• Tidak ada hasil yang ditemukan

62113079 PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR PADA CONVEYOR PT YTL JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "62113079 PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR PADA CONVEYOR PT YTL JAWA TIMUR"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Akhir

Perancangan Peletakan

Sprinkler

Dan

Detector

Pada

Conveyor

PT. YTL Jawa Timur Sebagai Upaya Untuk Pencegahan Dan

Penanggulangan Bahaya Kebakaran

ELY SANDI YUDHA

NRP.6507040022

PROGAM STUDI

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

(2)

TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PELETAKAN

SPRINKLER

DAN

DETECTOR

PADA

CONVEYOR

PT. YTL JAWA TIMUR SEBAGAI UPAYA

UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA

KEBAKARAN

(Study Kasus PT. YTL Jawa Timur)

Ely Sandi Yudha

NRP. 6507040022

PROGAM STUDI

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 dan 6. Bahan bakar yang digunakan yaitu batu bara, sedangkan batu bara itu di angkut dari jetty

sampai bunker melalui conveyor. Conveyor ini sering terjadi kebakaran seperti yang terjadi pada conveyor EAC 41, kasus kebakaran di conveyor juga pernah terjadi tahun 2007 di PT. YTL Malaysia. Sehingga perlu perancangan system sprinkler dan detector agar lebih efektif untuk memadamkan api secara cepat di

conveyor.

Penelitian ini diawali dengan pengambilan data yang berupa layout conveyor PT. YTL Jawa Timur dan data sprinkler serta detector. Pengolahan data yang dilakukan mengacu pada SNI 03-3985-2000, NFPA 15 dan NFPA 850 meliputi menghitung jumlah sprinkler yang dibutuhkan, jumlah detektor, menghitung kebutuhan air, menentukan dimensi bak reservoir, menghitung head,

dan daya pompa yang digunakan pada perancangan ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa jumlah kepala sprinkler yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah 1539 buah. Detektor yang digunakan adalah Linear Heat Detector (LHD) dengan temperatur 850C dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor. Pipa yang

digunakan yaitu pipa cast iron dengan total head 1974,72 m. Pompa pada perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk penggerak mulanya adalah 2846,052 hp.Volume persediaan air/reservoir yang di butuhkan adalah 355,25 m3.

Kata Kunci: System sprinkler, Linear Heat Detector (LHD), Pipa, Pompa, dan

(8)

ABSTRACT

YTL East Java Company is firm constituted on PLTU operation and preserve area to unit 5 and 6. Fuel that is utilized which is smolder stone; meanwhile that smolder stone is transported from jetty until bunker via conveyor. This Conveyor often happens burn up as one of happening on conveyor EAC 41, fire case at conveyor also has once happened year 2007 at YTL Malaysia. So needs to design sprinkler system and detector that more effective to turn off fire rapidly at conveyor.

This research is started by downloading the data such as YTL East Java company conveyor layout and sprinkler and detector data. Data processing that doing to point on SNI 03 3985 2000, NFPA 15 and NFPA 850 covers to account total sprinkler one that is needed, total detector, accounting amount of water required, determining reservoir font dimension, account head, and pump energy that is utilized on this scheme.

Based on observational result that already been done, it is said that the amount sprinkler heads that is 1539 numbers. Detector that is utilized is linear Heat Detector (LHD) with temperature 850C and Ambience temperature

reaches 450C on conveyor area. Pipe that is utilized which is cast iron pipe with

full scale head 1974,72 m. Pumps on this sprinkler system installation design is 2371,71 hp, meanwhile for its beginning drive is 2846,052 hp. Volume of water supply / reservoir one that at needs is 355,25 m 3 .

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya tercurah kepada ALLAH SWT yang telah berkehendak memberikan karunia serta nikmat-Nya berupa terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik sebagai persyaratan kelulusan tahap Diploma Empat di Jurusan Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tiada daya dan upaya dari penulis seorang untuk menyelesaikan semua ini tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penghargaan serta ucapan terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada:

1. Seluruh keluarga besarku terutama kedua orang tuaku Nasiruddin dan Aida Yunining yang tercinta dan adik-adikku (Ary, Angga, & Ratu) atas doa, kasih sayang, cinta, kesabaran, ketulusan dan pengertiannya yang senantiasa tercurah untuk Ananda dan semoga selalu dalam bimbingan Allah SWT serta Barokah-NYA. Amien Ya Robb...

2. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

3. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

4. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing penulis selama pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini.

5. Bapak Moch. Luqman Ashari, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar membantu mengarahkan penulis selama masa pengerjaan Tugas Akhir ini.

(11)

7. Seluruh staff karyawan Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya yang telah membantu penulis dalam kelancaran administrasi selama masa perkuliahan.

8. Bapak Josman Ginting selaku Section Head Health and Safety Engineering di PT. YTL Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk bisa melaksanakan on the job training di PT. YTL Jawa Timur.

9. Bapak Moch. Subagiyo, S.KM dan Bapak Mugi Santoso ST. selaku pemimbing lapangan di PT. YTL Jawa Timur yang telah membantu kelengkapan data dari penelitian ini serta bantuan pikiran selama pengambilan data dan proses pengerjaan Tugas Akhir ini.

10. Bapak Kasim Ari, Bapak Miftahul Huda dan Seluruh Karyawan di Coal Plan PT. YTL Jawa Timur yang telah banyak membantu memberikan masukan dan ide-ide selama pengerjaan Tugas Akhir ini.

