• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENGKU HAJI M. HASAN KRUENG KALEE SUFI G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TENGKU HAJI M. HASAN KRUENG KALEE SUFI G"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TENGKU HAJI M. HASAN KRUENG KALEE;

SUFI, GURU DAN POLITISI

Oleh: Baiquni

(Dosen Jurusan Tarbiyah, STAIN Malikussaleh, Lhokseumawe)

Abstrak

Ulama selalu memainkan peran yang sangat penting dalam komunitas Muslim. Mereka adalah pilar-pilar dari masyarakat Islam, yang bertugas menjaga dan mempertahankan nilai-nilai Islam dan kedisiplinan dalam umat. Tgk. H. Muhammad Hasan Krueng Kalee adalah salah satu ulama karismatik di Aceh. Ia memerankan peran penting baik dalam penyebaran doktrin-doktrin Islam dan juga dalam wilayah perpolitikan khususnya selama masa agresi Belanda di Indonesia. Peran utamanya sangat jelas dalam pendirian dan pengembangan Dayah Meunasah Blang di Siem, Aceh Besar. Melalui pengajaran-pengajarannya telah lahir banyak ulama-ulama penting Aceh lainnya, yang perannya juga sangat besar dalam komunitas Aceh. Selain sebagai inspirasi pendidikan, pandangan-pandangan politiknya juga sangat penting, baik dalam penyerangan langsung terhadap kolonial Belanda, mengukuhkan kedudukan Soekarno sebagai presiden Indonesia pertama, dan juga perannya sebagai perwakilan partai politik PERTI bagi Republik Indonesia.

Kata kunci: ulama, Muhammad Hasan Krueng Kalee, dayah,

A. Pendahuluan

5 Mei 2007 di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Forum Kajian Tingkat Tinggi Ulama Aceh menyimpulkan, bahwa Syekh Muhammad Hasan Krueng Kalee1 merupakan salah satu dari empat ulama Aceh yang telah mencapai tahap Ma‟rifatullah. Ketiga lainnya adalah Syekh Abdurrauf As-Singkili, Syekh Hamzah Fansuri, danSyekh H. Muhammad Waly Al Khalidy.2 Walaupun kesimpulan ini baru beberapa tahun inidimaklumatkan, namun pengumuman tersebut sangat penting,khususnya bagi masyarakat Aceh yang ruang hidupnya sangat dekat dengan keberadaan dan peran ulama-ulama.

Kesimpulan ini juga cukup menjelaskan banyak hal mengenai pribadi Abu Krueng Kalee. Karena untuk mencapai tahap ma‟rifat, seorang sufi harus memiliki keyakinan yang kuat, hati yang bersih yangsenantiasa bersandar pada Allah swt., kedisiplinan yang ketat dalam melakukan amalan, serta sikap wara‟ dan zuhud yang berlimpah. Jika seorang sufi telah berada pada tahap ini, Allah akan membuka tabir dan menganugerahkan ilmu langsung kepada hatinya; ilmu yang hanya diberikan kepada orang-orang pilihan saja.Sehingga terkadang sufi memiliki cara pandang yang berbeda terhadap peristiwa tertentu.

1

Selanjutnya nama Tengku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee akan disingkat dengan sebutan Abu Krueng Kalee atau Abu Hasan

2

SerambiIndonesia, 7 Mei 2007.

(2)

182

Pemberitaan ini juga tentunya tidak berlebihan. Karena kontribusi dan pengaruh keilmuan Abu Krueng Kalee yang sangat luas kepada masyarakat Aceh. Tidak seperti kebanyakan sufi—yang cenderung meninggalkan urusan dunia—Abu Krueng Kalee adalah sosok yang sangat aktif dalam dunia pendidikan dan politik. Memang sekilas, ranah tasawuf dan politik terkesan bagaikan minyak dan air yang tidak bisa menyatu. Yang pertama mengaspirasikan jasad dan jiwa pada sikap zuhd—penolakan dunia dan penyerahan total hanya kepada Allah—, sedangkan yang kedua mengarahkan jasad dan jiwa kepada kekuasaan dan nafsu duniawi.Namun bagi mereka yang berhasil menggabungkan ilmu tasawuf dan syariat dengan tepat tentunya dapat menjadi insan kamil, yang terkenal di langit dan di bumi; memanfaatkan bumi untuk menuju langit. Sebagaimana nasehat Imam Malik r.a. ―Barangsiapa yang mempelajari tasawuf tanpa memahami Fiqh, maka ia telah zindik, dan barang siapa yang mempelajari Fiqh tanpa tasawuf, dia tersesat‖.3

