ii
RINGKASAN
Reforma Agraria merupakan bagian dari Nawacita, sebuah istilah dari bahasa Sansekerta
yang menjadi judul untuk sembilan pembangunan utama pemerintahan Indonesia yang
dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menemukan model pemberdayaan masyarakat yang paling tepat dalam
mendukung kegiatan Reforma Agraria pada masyarakat adat yang tinggal di sekitar Danau
Toba. Model ini ditujukan untuk akademisi dan praktisi dalam mengembangkan
pendekatan yang tepat untuk melakukan kegiatan pemberdayaan. Penelitian dilakukan
dengan metode kuantitatif-kualitatif menggunakan 100 kuesioner, wawancara mendalam,
observasi non-partisipan, dan fokus grup diskusi di Kabupaten Simalungun, Samosir, dan
Tobasa. Hasil penelitian ini menunjukkan model triple helix dapat digunakan untuk
memantu kegiatan pembagian sertifikt tanah dan juga pemberdayaan keterampilan dan
pengetahuan mengenai pengelolaan daerah kawasan pariwisata Internasional Danau Toba.
iii PRAKATA
Puji dan syukur kehadiran Tuhan atas kasih karunianya kepada penulis,sehingga
diperkenankannya laporan penulisan “Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam mewujudkan Reforma Agraria di Kawasan Daerah Wisata Danau Toba” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan ini untuk memberikan suatu model pemberdayaan
masyarakat yang mendukung tercapainya tujuan reforma agrarian dan jadi bahan tolak ukur
dalam melaksanakan nawacita.
Semoga laporan kegiatan penelitian ini dapat mendukung kegiatan pengentasan
kemiskinan di sekitar Danau Toba, sehingga tujuan dari nawacita terwujud dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Hormat
iv DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
RINGKASAN ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB IPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan Penelitian ... 4
1.3. Keutamaan/ Urgensi Penelitian ... 4
1.4. Temuan/Inovasi yang Ditargetkan serta Penerapannya dalam Rangka Menunjang Pembangunan dan Pengembangan Reforma Agraria ... 4
1.5. Luaran yang Ditargetkan dan Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan 5 BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria ... 6
2.2. Pemberdayaan Masyarakat ... 6
2.3. Studi Pendahuluan ... 9
BAB IIITUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian ... 10
3.2. Manfaat Penelitian ... 10
v
4.2. Teknik Pengumpulan Data ... 11
4.3 Bagan Alir Penelitian ... 13
4.4. Analisis Data ... 13
BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1.Deskripsi lokasi ... 15
5.2. Karakteristik Responden ... 18
5.3. Kepemilikan Lahan dan keberadaan lahan dalam adat ... 19
5.4. Tanggapan Responden tentang pentingnya legalitas kepemilikan .... 22
5.5. Tanggapan responden tentang tanah adat dan perubahan fungsi Lahan ... 28
5.6. Posisi Marga dalam kepemilikan Tanah ... 30
5.7. Peluang masyarakat dapat menyewa tanah adat ... 31
5.8. Peluang yang mendukung dalam pengelolaan tanah untuk mendukung kegiatan pariwisata ... 35
5.9. Interpretasi Hasil Kuantitatif dan Kualitatif ... 53
5.10. Kepemilikan Lahan ... 55
5.11. Pengelolaan Lahan ... 56
5.12. Kerjasama Pariwisata dengan Pemerintah ... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 60
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Frekuensi Responden setiap Kabupaten1 ... 8
Tabel 5.2 Jenis Kelamin ... 18
Tabel 5.3 Usia Responden ... 19
Tabel 5.4 Tanggapan responden tentang kepemilikan lahan ... 19
Tabel 5.5 Tanggapan responden tentang lahan yang dimiliki ... 20
Tabel 5.6 Tanggapan responden tentang cara memperoleh lahan ... 21
Tabel 5.7 Tanggapan responden tentang bukti kepemilikan lahan ... 22
Tabel 5.8 Tanggapan responden tentang legalitas kepemilikan lahan ... 23
Tabel 5.9 Tanggapan responden tentang bukti kepemilikan lahan yang sah ... 24
Tabel 5.10 Tanggapan responden tentang tanah adat membutuhkan bukti kepemilikan tanah yang sah ... 25
Tabel 5.11 Tanggapan responden tentang lahan kemilikkan sudah diakui secara Hokum ... 26
Tabel 5.12 Tanggapan responden tentang kepengurusan kepemilikan tanah dengan lembaga hokum ... 27
Tabel 5.13 Tanggapan responden tentang makna dari tanah adat ... 28
Tabel 5.14 Tanggapan responden tentang kepemilikan tanah adat yang dapat diubah 29 Tabel 5.15 Tanggapan responden tentang hubungan marga dapat mempengaruhi kepemilikan tanah ... 30
Tabel 5.16 Tanggapan responden tentang lahan yang dimiliki disewakan ... 31
Tabel 5.17 Tanggapan responden tentang kepemilikan surat kuasa/bukti penyewaan Lahan ... 32
vii
Tabel 5.19 Tanggapan responden tentang hubungan pemilik tanah dan penyewa
Lahan ... 34
Tabel 5.20 Tanggapan responden tentang pengelolaan lahan yang dimiliki ... 35
Tabel 5.21 Tanggapan responden tentang kebergantungan dari hasil pengelolaan
Lahan ... 36
Tabel 5.22 Tanggapan responden tentang keiikutsertaan dalam pengelolaan
Pariwisata ... 37
Tabel 5.23 Tanggapan responden tentang lahan dimiliki digunakan untuk kegiatan Pariwisata ... 38
Tabel 5.24 Tanggapan responden tentang mempekerjakan orang lain untuk mengelola lahan yang dimiliki ... 39
Tabel 5.25 Tanggapan responden tentang persetujuan jika tanah adat dikelola
oleh orang lain untuk mendukung kegiatan pariwisata ... 40
Tabel 5.26 Tanggapan responden tentang penggunaan lahan yang dimiliki ... 42
Tabel 5.27 Tanggapan responden tentang sikap pemerintah mengambilalih lahan untuk membangun sarana dan prasarana dalam rangka pengmbangan
daerah wisata ... 43
Tabel 5.28 Tanggapan responden tentang tindakan pemerintah merelokasi
tempat tinggal masyarakat ... 45
Tabel 5.29 Tanggapan responden tentang pengelolaan lahan untuk menarik
kunjungan wisatawan... 46
Tabel 5.30 Tanggapan responden tentang partisipasi masyarakat pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan pemerintah
setempat ... 47
Tabel 5.31 Tanggapan responden tentang kebutuhan masyarakat untuk berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lahan dan pembangunan pariwisata
viii
Tabel 5.32 Tanggapan responden tentang pelatihan yang pernah dilakukan pemerintah dalam mengelola lahan agar lebih ekonomis kepada masyarakat... 49
Tabel 5. 33 Tanggapan responden tentang keikutsertaan pemerintah dalam
permasalahan kepemilikan lahan ... 50
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan Penelitian ... 62
Lampiran2. Publikasi Jurnal ... 65
Lampiran 3 Setifikat Seminar Internasional ... 77
Lampiran 4. Rundown Acara Seminar Internasional ... 78
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Reforma agraria merupakan salah satu program yang dijalankan oleh pemerintah dalam
rangka membangun perekonomian masyarakat dalam hal penguasaan lahan dan
kepemilikan lahan. Tahun 2017 dalam Perpres No 45/2016 pada 16 Mei 2016, Presiden
Jokowi telah menetapkan reforma agraria sebagai bagian dari Rencana Kerja
Pemerintah. Terdapat 5 (lima) Program Prioritas terkait Reforma Agraria : 1)
Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria ; 2) Penataan
Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria ; 3) Kepastian Hukum dan
Legalisasi atas Tanah Obyek Reforma Agraria ; 4) Pemberdayaan Masyarakat dalam
Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria ; dan 5)
Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah.