11. Bundaku tercinta Arin yang telah banyak memberikan motivasi, masukan serta dengan sabar menemani Ayah setiap ada masalah selama pengerjaan Tugas Akhir ini. Makasih ya sayank…

12. Temen – temen ku “NIKKAPALA ’07, mas & mbak serta adek” yang telah membesarkan ku tentang organisasi dari tidak tahu apa2 sampek bisa organisasi walaupun sedikit tahu tentang pahit manisnya organisasi.

Berani dan Bangga!!!

13. Teman–temanku “K3 ’07” di PPNS-ITS yang kompak mendukung satu sama lain. Aku sangat bangga bersama dengan kalian selama kurang lebih empat tahun ini, kalianlah teman terbaikku selama ini yang tidak akan aku lupakan selamanya. Vivat ITS . . .

14. Teman–teman senasib dan seperjuangan, Doni, Bagus, Fuad, Luthfi, Aga, Saad dan yang lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

(12)

16. Teman–teman kost Jl. Semampir Tengah No. 25 Semolowaru, yang telah menemani dan membantu dengan sabar serta atas kritik dan sarannya. Tak lupa juga buat ibu kostQ yang uda mau jadi ibu ke-2 ku di surabaya, terima kasih ya bu atas doa dan semuanya.

17. Pihak–pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu kelancaran Tugas Akhir ini dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini.

Semoga ALLAH SWT selalu mengaruniakan kebaikan dan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diberikan. Penulis penyadari banyaknya kekurangan selama pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan agar pada penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi. Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali semua ikhtiar ini dapat bermanfaat dan tidak meninggalkan kesia-sian. Semoga ALLAH SWT meridhoi.Amien…

Surabaya, 21 Juli 2011

(13)
(14)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTARGAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 3

1.5 BATASAN MASALAH ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPONEN CONVEYOR ... 4

2.1.1 Jenis-jenis Conveyor ... 4

2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor ... 5

2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN ... 6

2.2.1 Fenomena Kebakaran ... 7

2.2.2 Teori Dasar Tentang Api ... 8

2.2.2.1Teori Segitiga Api (Triangle of fire) ... 8

2.2.2.2Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) ... 9

2.2.3 Klasifikasi Kebakaran ... 11

2.2.4 Bahaya Kebakaran ... 13

2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api ... 14

2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian ... 15

2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API ... 16

2.4 SISTEM DETECTOR... 16

2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran ... 18

(15)

2.4.1.2Detektor Panas (Linear Heat Detector) ... 21

2.4.1.3Detektor Nyala Api ... 24

2.5 SISTEM SPRINKLER... 25

2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler ... 25

2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler ... 26

2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler ... 27

2.5.3.1Letak Kepala Sprinkler ... 27

2.5.3.2Spesifikasi Kepala Sprinkler ... 32

2.5.4 Sistem Perpipaan ... 35

2.5.4.1Jenis Sistem Pipa Sprinkler ... 36

2.5.4.2Klasifikasi Sistem Pipa Tegak ... 37

2.5.4.3Susunan Pipa Instalasi Sprinkler ... 38

2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler ... 38

2.5.5.1Persyaratan Umum ... 38

2.5.5.2Syarat Penyambungan ... 38

2.5.5.3Sumber Penyediaan Air ... 41

2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler ... 41

2.5.6.1Spesifikasi Pompa ... 41

2.5.6.2Daya Pompa ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL ... 48

3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA ... 48

3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA ... 48

3.3.1 Pengolahan Data Kualitatif ... 48

3.3.2 Pengolahan Data Kuantitatif ... 48

3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN ... 50

3.4.1 Analisa ... 50

3.4.2 Kesimpulan ... 50

3.5 FLOWCHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR ... 51

(16)

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA ... 53

4.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA ... 53

4.2.1 PerencanaanJumlah dan Peletakan Sprinkler ... 54

4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler ... 56

4.2.2 Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak Penampung Air .... 58

4.2.3 Perhitungan Sistem Perpipaan ... 59

4.2.3.1Pipa Isap (Suction) ... 59

4.2.3.2Pipa Utama Pengeluaran (Discharge) ... 61

4.2.3.3Head Kerugian Total ... 65

4.2.3.4Head Statis (Ha) ... 65

4.2.3.5Head Tekanan (Δhp) ... 65

4.2.3.6Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler ... 66

4.2.4 Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler ... 66

4.2.4.1Daya Pompa ... 67

4.2.5 Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis ... 68

4.2.5.1Detector (Linear Heat Detector) ... 68

4.2.5.2Alarm ... 59

4.2.5.3Titik Panggil Manual ... 70

4.2.5.4Alarm Fire Control Panel ... 70

4.3 ANALISA DATA ... 71

4.3.1 Analisa Perencanaan Sprinkler ... 71

4.3.2 Spesifikasi Perpipaan ... 72

4.3.3 Penentuan Sistem Pompa ... 73

4.3.4 Pemilihan Detektor ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ... 75

5.2 SARAN ... 76

(17)
(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor ... 5

Gambar 2.2. Belt Conveyor Pltu Paiton Unit 5 Dan 6 ... 6

Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran ... 7

Gambar 2.4. Segitiga Api ... 9

Gambar 2.5. Bidang Empat Api ... 10

Gambar 2.6. Pendekatan Ionisation Detector ... 18

Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector ... 19

Gambar 2.8 Light Scatter Detector ... 20

Gambar 2.9 Detector Dan Obscuration Detector ... 21

Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler ... 23

Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery ... 23

Gambar 2.12 Penempatan Kepala Sprinkler Tambahan ... 27

Gambar 2.13 Jarak Kepala Sprinkler Terhadap Balok ... 28

Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler ... 31

Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler ... 31

Gambar 2.16 Tangki Gravitasi ... 39

Gambar 2.15 Tangki Bertekanan ... 40

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir ... 51

Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler ... 55

Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler ... 56

Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir) ... 60

Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor ... 70

Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor ... 70

Gambar 4.6 Alarm ... 71

Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button) ... 71

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran ... 12

Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) ... 22

Tabel 2.3 Kuda-kuda ... 29

Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler ... 33

Tabel 2.5 Konstanta “k” ... 33

Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala springkler ... 33

Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler ... 34

Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan ... 35

Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan air jenuh di atas 1000 C) ... 43

Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan ... 52

Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur ... 53

Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area ... 58

(21)
(22)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

1.1 Surat Ijin Pengambilan Data Tugas Akhir 1.2Accident Record PT YTL Jawa Timur

1.3 Data Kecelakaan PT YTL Jawa Timur & PT IPMOMI

1.4 Layout Conveyor

LAMPIRAN 2

2.1 Gambar Perancangan Ulang Conveyor

2.2 Gambar Peletakan Sprinkler

2.3 Gambar Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 3

3.1 Kepadatan Pancaran

3.2 Kapasitas Minimum Dari Volume Bak Penampang

LAMPIRAN 4

4.1Catalog Diameter 4.2 Sifat Fisik-Fisik Air

4.3 Relative Roughness For Pipe

LAMPIRAN 5

5.1 Bilangan Reynold

5.2 Koefeisien Kerugian Katup 5.3 Efesiensi Standart Pompa

LAMPIRAN 6

6.1 Data Detektor Yang Digunakan

LAMPIRAN 7

7.1 Data Sprinkler Yang Digiunakaan

LAMPIRAN 8

8.1 Perhitungan Sistem Sprinkler 8.2 Perhitungan Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 9

9.1 Spesifikasi Pompa

(23)
(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebakaran merupakan bencana yang disebabkan oleh api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian yang besar baik berupa harta benda maupun jiwa manusia. Saat ini kebakaran sudah menjadi masalah nasional, karena bukan saja merugikan pribadi secara individual, melainkan meliputi instalasi atau sarana vital yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik, pelabuhan, dan instalasi-instalasi lain yang vital dan sangat mahal harganya. Faktor terbesar yang menyebabkan kebakaran adalah adanya nyala api dan listrik.

Sesuai dengan ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3 penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang 1 tahun 1970 yang tersirat pada konsideran UU 1/70 yaitu tentang tujuan umum K3 yang termasuk penanggulangan kebakaran yang bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset perusahaan dan lingkungan

masyarakat. Dan yang tertera pada ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b,d,q bahwa penanggulangan kebakaran meliputi pencegahan, pengurangan dan pemadaman kebakaran, memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu kebakaran serta pengendalian penyebaran panas, asap dan gas. Selain itu pada Kepmenaker 186/Men/1999 yang menjelaskan bahwa perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja.

PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 & 6 Paiton. Daya listrik yang dihasilkan dari keseluruhan PLTU berasal dari energi pembakaran batu bara (coal) yang telah mengalami proses yang panjang mulai dari Jetty, stock pile, kemudian batu bara (coal) akan di distribusikan ke

(25)

menimbulkan listrik statis. Contoh kasus yang pertama yaitu pada Belt conveyor EAC 41 yang stand by terbakar karena ada sisa debu batu bara, kasus kedua dinding tripper floor terbakar dari akumulasi debu, kasus ketiga

dedusting filter terbakar karena ada timbunan debu batu bara, dan kasus keempat terjadi hot spot di stock pile unit 5&6 PT YTL Jawa Timur tahun 2010. Kasus kebakaran ini juga pernah terjadi pada tahun 2007 di PT YTL Malaysia bahkan sampai membakar seluruh conveyor. Pada oktober 2010 juga terjadi kebarakaran pada conveyor PT IPMOMI. Karena sering terjadi kebakaran di conveyor maka PT IPMOMI merancang sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti APAR dan hydrant namun itu semua kurang efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor sehingga perlu perancangan system sprinkler dan detector. Sekarang PT IPMOMI sudah mempunyai APAR, hydrant, system sprinkler dan detector pada conveyor.

Berdasarkan pengamatan terhadap kasus–kasus kebakaran selama ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah bahwa sistem proteksi kebakaran tidaklah cukup hanya dengan penyediaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidrant yang disebut sebagai sistem proteksi aktif. Masih diperlukan sarana proteksi lainnya yakni sprinkler dan

detector untuk mendukung APAR dan Hidrant sebagai sistem proteksi aktif. Pada conveyor PT YTL Jawa Timur belum terdapat sprinkler dan detector.

Maka penelitian ini adalah melakukan perancangan sprinkler dan detector.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian:

1. Bagaimana rancangan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

2. Bagaimana rancangan sistem detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur

3. Bagaimana rancangan perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

4. Bagaimana rancangan pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur

5. Bagaimana rancangan dimensi reservoir atau bak penampung air pada

(26)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Merancang sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

2. Merancang system detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

3. Merancang perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

4. Merancang pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

5. Merancang dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi mahasiswa

Sebagai kompetensi dasar yang nanti dapat diterapkan lebih lanjut didalam dunia industri.

2. Bagi Institusi

Sebagai tambahan bahan literatur/referensi bagi semua civitas akademika khususnya yang ada di PPNS-ITS.

3. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang diperlukan ketika terjadi bahaya kebakaran besar yang disebabkan oleh banyaknya timbunan debu batu bara di conveyor dengan temperatur tinggi maka akan terjadi kebakaran yang tidak diinginkan.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:.