Abu Krueng Kalee adalah ulama karismatik Aceh, posisi ini tidak hanya menjadikan ia sebagai tokoh pendidikanIslam, tapi secara otomatis dan de facto

menjadikannya pemimpin lokal yang dihormati oleh masyarakat sekitarnya. Karena dalam masyarakat Muslim, ulama adalah pilar-pilar penjaga agama (nilai-nilai) dan ketertiban. Sehingga ketika pemerintahan rapuh atau gagal memainkan perannya, ulama mengisi ruang kosong akibat kerapuhan atau kegagalan tersebut dengan wacana agama.

Pengambilan peran sebagai pendidik dan kemudian juga politisi bagiAbu Krueng Kalee merupakan konsekuensi dari seorang „alim.„Alimyang berarti orang berilmu merupakan pemikul tanggung jawab besar dalam masyarakat umum khususnya umat Islam. Iatentunya diharapkan menjadi suri teladan, dan pembeda antara Haq danBatilbagi masyarakat.Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.,jika seorang muslim biasa saja harus menjadi rahmatan lil „alamin, konon lagi seorang ulama, yang merupakan pewaris nabi dan telah dilebihkan derajatnya oleh Allah swt.

Kemudian, dari respons-respons politik yang pernah ia keluarkan— misalnya pada kasus DI/TII dan juga kasus Perang Cumbok—tampak jelas juga bahwa kehadirannya dalam dunia perpolitikan bukan untuk menjadi pengikut arus utama atau oportunis, tapi sebagai pemimpin Muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip Islam yang dipahaminya. Sehingga Abu Krueng Kalee tidak segan mengeluarkan pendapat yang berbeda dengan ulama-ulama lain, berseberangan pendapat dan pilihan politik dengan anak-anaknya, bahkan semakin lantang jika diancam. Dengan memahami karakter-karakter ini, maka sikap danrespons politiknya dapat dipahami dengan lebih baik.

3Rifai, Sayyid Rami. ―Tasawwuf and the World Today.‖

(3)

B. Sekilas Riwayat Tengku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee

Tengku Haji Muhammad Hasan Krueng Kaleelebih masyhur dipanggil dengan nama Abu KreungKalee. Dalam rantau pengungsian akibat perang Aceh dengan Belanda di Aceh Besar,Ia dilahirkan di GampongLanggoe Meunasah Keutumbu, KemukimanSangeue, Pidie pada tanggal 13 Rajab 1303 H/ 18 April 1886 M. Konon ceritanya, Abu Krueng Kalee dilahirkan di rumah milik seorang

inongbalee (janda) bernama Mak Puteh atau Mak Kablet.4

Tumbuh dan kembang di dalam keluarga ulama dan pejuang merupakan salah satu faktor penting yang membentuk karakter ke-ulamaan dan pejuang dalam diri Abu Krueng Kalee. Ayahnya bernama Tgk. H. M. Hanafiyah bin Tgk. Syeikh Abbas atau terkenal dengan panggilan Teungku Haji Muda Krueng Kalee. Ia pernah ditunjuk sebagai Qadhi Kerajaan Aceh untuk wilayah XVII Mukim. Selain sebagai ulama, ayahnya juga seorang pejuang—sebagaimana juga pamannya Tgk. Muhammad Sa’id. Di samping itu juga, kerabat dekat Tgk. Haji Muda adalah tokoh-tokoh besar perjuangan Aceh, yaitu Tgk. Syeikh Muhammad Saman (Tgk. Chik di Tiro) dan Tgk. Chik Pante Geulima di Meureudu.5 Darah ulama Abu Krueng Kalee juga mengalir dari keluarga ibunya yang bernama Nyakti Hafsah, bahkan gelar ―Krueng Kalee‖ yang menyemat pada namanya sebenarnya berasal darinama kakek dari pihak ibunya. Kakeknya bernama Tgk. Syeikh Ismail atau lebih dikenal dengan panggilan Tgk. Chik Krueng Kalee II.6

Abu Krueng Kalee memiliki dua orang saudara kandung, yaitu Abdul Wahab dan Asiah. Abu Krueng Kalee adalah anak sulung dari tiga bersaudara ini. Dua saudaranya itu tidak begitu dibicarakan karena mereka telah lebih dahulu meninggal dunia. Asiah meninggal dunia ketika masih kecil, sedangkan Abdul Wahab meninggal dunia setelah enam bulan menuntut ilmu agama di Mekkah.7