Pemerintah ingin mempercepat program ini dengan fokus distribusi lahan pada
buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki lahan kurang dari
0,3 hektar. Hal ini bertujuan untuk terwujudnya keadilan dalam penguasaan tanah
kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah wilayah dan sumber daya alam.
Instruksi yang dilakukan oleh Presiden, selain menyinkronisasikan regulasi untuk
mencegah terjadinya sengketa agraria dalam pelaksanaan di lapangan, yaitu
dilakukannya pendidikan dan penguatan kepada masyarakat untuk memperbaiki tata
guna tanah, sehingga dapat mendorong produktivitas para petani ke level yang lebih
tinggi.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan reforma agraria menurut Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) adalah minimnya kajian ilmiah atau ahli-ahli reforma agraria
di Indonesia. Selain itu, menurut Saeful Zafar, pelaksanaan reforma agraria masih
2
akses (reform access). Menurutnya pemberian akses kepada sumber-sumber ekonomi
dan produksi bagi masyarakat penerima manfaat belum optimal dilaksanakan. Usaha
membuka berbagai akses tersebut harus dilakukan dengan aktif oleh pemerintah daerah
setempat dengan salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan
(Zafar, 2017)
Sektor pariwisata menjadi salah satu andalam pemerintah dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan ini
pemerintah telah menunjukkan usahanya melalui kegiatan pembangunan fasilitas yang
mendukung pengembangan suatu daerah menjadi daerah tujuan wisata. Masuknya
investor ke daerah wisata memegang peranan penting untuk mempercepat
pengembangan daerah wisata. Kehadiran investor di daerah pengembangan pariwisata
pada gilirannya akan berujung pada konsekuensi pengambilalihan lahan masyarakat
dalam upaya membangun sarana prasarana untuk mendukung pariwisata. Kondisi ini
dapat menimbulkan konflik diantara masyarakat.
Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu daerah yang dikembangkan
menjadi daerah tujuan wisata. Salah satu program pemerintah yang sedang digalakkan
saat ini adalah pengembangan daerah wisata Danau Toba. Danau Toba menjadi sasaran
daerah wisata yang akan dijadikan sebagai wisata berkonsepkan internasional.
Pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlepas dengan
pembangunan Danau Toba menjadi lebih optimal melalui pengembangan lahan di
daerah pariwisata. Lahan yang ada didaerah wisata Danau Toba merupakan tanah adat.
Tanah adat merupakan tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat secara turun temurun
dari nenek moyang. Tanah adat merupakan harta kepemilikan masyarakat desa yang
tidak memiliki bukti autentik.
Dalam rangka pembangunan pariwisata, pemerintah melakukan relokasi untuk
memanfaatkan lahan penduduk menjadi lebih bersifat ekonomis. Pemerintah
membutuhkan masyarakat yang mampu mengembangkan lahan yang dimilikinya untuk
dikelola dalam rangka mendukung program yang akan dilakukan dalam
mensejahterakan masyarakat yang berada di kawasan daerah wisata Danau Toba.
3
meningkatkan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan Danau Toba Propinsi
Sumataera Utara menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata Danau Toba akan
merelokasi pemukiman warga menjauh beberapa meter dari pesisir Danau Toba.
Tanggapan tidak setuju diberikan oleh masyarakat terhadap rencana pembangunan
pengembangan pariwisata tersebut. Masyarakat menentang hal tersebut karena
masyarakat telah lama tinggal di daerah tersebut sejak mereka dilahirkan. Hasil
penelitian ini menunjukkan kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam mengembangkan
daerah wisata.
Melalui reforma agraria pemerintah akan memberikan kesempatan kepada
masyarakat yang masih menggantungkan kehidupannya pada aktivitas pertanian untuk
meningkatkan taraf kehidupannya. Peluang ini belum dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat karena ketidaksiapan masyarakat untuk menerima perubahan dalam
pengembangan daerah pariwisata. Hadirnya reforma agraria dalam pengembangan
daerah pariwisata menuntut masyarakat untuk menjadi pelaku perubahan dalam
pembangunan daerah tersebut. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha untuk
melibatkan masyarakat dalam pembangunan suatu daerah. Melakukan pemberdayaan
masyarakat menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Pemberdayaan masyarakat dapat memberdayakan masyarakat,
mengubah masyarakat menjadi berdaya dan mampu dan mengubah perilaku pasif
masyarakat menjadi perilaku aktif dalam mendukung pembangunan.
Oleh karena itu dibutuhkan model pemberdayaan masyarakat untuk mencapai
reforma agraria dikawasan daerah wisata. Bagaimana melakukan uji model
pemberdayaan masyarakatsebagai dasar kajian ilmiah serta dasar praktik pemberdayaan
masyarakat dengan mengetahui nilai-nilai sosial dan budaya apa yang dapat menjadi
faktor pendukung atau penghambat pelaksanaan reforma agraria demi mewujudkan
keadilan dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah. Atas dasar pemikiran inilah
dilakukan penelitian yang berjudul Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam
4 1.2. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini
adalah: Bagaimana Model Pemberdayaan Masyarakatdalam mewujudkanReforma
Agraria di kawasan daerah wisata Danau Toba?
1.3. Keutamaan/ Urgensi Penelitian
Model rekayasa sosial ini menggunakan kegiatan pemberdayaan dalam masyarakat.
Model ini diharapkan dapat digunakan dalam meningkatkan akses kepemilikan dan
produksi tanah di masyarakat sesuai dengan instruksi Presiden. Model ini ingin
mengembangkan potensi dari kebudayaan, sosial, dan nilai, di daerah Batak mengenai
pertanahan untuk memberdayakan dan mengikutsertakan mereka dalam mewujudkan
keadilan penguasaan dan kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di
Indonesia. Perencanaan advokasi, aksi sosial, dan manajemen inovatif merupakan
strategi model intervensi komunitas yang sesuai untuk mengelola potensi lokal
masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba.
1.4. Temuan/Inovasi yang Ditargetkan serta Penerapannya dalam Rangka Menunjang Pembangunan dan Pengembangan Reforma Agraria.
Untuk menunjang pembangunan dan pengembangan Reforma Agraria, penelitian ini
memberikan kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengenai
pertanahan dan akses mereka dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah sama dengan
dengan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi komunitas
dalam melakukan konstruksi model rekayasa sosial melalui proses pemberdayaan.
Melalui pemberdayaan, masyarakat akan menerima pengetahuan dan keterampilan
baru guna mendukung masyarakat yang kreatif, inovatif, produktif dan mandiri
sehingga membantu perekonomian masyarakat dan perkembangan perekonomian di
5
1.5. Luaran yang Ditargetkan dan Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan
Fokus penelitian ini mencoba menemukan model pemberdayaan masyarakat untuk
mengubah perilaku masyarakat pasif menjadi masyarakat yang aktif dalam
pengembangan perekonomian. Luaran yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
model pemberdayaan masyarakat yang disusun dalam jurnal dan akan diterbitkan
secara internasional. Luaran penelitian ini juga akan disusun dalam bentuk buku.