1. Perancangan sprinkler dan detector di conveyor PT YTL Jawa Timur.

(27)
(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1KOMPONEN CONVEYOR

2.1.1 Jenis-jenis Conveyor

Berdasarkan kepada jenis material yang akan dipindahkan,

conveyor dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Mesin Pemindah Muatan Curah (bulk load)

Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah: a. Bucket Conveyor

b. Screw Conveyor

2. Mesin Pemindah Muatan Satuan (unit load)

Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah: a. Roller Conveyor

b. Eskalator

3. Mesin Pemindah Muatan Keduanya (unit load dan bulk load) a. Belt Conveyor

b. Appron Conveyor

Berdasarkan transmisi dayanya, conveyor dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

1. Mesin pemidah mekanis 2. Mesin pemindah pneumatis 3. Mesin pemindah hidrolis 4. Mesin pemindah gravitasi

(29)

2.1.2 Pengertian dan Penggunaan BeltConveyor

Pada umumnya, belt conveyor terdiri dari beberapa bagian, yaitu: kerangka (frame) (1), dua buah pulley yang terdiri pulley

penggerak (driving pulley) (2) yang terletak pada head end dan pulley

pembalik (take-up pulley) (3) yang terletak pada tail end, endless belt

(4), idler roller atas (5) dan idler roller bawah (6), unit penggerak (7), cawan pengisi (feed hooper) (8) dipasang diatas conveyor, saluran buang (discharge spout) (9) dan pembersih belt (belt cleaner/scrapper) (10) yangbiasa dipasang didekat pulley penggerak.

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor

(Sumber: Dhani Astarawulan, 2011)

Belt Conveyor berbentuk semacam sabuk besar yang terbuat dari karet yang bergerak melewati Head Pulley dan Tail Pulley, keduanya berfungsi untuk menggerakkan Belt Conveyor, serta

Tansioning Pulley yang berfungsi sebagai peregang Belt conveyor. Untuk menyangga Belt Conveyor beserta bobot batubara yang diangkut dipasang Idler pada jarak tertentu diantara Head Pulley dan

Tail Pulley. Idler adalah bantalan berputar yang dilewati oleh Belt Conveyor. Batubara yang diangkut oleh Conveyor dituangkan dari sebuah bak peluncur (Chute) diujung Tail Pulley kemudian bergerak menuju ke arah Head Pulley. Biasanya , muatan batubara akan jatuh ke dalam bak peluncur lainnya yang terletak dibawah Head Pulley

(30)

juga beberapa aksesori yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitasnya, antara lain:

1. Pengambil Sampel

Dilakukan secara otomatis, jika terdeteksi adanya metal pada batu bara pengambil sampel langsung berhenti.

2. Metal Detector

Merupakan alat untuk mendeteksi adanya logam-logam didalam batu bara yang tercampur pada proses pengiriman.

3. Magnetic Separator

Untuk memisahkan logam-logam yang terkandung dalam batubara pada proses pengiriman.

4. Belt Scale

Untuk mengetahui jumlah tonnase berat batubara yang diangkut oleh Belt Conveyor.

Gambar 2.2 Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6

(Sumber: PT. YTL Jawa Timur)

2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN

(31)

Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur-unsur tersebut adalah oksigen, panas dan bahan mudah terbakar. Tanpa oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar tidak mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tidak akan timbul.

2.2.1 Fenomena Kebakaran

Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran (Sumber: www.indonetwork.co.id, 2010) Penjelasan:

1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencentusnya (source energy) yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali. 2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat

yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api / nyala yang relatif kecil. 3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi,

maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan menjalar bila ada media disekelilingnya.

(32)

periode kebakaran mantap (steady/full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai 600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada temperatur 700°C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan.

6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut dan berangsur–angsur akan padam, yang disebut periode surut (decay).

2.2.2 Teori Dasar Tentang Api

Menurut Bickerdike (1996) api adalah proses pembakaran dengan karakteristit timbulnya emisi panas yang diikuti dengan smoke

dan flame. Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi arang, abu, atau hilang menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan secara kimia.

2.2.2.1 Teori Segitiga Api (Triangle of fire)

Teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau

(33)

Gambar 2.4 Segitiga Api

(Sumber: http://www.pp.okstate.edu, 2010)

Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, maupun gas. Sifat penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan. Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada kesimbangan besaran angka-angka yang menghubungkan segitiga api. Besaran angka-angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada segitiga api tersebut antara lain “flash point, ignition temperature, dan flammable range”.

2.2.2.2 Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire)

Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tiga unsur yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Namun

(34)

Gambar 2.5 Bidang Empat Api (Sumber: www.himarraya.com, 2011)

Studi ini menjelaskan bahwa pembakaran tidak hanya terjadi atas tiga unsur, namun reaksi kimia yang terjadi menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran yaitu : CO, CO2,

SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya

radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH).

Bila ada dua gugus OH, maka akn pecah menjadi H2O

dan radikal bebas O. Dimana reaksinya 2OH → H2O + O

radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai (Cain Reaction Of Combustion). Dari reaksi kimia, selama proses pembakaran berlangsung ini memberikan kepercayaan pada hipotesa baru, dari prinsip segi tiga api kemudian terbentuk bidang empat api. Dimana sisi yang ke empat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi pembakaran.Lebih jelasnya, perbedaan antara Teori Segi Tiga Api dan Tetrahedron Of Fire adalah sebagai berikut:

(35)

 Pada Tetrahedron Of Fire bahan bakar mengalami pemanasan sehingga mengeluarkan gas dan uap yang menyala akibat timbulnya reaksi kimia. Pada akhirnya bahan bakar (fuel) akan terbakar dan habis.