Walaupun berasal dari Krueng Kalee, Abu Hasan pernah menghabiskan masa kecilnya di Langgoe bersama ibunya dan adiknya, Abdul Wahab. Karena setelah ayahnya syahid di Paru, mereka memutuskan untuk tetap tinggal di kampung tersebut demi alasan keamanan. Setelah situasi lebih aman, baru mereka kembali ke Krueng Kalee. Pengalaman masa kecil di Langgoe ternyata memberikan kesan mendalam bagi Abu Hasan, sehingga sampai akhir hayatnya pun Ia masih sering singgah di Langgoe untuk sekedar menginap dan bersilaturahmi dengan masyarakat sekitar. Tgk. Daud Zamzami, salah seorang murid Abu Krueng Kalee, suatu kali menceritakan bahwa Ia sering menginap di meunasah dan menyalami dengan pelapis kain semua wanita yang

4

Razali, M. F., Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee, Banda Aceh: YayasanDarulIhsanTgk. H. Hasan Krueng Kalee, 2010, h. 3

5

Razali, M. F, Teungku Haji..., h. 4-5.

6

Razali, M. F, Teungku Haji..., h. 9

7

(4)

184

bersilaturahmi dengannya. Ini dilakukan karena ia menganggap semua wanita itu sebagai keluarga yang dahulu telah memelihara dan membesarkan dirinya.8

a. Pendidikan

Sebagaimana layaknya setiap anak, guru pertama mereka adalah ibu mereka sendiri. Namun dalam kasus Abu Krueng Kalee, kesan ini lebih mendalam karena ayahnya telah meninggal dunia semenjak kecil, sehingga Nyakti Hasan mengambil peran guru—dalam arti sebenarnya. Ibunya mengajarkannya dan juga anak-anak lain di pengungsian membaca Al-Quran, cara-cara ibadah dan juga pengetahuan dasar Islam lainnya. Setelah dirasa cukup belajar langsung dari ibunya, Abu Krueng Kalee meningkatkan ilmu-ilmu dasar Islam lainnya seperti Fiqh, Nahu, Saraf, Tarikh Islam, Hadis, dan Tafsir pada Tgk. Chik di Keuboek Siem dan kemudian pada Tgk. Chik di Lamnyong.

Pada Sekitar umur 20 tahun, tidak puas dengan ilmu yang dimilikinya, Abu Krueng Kalee melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi ke Madrasah Al Irsyadiyahal Diniyah di Yan, Kedah, Malaysia. Madrasah ini didirikan dan dipimpin oleh Tgk. Muhammad Arsyad Ie Leube, atau bergelar Tgk. Di Bale’. Keputusan ini diambil karena situasi keamanan yang semakin berbahaya akibat invasi Belanda. Terlebih setelah beberapa ulama karismatik syahid dalam pertempuran melawan Belanda. Sehingga pengiriman calon ulama-ulama yang masih muda ke negeri seberang dianggap langkah yang penting untuk mempersiapkan penerus estafet peran ulama di Aceh. Disamping itu, daerah Yan, Kedah juga sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat Aceh saat itu, baik sebagai tempat menuntut ilmu, pengungsian perang atau pun perniagaan.9Selain alasan keamanan, pemilihan sekolah ini juga masuk akal karena pendiri Madrasah Al Irsyadiyah Al Diniyah sendiri merupakan mantan murid kakek Abu Krueng Kalee, Tgk. Syeikh Ismail.

Selama kurang lebih tiga tahun (1905 – 1908)belajar Madrasah ini, Abu Hasan menyelesaikan kitab-kitab tinggi Arab dan Jawi dibimbing langsung olehTgk. Di Bale’, dan juga belajar ilmu Qiraat Al-Quran dari Tgk. Chik Omar di Yan. Setelah tiga tahundi Kedah, selayaknya seorang ulama yang tidak pernah puas dengan ilmu yang dimilikinya, Abu Hasan berangkat ke Mekkah untuk berhaji sekaligus menambah ilmu agamanya. Sebelum berangkat ke Mekkah, ia menyempatkan diri untuk singgah di Aceh. Ia ingin berpamitan dan sekaligus mengajak adiknya, Abdul Wahab, sama-sama belajar di Mekkah. Sayangnya, adik Abu Hasan meninggal dunia setelah enam bulan menetap di Mekkah. Walaupun demikian, ia tetap melanjutkan tahqiq ilmu dari ulama-ulama yang mumpuni disana. Dari guru-guru ini, ia tidak hanya belajar ilmu agama dan sejarah Islam, tapi juga belajar ilmu falak. Pada masa Abu Krueng Kalee masih

