• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meletus dan mengeluarkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material vulkanik. Sebagian dari material vulkanik ini membentuk lapisan di atmosfir yang memantulkan balik sinar matahari ke atmosfir. Karena sinar matahari yang memasuki atmosfir berkurang banyak, bumi tidak menerima cukup panas dan terjadi gelombang hawa dingin. Gelombang hawa dingin membuat tahun 1816 menjadi “tahun yang tidak memiliki musim panas” dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan yang meluas. Dalam abad yang sama, gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Erupsi Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dalam Perang Dunia II (BNPB, 2010).

(2)

di negara-negara yang terkena. Berdasarkan data RUPUSDALOPS BPBA Banda Aceh, jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 menelan korban jiwa sebanyak 165.708 jiwa meninggal, 37.063 jiwa hilang, sekitar 100.000 jiwa menderita luka berat dan ringan serta nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari Rp. 48 triliun (Iskandar, 2010).

Susunan tanah di kepulauan Indonesia tidak terikat kuat pada poros bumi, dan oleh sebab itu bencana alam seperti gempa tektonik yang mungkin terjadi di sekitarnya tidak berpengaruh banyak karena goncangan bencana tersebut tersalur ke berbagai selat di antara pulau. Dengan demikian, susunan lapisan tanah yang tidak terlalu padat ini sangat berpotensi terhadap bencana, katakanlah seperti tanah longsor. Di samping itu, berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dengan tidak mengindahkan aspek kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya banyak daerah rawan bencana seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, dan hujan.

Ditinjau dari segi geologi, sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena wilayah ini adalah tempat pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia yaitu sirkum Pasifik dan sirkum Mediteran. Sedangkan dilihat dari segi geografis, Indonesia berada pada posisi silang antara benua Asia dan Australia serta antara samudera Hindia dan samudera Pasifik yang membujur pada daerah tropis. Kondisi alam seperti inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana alam (BNPB, 2010).

(3)

terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, terutama akibat gempa bumi yang diikuti tsunami di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi besar yang melanda pulau Nias Sumatera Utara pada tanggal 28 Maret 2005 (BNPB, 2010).

Sejak terjadinya tsunami di Aceh, bencana demi bencana terus melanda Indonesia. Gempa, banjir, longsor, badai dan bencana alam lainnya terus terjadi. Beberapa waktu lalu bencana alam juga terjadi di Balikpapan. Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal (BNPB, 2010).

(4)

Solo dan beberapa daerah lain di Indonesia menimbulkan kerugian material dan non-material senilai triliunan rupiah (Bakornas, 2010).

Demikian pula kekeringan yang semakin sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, dan selain mengancam produksi tanaman pangan juga kian mempermiskin penduduk yang mata pencahariannya tergantung pada pertanian, perkebunan dan peternakan (Bakornas, 2010).

Bencana alam merupakan peristiwa luar biasa yang menimbulkan penderitaan luar biasa bagi yang mengalaminya. Bahkan, bencana alam tertentu menimbulkan banyak korban cedera maupun meninggal dunia. Bencana alam juga tidak hanya menimbulkan luka dan cedera fisik tetapi juga menimbulkan dampak psikologis atau kejiwaan. Hilangnya harta benda dan nyawa dari orang-orang yang dicintai membuat sebagian korban bencana mengalami stres atau gangguan jiwa. Hal tersebut sangat berbahaya terutama bagi anak-anak yang dapat terganggu perkembangan jiwanya (Kamadhis UGM, 2007).

(5)

merenggut ratusan ribu jiwa dan juga kerusakan infrastruktur yang mahadahsyat (Kamadhis UGM, 2007).

Untuk menghadapi peningkatan potensi dan kompleksitas bencana di masa depan dengan lebih baik, Indonesia memerlukan suatu rencana yang sifatnya terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Rencana ini menjadi salah satu bagian kesiapsiagaan penanggulangan bencana (BNPB, 2010).

Menghadapi bencana tersebut, Indonesia masih terus mengembangkan diri. Dipandang dari segi kelembagaan kapasitas ini meningkat jauh dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengamanatkan dibentuknya badan independen yang menangani bencana. Dengan berdirinya BNPB di tingkat pusat dan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota, upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan lebih terarah, terpadu dan menyeluruh. Masih dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkan instansi penanggulangan bencana yang independen, mampu berkoordinasi dengan baik dengan instansi-instansi lain, dijalankan oleh staf yang cukup dan kompeten, memiliki sumber daya dan alokasi anggaran yang memadai, dan didukung dengan kebijakan penanggulangan bencana yang bermutu tinggi (BNPB, 2010).

(6)

diperbaharui dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 (PP No.83, 2007).

Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2008 menegaskan terbentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan dalam peraturan. Untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disebut BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PP No.8, 2008).

Sebagai lembaga koordinasi dan pelaksana BNPB (Dulu Bakornas PB) telah banyak terjun langsung menangani bencana di seluruh pelosok Indonesia. Bencana gempa dan tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 merupakan momentum penting yang menandai peran aktif masyarakat, baik lokal maupun yang datang dari propinsi lain serta masyarakat dan lembaga internasional dalam penanganan bencana (BNPB, 2010).