Kontribusi terhadap ilmu pengetahuan adalah peningkatan dan pengembangan agraria
harus berbasis masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang akan mendukung
perkembangan pertanahan dengan meningkatkan potensi alam, manusia dan
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Reforma Agraria
Pada TAP MPR No. IX/ 2001, yang dikutip oleh Tantan Hermansah, reforma atau
pembaruan agraria merupakan agenda politik yang dilakukan oleh negara dengan maksud
untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal ini dilakukan dengan cara penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (landeform) yang berkeadilan
dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, serta menyelesaikan
konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya alam yang timbul selama ini
(Hermansah,2017)
Reforma Agraria Menurut Wiradi (2001), yang dikutip oleh Seful Zafar, reforma
agraria adalah penataan ulang struktur pemilikan dan penguasaan tanah beserta seluruh
paket penunjang secara lengkap. Paket penunjang tersebut adalah adanya jaminan hukum
atas hak yang diberikan, tersedianya kredit yang terjangkau, adanya akses terhadap
jasa-jasa advokasi, akses terhadap informasi baru dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan
adanya akses terhadap bermacam sarana produksi dan bantuan pemasaran (Wiradi G.
2001). Reforma Agraria memiliki dua tujuan utama, yaitu mengusahakan terjadinya
transformasi sosial dan menangani konflik sosial juga mengurangi peluang konflik di masa
depan (Wiradi, 2007).
2.2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam
proses pembangunan belakangan ini berbagai Negara. Kemiskinan yang melanda dan
menggerus kehidupan umat manusia akibat resesi internasional yang terus bergulir dan
7
perscepatan proses pembangunan. Proses perkembangan masyarakat merupakanperubahan
sosial adalah proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi suatu sistem sosial.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan pola-pola hubungan
sosial, yang antara lain mencakup; sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga,
sistem-sistem politik dan kekuatan, serta persebaran penduduk. Selain itu terdapat tiga (3)
unsur penting perubahan sosial, yakni (1) sumber yang menjadi tenaga pendorong
perubahan, (2) proses perubahan, dan (3) akibat atau konsekuensi perubahan itu.
Penelitian Saeful Zafar mengenai Reforma Agraria di Pemalang menunjukkan bahwa
selain dari dukungan pemerintah pusat dan daerah, keterlibatan dan pengetahuan sumber
daya manusia serta hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) memiliki
pengaruh terhadap kesuksesan kegiatan access reform. Partisipasi wrga masyarakat serta
keterlibatan unsur perguruan tinggi dalam melakukan pemberdayaan merupakan beberapa
faktor peluang dalam mewujudkan kegiatan ini. Minat masyarakat untuk mengetahui atau
terlibat kredit perbankan dapat menjadi ancaman dalam meningkatkan kepemilikan dan
pengelolaan tanah. Oleh karena itu, menurutnya dibutuhkan peningkatan komunikasi
melalui berbagai saluran, baik formal ataupun informal, dan pemberdayaan potensi
pertanian yang dimiliki wilayah setempat dengan cara memanfaatkan karakter sosial
budaya dan kearifan-kearifan lokal yang ada dan berkembang di masyarakat (Zafar,2017).
Strategi Triple Helix
Reforma Agraria Business
Academic Government
8
Dikutip dari Pamatang, Sianipar, dan Widaretna (2012)keberhasilan dari pemberdayaan
ekonomi yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah menjalankan
pemerintahannya (Firdausy, 2010). Tingkat dari perkembangan ekonomi biasanya dilihat
dari kontibusi penghasilan sektor industri negara yang dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja,
investasi finansial, dan teknlogi (Nugroho & Hidayat, 210). Oleh karena itu, strategi ini
mengolaborasikan pihak bisnis, akademisi, dan pemerintah untuk memberdayakan
masyarakat sebagai tenaga kerja, investasi finansialnya, dan teknologi yang digunakan
untuk menghasilkan output yang dapat mensejahterahkan masyarakat sebagai target
sasaran reforma agraria. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi pelengkap strategi
ini untuk mengisi celah yang terjadi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat
apa yang dibutuhkan agar strategi rekayasa sosial melalui pemberdayaan masyarakat
reforma agraria dengan three helix dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan konteks
masyarakat yang ada.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan agar pemberdayaan masyarakat dapat
melibatkan masyarakat lokal yaitu menjelaskan proyek yang akan dilaksanakan,
membangun aliansi, mengembangkan visi bersama, menganalisis permasalahan,
membentuk dasar pembangunan, memetakan partisipasi dan mengevaluasi perencanaan
aksi. Pemberdayaan masyarakat adalah proses pengembangan dan kemampuan masyarakat
desa untuk ikut serta dalam pembangunan desa yang berkelanjutan. Indicatornya adalah
pertumbuhan kapasitas dan motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah dan mampu
membuat pilihannya secara bebas. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat dapat
menciptakan masyarakat yang memiliki keahlian untuk merencanakan dan
mengimplementasikan segala kegiatan pembangunan (Arifudin: 2013). Gruber (Arifudin
2013) menyatakan ada 12 prinsip pemberdayaan yaitu: keterlibatan masyarakat, modal
sosial dan kesatuan koperasi, sumber daya dan keadilan, diseminasi komunikasi dan
informasi, penelitian dan pembangunan informasi, devolusi dan pemberdayaan,
9
pemimpin adaptif dan manajemen, pembuatan keputusan partisipasi, kesesuaian
pengoptimalan setiap kondisi, resolusi konflik.
2.3. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan yang telah dilakukan meliputi studi literatur mengenai
pemberdayaan masyarakat yang digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
(Tahun) Lokasi penelitian Topik penelitian Hasil penelitian
2016 Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba
Samosir dan
Kabupaten Simalungun
Model rekayasa sosial meningkatkan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara
10 BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan khusus yang akan dicapai pada penelitian ini adalah untuk menemukan
model rekayasa sosial yang tepat untuk meningkatkan Reforma Agraria.
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya model pemberdayaan
masyarakat dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan
pendekatan dalam program pengembangan Reforma Agraria dengan mengikutsertakan
11 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian iniingin menguji model rekayasa sosial yang tepat untuk mengubah
perilaku pasif masyarakat menjadi pelaku aktif kegiatan tujuan reforma agraria dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba. Lokasi
Penelitian adalah di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tobasa.
Fokus penelitian ini adalah pada tindakan sosial dengan mempelajari tindakan dan
pengetahuan masyarakat pada kegiatan reforma agraria seperti kepemilikan tanah,
pengelolaannya, dan hubungannya dengan melibatkan nilai sosial, budaya, dan kearifan
lokal setempat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi potensi sengketa
pertanahan.
4.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 metode yaitu:
4.2.1. Metode kualitatif yaitu
a. Teknik wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan kunci dan
informan biasa. Para informan ini adalah yang melibatkan pengambil
keputusan, pemerhati agraria, kelompok pemberdaya masyarakat, tokoh
adat, pemilik tanah, dan orang yang dianggap memahami perkembangan
agraria di kawasan daerah wisata Danau Toba
b. Kegiatan Fokus Group Diskusi dilakukan untuk menyatukan hasil data di
lapangan keseluruhan dengan para informan untuk mendapatkan kesimpulan
tepat dalam mencapai tujuan. Untuk memperkuat data yang ada penelitian
ini juga melakukan studi dokumentasi dan pustaka untuk menganalisa hasil
12 4.2.2. Metode kuantitatif yaitu:
Dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat di daerah kawasan
wisata Danau Toba untuk mengetahui pendapat masyarakat mengenai model
pemberdayaan masyarakat yang sesuai dalam mewujudkan reforma agraria.