8

Razali, M. F, Teungku Haji..., h. 12-13

9

(5)

hidup, ilmu falak ini sangat bermanfaat dalam menentukan awal bulan Ramadan di Aceh. Ia memiliki pendapatnya sendiri mengenai metode rukyatul hilal10. Namun sayangnya, salah satu kekurangan Abu Krueng Kalee adalah tidak meninggalkan tulisan apa pun mengenai ilmu yang penting ini. Begitu juga dengan ilmu-ilmu penting lainnya, Abu Hasan hanya menulis beberapa kitab saja. Kitabnya yang terkenal adalah ―Risalah Lathifah fi Adab alZikrwat Tahlil wa Kaifiah Tilawah Al Shamadiyahal Irsyad al Habib Abdullah al Haddad alHadramialTuraimy‖. Kitab tasawuf penting ini berisi tentang panduan amalan dan cara tara zikir dan ber-tahlil menurut Tarekat Al-Hadadiyah. Sedangkan tulisan-tulisan lain belum diterbitkan, seperti Jawahir al Ulum fi Kasyfi Al

Ma‟lum, An „AmatualFaidhahfiIsti‟maaliQa‟idatialRabithah, dan

SiraajusSaalikin „ala Minhaajil „Abidin.

Setelah selesai dari Mekkah, sekitar tahun 1915 Abu Krueng Kalee kembali ke Madrasah Al-Irsyadiyah di Yan untuk mengajar. Disinipula, ia bertemu dengan istri pertamanya, Tgk. Nyak Safiyah (Nyakmo). Dari perkawinan ini, Abu Hasan dianugerahi delapan orang anak; enam putra dan dua putri. Dari perkawinannya yang kedua dengan Aisyah (Nyak Timu) sekitar tahun 1926, ia memiliki lima orang anak; tiga putra dan dua putri. Sedangkan dari pernikahan dengan Nyak Awan—menikah sekitar tahun 1932—ia memiliki tiga orang anak; satu putra dan dua putri.Setelah menikah dengan Nyakmo di Yan,Abu Hasan kembali ke Aceh untuk mengajar di Meunasah Baroe.11

C. Peran dalam Pendidikan

Jika berjalan di kawasan Peunayong, Banda Aceh maka tidak mengherankan jika kita menemukan sebuah jalan bernama Tgk. H. M. Hasan Krueng Kalee. Ini adalah salah satu bentuk penghargaan Pemerintah Aceh kepada tokoh pendidikan Aceh ini, karenaia memiliki pengaruh besar dalam dunia pendidikan agama Islam di Aceh. Nama Abu Krueng Kalee tidak hanya terkenal di Aceh saja, tapi juga di ibukota Indonesia, Jakarta. Karena dalam beberapaacara dan pertemuan, Presiden Soekarno beberapa kali pernah mengundang Abu Krueng Kalee untuk ditanyakan pendapat. Juga, ia pernah menjadi Anggota Konstituante RI mewakili Partai PERTI (Persatuan Tarbiyah Islam) dari tahun 1955 sampai 1959.

Lahir, tumbuh dan berkembang di keluarga ulama dan pejuang membuat Abu Hasan memiliki tanggung jawab besar terhadap rakyat Aceh. Kesadaran ini merupakan motivasi besarnya untuk terus berkontribusi kepada umat Islam khususnya dalam bidang pendidikan dan juga politik. Setelah mendapatkan banyak pengalaman mengajar di Madrasah gurunya di Yan, Kedah dan juga Dayah pamannya di Meunasah Baro, Abu Hasan memutuskan untuk mendirikan dayahnya sendiri di Meunasah Blang, Siem. Dayah ini kira-kira didirikan pada tahun 1917, diatas tanah wakaf seorang warga dan tanah yang dibelinya sendiri.

