkan energi mulai menggunakan iklan untuk memperlambat

permintaan barang. Seperti ketika energi listrik mengalami penurunan, iklan

menyarakan orang untuk memakai ulang mesin pencuci dan pengering mereka

yang masih bisa dipakai. Pada saat yang sama perusahaan multinasional juga

mulai membuat iklan korporat untuk menunjukkan kesadaran sosial mereka

terhadap lingkungan. Demarketing ini lambat laun menjadi alat strategis yang semakin agresif bagi para pengiklan.

Global Interactive Era. Perkembangan teknologi baru di abad ke-21 membawa pengaruh yang besar bagi dunia periklanan. Televisi kabel dan

satelit-satelit penerima memungkinkan orang untuk menonton saluran televisi yang

memiliki program spesifik, seperti berita, film, olah raga, komedi dan sebagainya.

Pergeseran ini mengubah televisi dan media massa yang memiliki jangkauan

paling luas menjadi media yang paling khusus. Kini, perusahaan kecil dan

pemasaran produk bisa menggunakan televisi untuk menjangkau khalayaknya.

Pada saat yang sama, teknologi komputer juga telah memberikan pengaruh yang

besar bagi dunia periklanan. Internet telah memberikan media baru bagi para

pengiklan untuk menjangkau konsumen potensialnya. Hal ini merupakan cara

revolusioner yang dilakukan oleh para pengiklan untuk menjangkau

konsumennya. Dengan demikian, internet menjadi media iklan baru yang

berkembang paling cepat sejak era televisi (Noviani, 2002 : 2-8).

II.3.2 Defenisi Iklan

Masyarakat kita banyak yang percaya bahwa iklan mengandung kekuatan misteri. Itulah sebabnya mengapa mekanisme iklan, menuntut mereka harus

berada di alam bawah sadar dan tersembunyi. Efeknya tidak tampak secara

terbuka sehingga menjadikan iklan sulit dipahami. Sebagian masyarakat yang

memiliki pandangan seperti itu tentu akan menganggap iklan sebagai sesuatu yang

gelap dan manipulatif. Industri periklanan belakangan ini menunjukkan perubahan

orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan

iklan berbayar di media massa menjadi upaya penentuan dan pelaksanaan

(13)

sasaran. Iklan media massa bukan satu- satunya cara terbaik untuk berpromosi

karena masih banyak cara lain yang sama atau bahkan lebih baik. Namun

demikian, bukan berarti iklan di media massa menjadi tidak penting lagi. Hanya

saja setiap produk (barang dan jasa) memiliki cara- cara berpromosi yang

berbeda- beda.

Menurut Bungin, iklan adalah bagian penting dari serangkaian kegiatan

mempromosikan produk yang menekankan unsur citra. Dengan demikian, objek

iklan tidak sekedar tampil dalam objek yang utuh, akan tetapi melalui proses

pencitraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila dibandingkan dengan

produk itu sendiri. Pada proses ini cita produk diubah menjadi citra produk.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa iklan adalah bagian dari budaya

populer. Jib Fowles mengatakan banyak iklan menggunakan atribut budaya

populer, menggunakan kategori yang berbeda dari makna simbolis budaya

tersebut (Bungin: 2008). Berbagai iklan baik di media cetak maupun media

elektronik terutama iklan komersial, cenderung memperlihatkan budaya instan.

Perkembangan iklan juga tidak terlepas dari budaya populer, sehingga

umur barang- barang atau produk instan juga tergantung pada seberapa jauh

barang itu populer di masyarakat. Dengan demikian , maka budaya populer tidak

saja berhubungan dengan kesukaan pribadi, akan tetapi menjadi pilihan- pilihan

terbanyak dari masyarakat dan audiens.

Menurut Morrisan (2010: 17), iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh

satu sponsor yang diketahui). Adapun maksud ‘dibayar’ pada defenisi tersebut

menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada

umumnya harus dibeli. Maksud kata ‘nonpersonal’berarti suatu iklan melibatkan

media massa yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok

individu pada saat bersamaan. Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti

pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang

(14)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan didefinisikan:

1. Berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik

pada barang dan jasa yang ditawarkan.

2. Pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual,

dipasang di media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat

umum.

II.3.3 Fungsi Iklan

Menurut Shimp (2003: 357), investasi besar- besaran ini menunjukkan

bahwa banyak perusahaan yang memiliki keyakinan akan efektivitas periklanan.

Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam

fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya.

Fungsi- fungsi periklanan menurut Shimp diantaranya adalah:

1. Informing (memberi informasi)

Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek- merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta

memfasilitasi penciptaan citra merek (brand image) yang positif. Karena merupakan bentuk suatu komunikasi yang efektif, berkemampuan

menjangkau khalayak luas dengan biaya yang relatif rendah,. Periklanan

memfasilitasi pengenalan (introducing) merek- merek baru, meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek yang telah ada dan meningkatkan

puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA- topofmindawareness) untuk merek- merek yang sudah ada dalam kategori produk yang matang.