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang.
1. Community Involvement, 2. Social capital and cooperative
integration,
3. Resources and equity,
communication and information 4. Dissemination, research and
information development, 5. Devolution and empowerment, 6. Public trust and legitimacy 7. Monitoring,
8. Feedback and accountability, 9. Adaptive leadership and
co-management,
10. Participatory decision making, 11. Enabling environment optimal
precondition or early condition, 12. And conflict resolution and
cooperation Pemberdayaan
masyarakat
Reforma Agraria
Kepemilikan lahan
Penguasaan lahan
Penggunaan lahan
13 4.3 Bagan Alir Penelitian
Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:
4.4. Analisis Data
Setelah melakukan wawancara yang mendalam serta didukung oleh hasil
observasi pada informan Data-data yang terkumpul, dilakukan pencatatan yang
bertahap mulai dari pengumpulan data awal, penulisan laporan sampai penarikan
kesimpulan.Dalam analisis data dilakukan juga beberapa tahapan meliputi reduksi
data danpenyajian data dan penting diperhatikan bahwa pada analisis data, triangulasi
14
Untuk mendukung data yang ditemukan di lapangan maka penelitian ini juga
dilakukan dengan melakukan analisis secara kuantitatif. Hasil dari pengumpulan data
berupa kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan SPSS. Hasil yang diperoleh
dari pengolahan data kuantitatif ini akan membantu peneliti dalam menemukan model
15 BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1.Deskripsi lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Danau Toba yang meliputi tiga kabupaten sebagai berikut:
5.1.1 Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten
Toba Samosir sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18
Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten
Serdang Bedagai. Terbentuknya Samosir sebagai kabupaten baru merupakan
langkah awal untuk memulai percepatan pembangunan menuju masyarakat yang
lebih sejahtera.
16 5.1.2. Kabupaten Toba Samosir
Merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang
mengelilingi Danau Toba, yaitu danau terluas di Indonesia. Suku yang
mendiami kabupaten ini pada umumnya adalah suku Batak Toba. Kabupaten ini
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang
pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten
Mandailing Natal, di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten
Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari daerah tingkat II Kabupaten
Tapanuli Utara. Di kabupaten ini terdapat sebuah perguruan tinggi, yaitu Institut
Teknologi Del.
Gambar 5.2. Peta Kabupaten Toba Samosir
Suku Bangsa dan Agama
Suku yang mendiami Kabupaten Toba Samosir pada umumnya adalah Batak Toba. Selain
Batak Toba, ada juga etnis lain seperti Simalungun, Karo, Melayu, Mandailing, dan lain
17
Agama Kristen Protestan dan Katolik pada umumnya dianut oleh suku Batak Toba,
Simalungun, dan Karo. Agama Islam pada umumnya dianut oleh suku Jawa, Minangkabau,
dan Mandailing. Sedangkan keturunan Tionghoa pada umumnya menganut agama Buddha.
Parmalim dipeluk oleh sebagian masyarakat Batak yang berpusat di Huta Tinggi,
Kecamatan Laguboti. Jumlah rumah ibadah menurut jenis rumah ibadah tahun 2013 di
Kabupaten Toba Samosir sebagai berikut : gereja Protestan sebanyak 312 gereja, gereja
Katolik sebanyak 66 gereja, dan 38 masjid.
5.1.3. Kabupaten Simalungun
Gambar 5.3. Peta Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia. Suku
Batak Simalungun merupakan penduduk asli dari kabupaten ini. Ibu kota kabupaten telah
resmi berpindah ke Raya pada tanggal 23 Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah
18 5.2 Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Frekuensi Responden setiap Kabupaten
Kabupaten
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan tabel5.1 di atas, menunjukkan bahwa responden yang berasal dari
kabupaten Samosir berjumlah 33 orang atau sekitar 31,4%, responden yang berasal dari
kabupaten Simalungun berjumlah 28 orang atau sekitar 26,7%, dan responden yang berasal
dari kabupaten Tobasamosir berjumlah 44 orang atau sekitar 41,9%. Dari ketiga kabupaten
tersebut, responden yang lebih dominan berasal dari kabupaten Toba Samosir.
Tabel 5.2 Jenis Kelamin
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.2 di atas, menunjukkan bahwa jenis kelamin responden
lebih didominasi oleh responden laki-laki dengan jumlah 55 orang atau sekitar 52,4%,
19
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel1.3 di atas, menunjukkan bahwa responden yang berusia 25 – 35 tahun dengan jumlah 24 orang (23,0%), responden yang berusia 36 – 46tahun dengan jumlah 35 orang (33,3%), responden yang berusia 47 – 57 tahun dengan jumlah 30 orang (28,5%), responden yang berusia 58 – 68 tahun dengan jumlah 13 orang (12,2%), dan responden yang berusia > 68 tahun berjumlah 3 orang (3,0%), maka dari itu usia responden
lebih didominasi yang berusia 36 – 46 tahun.
5.3. Kepemilikan Lahan dan keberadaan lahan dalam adat
5.3.1 Kepemilikan Lahan
Tabel 5.4 Tanggapan responden tentang kepemilikan lahan
Kepemilikan Lahan Valid saya memiliki lahan
sendiri 62 59,0 59,0 59,0
20
Berdasarkan tabel1.4 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang
kepemilikan lahan dengan jawaban memiliki lahan sendiri berjumlah 62 orang (59,0%),
yang memilih lahan disewakan kepada orang lain dengan jumlah 6 orang (5,7%), yang
memilih menyewa tanah berjumlah 11 orang (10,5%), dan yang memilih jawaban tidak
memiliki lahan/tanah berjumlah 26 orang (24,8). Sementara itu yang lebih mendominasi
dari tanggapan responden tentang kepemilikan lahan adalah jawaban memiliki lahan
sendiri.