10

Razali, M. F, Teungku Haji..., h. 25

11

(6)

186

Pendirian dayah ini adalah langkah yang sangat strategis, terutama mengingat kondisi Indonesia dan Aceh pada saat itu yang belum bebas dari penjajahan Belanda. Karena semenjak ratusan tahun sebelumnya, institusi dayah memiliki beberapa fungsi penting. Pertama sebagai lembaga pendidikan Islam, pencetak ulama dan produsen karya-karya islami. Dayah-dayah di Aceh semenjak masa kejayaan Kerajaan Islamnya, telah lama terkenal di Asia Tenggara karena menjadi daerah tujuan belajar Islam dan juga berhasil menciptakan ulama-ulama yang mumpuni. Sebagai contoh adalahSyekh Muhammad Yusuf Al Makassari (1626-1899), ia mempelajari Tarekat Qadiriyah di Aceh.Begitu juga denganSyekh Burhanuddin dari Minangkabau, yang terkenal mendakwahkah Islam di Ulakan, Minangkabau, ia juga pernah belajar dengan SyekhAbdurrauf Al-Singkili, yang mengembangkan tarekat Syathariah. Dayah Aceh juga banyak memproduksi karya-karya Islami yang menjadi rujukan ahli-ahli yang datang setelah masa mereka. Naquib Al-Attas, menjelaskan bahwa Hamza Fansuri telah berkontribusi secara signifikan dalam mengembangkan bahasa melayu di dunia Melayu.

Fungsi Dayah yang kedua adalah sebagai benteng pertahanan dari invasi pemerintahan kolonial Belanda. Sebagaimana dijelaskan di awal, ketika pemerintahan gagal atau rapuh, maka ulama-ulama, sebagai pemimpin-pemimpin lokal, selalu berada pada barisan depan dengan masyarakat untuk mempertahankan tanah air. Bahkan dayah sering menjadi lumbung-lumbung pejuang kemerdekaan Indonesia.Uleebalang, pemimpin dari kalangan bangsawan, dan ulama, pemimpin dari kalangan agamis, sering berkolaborasi ketika berperang menghadapi Belanda. Sebagai contoh adalah Teuku Panglima Polem yang berhasil membujuk Tgk. Abdul Wahab Tanoh Abee agar membantunya berperang melawan Belanda. Begitu juga dengan Tgk. Muhammad Saman—lebih dikenal dengan Tgk. Chik di Tiro—awalnya adalah seorang guru dayah namun kemudian dipilih menjadi pimpinan militer melawan invasi Belanda. Ketiga, Dayah berfungsi sebagai lembaga perubahan dalam masyarakat. Islam adalah agama yang mendakwahkah nila-nilai kebaikan yang kerangka berpikirnya berasal dari Al-Quran dan hadis. Semenjak kedatangannya, misi Nabi Muhammad saw. adalah agen perubahan sosial (socialreformer) yang mengarahkan atau mengubah dari tradisi jahiliah ke tradisi yang lebih humanis dan bermartabat. Fungsi seperti inilah diperankan oleh dayah dan ulama yang berada di dalamnya12.

Fungsi-fungsi dayah inilah yang terus dihadirkan oleh Abu KreungKalee dalam menjalankan dayahnya di Siem. Ia menerapkan metode belajar yang persuasif, suri teladan, penuh dengan ketegasan dan kedisiplinan. Dimulai dari hanya sebuah Bale’ besar yang berfungsi sebagai tempat Shalat berjamaah dan juga mengajar pengajian, dayah ini secara perlahan terus berkembang seiring dengan bertambahnya murid yang berdatangan. Mereka membangun bilik-bilik secara mandiri sebagai tempat tinggal mereka. Terdapat penambahan jumlah

12

(7)

murid yang cukup signifikan semenjak awal didirikan tahun 1917 hingga tahun 1942. Syekh Marhaban, anak Abu Krueng Kalee, mengatakan bahwa terdapat sekitar 1000 santri yang pernah berguru di dayah Abu Krueng Kalee tersebut dalam kurun waktu tersebut. Terdapat juga santri-santri yang datang dari luar Aceh, seperti Riau, Minangkabau dan juga Sumatera Utara.

Metode pengajaran Abu Hasan menitikberatkan pada kedisplinan dan ketekunan. Ia tidak mentoleransi keterlambatan dan juga ketidakdisplinan. Ia tidak segan menutupbalee dan mengabaikan tamu yang ingin menjumpainya jika tamu tersebut sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan. Hal ini pernah terjadi pada Tgk. Nyak Arif, Hulubalang (hulubalang) mukim XXVI yang terlambat menghadiri janji yang telah dibuatnya. Abu Hasan tidak segan-segan menolak bertemu dengan Tgk. Nyak Arif karena telah terlambat dari waktu yang telah disepakati.13 Contoh lainnya, Abu Hasan melarang murid-muridnya untuk merokok. Karena menurutnya merokok adalah tindakan yang mubazir dan membahayakan tubuh. Oleh karena itu jika terdapat santrinya yang melanggar peraturan tersebut, Abu Hasan tidak segan langsung menghukum mereka. Suatu waktu, ia mendapatkan bekas puntung rokok di halaman dayahnya. Karena tidak ada yang mengakuinya, Abu Hasan kemudian memerintahkan santrinya untuk mengikat puntung rokok kecil tersebut degan tali sabut kelapa untuk diboyong bersama oleh seluruh santri ke dalam toilet dayah.14