Prosentasi oksigen di atmosfer adalah 21%, namun terkadang pada ruang atau kondisi tertentu prosentasi oksigen dapat berubah. Prosentase oksigen yang dapat membuat api tetap menyala adalah kisaran antara 12% hingga 21%. Api akan padam jika prosentase oksigen kurang dari 12%, sedangkan api akan sulit sekali dipadamkan jika prosentase oksigen diatas 21% karena oksigen dengan prosentase tersebut menjadi bersifat flammable.

Selain ketersediaan oksigen, ketersediaan bahan bakar juga mempengaruhi muncul atau tidaknya api. Bahan bakar dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bakar padat (contoh: kayu, kertas, batu bara, arang, dll), cair (bensin, solar, minyak tanah, alkohol, dll) dan gas (Elpiji, nitrogen oksida, propana).

Oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah menjadi api jika tidak ada panas. Jika suhunya tidak mencukupi, oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah terbakar. Sumber panas yang paling berperan dalam munculnya api adalah matahari. Jadi reaksi antara ketiga unsur tersebut yang menjadi asal mula terjadinya api yang selama ini kita kenal sebagai teori segitiga api.

2.2.3 Klasifikasi Kebakaran

(36)

Standard Amerika yaitu NFPA (National Fire Preventio Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, dan D. Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis material yang terbakar seperti dalam daftar tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran

Standard Amerika (NFPA) Standard Inggris (LPC) Klas Jenis Kebakaran Klas Jenis Kebakaran

A

Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik, dan

sejenisnya.

A

Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang kertas tekstil, plastik dan sejenisnya

B

Bahan cair dan gas, seperti bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk, alkohol, gas alam, gas LPG dan sejenisnya.

B

Bahan cair seperti bensin, solar, minyak tanah, dan sejenisnya.

C Peralatan listrik yg bertegangan. C Bahan gas, seperti gas alam, gas LPG. Transmigrasi. Sifat-sifat dari masing-masing klasifikasi kebakaran diatas adalah:

1. Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara, 2. Klas B (cair), terbakar pada permukaan,

3. Klas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,

4. Klas C atau klas E menurut Standard British, adalah ditinjau dari aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas,

(37)

2.2.4 Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh api yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa, harta benda dan lingkungan (Wahyudi, 1991). Kemudahan suatu zat untuk terbakar ditentukan oleh:

1. Titik nyala (flash point) yakni suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan.

2. Titik bakar (ignition point) yakni suhu dimana zat terbakar dengan sendirinya.

3. Konsentrasi mudah terbakar (flammable limits) yakni daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan.

- Low Flammable Limit (LFL) yakni konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dinyalakan.

- Upper Flammable Limit (UFL) yakni konsentrasi uap tertinggi yang masih dapat dinyalakan.

Jadi daerah mudah terbakar dibatasi oleh LFL dan UFL serta sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan oksidasinya. Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998, bahaya kebakaran diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

1. Bahaya kebakaran ringan (light / low hazard)

Yang termasuk bahaya kebakaran ringan yaitu lokasi atau tempat dimana jumlah class A combustible material termasuk perabot, dekorasi, dan isinya berada dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat dimiliki oleh gedung atau ruangan seperti kantor, ruang kelas, gereja, ruang tamu di hotel atau motel, dan lain-lain. Sejumlah kecil class B

flammable material yang digunakan untuk duplicating machines, art departments dan lain-lain juga termasuk.

2. Bahaya kebakaran sedang (ordinary / moderate hazard)

(38)

sedang bisa seperti ruang makan, mercantile shop, light manufacturing, auto showroom, area parkir, bengkel, dan lain-lain. 3. Bahaya kebakaran berat (extra/high hazard)

Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable material yang ada, di dalam tempat penyimpanan (storage), diproduksi, digunakan, produk akhir, atau dicampur melebihi dan diatas jumlah yang diharapkan pada bahaya kebakaran sedang. Lokasi yang termasu dalam bahaya kebakaran berat bisa seperti pekerjaan yang berhubungan dengan material kayu, vehicle repair, aircraft dan

boat servicing, area memasak, dan tempat penyimpanan serta proses manufaktur seperti painting, dipping, and coating, termasuk penanganan cairan flammable.

2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api

Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan gas berbahaya, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Kondisi geometris ruangan 2. Bahan yang ada

3. Sumber isi

4. Jarak antara sumber api dengan material yang terbakar 5. Karakteristik dari material interior

6. Tipe dan volume material 7. Kondisi dan penataan ruangan

(39)

2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian

Klasifikasi sifat hunian adalah klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan bangunan, banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan terbakarnya, juga ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya. Klasifikasi sifat hunian dibagi atas:

1. Hunian bahaya kebakaran ringan.

Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga menjalarnya api lambat.

2. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I. Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. 3. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.

Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. 4. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.

Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.

5. Hunian bahaya kebakaran berat.

(40)

6. Hunian khusus.

Untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat dimana penggunaan cairan yang mempunyai kemudahan terbakar tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak. Karena keadaan yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh keringanan satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi yang berwenang.

2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API

Dasar-dasar system pemadaman api adalah merusak keseimbangan reaksi api. Hal ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

 Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar.

 Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik normalnya

 Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai dibawah 12 % atau mencegah reaksi dengan oksigen.

2.4SISTEM DETECTOR

Klasifikasi sistem alarm kebakaran meliputi:

1. Manual

2. Otomatik (semi addressable atau fully addressable)

Pada sistem ini hanya sebagian yang bekerja secara otomatis, sedangkan peralatan yang lain masih diperlukan tenaga manusia untuk memadamkan api.