Tabel 5.5 Tanggapan responden tentang lahan yang dimiliki
Lahan yang dimiliki
Frequency (%)
Percent (%)
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Yang tidak menjawab 29 27,6 27,6 27,6
Sawah 19 18,1 18,1 45,7
Ladang 30 28,6 28,6 74,3
Keduanya 7 6,7 6,7 81,0
Rumah/tempat tinggal 20 19,0 19,0 100,0
Total 105 100,0 100,0
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan tabel 5.5berikut, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang
lahan yang dimiliki dengan jawaban memiliki sawah berjumlah 19 orang (18,1%), yang
memilih ladang dengan jumlah 30 orang 28,6%), yang memilih jawaban keduanya yaitu
sawah dan ladang berjumlah 7 orang (6,7%), yang memilih jawaban rumah/tempat tinggal
berjumlah 20 orang (19,0), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan
jumlah 29 orang (27,6%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
21
Tabel 5.6 Tanggapan responden tentang cara memperoleh lahan
Cara memperoleh lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan tabel 5.6berikut, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang
cara memperoleh lahan dengan jawaban mendapatkan lahan dari warisan orangtua
berjumlah 63 orang (60,0%), yang memiliki lahan yang diberikan oleh perusahaan dengan
jumlah 4 orang (3,8%), yang memiliki lahan yang saya beli sendiri berjumlah 10 orang
(9,5%), yang memilih jawaban tidak memiliki lahan sendiri berjumlah 26 orang (24,8%),
dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 2 orang (1,9%). Maka
dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentang cara memperoleh
22
5.4. Tanggapan Responden tentang pentingnya legalitas kepemilikan
Tabel 5.7 Tanggapan responden tentang bukti kepemilikan lahan
Bukti Kepemilikan Lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Dari tabel5.7 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang bukti
kepemilikan lahan dengan jawaban memiliki bukti kepemilikan tanah berupa surat tanah
berjumlah 27 orang (25,7%), yang memilih jawaban tidak perlu memiliki bukti
kepemilikan tanah karena tanah tersebut dari ayahnyadengan jumlah 36 orang (34,3%),
yang memilih jawaban kurang tahu mengenai bukti kepemilikan tanah yang sahberjumlah
12 orang (11,4%), yang memilih jawaban tidak peduli tentang bukti kepemilikan tanah
yang sah berjumlah 4 orang (3,8%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan
dengan jumlah 26 orang (24,8%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan
responden tentang bukti kepemilikan lahan adalah jawaban responden yang memilih
23
Tabel 5.8 Tanggapan responden tentang legalitas kepemilikan lahan
Makna kepemilikan lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.8 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang makna kepemilikan lahan dengan jawaban bahwa lahan itu sangat penting, agar
tanah dapat diakui secara sah berjumlah 62 orang (59,0%), yang memilih jawaban bahwa
lahan itu penting agar tidak terjadi konflik lahan dengan jumlah 29 orang (27,6%), yang
memilih jawaban bahwa lahan itu kurang penting berjumlah 2 orang (1,9%), yang memilih
jawaban bahwa tanah itu tidak penting karena lahan ini merupakan tanah warisan dari
nenek moyang berjumlah 6 orang (5,7%), dan ada responden yang tidak menentukan
pilihan dengan jumlah 6 orang (5,7%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari
tanggapan responden tentang makna kepemilikan lahanadalah jawaban responden yang
24
Tabel 5.9 Tanggapan responden tentang bukti kepemilikan lahan yang sah
Bukti kepemilikan lahan yang
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.9 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang bukti kepemilikan lahan yang sah dengan jawaban memiliki bukti kepemilikan
lahan yang sah adalah dengan memiliki surat tanah secara hukum berjumlah 40 orang
(38,1%), yang memilih jawaban bukti kepemilikan lahan yang sah adalah dengan
pengakuan dari keluarga besar dengan jumlah 31 orang (29,5%), yang memilih jawaban
memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah adalah dengan surat warisan orangtua
berjumlah 14 orang (13,3%), yang memilih jawaban memiliki bukti kepemilikan lahan
yang sah adalah dengan lamanya seseorang tinggal di daerah tersebut berjumlah 2 orang
(1,9%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 18orang (17,1%).
25
lahan yang sah adalah jawaban responden yang memilih jawaban memiliki bukti
kepemilikan lahan yang sah adalah dengan memiliki surat tanah secara hukum.
Tabel 5.10 Tanggapan responden tentang tanah adat membutuhkan bukti
kepemilikan tanah yang sah
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.10 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang tanah adat membutuhkan bukti kepemilikan tanah yang sahdengan jawaban tanah
adat membutuhkan bukti kepemilikan tanah sah untuk diakui secara hukum adat berjumlah
42 orang (40,0%), yang memilih jawaban tanah adat membutuhkan bukti kepemilikan
26
adat membutuhkan bukti kepemilikan tanah melalui surat perjanjian yang dibuat keluarga
besar berjumlah 13orang (12,4%), yang memilih jawaban tanah adat tidak membutuhkan
bukti kepemilikan tanah berjumlah 5orang (4,8%), dan ada responden yang tidak
menentukan pilihan dengan jumlah 24orang (22,9%). Maka dari itu yang lebih
mendominasi dari tanggapan responden tentang tanah adat membutuhkan bukti
kepemilikan tanah yang sah adalah jawaban responden tanah adat membutuhkan bukti
kepemilikan tanah sah untuk diakui secara hukum adat.
Tabel 5.11 Tanggapan responden tentang lahan kemilikkan sudah diakui
secara hokum
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.11 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang lahan kemilikkan sudah diakui secara hukum dengan jawaban lahan dimiliki sudah
diakui secara hukum adat berjumlah 42orang (40,0%), yang memilih jawaban lahan yang
dimiliki saat ini sedang dalam proses hukum jumlah 12 orang (11,4%), yang memilih
jawaban lahan yang dimiliki tidak diakui secara hukum berjumlah 11orang (10,5%), yang
memilih jawaban lainnya berjumlah 17orang (16,2%), dan ada responden yang tidak
27
mendominasi dari tanggapan responden tentang lahan kemilikkan sudah diakui secara
hukum adalah lahan dimiliki sudah diakui secara hukum adat.
Tabel 5.12Tanggapan responden tentang kepengurusan kepemilikan tanah dengan lembaga hokum tanah saya dan saat ini saya telah memiliki
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.17 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang kepengurusan kepemilikan tanah dengan lembaga hukum dengan jawaban pernah
mengurus kepemilikan tanah dan saat ini telah memiliki bukti yang sah berjumlah 25orang
(23,8%), yang memilih jawaban pernah mengurus kepemilikan tanah tetapi prosesnya
sangat lama dengan jumlah 19orang (18,1%), yang memilih jawaban tidak pernah
mengurus kepemilikan tanah di lembaga hukum berjumlah 28orang (26,7%), yang memilih
jawaban lainnya berjumlah 7orang (6,7%), dan ada responden yang tidak menentukan
pilihan dengan jumlah 26orang (24,8%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari
tanggapan responden tentang kepengurusan kepemilikan tanah dengan lembaga hukum
28
5.5. Tanggapan responden tentang tanah adat dan perubahan fungsi lahan
Tabel 5.13Tanggapan responden tentang makna dari tanah adat
Makna dari tanah adat
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Dari data tabel5.19 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang
makna dari tanah adat dengan jawaban bahwa tanah adat adalah tanah yang diperoleh
secara turun temurun dari nenek moyangberjumlah 53 orang (50,5%), yang memilih
jawaban bahwa tanah adat adalah tanah yang diperoleh karena sudah lama tinggal di daerah
tersebut dengan jumlah 17 orang (16,2%), yang memilih jawaban bahwa tanah adat adalah
tanah yang dimiliki masyarakat Batak Toba berjumlah 9 orang (8,6%), yang memilih
jawaban bahwa tanah adat adalah tanah tempat tinggal masyarakat berjumlah 4 orang
(3,8%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 22 orang
(21,0%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentang makna
dari tanah adat adalah jawaban responden yang memilih jawaban bahwa tanah adat adalah
29
Tabel 5.14Tanggapan responden tentang kepemilikan tanah adat yang dapat diubah
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel 5.20 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang kepemilikan tanah adat yang dapat diubahdengan jawaban membuat kepemilikan
tanah adat dengan kesepakatan bersama dengan keluarga dan disahkan oleh hukum adat
berjumlah 31 orang (29,5%), yang memilih jawaban kepemilikan tanah adat dengan cara
memindahkan nama pemilik disurat warisan dengan jumlah 20 orang (19,0%), yang
memilih jawaban kurang tahu mengenai kepemilikan tanah adat berjumlah 20orang
(19,0%), yang memilih jawaban kepemilikan tanah adat tidak dapat diubah karena itu
merupakan harta warisan dari keluarga yang dibagi secara turun temurunberjumlah 12orang
(11,4%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 22orang
(21,0%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentang
kepemilikan tanah adat yang dapat diubah adalah jawaban responden yang membuat
kepemilikan tanah adat dengan kesepakatan bersama dengan keluarga dan disahkan oleh
30 5.6 Posisi Marga dalam kepemilikan Tanah
Tabel 5.15Tanggapan responden tentang hubungan marga dapat mempengaruhi kepemilikan tanah
Ya, jika ia memiliki marga yang sama dengan pemilik tanah dan masih satu keluarga
42 40,0 40,0 58,1
Ya, jika ia memiliki marga yang sama dengan pemilik
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.21 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang hubungan marga dapat mempengaruhi kepemilikan tanahdengan jawaban ada
hubungannya jika memiliki marga yang sama dengan pemilik tanah dan masih satu
keluarga berjumlah 42 orang (40,0%), yang memilih jawaban ada hubungannya jika
memiliki marga yang sama dengan pemilik tanah meskipun keluarga jauh dengan jumlah
21 orang (20,0%), yang memilih jawaban ada hubungannya jika kepemilikan tanah dapat
diubah dengan mudah jika seseorang marpadan dengan marga pemilik tanah berjumlah
14orang (13,3%), yang memilih jawaban tidak mempengaruhi kepemilikan tanah berjumlah
9orang (8,6%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 19orang
(18,1%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentang
hubungan marga dapat mempengaruhi kepemilikan tanah adalah jawaban responden ada
hubungannya jika memiliki marga yang sama dengan pemilik tanah dan masih satu
31
5.7. Peluang masyarakat dapat menyewa tanah adat
Tabel 5.16 Tanggapan responden tentang lahan yang dimiliki disewakan
Lahan yang dimiliki
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.23 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang lahan yang dimiliki disewakandengan jawaban lahan yang dimiliki disewakan
kepada saudaranya berjumlah 18orang (17,1%), yang memilih jawaban lahan yang dimiliki
disewakan kepada perusahaan swasta dengan jumlah 6orang (5,7%), yang memilih jawaban
lahan yang dimiliki disewakan kepada tetangga saya yang digunakan menjadi lahan
pertanian berjumlah 4orang (3,8%), yang memilih jawaban tidak menyewakan lahan
merekaberjumlah 69orang (65,7%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan
dengan jumlah 8orang (7,6%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan
32
Tabel 5.17Tanggapan responden tentang kepemilikan surat kuasa/bukti penyewaan lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel1.14 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang kepemilikan surat kuasa/bukti penyewaan lahan dengan jawaban menyewa lahan
dilakukan dengan membuat surat kuasa di bawah naungan lembaga hukum berjumlah
3orang (2,9%), yang memilih jawaban menyewa lahan membuat perjanjian hitam di atas
putih secara sederhana dengan kedua belah pihak saja dengan jumlah 31 orang (29,5%),
33
pada kepercayaan saja berjumlah 23orang (21,9%), yang memilih jawaban
lainnyaberjumlah 18orang (17,1%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan
dengan jumlah 30orang (28,6%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan
responden tentang kepemilikan surat kuasa/bukti penyewaan lahanadalah menyewa lahan
membuat perjanjian hitam di atas putih secara sederhana dengan kedua belah pihak saja.
Tabel 5.18Tanggapan responden tentang lahan yang dikelola dikuasai oleh
tuan tanah
Ya, saat ini tanah yang saya kelola dikuasai oleh tuan tanah sebagai pemilik modal
7 6,7 6,7 29,5
Ya, saat ini tanah yang saya kelola dikuasai
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.25 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang lahan yang dikelola dikuasai oleh tuan tanahdengan jawaban saat ini tanah yang
dikelola dikuasai oleh tuan tanah sebagai pemilik modal berjumlah 7orang (6,7%), yang
memilih jawaban saat ini tanah yang dikelola dikuasai oleh pemerintah jumlah 19 orang
34
dikelola oleh tuan tanah berjumlah 44orang (41,9%), yang memilih jawaban lainnya
berjumlah 11orang (10,5%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan
jumlah 24orang (22,9%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentang lahan yang dikelola dikuasai oleh tuan tanah adalah tanah yang dikelola adalah
milik saya sendiri dan tidak dikelola oleh tuan tanah.
Tabel 5.19Tanggapan responden tentang hubungan pemilik tanah dan
penyewa lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.26 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang hubungan pemilik tanah dan penyewa lahandengan jawaban hubungan mereka baik
dan saling menguntungkanberjumlah 43orang (41,0%), yang memilih jawaban hubungan
mereka hanya menguntungkan pemilik lahan dengan jumlah 20 orang (19,0%), yang
memilih jawaban hubungan mereka hanya menguntungkan bagi penyewa lahan
berjumlah7orang (6,7%), yang memilih jawaban hubungan mereka tidak baik dan
35
menentukan pilihan dengan jumlah 28orang (26,7%). Maka dari itu yang lebih
mendominasi dari tanggapan responden tentanghubungan pemilik tanah dan penyewa lahan
adalah hubungan mereka baik dan saling menguntungkan.
5.8.Peluang yang mendukung dalam pengelolaan tanah untuk mendukung kegiatan pariwisata
Tabel 5.20Tanggapan responden tentang pengelolaan lahan yang dimiliki
Pengelolaan lahan yang
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.27 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang pengelolaan lahan yang dimiliki dengan jawaban mengelola lahan menjadi lahan
pertanian berjumlah 36orang (34,3%), yang memilih jawaban mengelola lahan menjadi
lahan peternakan dengan jumlah 9orang (8,6%), yang memilih jawaban mengelola lahan
untuk menjadi tempat usaha berjumlah 25orang (23,8%), yang memilih jawaban
mengelola lahan untuk menjadi rumah sendiri berjumlah22orang (21,0%), dan ada
responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 13orang (12,4%). Maka dari itu
yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentangpengelolaan lahan yang
36
Tabel 5.21Tanggapan responden tentang kebergantungan dari hasil pengelolaan lahan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.29 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang kebergantungan dari hasil pengelolaan lahandengan jawaban pengelolaan lahan
merupakan sumber utama ekonomi keluarga berjumlah 33orang (31,4%), yang memilih
jawaban pengelolaan lahan merupakan sumber penghasilan tambahan jumlah 36orang
(34,3%), yang memilih jawaban tidak bergantung dari hasil pengelolaan lahan karena
mereka memberikan pengelolaan lahan kepada orang yang telah menyewa lahan yang
mereka miliki berjumlah 12 orang (11,4%), yang memilih jawaban tidak bergantung dari
hasil pengelolaan lahan karena mereka i tidak mengelola lahan dan memberikannya saja
berjumlah 16 orang (15,2%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan
jumlah 8 orang (7,6%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentang kebergantungan dari hasil pengelolaan lahanadalah pengelolaan lahan merupakan
37
Tabel 5.22Tanggapan responden tentang keiikutsertaan dalam pengelolaan
pariwisata
Keiikutsertaan dalam pengelolaan pariwisata
Frequency (%)
Percent (%)
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Yang tidak menjawab 4 3,8 3,8 3,8
Sering 29 27,6 27,6 31,4
Pernah 49 46,7 46,7 78,1
Tidak pernah 16 15,2 15,2 93,3
Tidak tahu 7 6,7 6,7 100,0
Total 105 100,0 100,0
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel 5.30 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang keiikutsertaan dalam pengelolaan pariwisata dengan jawaban sering ikut serta
dalam pengelolaan pariwisata berjumlah 29orang (27,6%), yang memilih jawaban
pernahikut serta dalam pengelolaan pariwisata dengan jumlah 49orang (46,7%), yang
memilih jawaban tidak pernahikut serta dalam pengelolaan pariwisataberjumlah 16orang
(15,2%), yang memilih jawaban tidak tahu berjumlah 7orang (6,7%), dan ada responden
yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 4orang (3,8%). Maka dari itu yang lebih
mendominasi dari tanggapan responden tentangkeiikutsertaan dalam pengelolaan
38
Tabel 5.23Tanggapan responden tentang lahan dimiliki digunakan untuk kegiatan pariwisata
Ya, lahan yang kami miliki kami jual kepada
pemerintah untuk
pengembangan pariwisata
19 18,1 18,1 23,8
Ya, lahan yang kami miliki digunakan untuk membuka
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel1.22 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang lahan dimiliki digunakan untuk kegiatan pariwisatadengan jawaban lahan yang
mereka miliki mereka jual kepada pemerintah untuk pengembangan pariwisata berjumlah
19orang (18,1%), yang memilih jawaban lahan yang mereka miliki digunakan untuk
membuka usaha seperti, toko aksesoris, rumah makan, dll dengan jumlah 30orang (28,6%),
yang memilih jawaban sebagian lahan mereka digunakan untuk kegiatan pariwisata dengan
membangun tenda di pinggir Danau Toba berjumlah 18orang (17,1%), yang memilih
jawaban mereka tidak menggunakan lahan untuk kegiatan pariwisata dengan jumlah
39
(5,7%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentanglahan
dimiliki digunakan untuk kegiatan pariwisata adalah memilih jawaban mereka tidak
menggunakan lahan untuk kegiatan pariwisata.