2. Persuasing (mempersuasi)

Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi ( membujuk) pelanggan

untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Persuasi berbentuk

mempengaruhi permintaan primer. Yakni, menciptakan permintaan bagi

keseluruhan kategori produk, lebih sering iklan berupaya untuk

membangun permintaan sekunder yaitu permintaan bagi merek perusahaan

(15)

3. Reminding (mengingatkan)

Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para

konsumen. Saat kebutuhan muncul yang berhubungan dengan produk

yang diiklankan. Dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek

pengiklan untuk hadir di benak konsumen sebagai suatu merek kandidat

yang akan dibeli.

4. AddingValue (memberikan nilai tambah)

Periklanan member nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi

persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek

dipandang lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi dan lebih unggul

dari tawaran pesaing.

5. Assisting (bantuan untuk upaya lain perusahaan)

Pada saat- saat lain, peran utama periklanan adalah sebagai pendamping

yang memfasilitasi upaya- upaya lain dari periklanan adalah membantu

perwakilan penjualan. Iklan mengawali produk- produk penjualan dan

memberikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum

melakukan kontak personal dengan para pelanggan yang prospektif

(Shimp, 2003 : 357 – 361).

II.3.4 Tujuan Iklan

Tujuan- tujuan periklanan adalah tujuan- tujuan yang diupayakan untuk

dicapai oleh periklanan. Penyusunan tujuan periklanan yang baik merupakan

tugas yang paling sulit dari manajemen periklanan, namun tujuan- tujuan tersebut

menjadi fondasi bagi seluruh keputusan periklanan yang ditetapkan (Shimp, 2003:

365-366).

Menurut Morrisan (2010: 19), sifat dan tujuan iklan antara satu perusahaan

dengan perusahaan lainnya, antara satu jenis industri dengan industri lainnya, dan

antara satu situasi dengan situasi lainnya. Demikian juga, konsumen yang menjadi

suatu target suatu iklan juga berbeda antara satu jenis produk dengan produk

lainnya. Suatu perusahaan beriklan dengan tujuan untuk mendapatkan respons

(16)

untuk lebih mengembangkan kesadaran atau ingin membentuk suatu citra positif

dalam jangka panjang bagi barang atau jasa yang dihasilkannya.

Tujuan penyajian iklan menurut Wibowo (2003:5) yaitu :

1. Untuk menarik perhatian masyarakat calon konsumen

2. Menjaga atau memelihara citra nama (brand image) yang terpatri dalam benak masyrakat

3. Menggiring citra nama itu hingga menjadi perilaku konsumen

II.3.5 Jenis-jenis Iklan

Jenis-jenis iklan menurut Wells (dalam Safrin, 2004:39), yaitu :

a. Iklan Merek, yaitu iklan yang dilakukan oleh produsen dari suatu produk

yang tujuannya untuk menciptakan citra dari produk tersebut. Dengan kata

lain, iklan jenis ini berusaha untuk menciptakan citra dan identitas dari suatu

merek produk untuk jangka waktu yang lama. Iklan ini juga berusaha

membangun citra tersendiri bagi merek produk yang diiklankan. Iklan ini

berusaha menjangkau konsumen secara luas dalam skala nasional.

b. Iklan Eceran, yaitu jenis iklan yang dilakukan oleh pengecer dari suatu

produk. Eceran atau disebut pula ritel (retail) adalah salah satu cara pemasaran

produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah kecil. Pada prinsipnya, iklan jenis ini lebih bersifat lokal. Iklan ini lebih memfokuskan untuk mempromosikan suatu toko yang menjual berbagai

macam produk yang cukup lengkap dengan kualitas pelayanan yang

maksimal. Iklan jenis ini mencoba untuk menciptakan citra tersendiri dari

toko tersebut. Iklan eceran lebih memfokuskan pada harga, ketersediaan

(17)

antara lain : produk makanan/minuman, perabot rumah tangga, elektronik,

furniture, alat olahraga, pakaian, dan barang tenunan lainnya.

c. Iklan Politik (Political Advertising), yaitu iklan kegiatan periklanan yang dilakukan oleh partai-partai politik dalam rangka kegiatan pemilu. Iklan

ini merupakan jenis iklan untuk mempromosikan para tokoh politik

ataupun partai politik sehingga akhirnya diharapkan masyarakat akan

memilih ataupun memihak kepadanya. Periklanan politik bisa disebut juga

pengiklanan citra atau image, daya tarik yang diarahkan untuk membangun reputasi seseorang pejabat publik atau pencari jabatan,

menginformasikan pada khalayak mengenai kualifiaksi seorang politisi,

pengalamannya, latar belakang kepribadiannya, sehingga merupakan

dorongan bagi prospek pemilihan calon atau kandidat yang bersangkutan

dalam proses politik

d. Iklan Layanan Masyarakat, yaitu kegiatan periklanan yang bertujuan untuk

mendorong solidaritas ataupun kesadaran masyarakat terhadap masalah

sosial tertentu. Bentuk dari iklan layanan masyarakat ini biasanya berupa

ajakan, misalnya, iklan keluarga berencana, iklan sosial mengenai

penghematan energi listrik, go green atau ajakan untuk melakukan penghijauan dan contoh lainnya yang berkaitan dengan masalah sosial

tertentu.

e. Iklan Kelembagaan, yaitu kegiatan periklanan yang dilakukan oleh

lembaga pemerintahan, swasta maupun sosial yang tujuannya untuk

mendapatkan dukungan dari masyarakat terhadap kegiatan lembaga

tersebut.