Sikap Abu Krueng Kalee terhadap masyarakat ketika menyelesaikan permasalahan agama di dalam masyarakat juga sangat menarik dan bijaksana. Misalnya adalah tindakan beliau ketika mengajak masyarakat agar kembali mengikuti ShalatJumat di Mesjid Raya Baiturrahman yang baru saja dibangun kembali oleh pemerintahan kolonial Belanda. Banyak masyarakat Aceh saat itu yang ragu-ragu melaksanakan ShalatJumat di Mesjid Raya Baiturrahman karena mesjid tersebut dibangun kembali oleh kaphe Belanda. Menyikapi permasalahan ini, Abu Krueng Kalee kemudian memutuskan untuk beberapa kali ShalatJumat di Mesjid Raya Baiturrahman. Kemudian ia baru menjelaskan kepada masyarakat bahwa tidak ada masalah dalam hukum Islam untuk ShalatJumat di Mesjid Raya Baiturrahman. Ia kemudian mencontohkan Mesjid Hagia Sofia yang ada di Turki. Bangunan ini sebelum menjadi mesjid adalah sebuah gereja, namun setelah penaklukan Konstantinopel, bangunan tersebut dialih fungsikan menjadi mesjid setelah figur-figur Kristiani di lapisi dengan cat dan semen.15

Sikap bijaksana Abu Hasan juga tampak jelas ketika hendak mengubah tradisi khauriblang yang sarat dengan khurafat. Ia tidak melarang masyarakat untuk tetap melakukan tradisi tersebut, melainkan hanya menyarankan agar mengubah beberapa bagian ritual dari tradisi tersebut. Seperti memperlakukan lembu yang akan disembelih dengan baik dengan tidak menyiksanya sebelum disembelih. Beliau juga meluruskan pengetahuan keislaman yang dipahami oleh masyarakat sekitar. Sikap dan respons yang ditunjukkan oleh Abu Hasan

13Razali. M.F. Teungku Haji…

, h. 65

14

Razali, M. F, Teungku Haji..., h. 62

15

(8)

188

membuat masyarakat semakin simpatik dan menghormati beliau sebagai seorang ulama yang bijaksana.

D. Peran dalam Perpolitikan.

Kehadiran dan respons Abu Krueng Kalee dalam kancah perpolitikan adalah sisi lain yang sangat menarik untuk dicermati. Karena sebagai seorang ulama karismatik, secara otomatis ia telah memiliki kapital sosial yang besar, dan otomatis terbuka pula jalan menuju kekuasaan. Namun potensi ini beliau gunakan tidak untuk kepentingan pribadinya, tapi ia manfaatkan untuk menunjukkan sikap ketegasan Islam merespons keadaan zamannya saat itu. Halini tampak dari beberapa peristiwa penting, di mana peran beliau sebagai ulama karismatik Aceh harus terlibat langsung dalam pengambilan keputusan penting bagi negara Indonesia.

Setelah Presiden Soekarno mengumumkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia langsung menghadapi ujian berat dari pemerintahan kolonial Belanda. Mereka tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan ingin melangsungkan agresi militer merebut kembali Indonesia. Mengetahui perihal ini, Abu Krueng Kalee bersama dengan Tgk. Daud Bereueh, Tgk. Hadji Dja’far Sidik dan Tgk. Hadji Ahmad Hasballahindrapuri langsung mengeluarkan maklumat ulama seluruh Aceh. Maklumat ini berisi tentang dukungan ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia dan Presiden Soekarno, serta menghimbau seluruh rakyat Aceh agar bersatu dan bahu membahu mempertahankan Indonesia, agar Belanda tidak bisa menghapus agama Islam yang suci. Maklumat ini juga mengisyaratkan bahwa perang melawan agresi Belanda termasuk perang suci (Perang Sabil).16Pada tanggal 25 Oktober 1945, Abu Krueng Kalee juga mengeluarkan maklumat atas nama pribadinya sendiri dalam bahasa Arab jawi. Isi dari maklumat ini tidak jauh berbeda dengan maklumat sebelumnya. Namun berita invasi Belanda ke Surabaya pada tanggal 10 November 1945 membuat para ulama merasa maklumat tersebut belum cukup kuat untuk menggalang dukungan. Maklumat ini menjadi motor penyemangat rakyat untuk melucuti senjata perang dari Jepang.17 Selanjutnya pada tanggal 17 November 1945, sekitar 600 ulama dan tokoh masyarakat kabupaten Pidie menggelar sebuah rapat pembentukan Barisan Mujahidin.18 Dayah Meunasah Blang kemudian beralih fungsi menjadi markas Laskar Mujahidin untuk wilayah Aceh Besar, di mana Abu Krueng Kalee sendiri yang menjadi koordinator dan ketua.19