Tabel 5.24Tanggapan responden tentang mempekerjakan orang lain untuk
mengelola lahan yang dimiliki
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.32 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang mempekerjakan orang lain untuk mengelola lahan yang dimilikidengan jawaban
mereka mempekerjakan orang lain untuk mengelola lahan yang mereka miiki berjumlah
28orang (26,7%), yang memilih jawaban merekamempekerjakan orang lain untuk
mengelola lahan namun hanya pada saat-saat tertentu seperti pada saat penanaman atau saat
panen dengan jumlah 18orang (17,1%), yang memilih jawaban mereka
40
keluarga dan tetanggaberjumlah 14orang (13,3%), yang memilih jawaban mereka
tidakmempekerjakan orang lain karena mereka mengelola lahan sendiri dengan jumlah
34orang (32,4%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 11
orang (10,5%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentangmempekerjakan orang lain untuk mengelola lahan yang dimiliki adalah mereka
tidakmempekerjakan orang lain karena mereka mengelola lahan sendiri.
Tabel 5.25Tanggapan responden tentang persetujuan jika tanah adat dikelola oleh orang lain untuk mendukung kegiatan pariwisata
Persetujuan jika tanah adat dikelola oleh orang lain untuk mendukung kegiatan pariwisata
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.33 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang persetujuan jika tanah adat dikelola oleh orang lain untuk mendukung kegiatan
pariwisatadengan jawaban mereka sangat setuju untuk mengembangkan pariwisata Danau
41
jawaban merekasetuju karena dengan begitu perekonomian masyarakat juga akan
meningkat dengan jumlah 35orang (33,3%), yang memilih jawaban mereka kurang setuju,
karena tanah adat adalah tanah yang tidak dapat diganggu oleh pihak lainberjumlah
25orang (23,8%), yang memilih jawaban mereka tidak setuju, karena kegiatan
pengembangan masyarakat akan merugikan kehidupan masyarakat sekitar dengan jumlah
12orang (11,4%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 4 orang
(3,8%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentangpersetujuan jika tanah adat dikelola oleh orang lain untuk mendukung kegiatan
pariwisataadalah mereka setuju karena dengan begitu perekonomian masyarakat juga akan
42
Tabel 5.26Tanggapan responden tentang penggunaan lahan yang dimiliki
Penggunaan lahan yang dimiliki
Ya, dapat terlihat dari sumber mata pencarian masyarakat berasal dari pengelolaan lahan
28 26,7 26,7 47,6
Ya, dapat terlihat dari tidak adanya lagi lahan di sekitar masyarakat yang tidak
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.34 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang penggunaan lahan yang dimilikidengan jawaban mereka menggunakan lahan
dengan baik yang dapat terlihat dari sumber mata pencarian masyarakat berasal dari
pengelolaan lahan berjumlah 28orang (26,7%), yang memilih jawaban mereka
menggunakan lahan dengan baik yang dapat terlihat dari tidak adanya lagi lahan di sekitar
masyarakat yang tidak produktif dengan jumlah 18orang (17,1%), yang memilih jawaban
mereka kurang tahu mengenai hal tersebut berjumlah 22orang (21,0%), yang memilih
jawaban masyarakat belum dapat menggunakan lahannya dengan baik karena tidak
memiliki jiwa kreatif dan wirausaha dengan jumlah 15orang (14,3%), dan ada responden
yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 22 orang (21,0%). Maka dari itu yang lebih
43
mereka menggunakan lahan dengan baik yang dapat terlihat dari sumber mata pencarian
masyarakat berasal dari pengelolaan lahan.
Tabel 5.27Tanggapan responden tentang sikap pemerintah mengambilalih lahan untuk membangun sarana dan prasarana dalam rangka pengmbangan daerah
wisata Sikap pemerintah mengambilalih
lahan untuk membangun sarana dan prasarana dalam rangka lahan saya, karena lahan itu adalah tanah adat
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel1.26 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang sikap pemerintah mengambilalih lahan untuk membangun sarana dan prasarana
44
mereka sudah menjadi salah satu masyarakat yang berpartisipasi dalam mengembangkan
daerahwisata berjumlah 18orang (17,1%), yang memilih jawaban mereka senang, asalkan
mereka mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut dengan jumlah 23orang (21,9%),
yang memilih jawaban mereka tidak akan membiarkan pemerintah mengambilalih lahan
mereka, karena lahan itu adalah tanah adat berjumlah 17orang (16,2%), yang memilih
jawaban mereka akan menolak karena mereka tidak mau dirugikan dengan berbagai
program pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dengan jumlah
20orang (19,0%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 27
orang (25,7%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentangsikap pemerintah mengambilalih lahan untuk membangun sarana dan prasarana
dalam rangka pengmbangan daerah wisata adalah mereka senang, asalkan mereka
45
Tabel 5.28 Tanggapan responden tentang tindakan pemerintah merelokasi
tempat tinggal masyarakat
Saya kurang setuju karena akan menyebabakan masyarakat
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.36 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang tindakan pemerintah merelokasi tempat tinggal masyarakat dengan jawaban
mereka akan mendukung tindakan tersebut jika pemerintah memberikan tempat tinggal
yang lebih nyaman bagi masyarakat berjumlah 15orang (14,3%), yang memilih jawaban
mereka akan mendukung jika pemerintah memberikan harga yang seimbangdengan jumlah
46
masyarakat kehilangan tempat tinggalnyaberjumlah 29orang (27,6%), yang memilih
jawaban merekamenolak karena pemerintah tidak dapat mengganggu tanah tempat
kelahiran mereka dengan jumlah 22orang (21,0%), dan ada responden yang tidak
menentukan pilihan dengan jumlah 23 orang (21,9%). Maka dari itu yang lebih
mendominasi dari tanggapan responden tentang tindakan pemerintah merelokasi tempat
tinggal masyarakat adalah mereka kurang setuju karena akan menyebabkan masyarakat
kehilangan tempat tinggalnya.