f. Iklan Bisnis (Business to Business Advertising), adalah mempromosikan barang-barang dan jasa nonkonsumen. Artinya baik pemasang maupun

sasaran iklan sama-sama perusahaan, produk yang diiklankan adalah

barang antara yang harus diolah atau menjadi unsur produksi. Termasuk

disini adalah pengiklan bahan-bahan mentah, komponen suku cadang dan

aksesoris, fasilitas pabrik dan mesin serta jasa-jasa seperti asuransi,

(18)

g. Iklan Respon Langsung (Iklan Umpan Balik), yaitu kegiatan periklanan

dari suatu produsen yang ditujukan kepada konsumen dengan

menempatkan “space” kupon di halaman iklan yang tujuannya agar konsumen mengirimkan umpan baliknya tentang produk yang dihasilkan

oleh produsen tersebut. Iklan jenis ini juga dapat menggunakan media iklan

apapun, termasuk direct mail. Selanjutnya konsumen dapat langsung

memberikan respons ataupun tanggapan baik itu melalui email ataupun

telepon. Apabila konsumen tertarik maka barang tersebut akan langsung

diantarkan ke tangan konsumen

h. Iklan Directory, yaitu kegiatan periklanan yang berisikan informasi tentang tempat membeli suatu produk ataupun tempat pelayanan. Dengan

kata lain, konsumen dapat langsung melihat melihat sebuah iklan pada

sebuah media iklan sehingga akhirnya ia mengetahui bagaimana membeli

sebuah produk baik yang berupa barang atau jasa. Iklan jenis ini cukup

banyak kita jumpai seperti di Yellow Pages.

Didasarkan pada bentuknya, iklan produk dibagi menadi 3 bagian(Purba

dkk, 2006:140), yaitu :

a. Iklan Pioneering (Iklan Perintisan)

Iklan bentuk perintisan biasanya digunakan untuk memperkenalkan

produk baru dengan menceritakan tentang apa produknya, dari apa itu bisa

dibuat dan dimana produk itu bisa dibuat.

b. Iklan Competitive (Iklan Kompetitif/Persaingan)

Iklan kompetitif pada hakekatnya mempromosikan ciri-ciri khusus dan

keuntungan-keuntungan penggunaan dari barang atau jasa yang

ditawarkannya.

c. Iklan Reminder (Iklan Pengingat)

Iklan pengingat digunakan untuk memperkuat sebelumnya akan sesuatu

produk. Iklan demikian tepat menyodorkan produk dan jasa yang telah

mencapai posisi terkenal dan berada dalam tahap pemantapan

(19)

II.4 Media Iklan Televisi

Televisi praktis ada di mana- mana. Perangkat televisi dari hari ke hari kian menjadi sumber informasi yang utama dalam keluarga. Sebagai media

periklanan , keunikan televisi adalah sangat personal dan demonstratif, tetapi juga

mahal dan dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan (clutter) dalam persaingan. Para konsumen menganggap televisi sebagai media yang paling kacau

(clutter) dari semua media iklan (Shimp, 2003: 530).

Menurut Shimp (2003), pembagian hari untuk penayangan iklan dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Waktu Utama (prime time)

Periode antara jam 20.00 – 23.00 atau antara jam 19.00 – 22.00 program

terbaik dan termahal ditayangkan selama periode ini. Penonton pun paling

banyak ada selama prime time, dan jaringan-jaringan televisi akan mengenakan harga tertinggi untuk periklanan di primetime. Sehingga para pengiklan harus membayar mahal untuk menjangkau banyak penonton.

2. Siang Hari (day time)

Periode yang dimulai dengan tayangan berita di pagi hari (subuh),

berlangsung hingga 16.30. Diawali dengan program-program berita,

dilanjutkan dengan program khusus anak-anak, dan berturut-turut opera

sabun, talk show, dan berita keuangan.

3. Waktu Tambahan (fringe time)

Masa sebelum dan sesudah prime time. Awal fringe time dimulai pada sore hari dan khususnya ditujukan kepada anak-anak tetapi menjadi lebih

berorientasi kepada orang dewasa ketika mendekati prime time. Fringe time pada larut malam ditujukan untuk paradewasa muda.

Iklan televisi yang baik harus memperhatikan syarat – syarat iklan

menurut Suyanto (2005) sebagai berikut :

1. Waktu tayang, meliputi :

 Frekuensi penayangan : tingkat keseringan iklan ditayangkan agar

(20)

 Durasi tayangan : lamanya tayangan iklan tersebut berlangsung

2. Daya tarik pesan : kandungan pesan yang menarik dan memiliki arti bagi

khalayaknya untuk menyukai atau tidak iklan tersebut, meliputi :

 Isi pesan : pesan yang dibuat harus singkat, padat dan jelas,

sehingga komunikan mengetahui isi pesan iklan tersebut.

 Tampilan : tampilan iklan yang dibuat untuk menarik perhatian

khalayak.

 Tata gambar : penataan gambar dalam iklan yang dapat menarik minat khalayaknya.

 Warna : warna yang ditampilkan harus sesuai dengan iklan yang

ditayangkan untuk menarik minat khalayaknya.