16

Hasjmy, A. Peranan Islam dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta: Bulang Bintang, 1976. h. 109

17

Alfian, dkk. Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Aceh (1945 – 1949), Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982. h. 54

18

Razali, M. F. Teungku Haji..., h. 92. LihatjugaAmiruddin, M.H. Theresponse...h. 33

19

(9)

Pengorbanan Abu Hasan, baik secara materi dan non-materi demi kemerdekaan Republik Indonesia juga tidak bisa dianggap enteng. Hal ini dilakukan karena motivasi beliau untuk terus melaksanakan tugas sebagaimana perintah Islam untuk membela tanah air.Oleh karenanya, pernyataan Abu KreungKalee untuk menolak bergabung dengan RI20, dalam rapat besar membahas sikap Aceh terhadap tawaran bergabung dengan ―Republik Federasi Sumatera‖ harus dilihat dengan kacamata kontekstual. Abu Hasan menyarankan agar Tgk. Daud Beureueh mengambil tawaran oleh Tgk. Dr. Mansur, karena merasa bahwa Indonesia sudah lumpuh dan tidak memiliki harapan lagi. Karena secara de facto, Belanda sudah menguasai semua daerah Indonesia kecuali Aceh. Ditambah lagi sepertinya Abu Krueng Kalee tidak mempercayai janji-janji yang diberikan oleh Soekarno. Bagi Abu Krueng Kalee, karena kondisi kepemimpinan RI yang sudah vakum itu, maka secara hukum agama, mendirikan negara sendiri adalah langkah yang tepat. Ia mengatakan kepada Daud Bereueh“Kalau mau senang, lepaskan Aceh dari RI, ambil yang baik meskipun itu keluar dari mulut rimueng (harimau)”.Namun usulan ini ditolak oleh Daud Beureueh.

“...Sebab itu, kita tidak bermaksud membentuk suatu Aceh Raya, karena kita di sini bersemangat Republiken. Untuk itu, undangan dari Wali Negara Sumatera Timur itu kita pandang sebagai tidak ada saja, dari karena itu tidak kita balas.”21

Sikap Abu Hasan ini tidak bisa dipahami bahwa beliau tidak ingin bergabung dengan Republik Indonesia atau tidak mendukung pemerintahan Soekarno. Karena pada beberapa kesempatan beliau dengan tegas mendukung posisi Presiden Soekarno sebagai presiden Indonesia. Bahkan, ketika banyak ulama Indonesia menyatakan bahwa kepemimpinan Soekarno tidak sah menurut hukum Islam, Abu Krueng Kalee dan Syekh Muda Wali Al Khalidi menyatakan keabsahan pemerintah Soekarno dengan terminologi “ulil amri

dharuribissyaukah”. Artinya, pemerintahan Soekarno adalah pemerintahan yang sah untuk sementara waktu hingga terbentuknya pemerintahan Islam yang sah dan benar.22 Selain itu, dukungan terhadap Republik Indonesia juga terus ditunjukkannya bahkan ketika harus bertentangan dengan Tgk. Daud Beureueh. Tgk. Daud Beureueh yang kecewa dengan pengingkaran janji Soekarno merasa harus mengangkat senjata menginginkan kemerdekaan Aceh dari Republik Indonesia. Namun Abu Hasan menentang ide tersebut. Ia bahkan mengutuk gerakan DI/TII melalui pernyataan Ulama-ulama besar Aceh pada tanggal 23 September 1953.23 Karena menurutnya, Pemerintahan Indonesia saat itu adalah adalah kepemimpinan yang sah, sehingga melawan pemerintahan yang sah