3. Otomatic integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman)

Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan alarm bahaya juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam kebakaran Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:

1. Detektor dan tombol manual (input signal)

(41)

Pada prinsipnya detektor dibedakan menjadi tiga yaitu:

 Detektor asap (smoke detector) tipe foto elektrik dan ionisasi. Alat ini memberi alarm bila terjadi asap diruangan tempat alat dipasang.

 Detektor nyala api (flame detector) tipe ultraviolet dan inframerah. Mendeteksi adanya nyala api yang tidak terkendali dengan cara menangkap sinar ultraviolet ataupun inframerah yang dipancarkan oleh nyala api.

 Detektor panas (heat detector) tipe suhu tetap maupun tipe kenaikan suhu. Mendeteksi adanya bahaya kebakaran dengan cara membedakan kenaikan temperatur (panas) yang terjadi diruangan (Suko Wahyudi,1991).

Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak jangkauan yang efektif sesuai spesifikasinya.

Tombol manual adalah alat yang dapat dioperasikan secara manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.

2. Panel indikator kebakaran (sistem control)

Merupakan pusat pengendali sistem deteksi dan alarm, yang dapat mengindikasikan status standby normal, mengindikasikan signal input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual yang diaktifkan.

3. Alarm audible atau visible (signal output)

(42)

2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran

Untuk kepentingan perancangan ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di bawah ini :

2.4.1.1 Detektor Asap (Smoke Detector)

Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detector dapatdibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

- Ionisation Detector

Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul. Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari kebanyakan api tanpa nyala.

Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionisation detector adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Pendekatan Ionisation Detector

(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)

(43)

Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.

Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector

(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)

Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang . Hal ini berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian

(44)

Bila ionisation detector dapat mengindera produk pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka

optical detector berfungsi untuk mengindera produk pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel-partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar menghasilkan asap.

Optical detector memiliki 2 komponen penting, yaitu sumber cahaya dan photo-electric cell. Berdasarkan cara kerjanya optical detector dapat dibagi menjadi dua, yaitu : Light Scatter Detector dan Obscuration Detector.

1. Light Scatter Detector

Prinsip kerja dari detector jenis ini adalah karena adanya cahaya yang masuk pada photo electric cell. Sumber cahaya dan photo-electric cell berada dalam ruangan yang kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk (tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell).

Gambar 2.8 Light Scatter Detector

(Sumber: Study Lapangan, 2010)

2. Detector dan Obscuration Detector

Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut, sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap

To alarm

Poto electric cell

(45)

kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo electric cell maka dapt mengatifkan aliran listrik dalam circuit detector yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan

relay alarm.

Gambar 2.9 Detector dan Obscuration Detector

(Sumber: Study Lapangan, 2010)

2.4.1.2 Detektor Panas (Linear Heat Detector)

Linear Heat Detector (LHD) merupakan detektor panas

(Heat Detector) yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Linear Heat Detector (LHD) dirancang untuk mengindera adanya kebakran pada tingkatan yang lebih besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini mulai meningkat. LHD ini cocok untuk lingkungan yang daerahnya panas.

Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu kabel sensor yang berdiameter kecil dan modul interface. Kabel sensor dibuat dengan bahan yang koefisien suhunya negatif, dimana perubahan suhu dapat menurunkan ketahanan sensor.

Linear Heat Detector (LHD) ini dapat diaplikasikan diberbagai area diantaranya meliputi:

- Open area protection - Cable trays

(46)

- Belt conveyers

- Floating roof fuel tanks - Cooling towers

- Dust collectors - Dust collectors

- Waste fuel drum storage - Power distribution apparatus - Escalators

1. Spesifikasi

Panas dari api menyebabkan isolasi kabel LHD dapat mencair pada suhu tertentu, yang memungkinkan dua konduktor trouble bersamaan sehingga menimbulkan alarm berbunyi. Spesikasi dari LHD ini bias dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD)

(47)

2. Keuntungan

Kelebihan atau keuntungan dari LHD ini dapat di lihat dari berbagai sisi yaitu mulai dari kefleksibelannya, tahan lama, kehandalannya dan sensitif dalam mengukur suhu.

3. Lokasi Pemasangan di Conveyor Galleries

Untuk mendeteksi awal adanya overheat dari bearing conveyor maka LHD dapat ditempatkan di dekat roller bearing yang bisa dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler

(Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)

Untuk mendeteksi kebakaran menyeluruh di conveyor maka LHD harus dihentikan. LHD ini terletak diatas belt conveyor yang dipasang tidak lebih dari 7 ft (2,13 m). Bisa dilihat pada gambar 2.11

Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery

(48)

2.4.1.3 Detektor Nyala Api

Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api, yaitu:

- Detektor Nyala Api Ultra Violet - Detektor Nyala Api Infra Merah

Detektor Gas adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.

4. Alarm Kebakaran

Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa:

- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).

- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas(Visible Alarm).

- Alarm lamp.

- Alarm pada fire-voice-communication system.

- Firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire brigade.

- Graphic display, untuk mengetahui lokasi kebakaran secara tepat.

5. Titik Panggil Manual

Titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa:

- Titik Panggil Manual secara tuas (full down)

(49)

6. Panel Indikator Kebakaran

Panel indikator merupakan pusat kontrol dari seluruh peralatan fire alarm system untuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator.

7. Zone Detection

Adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu kelompok detektor.

2.5SISTEM SPRINKLER

Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis dengan memancarakan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran. Instalasi

sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran.