 Musik / jingle : musik yang dibuat ke dalam iklan tersebut, untuk

menarik perhatian khalayaknya.

 Slogan : kalimat atau kata – kata yang dibuat dalam iklan untuk memunculkan keinginan khalayaknya.

II.4.1 Kekuatan Iklan Televisi

Televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media

lainnya yang mencakup daya jangkauan luas, selektivitas, dan fleksibilitas, fokus

perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu. Adapun kelebihan

dari televisi adalah sebagai berikut :

1. Daya jangkau luas

Daya jangkau siaran yang luas ini memungkinkan pemasar

memperkenalkan dan mempromosikan produk barunya secara serentak

dalam wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara.

2. Selektivitas dan Fleksibilitas

Televisi sering dikritik sebagai media yang tidak selektif dalam

menjangkau audiensinya sehingga sering dianggap sebagai media yang

lebih cocok untuk produk konsumsi massal. Televisi dianggap sebagai

media yang sulit untuk menjangkau segmen audience yang khusus atau

(21)

tersebut karena adanya variasi komposisi audiensi sebagai hasil dari isi

program, waktu siaran, dan cakupan geografis siaran televisi.

Selain audiensi yang besar, televisi juga menawarkan fleksibilitasnya

dalam hal audiensi yang dituju. Jika suatu perusahaan manufaktur ingin

mempromosikan barangnya pada suatu wilayah tertentu, maka perusahaan

itu dapat memasang iklan pada stasiun televisi yang terdapat di wilayah

bersangkutan. Pemasang iklan dapat membuat variasi isi pesan iklan yang

disesuaikan dengan kebutuhan atau karakteristik wilayah setempat.

Sebaliknya, pemasang iklan yang ingin memasarkan produknya secara

nasional dapat melakukan uji coba di pasar lokal terlebih dahulu sebelum

dilempar ke pasar nasional.

3. Prestise

Perusahaan yang ingin mengiklankan produknya di televisi biasanya akan

menjadi sangat dikenal orang. Baik perusahaan yang memproduksi barang

tersebut maupun barangnya itu sendiri akan menerima status khusus dari

masyarakat. Dengan kata lain, produk tersebut mendapatkan prestise

tersendiri.

4. Waktu tertentu

Suatu produk dapat diiklankan di televisi pada waktu- waktu tertentu

ketika pembali potensialnya berada di depan televisi. Dengan demikian,

pemasang iklan akan menghindari waktu- waktu tertentu pada saat target

konsumen mereka tidak menonton televisi. Salah satu alasan mengapa

perusahaan deterjen atau peralatan pembersih rumah tangga lebih sering

beriklan siang hari adalah karena audiensi (ibu rumah tangga) diingatkan

mengenai tugas- tugas rumah tangga yang akan dikerjakan hari itu yang

mungkin akan melibatkan produk- produk pembersih yang muncul pada

iklan televisi (Morrisan, 2010: 240-243).

II.4.2 Kelemahan Iklan Televisi

1. Biaya mahal

Walaupun televisi diakui sebagai media yang efisien dalam

(22)

media yang paling mahal untuk beriklan. Biaya iklan televisi yang

mahal ini tidak saja disebabkan oleh tarif penayangan iklan yang

mahal karena biaya iklan yang dikenakan kepada pemasang iklan

televisi berdasarkan detik, tetapi juga biaya produksi iklan yang mahal.

2. Informasi terbatas

Dengan durasi iklan yang rata- rata hanya 30 detik dalam sekali

tayang, maka pemasang iklan tidak memiliki cukup waktu untuk

secara leluasa memberikan informasi yang lengkap. Siaran iklan tidak

memberikan cukup waktu untuk menyampaikan seluruh informasi

tentang produk yang dipromosikan. Informasi yang lebih banyak

membutuhkan waktu penayangan yang lebih lama misalnya 60 detik.

Durasi iklan disusun dalam waktu kelipatan waktu tertentu misalnya

30 detik, 60 detik, dan seterusnya dengan biaya yang berbeda secara

signifikan.

3. Selekivitas terbatas

Walaupun televisi menyediakan selektivitas audiensi melalui program-

program yang ditayangkannya dan juga melalui waktu siarannya

namun iklan televisi bukanlah pilihan yang tepat bagi pemasang iklan

yang membidik konsumen yang sangat khusus atau spesifik yang

jumlahnya relatif sedikit. Pemasang iklan dengan target konsumen

terbatas sering kali menemukan cakupan geografis siaran televisi jauh

melampaui wilayah pemasaran dimana target konsumen pemasang

iklan berada, dan hal ini tentu saja mengurangi biaya efektif iklan

yang dikeluarkan pemasang iklan. Pemasang iklan masih dapat

membidik target audiensi tertentu melalui berbagai jenis program yang

ditayangkannya, namun demikian televisi belum mampu menandingi

radio, surat kabar, dan majalah dalam menjangkau segmen audiensi

secara lebih khusus.