20

Adan Y. H. Teungku Muhammad DaudBeureueh; Ulama, PemimpindanTokohPembaharuan, Bangi: Penerbit UKM, 2005. h.112

21

Alfian, dkk. Revolusi..., h. 100

22

Razali, M. F. Teungku Haji..., h. 126-127

23

(10)

190

adalah tindakan bughah menurut hukum Islam, dan dapat menyebabkan kerusakan dalam masyarakat.24Ia berkomentar ―Tulongnepeugah bak Tgk. Daud “peuekgeulayangwateenaangen.‖ (Tolong sampaikan pada Tgk. Daud, naikkan layang ketika ada angin).25

Kebijaksanaan Abu Hasan juga terlihat pada cara ia mengambil keputusan pada Perang Cumbok. Sebelum mengambil keputusan yang besar, beliau tetap menemui Teuku Daud Cumbok dan berusaha membujuknya agar menghentikan perang saudara. Padahal secara kasat mata, Teuku Daud Cumbok ini adalah seorang hulubalang yang sangat keras kepala dan tidak menghormati ulama. Teuku Daud Cumbok pernah mengundang ulama kepasar malamnya, di mana ia menghelat perjudian dan mabuk-mabukan. 26 Setelah menemuinya dan memastikan sikap keras kepala Teuku Daud Cumbok ini, baru Abu Krueng Kalee menyetujui peperangan tersebut.

E. Penutup

Tgk. H. Muhamamd Hasan Krueng Kalee adalah seorang ulama karismatik Aceh yang selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip keislaman yang dipercayainya. Dengan mendasarkan pada karakter ini, maka dapat dipahami segala keputusan dan kebijakan yang ia keluarkan dalam bidang pendidikan dan juga politik. Hal ini pula yang terus memotivasi dirinya untuk tetap berkontribusi pada perkembangan ilmu-ilmu Islam yang beredar di Masyarakat Aceh. Keputusannya untuk bergabung ke dalam ranah politik juga merupakan respons terhadap kebutuhan zaman akan figur yang teguh terhadap nilai-nilai Islam.

Daftar Pustaka

Adan, Hasanuddin Yusuf. Teungku Muhammad Daud Beureueh; Ulama, Pemimpin dan Tokoh Pembaharuan. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia, 2005.

Alfian, T. Ibrahim, dkk. Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Aceh (1945 - 1949). Banda Aceh: Department Pendidikan dan Kebudayaan, 1982.

Amiruddin, M. Hasbi. The Response of the Ulama Dayah to the modernization of Islamic Law in Aceh. Bangi: Penerbit UKM, 2005.

Hasjmy, A. Peranan Islam dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Bulang Bintang, 1976.

Reid, Anthony. The Blood of the people. Jakarta: Oxford University Press, 1979.

24

lihatSaby, Yusny. IslamandSocialChange; the Role of the Ulama in AcehneseSociety, Bangi: Penerbit UKM, 2005,h. 126

25

Razali, M. F. Teungku Haji..., h. 116.

26

(11)

Rifai, Sayyid Rami Al. ―Tasawwuf and the World Today.‖ The Islamic Journal, no. 3 (July 2015): 31-39.

Saby, Yusny. Islam and Social Change; the Role of the Ulama in Acehnese Society. Bangi: Penerbit UKM, 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran keberhasilan program Pengabdian Masyarakat UKM Keripik dan Minuman adalah dengan tercapainya target kegiatan ini, adapun target kegiatan ini adalah peningkatan

Jika mengacu pada hasil penelitian Akmaluddin (2014) akan ditemukan simpulan bahwa kesalahan bahasa tulisan yang ditemukan pada dokumen dinas tersebut sebanyak

Berdasarkan latar belakang yang telah di bahas, perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55 (Revisi 2011)

Bank Jateng Cabang Karanganyar, untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan lokasi penelitian lain dan tidak terbatas hanya pelanggan pada industri perbankan

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam (J) memberikan pengaruh terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman umur 2 MST, warna daun umur 5 MST, warna daun umur 7

Pelaksanaan program utama PPL II berada di Bidang DIKMENTAS Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal Kabupaten Bantul, dengan Program “Pendataan APK dan APM SMA

Berdasarkan pengunjian yang dilakukan yaitu deteksi wajah yang diambil berbeda-beda dengan masing-masing mendapatkan perlakuan variasi yang sama yaitu kemiringan sudut

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mastitis dapat menurunkan kadar protein dan lemak susu, sehingga disarankan kepada petani ternak sapi perah untuk