Tabel 5.29Tanggapan responden tentang pengelolaan lahan untuk menarik
kunjungan wisatawan dengan lebih baik dan menarik bagi wisatawan
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.37 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang pengelolaan lahan untuk menarik kunjungan wisatawan dengan jawaban mereka
mengelola lahan dengan lebih baik dan menarik bagi wisatawan berjumlah 24orang
(22,9%), yang memilih jawaban mereka mengelola lahan mereka seadanya dan ternyata
47
mereka tidak mengelola lahan untuk menarik kunjungan wisatawan berjumlah 23orang
(21,9%), dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 23 orang
(21,9%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
tentangpengelolaan lahan untuk menarik kunjungan wisatawan adalah mereka mengelola
lahan dengan lebih baik dan menarik bagi wisatawan.
5.4Pandangan Masyarakat terhadap program kegiatan pemerintah untuk
pariwisata
Tabel 5.30Tanggapan responden tentang partisipasi masyarakat pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan pemerintah setempat
Partisipasi masyarakat pada
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.38 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang pengelolaan lahan untuk menarik kunjungan wisatawan dengan jawaban mereka
sering berpartisipasi pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan
pemerintah setempat berjumlah 16orang (15,2%), yang memilih jawaban mereka
pernahberpartisipasi pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan
pemerintah setempat dengan jumlah 46orang (43,8%), yang memilih jawaban mereka
jarangberpartisipasi pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan
pemerintah setempat berjumlah 20orang (19,0%), yang memilih jawaban mereka tidak
48
pemerintah setempat berjumlah 19orang (18,1%), dan ada responden yang tidak
menentukan pilihan dengan jumlah 4 orang (3,8%). Maka dari itu yang lebih mendominasi
dari tanggapan responden tentangpartisipasi masyarakat pada kegiatan
pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan pemerintah setempat adalah mereka
pernahberpartisipasi pada kegiatan pelatihan/penyuluhan untuk pariwisata yang dilakukan
pemerintah setempat dengan masyarakat.
Fakta di atas ini didukung oleh pernyataan informan NN (pr,49 th) sebagai berikut:
“ohh….pemerintah. Saya pernah mengikuti seminar yang diadakan pemerintah”
Ketika ditanyakan bentuk kegiatan yang melayani pariwisata :
“kalau terlibatnya pas seminar, ada juga pembinaandan pelatihan kaya cara melayani tamu”
Tabel 5.31Tanggapan responden tentang kebutuhan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
rangka pengelolaan lahan dan pembangunan pariwisata Danau Toba
49
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.39 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang kebutuhan masyarakat untuk berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lahan dan
pembangunan pariwisata Danau Tobadengan jawaban masyarakat membutuhkan
pengakuan terhadap kepemilikan tanah adat yang mereka miliki berjumlah 18orang
(17,1%), yang memilih jawaban masyarakat masih membutuhkan pelatihan dan
pemberdayaan sehingga memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan lahan dengan
jumlah 40orang (38,1%), yang memilih jawaban masyarakat membutuhkan bantuan
ekonomi dari pemerintah untuk mengelola lahannya berjumlah 40orang (38,1%), dan ada
responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 7orang (6,7%). Maka dari itu
yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentangkebutuhan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lahan dan pembangunan pariwisata Danau
Tobaadalah masyarakat masih membutuhkan pelatihan dan pemberdayaan sehingga
memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan lahan dan masyarakat membutuhkan bantuan
ekonomi dari pemerintah untuk mengelola lahannya.
Tabel 5.32Tanggapan responden tentang pelatihan yang pernah dilakukan
pemerintah dalam mengelola lahan agar lebih ekonomis kepada masyarakat
50 Ya pernah tetapi hanya secara
teori 29 27,6 27,6 72,4
Ya pernah tapi hanya untuk
sebagian orang saja 16 15,2 15,2 87,6
Tidak pernah sama sekali 13 12,4 12,4 100,0
Total 105 100,0 100,0
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data tabel5.40 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang pelatihan yang pernah dilakukan pemerintah dalam mengelola lahan agar lebih
ekonomis kepada masyarakatdengan jawaban pemerintah pernah melakukan pelatihan
dengan mendatangkan pihak yang ahli dalam bidangnya dan diajarkan dengan praktek
langsung berjumlah 25orang (23,8%), yang memilih jawaban pemerintah pernah
melakukan pelatihan tetapi hanya secara teori dengan jumlah 29orang (27,6%), yang
memilih jawaban pemerintah pernah melakukan pelatihan tapi hanya untuk sebagian
orang saja berjumlah 16orang (15,2%),yang memilih jawaban tidak pernah sama sekali
pemerintah pernah melakukan pelatihan dengan jumlah 13orang (12,4%) dan ada
responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 22orang (21,0%). Maka dari itu
yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentangtentang pelatihan yang pernah
dilakukan pemerintah dalam mengelola lahan agar lebih ekonomis kepada masyarakat
adalah pemerintah pernah melakukan pelatihan tetapi hanya secara teori.
51
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan data table 5.41 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden
tentang keikutsertaan pemerintah dalam permasalahan kepemilikan lahan dengan jawaban
mereka setuju pemerintah ikut serta tapi tidak mengambilalih nama kepemilikan tanah
berjumlah 32orang (30,0%), yang memilih jawaban mereka setuju pemerintah ikut serta
tapi untuk membantu mendapatkan kepemilikan tanah secara sah dengan jumlah 36orang
(34,3%), yang memilih jawabanmereka kurang setuju pmrintah ikut campur dalam
kepemilikan tanah karena tanah disini telah menjadi milik masyarakat dari nenek moyang
berjumlah 18orang (17,1%),yang memilih jawaban mereka tidak setuju pemerintah ikut
serta mengurus kepemilikan tanah karena itu bukan urusan pemerintahdengan jumlah
13orang (12,4%) dan ada responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 6orang
(5,7%). Maka dari itu yang lebih mendominasi dari tanggapan responden
52
setuju pemerintah ikut serta tapi untuk membantu mendapatkan kepemilikan tanah secara
sah.
Tabel 5.34 Tanggapan responden tentang konflik tanah adat
Konflik Tanah Adat
Sumber : Hasil olahan data kuesioner, Agustus 2017
Berdasarkan tabel 5.42 di atas, menunjukkan bahwa tanggapan responden tentang
konflik tanah adat dengan jawaban bahwa pernah ada konflik karena bukti kepemilikan
tanah yang tidak adadengan jumlah 31 orang (29,5%), yang memilih jawaban bahwa
pernah ada konflik karena pembagian yang tidak rata dengan saudara dengan jumlah 25
orang (23,8%), yang memilih jawaban kurang tahuberjumlah 11 orang (10,5%), yang
memilih jawaban tidak pernah adanya konflik berjumlah 15 orang (14,3%), dan ada
responden yang tidak menentukan pilihan dengan jumlah 23 orang (21,9%). Maka dari itu
yang lebih mendominasi dari tanggapan responden tentang konflik tanah adat adalah
jawaban responden yang memilih jawaban bahwa pernah ada konflik karena bukti