4. Penghindaran

Kelemahan lain siaran iklan- iklan televisi adalah kecenderungan

audiensi untuk menghindari pada saat iklan ditayangkan. Penelitian

(23)

penayangan iklan untuk melakukan pekerjaan lain misalnya pergi ke

kamar mandi, mengobrol, mengambil sesuatu, atau melakukan hal- hal

lainnya. Kebiasaan lainnya adalah memencet remote control atau memindahkan channel ketika stasiun televisi tengah menayagkan iklan

atau mengecilkan suara. Upaya audiensi menghindari siaran iklan

dengan memindahkan saluran televisi tidak selalui karena program

sebelumnya tidak menarik namun karena rasa ingin tahu untuk melihat

program lain yang ditayangkan stasiun televisi lain pada saat

bersamaan.

5. Tempat terbatas

Tidak seperti media cetak, stasiun televisi tidak dapat seenaknya

memperpanjang waktu siaran iklan dalam suatu program. Stasiun

televisi tidak dapat memperpanjang waktu siaran iklan tanpa

mengorbankan waktu penayangan program. Jika waktu penayangan

program banyak diambil untuk iklan, maka hal itu justru akan

mengganggu atau bahkan merusak program itu sendiri, sebagai

akibatnya audiensi akan meninggalkan acara itu. Selain itu,

memperpanjang waktu siaran iklan akan melanggar peraturan

pemerintah yang menetapkan bahwa waktu siaran iklan lembaaga

penyiaran swasta paling banyak 20 persen dari seluruh waktu siaran

setiap hari (Morrisan, 2010: 244- 246).

II.5 Perilaku Konsumtif

II.5.1 Defenisi Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan membeli

barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga sifatnya menjadi

berlebihan (Anggarasari dalam Sumartono, 2002). Bisa dikatakan bahwa

seseorang yang konsumtif akan lebih mementingkan faktor keinginan dibanding

(24)

ini muncul karena masyarakat cenderung materialistik dan memiliki hasrat yang

besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhan.

Konsumtivisme sebagai kata sifat berkaitan dengan perilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif adalah perilaku seseorang yang dikendalikan oleh suatu

keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata-mata Jhon C

Mowen (2002) menjelaskan bahwa perilaku konsumen yang bertindak secara

emosional tanpa didasarkan perencanaan dan kebutuhan melainkan hanya karena

suatu pemuasan, pemenuhan keinginan akan suatu produk yang dianggap

menarik, kemudian melakukan pembelian dengan tidak mempertimbangkan sisi

keuangan. Orang yang membeli sesuatu karena keinginannya, maka orang

tersebut tergolong bertindak tidak rasional dan akan menjadi perilaku yang

konsumtif. Dengan lain kata, perilaku konsumen yang rasional adalah perilaku

membeli yang tidak didasarkan pada emosinya melainkan rasio. Misalnya orang

membeli barang tidak didasarkan pada keinginannya, tapi pada saat itu barang

memang dibutuhkan dan harus segera dibeli. Misalnya orang membeli barang

tidak didasarkan pada keinginannya, tapi pada saat itu barang memang dibutuhkan

dan harus segera dibeli.

Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif dikalangan

siswa disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah:

a. Motivasi. Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya

motif. Motivasi merupakan dasar pembelian seseorang terhadap suatu

produk atau

pada penjual tertentu (Dharmesta dan Handoko, 2000). Motivasi

merupakan pendorong perilaku orang, tidak terkecuali dalam melakukan

pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar.

b. Pengamatan dan proses belajar. Sebelum seseorang mengambil keputusan

untuk membeli produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada

pengamatan yang dilakukan. Bila ada pengalaman memuaskan maka

pembeli cenderung akan memutuskan membeli kembali (Mangkunegara

(25)

menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungan. Terjadinya

pengamatan ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap dari

individu (Rismiati dan Suratno, 2001). Proses pengamatan meliputi

seluruh variabel pemasaran perusahaan, konsumen akan mempunyai

persepsi produk, harga, periklanan dan penjualan dari kegiatan pemasaran

perusahaan. Perbedaan pandangan konsumen akan menciptakan proses

pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula (Dharmesta dan

Handoko, 2000). Proses pembelian yang dilkuakan oleh konsumen

merupakan sebuah proses belajar, hal ini sebagai bagian dari kehidupan

konsumen. Konsumen dalam proses pembeliannya selalu mempelajari

sesuatu, proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen

ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan (Rismiati dan Suratno,

2001).

c. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian akan ikut berpengaruh terhadap

perilaku pembelian. Konsep diri merupakan pendekatan untuk

menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image

merek, image penjual. Setiap orang memiliki kepribadian salah satunya adalah rasa percaya diri dan konsep diri yang berbeda-beda, sehingga

memungkinkan adanya pandangan yang berbeda terhadap suatu barang

(Dharmesta dan Handoko, 2000). Kepribadian dan konsep diri sangat

berpengaruh pada perilaku pengambilan keputusan untuk membeli produk,

minuman, mobil, warna pakaian dan kegiatan yang sifatnya rekreasional.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu

adalah:

a. Kebudayaan

Budaya dapat didefenisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu

generasi ke geneasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam

kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia

dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem

perilaku demi keperluan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling

(26)

b. Kelas Sosial

Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokkan dalam tiga golongan

(Mangkunegara, 2002) yaitu golongan atas, golongan menengah dan golongan

bawah. Perilaku konsumtif antar kelas sosial satu dengan yanglain akan berbeda,

dalam hubungannya dengan perilaku konsumtif Mangkunegara (2002)

mengkarakteristikkan antara lain :

1. Kelas sosial golongan atas, memiliki kecenderungan membeli barang –

barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap,

konservatif dalam konsumsinya, barang – barang yang dibeli

cenderung untuk dapat menjadi warisan dalam keluarganya.

2. Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk

menampakkan kekayaannya, membeli barang dalam jumlah yang

banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeiinginan

membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli

kendaraan, mobil mewah dan perabotan rumah tangga.

3. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan

mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umunya mreka

membeli barang untuk kebutuhan sehari – hari, memanfaatkan

penjualan barang – barang yang diobral atau penjualan dengan harga

promosi.

Pengelompokkan diatas dibuat berdasarkan kriteria kekayaan, kekuasan,

kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Unsur pokok dalam pembagian kelas

dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan.

c. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang

dianut anggotanya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau

kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi

spesifik.

Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok – kelompok

yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan

perilaku seseorang. Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada tipe dan

(27)

karena secara normal menginginkan untuk menyesuaikan diri. Bisa dikatakan

bahwa kelompok referensi tersebut menciptakan suasana untuk penyesuaian yang

dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk (Kotler, 2006).

d. Keluarga

Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang

sangat besar dalam pembentukkan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam

pembentukkan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan

konsumen. Keluarga mempengaruhi konsumen dalam membeli barang. Jumlah

anggota keluarga dan keadaan sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai

pengaruh yang sangat besar dalam pembentukkan sikap dan anggotanya.

Keluarga merupakan sebuah lembaga sosial yang penting. Maka secara

konsekuen dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan kelompok referensi yang

penting.

e. Demografi

Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah

ukuran, struktur dan distribusi. Ukuran mengandung arti jumlah individu dalam

suatu populasi, struktur menggambarkan populasi dalam bentuk usia dan jenis

kelamin sedangkan distribusi populasi menggambarkan lokasi tempat tinggal

individu ditinjau dari segi wilayah geografis. Ukuran, struktur dan distribusi

mempengaruhi perilaku konsumen serta keinginan konsumen akan jasa dan

produk tertentu.

Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif menurut Sumartono

(2002) adalah sebagai berikut :

1. Membeli produk karena iming-iming hadiah : individu membeli suatu

barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang

tersebut.

2. Membeli produk karena kemasannya menarik : konsumen sangat mudah

terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias

dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli

produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan

(28)

3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi : konsumen

mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya

konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya

rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar individu selalu berpenampilan

yang dapat menarik perhatian orang lain.

4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau

kegunaannya) : konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh

adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal

yang dianggap paling mewah.

5. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan : konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang

diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat

dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba

produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk

tersebut.

6. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status : konsumen

mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,

berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat

menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan

berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk

dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang

lain.

7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi : konsumen sangat terdorong

untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan

oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri

8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda) : konsumen akan

cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari

produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis

(29)

II.5.2 Karakteristik Perilaku Konsumtif

Handoko dan Swastha (2000) menjelaskan karakteristik perilaku

konsumtif seseorang sebagai berikut:

a. Keinginan individu untuk membeli barang yang kurang diperlukan.

b. Keinginan individu untuk membeli barang yang tidak diperlukan.

c. Perasaan tidak puas individu untuk selalu memilki barang yang belum

dimilki.

d. Sikap individu berfoya-foya dalam membeli barang.

e. Kesenangan individu membeli barang dengan harga mahal yang tidak

sesuai dengan nilai & manfaatnya.

II.5.3 Aspek – Aspek Perilaku Konsumtif

Swasta dan Handoko (2000) menjelaskan aspek perilaku konsumtif

seseorang yaitu pola hidup dengan keinginan untuk membeli barang-barang yang

tidak diperlukan dan perasaan tidak puas selalu menyertai bila barang-barang

yang diinginkan belum dimiliki seseorang. Perilaku konsumtif ditunjukkan

apabila seseorang berpola konsumsi terhadap suatu barang yang tidak sebenarnya

tidak diperlukan. Semakin tinggi membeli pembelian suatu barang yang tidak

diperlukan maka semakin berperilaku konsumtif. Perasaan tidak puas juga

menunjukkan perilaku komsumtif seseorang. Semakin merasa tidak puas belum

memiliki barang yang diinginkan maka semakin berperilaku konsumtif.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif

dapat dilihat dari tiga unsur jenis yaitu:

1. Impulsive Buying, perilaku pembelian yang berlebih-lebihan. Perilaku konsumen yang berlebihlebihan ditandai oleh sikap foya-foya dalam

membeli barang, menghamburkan uang untuk membeli barang-barang

mewah yang kurang bermanfaat dalam berbelanja.

(30)

3. Wasteful Buying, perilaku pembelian yang bersifat boros. Perilaku pembelian yang bersifat boros ditandai oleh pembelian barang oleh

konsumen yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi

oleh konsumen.

II.5.4 Perilaku Konsumtif Pada Remaja

Iklan memang telah memberi banyak manfaat, baik bagi produsen maupun

konsumen. Namun iklan juga menimbulkan dampak negatif bagi konsumen. Sri

Urip (dalam Kasali, 1993) menyebutkan dampak-dampak negatif tersebut, antara

lain:

1. Iklan membuat orang membeli sesuatu yang sebetulnya tidak ia inginkan

atau butuhkan.