Secara kualitas hal ini masih bisa ditingkatkan, mengingat penanganan bencana didaerah masih lebih banyak bersifat responsif (bertindak ketika bencana telah terjadi) belum sepenuhnya preventif dengan melakukan antisipasi pengurangan risiko sebelum bencana terjadi (Bakornas, 2007).

BNPB dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi antara lain : a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan

(7)

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh

Berdasarkan sebaran zona risiko tinggi yang dispasialkan dalam indeks risiko bencana di Indonesia, Kabupaten Aceh Tengah termasuk zona beresiko tinggi bencana gempabumi, bencana letusan gunung berapi, resiko gerakan tanah, resiko hutan dan lahan serta resiko gedung (BNPB, 2010).

Menghadapi bencana yang sering terjadi, selayaknya harus bahu-membahu membantu korban bencana, agar dapat melanjutkan hidup dan kehidupannya yang telah ditimpa musibah ini. Caranya adalah dengan memberikan bantuan moril dan materil. Bencana telah terjadi, hal yang terpenting adalah penanganan pasca bencana, yaitu penanganan korban tewas dan luka, penanganan pengungsi serta pengumpulan dan koordinasi penyaluran bantuan. Guna memulihkan kondisi korban dan daerah yang terkena bencana adalah dengan menangani para pengungsi dengan baik, serta rekonstruksi daerah yang terkena bencana (BNPB, 2010).

Pemerintah seharusnya menjamin korban selamat terbebas dari kelaparan dan serangan penyakit. Pemulihan psikologis korban bencana, terutama anak usia dini, sangat penting diberikan. Selanjutnya, pemerintah segera melakukan relokasi dan pembangunan infrastruktur kembali, serta perumahan yang mampu mendukung kehidupan yang layak (BNPB, 2010).

(8)

sekitarnya. Misalnya saja, melindungi hutan dari penebangan liar, pelestarian sungai, menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman dan aman. Selain itu, program pemberdayaan juga dapat melakukan upaya antisipasi dan penyelamatan diri ketika bencana tiba.

Potensi ancaman bencana di Aceh tidak akan berkurang secara signifikan dalam tahun-tahun ke depan. Mengingat kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis Aceh maka diperlukan suatu upaya menyeluruh dalam upaya penanggulangan bencana, baik ketika bencana itu terjadi, sudah terjadi, maupun potensi bencana di masa yang akan datang. Konsekuensi dari kondisi geomorfologis dan klimatologis serta demografis, maka ancaman bahaya (hazard) di Aceh mencakup ancaman geologis, hidro-meteorologis, serta sosial dan kesehatan (BPBD Aceh, 2011).

Secara geologis, Aceh berada di jalur penunjaman dari pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada di bagian ujung patahan besar Sumatera (Sumatera Fault/Transform) yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai selat Sunda yang

dikenal dengan patahan Semangko. Zona patahan aktif yang terdapat di wilayah Aceh adalah wilayah bagian tengah, yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan Aceh mengalami bencana geologis yang cukup panjang (Profil Aceh Tengah, 2011).

(9)

tugas penanggulangan bencana di kabupaten Aceh Tengah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Tengah akan membangun koordinasi internal BPBD, pemerintah pusat dan masyarakat dalam menjalankan tugasnya (BPBD Aceh Tengah, 2010).

Koordinasi yang baik dan sinergi akan menghasilkan penanggulangan yang maksimal dan baik di masa yang akan datang. Koordinasi yang dimaksud adalah koordinasi BPBD dengan dinas terkait lainnya yang terlibat langsung dalam penanggulangan bencana yakni Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Palang Merah Indonesia (PMI) dan POLRI.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh fungsi koordinasi petugas dinas terkait meliputi pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

(10)

tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh fungsi koordinasi petugas dinas terkait meliputi pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam mengambil alternatif keputusan dan perumusan kebijaksanaan sebagai usaha untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah khususnya yang terkait dengan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh.

2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis dalam meningkatkan koordinasi petugas terkait dalam melakukan kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan naiknya investasi permintaan pembiayaan pada bank syariah juga akan meningkat, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap rasio keuangan bank tetapi bila

gunakan kipas atau bisa juga bila tidak ada kipas dengan kertas atau lap yang dapat digunakan sebagai pengganti kipas... KEHADIRAN SEORANG

menganalisa faktor-faktor tambahan apa saja yang merupakan persyaratan, yang mempengaruhi pemilihan pemenang yang ditunjuk oleh ULP dan persentase perbandingan antara

Sesuai dengan uji coba pengubahan biodata dosen di atas diperoleh data dosen dalam sebuah relasi yang secara logika bisa dibagi menjadi daftar baris terhapus, daftar

This w ill send t he new m em bers t heir password and list configurat ion inst ruct ions. Do not use Mailm an for unconscionable act ivit ies such as sending

skripsi ini dibuat sistem informasi operasional sekaligus sistem informasi eksekutif secara realtime dan akan menghasilkan output yang dibutuhkan oleh bagian

Selain pada manusia, gejala ensefalitis juga terjadi pada babi, sehingga kasus ensefalitis ini sangat erat hubungannya dengan penyakit babi yang termasuk salah satu

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012-2016