2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler

Klasifikasi sprinkler dibagi menjadi dua macam berdasarkan Standar Kontruksi Bangunan Indonesia (SKBI 3.4.53.1987), yaitu: 1. Berdasarkan arah pancaran:

Pancaran keatas Pancaran kebawah Pancaran arah dinding

2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu: 1. Warna segel:

Warna putih pada temperatur 93° C Warna biru pada temperatur 141° C Warna kuning pada temperatur 182° C Warna merah pada temperatur 227° C

Tidak berwarna pada temperatur 68° C / 74° C 2. Warna cairan dalam tabung:

Warna jingga pada temperatur 53° C

Warna merah pada temperatur 68° C

(50)

Warna hijau pada temperatur 93° C

Warna biru pada temperatur 141° C

Warna ungu pada temperatur 182° C

Warna hitam pada temperatur 201° C – 260° C 2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler

Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

1. Sistem Pipa Basah (Wet Pipe System).

Dalam sistem ini, sistem pipa mulai dari sumber suplai air sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke sprinkler sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang pada gedung atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya air membeku dalam pipa.

Untuk sistem pipa ini banyaknya sprinkler yang dipasang dikontrol oleh satu set valve dan tidak melebihi 500 buah untuk tingkat bahaya ringan atau 1000 buah untuk tingkat bahaya kebakaran sedang dan tinggi.

2. Sistem Pipa Kering (Dry Pipe System).

Sistem ini biasanya digunakan dalam suatu bangunan dimana kondisi temperatur berada pada keadaan yang bisa beku, seperti pada ruang pendingin atau temperatur yang dapat dijaga diatas 70° C, seperti oven pengering. Pipa kering tersebut selalu terisi udara dengan tekanan yang cukup untuk menahan air.

3. Alternatif Sistem Pipa Basah dan Pipa Kering (Combined Dry Pipe-Preaction).

(51)

harus diubah fungsinya ke sistem basah dan ini biasanya dapat dilakukan dengan cepat.

4. Sistem Pipa Kering Pada Ujungnya (Deluge System).

Sprinkler untuk sistem ini harus dipasang menghadap kelangit-langit, kecuali jika dijinkan untuk dipasang jenis pendent. 5. Tindakan Awal (Pre-Action System).

sistem ini merupakan gabungan antara standart sprinkler sistem dan pemasangan alat pengindera kebakaran. Pada umumnya detctor panas atau asap akan bekerja lebih dahulu dankatub yang bekerja lebih awal akan terbuka sehingga air mengalir ke pipa sprinkler sebelum sprinkler pertama bekerja.

2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler

2.5.3.1 Letak Kepala Sprinkler

1. Dinding Dan Pemisah

Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m. Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak kepala springkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m. Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala

sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m.

(52)

2. Kolom

Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6 m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan.

3. Balok

Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200 mm, maka kepala springkler boleh dipasang di sebelah atas gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala springkler harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.

Gambar 2.13 Jarak kepala sprinkler terhadap balok (Sumber: SNI 03-3989- 2000)

4. Kuda – Kuda

(53)

Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler boleh ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 200 mm dengan ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda.

Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok kuda-kuda, maka jarak kepala springkler terhadap balok kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kuda-kuda

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

5. Penempatan kepala sprinkler dinding

Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala

(54)

Sepanjang dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 4,6 m. Sistem bahaya kebakaran sedang, 3,4 m (langit-langit tidak tahan api), 3,7 m ((langit-langit-(langit-langit tahan api). Dari ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m, Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m.

6. Jumlah deretan kepala sprinkler

- Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler

sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara 3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan

sprinkler.

- Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya kebakaran sedang) deretan sprinkler harus dipasang selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang berhadapan.

- Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya.

- Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar

(55)

Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler

Luas Sprinkler/perlindungan = R2

Luas Bangunan = PxL ... 2.1 Jumlah Sprinkler = LuasSprinkler/LuasBangunanperlindungan

= R2

PxL

 ... 2.2

Keterangan:

R = Jari-jari sprinkler (1,85 m) P = Panjang conveyor (m2)

L = Lebar conveyor (m2)

Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler

menurut model E Spray nozzles vk 810 – vk 817 yang digunakan adalah 3 meter agar area perlindungan bisa terjangkau seluruhnya. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan gambar yang direncanakan adalah:

(56)

2.5.3.2 Spesifikasi Kepala Sprinkler

Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler

standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala

sprinkler yang terdaftar. Perubahan apapun tidak dibolehkan pada kepala sprinkler setelah keluar dari pabrik. Sifat-sifat aliran kepala sprinkler harus dibedakan dalam tiga hal:

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala

sprinkler pancaran atas.

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala

sprinkler pancaran bawah.

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala

sprinkler dinding.

Kepala sprinkler terbuka boleh digunakan untuk melindungi bahaya kebakaran khusus seperti tempat-tempat terbuka atau untuk tempat khusus lainnya. Kepala sprinkler

dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk daerah atau keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan untuk daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari jumlah yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang mempunyai ulir pipa besi 10 mm tidak boleh dipasang pada sistem sprinkler terbaru.

1. Ukuran lubang kepala sprinkler

(57)

Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler

(Sumber : SNI 03-3989- 2000)

2. Konstanta ”k”

Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala

sprinkler tersebut di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Konstanta “k”

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

3. Tingkat suhu kepala sprinkler

- Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler

(58)

Pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler tidak boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.

- Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi atau pada ruang peragaan tanpa dilengkapi ventilasi harus dari tingkat suhu antara 790C - 1000C.

- Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi peralatan masak jenis komersial, tutup mesin pembuat kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus dari tingkat suhu tinggi.

- Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di atas oven, maka pada langit-langit atau atap tersebut sampai radius 3 m harus dipasang kepala sprinkler

dengan tingkat suhu yang sama dengan 1410C.

4. Jumlah maksimum kepala sprinkler

Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel 2.6 dibawah ini.

Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler

(Sumber : SNI 03-3989- 2000)

5. Persediaan kepala sprinkler cadangan

(59)

Persediaan kepala sprinkler cadangan tersebut paling sedikit adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

Catatan:

Perasediaanan kepala springkler cadangan harus meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala springkler yang terpasang.

Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah persediaan springkler cadangan harus ditambah 50% dari ketentuan tersebut di atas.

2.5.4 Sistem Perpipaan

Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi, sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus di dalam pada interval di jalur pipa utama, sehingga apabila ada perbaikan sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti. Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan dibawah 1000 ft dari sistem.

Pipa utama pemadam air pemadam kebakaran harus dibuat

loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dan sistem kerja

sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut:

- Air tetap dapat didistribusikan ke titik sprinkler

walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.

(60)

2.5.4.1 Jenis Sistem Pipa Sprinkler

1. Dry Pipe System

Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler

otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve. Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka.

2. Wet Pipe System

Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler

otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply). Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler

yang telah terbuka akibat adanya panas dari api.

3. Deluge System

Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler

yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai air melalui suatu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika

valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.

4. Preaction System

Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler

(61)

5. Combined Dry Pipe-Preaction

Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti wet pipe system. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja seperti sistem dry pipe.

2.5.4.2 Klasifikasi Sistem Pipa Tegak

Berdasarkan NFPA 14 - 2000 tentang “Standart for the installation of standpipe, private hydrant and hose system”

menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya:

.1 Sistem kelas I

Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 m (2½ inci) untuk pasokan air yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih

.2 Sistem kelas II

Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam kebakaran selama tindakan awal.

Pengecualian

Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm (1 inci) diizinkan digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.

.3 Sistem kelas III.

(62)

Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III harus berukuran sekurang-kurangnya 100 mm (4 inci). Pipa tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus berukuran sekurang-kurangnya 150 mm (6 inci).

Pengecualian.

Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya adalah 100 mm (4 inci ).

Ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada ujung slang terjauh dengan ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada ujung slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci), dirancang sesuai seperti tertera pada tabel 2.3 perancangan yang menggunakan cara.

2.5.4.3 Susunan Pipa Instalasi Sprinkler

1. Susunan cabang ganda

Susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.

2. Susunan cabang tunggal

Susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.

3. Susunan pemasukan di tengah

Susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran air dari tengah

4. Susunan pemasukan di ujung

(63)

2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler

2.5.5.1 Persyaratan umum

Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan air harus dibawah penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air bersih.

2.5.5.2 Syarat penyambungan

Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti yang diatur dalam bagian ini.

 Tangki gravitasi

Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus memberikan aliran dan tekanan yang cukup.

(64)

 Tangki bertekanan

Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis. Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan jaringan listrik yang melayani kompresor udara.

Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk melayani sistem sprinkler dan sistem slang kebakaran yang dihubungkan pada pemipaan sprinkler. Tangki bertekanan harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara ditambah dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki kecuali ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang.

(65)

2.5.5.3 Sumber Penyediaan Air

- Sumber air untuk kebutuhan hidran dapat berasal dari PDAM, sumur artesis, sumur gali dengan sistem penampungan, tangki gravitasi, tangki bertekanan reservoir air dengan sistempemompaan.

- Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”

- Berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for the Installation of Sprinkler Systems”

2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler

Pompa adalah salah satu alat angkut yang berfungsi untuk memindahkan fluida melalui saluran tertutup dengan mengubah energi mekanis dari pengerak menjadi energi tekan (pressure) terhadap fluida sehingga akan terjadi perpindahan, contohnya seperti menggerakkan / mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lainnya baik melalui sarana pembantu seperti pipa, maupun secara langsung. Pompa digunakan untuk memindahkan cairan, seperti cairan, gas atau slurries.

2.5.6.1 Spesifikasi Pompa

1. Head

Head di dalam perpompaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai energi tiap satuan berat. Head dari instalasi pompa dapat dibedakan menjadi head statis dan head dinamis. Ada tiga bagian dari head yaitu:

Gambar

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor
Gambar 2.2  Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6
Gambar 2.4 Segitiga Api
Gambar 2.5 Bidang Empat Api
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi pemohon SIM yang akan mengikuti ujian teori maupun praktek harus menunjukkan bukti kelulusan persyaratan administrasi dari petugas administrasi (loket satu) dan bisa

Sejak tahun 2012 sampai dengan 2014, sudah dilaksanakan kegiatan riset aksi yang bertujuan untuk membuat model kelembagaan penyebaran Iptek di Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap persepsi istri dalam penggunaan KB non hormonal di Desa Durin Jangak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

Setelah waktu yang diberikan habis dan semua peserta didik selesai mengerjakan soal test, peneliti meminta untuk mengumpulkan ke depan kelas di meja

Berdasarkan analisis data dan pembahasan stik tepung terigu dan tepung gayam dengan perbandingan berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa Kuaitas kue stik dari kombinasi tepung

Dalam konteks kontemporari di alam Melayu, Uthman El- Muhammady adalah seorang tokoh yang mewakili falsafah pemikiran Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang hidup dalam

Dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 19 (atau pasal pasal 23) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, bersama ini dengan hormat

dalam postur tubuh yang dihasilkan dari perubahan posisi kepala, contohnya. adaah the asymmetric tonic neck reflex (ATNR), the symmetric tonic