2. Iklan mengakibatkan barang-barang menjadi lebih mahal. Karena

membutuhkan dana, maka wajar saja bila ada anggapan bahwa iklan

menambah harga barang.

3. Iklan yang baik akan membuat produk yang berkualitas rendah dapat

terjual.

4. Iklan adalah pemborosan.

Dari berbagai dampak tersebut, dapat disimpulkan bahwa iklan mampu

menggiring khalayak untuk menjadi konsumtif. Menurut Heri Kusumawati dan

Soemardi (1996), pola hidup konsumtif biasanya dipicu oleh gengsi dan dorongan

untuk mengikuti mode agar mendapat penghargaan tertentu. Hal ini sejalan

dengan pendapat Lubis (dalam Sumartono, 2002) yang mengatakan bahwa sering

terjadi keinginan untuk memperoleh sesuatu barang atau jasa bukan didasarkan

oleh kebutuhan, tetapi sekedar simbol status agar kelihatan lebih keren di mata

orang lain. Lubis mengistilahkannya sebagai perilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif di kalangan remaja terutama dipengaruhi oleh

kelompok rujukan (reference group). Kelompok rujukan ini terdiri dari seluruh

kelompok yang berpengaruh secara lansung maupun tidak langsung terhadap

sikap atau perilaku remaja (Setiadi, 2003). Kelompok ini bisa keluarga, teman

(31)

Hurlock (1997) pun berpendapat bahwa remaja pada masa transisinya

memiliki kondisi emosional yang labil, sehingga mudah dipengaruhi oleh

kelompoknya. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa penampilan dan gaya

hidup yang serba “wah”, akan menaikkan status sosial mereka di dalam

kelompoknya. Maka tidak heran bila kemudian mereka saling bersaing dalam

penampilan dirinya dengan mengkonsumsi pakaian, sepatu, handphone, kosmetik dan barang mewah lainnya.

Tidak hanya kelompok referensi, tak dapat disangkal, iklan televisi pun

telah menjadi “tersangka utama” dalam memberikan pengaruh yang kuat bagi

terciptanya perilaku konsumtif remaja. Terpaan iklan-iklan produk remaja di

televisi yang menyajikan pesan-pesan yang atraktif dan terkesan berlebihan, jelas

membuat para remaja terbuai. Lemahnya filter dalam menyeleksi informasi yang

datang serta rasa ingin tahu yang besar, berhasil dimanfaatkan pihak produsen

yang menjadikan remaja sebagai sasaran empuk. Hal ini ditandai dengan

banyaknya iklan-iklan produk remaja yang lalu-lalang di televisi. Para produsen

berlomba untuk menciptakan produk-produk yang digemari remaja, agar mereka

mau mengkonsumsinya.

Kekuatan audio-visual iklan televisi telah mempengaruhi kognisi serta

afeksi remaja. Dengan tujuan akhirnya tentu saja muncul perilaku untuk membeli

produk yang ditawarkan, sekaligus menjadikan produk tersebut sebagai bagian

hidupnya yang tak terpisahkan. Akibatnya, menurut Sumartono (2002), efek

negatif hadirnya iklan televisi yakni munculnya sikap hedonism dan glamorisme

seakan tidak dapat dielakkan lagi. Pengaruh iklan telah membelokkan haluan

kebutuhan ke arah keinginan untuk mencoba seluruh produk yang disaksikan,

meskipun mungkin tidak dibutuhkan.

II.6 Kerangka Konsep

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Konsep

dibangun dari teori – teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel – variabel

yang akan diteliti (Bungin, 2005 : 57).

Adapun yang menjadi variabel – variabel dalam penelitian ini adalah :

(32)

a. Waktu penayangan:

 Frekuensi penayangan

 Durasi b. Daya tarik pesan:

 Isi pesan

 Tampilan

 Tata gambar

 Warna

 Musik/jingle  Slogan

2. Variabel perilaku konsumtif yang terdiri dari:

a. Membeli produk karena iming – iming hadiah

b. Membeli produk karena kemasan menarik

c. Membeli produk demi penampilan

d. Membeli produk atas pertimbangan harga

e. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model

yang mengiklankan produk

f. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status

g. Muncul penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi

h. Mencoba lebih dari dua produk yang sejenis (merk berbeda)

II.7 Model Teoritis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat dibuat teoritis dalam penelitian ini sebagai berikut :

Perila Konsumtif Berulang – ulang Disukai

(33)

II.8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk

membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian yaitu sebagai berikut :

Tabel 1

Operasional Variabel

No Variabel Teoritis Variabel Operasional

1 Variabel

Tayangan Iklan

1. Waktu Penayangan

 Frekuensi Penayangan

 Durasi

2. Daya Tarik Pesan

 Isi pesan

 Tampilan

 Tata gambar

 Warna

 Music / jingle  Slogan

2 Variabel Perilaku

Konsumtif

1. Membeli produk karena iming – iming hadiah

2. Membeli produk karena kemasan yang menarik

3. Membeli produk demi menjaga penampilan

4. Membeli produk atas pertimbangan harga

5. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap

model yang mengiklankan produk

6. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status

7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga

mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi

(34)

II.9 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan untuk

mengukur variabel-variabel. Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam

penelitian ini adalah :

1. Variabel Tayangan Iklan

1) Waktu penayangan

 Frekuensi penayangan : tingkat keseringan iklan ditayangkan agar

suatu pesan iklan mendapatkan perhatian audiensnya.

 Durasi tayangan : lamanya tayangan iklan tersebut berlangsung

2) Daya tarik pesan

 Isi pesan : pesan yang dibuat harus singkat, padat dan jelas, sehingga komunikan mengetahui isi pesan iklan tersebut.

 Tampilan : tampilan iklan yang dibuat untuk menarik perhatian

khalayak.

 Tata gambar : penataan gambar dalam iklan yang dapat menarik minat khalayaknya.

 Warna : warna yang ditampilkan harus sesuai dengan iklan yang

ditayangkan untuk menarik minat khalayaknya.

 Musik / jingle : musik yang dibuat ke dalam iklan tersebut, untuk

menarik perhatian khalayaknya.

 Slogan : kalimat atau kata – kata yang dibuat dalam iklan untuk memunculkan keinginan khalayaknya.

2. Variabel Perilaku Konsumtif

1) Membeli produk karena iming-iming hadiah : individu membeli suatu

barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang

tersebut.

2) Membeli produk karena kemasannya menarik : konsumen sangat

mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi

(35)

membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus

dengan rapi dan menarik.

3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi :

konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada

umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian,

berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar individu

selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.

4) Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat

atau kegunaannya) : konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan

oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan

segala hal yang dianggap paling mewah.

5) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan : konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang

diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat

dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan

mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur

produk tersebut.

6) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status : konsumen

mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,

berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat

menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi

kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli

suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih

keren dimata orang lain.

7) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal

akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi : konsumen sangat

terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa

yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri

8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda) : konsumen

akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang

lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut

(36)

II.9 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang serupa dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Heri Kusumawati dan Soemardi (1996).

Sasaran penelitian tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan

Karang Klesem, Purwokerto Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut,

didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara status

sosial ekonomi dan terpaan media (media exposure) terhadap pola

konsumtif ibu-ibu rumah tangga sebesar 56,97%. Sementara pengaruh

variabel lain yang berada di luar kedua variabel di atas adalah sebesar

43,03%. Jadi, dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terpaan media

yang menyajikan berbagai iklan dapat menunjang status sosial ekonomi

masyarakat, sehingga menjadi konsumtif.

2. Evanita dkk (2003)

Meneliti tentang pengaruh terpaan iklan terhadap sikap dan perilaku

konsumtif ibu rumah tangga di kota Padang, Sumatera Barat. Dari

penelitian ini didapatkan hasil bahwa slogan iklan televisi, model iklan

televisi, repetisi iklan televisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan,

dan kelompok acuan secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap sikap pemirsa ibu rumah tangga pada produk yang ditayangkan

televisi di Kota Padang Sumatera Barat. Temuan ini juga menunjukkan

bahwa sikap pada produk yang diiklankan televisi tidak hanya dipengaruhi

oleh variabel iklan (slogan, model, dan repetisi) saja, melainkan juga

dipengaruhi oleh variabel di luar iklan yang melekat pada pemirsa.

3. Sumiasih (2003), tentang pengaruh terpaan iklan produk susu formula

lanjutan untuk pertumbuhan terhadap tingkat pemberian susu tersebut bagi

balita di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Blitar. Dalam

penelitian ini terbukti bahwa terpaan iklan produk susu lanjutan untuk

pertumbuhan telah mempengaruhi tingkat pemberian susu terhadap balita

sebesar 31,5% yang menurut analisis regresi linier sederhana termasuk

Gambar

Tabel 1 Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

perhitungan temperatur sesuai dengan kebocoran yang terjadi. Deck Leg ditinjau sebagai kekangan yang berupa jepit.. Tebal plat dalam pemodelan yang diambil adalah tebal plat

receiving facility (ORF). Memiliki kapasitas pengerjaan hingga 100 MMSCFD, kompressor C-102 setiap harinya memproses gas bumi hasil.. produksi dengan rata-rata

Hepatitis A menyebabkan infeksi dengan tanda-tanda dan gejala klinis pada lebih dari 90% anak yang terinfeksi dan karena infeksi menimbulkan kekebalan seumur hidup, penyakit

Karena adanya pembakuan dan urutan organisasi stasiun kerja pada operasi aliran lini ini, maka pengubahan suatu produk atau volume akan memerlukan biaya yang

Kemudian ditinjau dari aspek tujuh indikator pemahaman konsep pada daya serap siswa bahwa daya serap tertinggi terdapat pada indikator mengklasifikasikan dengan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah: “Bagaimana merancang aplikasi psikotes berbasis web yang berfungsi untuk membantu konselor mendapatkan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengklasifikasi pergeseran kesatuan (unit shift) kalimat- kalimat dalam subtitle film Son of God dan (2) mendeskripsikan tingkat

Terkait pembangunan infrastruktur yang saat ini gencar dilakukan oleh pemerintah, dalam kesempatan itu ia mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur memang