• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM ISLAM TENTANG PERBEDAAN AG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM ISLAM TENTANG PERBEDAAN AG (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

KARYA TULIS ILMIAH

Diselesaikan untuk memenuhi tugas UTS Mata Kuliah Hukum Islam, Fakultas Hukum,Universitas Jember

Oleh

HANDAYANI EKA BUDHIANITA

NIM 120710101205

Kelas A

JURUSAN ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

(2)

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

KARYA TULIS ILMIAH

Diselesaikan untuk memenuhi tugas UTS Mata Kuliah Hukum Islam Fakultas Hukum ,Universitas Jember

Oleh

HANDAYANI EKA BUDHIANITA

NIM 120710101205

Kelas A

JURUSAN ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam”.karya tulis ilmiah ini diselesaikan untuk memenuhi tugas UTS Mata Kuliah Hukum Islam Fakultas Hukum, Universitas jember.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua kami yang telah memberikan semangat dan doanya demi terselesainya karya tulis ilmiah ini,

2. Teman – teman dari fakultas hukum yang telah membantu dalam analis karya tulis ilmiah ini

3. Dosen pengajar mata kuliah Hukum Islam Fakultas Hukum, Universitas Jember

4. Seseorang yang penulis sayangi yang telah memberikan bantuan berupa semangat dan dukungannya dalam karya ilmiah ini.

5. Sumber – sumber referensi yang kami baca, dll.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang telah membacanya.

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB 1. PENDAHULUAN ... 4

1.1 ( Latar Belakang ) ... 4

1.2 ( Perumusan Masalah ) ... 4

1.3 ( Tujuan dan Manfaat ) ... 4

BAB 2. PEMBAHASAN ... 5

2.1 Hukum perkawinan dalam Islam... 6

2.2 Perkawinan Beda agama menurut Hukum Islam 2.2.1 Pengertian Non Muslim di dalam Islam... 8

2.2.2 Pembagian perkawinan Beda Agama dalam Hukum Islam……….8

2.3 Perkawinan Beda Agama menurut Hukum Indonesia…………10

BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 11

5.2 Saran... 11

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini,hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang populer di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan,Tidak hanya itu bahkan hal ini sering menimbulkan polemik dikalangan masyarakat maupun pemerintah.

Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim.Hal ini sering menjadi pemicu munculnya trend baru dikalangan masyarakat mulai dari berpindahnya keyakinan seseorang hingga mereka harus pindah kewarganegaraan demi tercapainya keinginan mereka.

Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal) tanpa tahu bagaiamana itu semua terjadi dan bagaimana sebenarnya hal itu diatur. Khususnya menurut aturan Hukum Islam.Oleh karena itu,karya tulis ilmiah ini saya buat guna mengetahui bagaimana perkawinan beda agama atau keyakinan ini menurut perspektif Hukum Islam.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana perkawinan beda agama menurut hukum Islam? 2. Bagaimana perkawinan beda agama menurut hukum di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui pengertian perkawinan

2. Untuk mengetahui hokum-hukum perkawinan dalam Islam

(6)

BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin. Perkawinan disebut juga “pernikahan” yang berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh.1

Berikut ada beberapa pendapat tentang pengertian perkawinan, yaitu: menurut UU perkawinan no.1 tahun 1974 pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.

Disamping definisi yang diutarakan oleh UU perkawinan no.1 tahun 1974 diatas, Kompalasi Hukum Islamdi Indonesia memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut, namun bersifat menambah penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:

Perkawinan menurut islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.(pasal 2)

Ungkapan “akad” yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir batin” yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Ungkapan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, merupakan penjelasan dari ungkapan “berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa” dalam UU. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah2.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin dari seorang pria dan wanita untuk membentuk suatu keluarga dalam menaati perintah Allah dan merupakan suatu perbuatan ibadah. Berikut adalah suruhan Allah dalam Al-quran untuk melaksanakan perkawinan, firman-Nya dalam surat an-Nur ayat 32 “Dankawinkanlahorang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang

yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

(7)

2.1 Hukum Perkawinan dalam Islam

Menurut sebagian besar Ulama’,hukum asal menikah adalah

Mubah,yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak.Apabila dikerjakan tidak mendapat pahala,dan jika tidak dikerjakan tidak mendapat dosa.Namun menurut Agama Islam yang menyatakan bahwa Nabiullah Muhammad SAW melakukan pernikahan,ini dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu Sunnah

adanya berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan beliau.Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah,wajib,makruh bahkan haram tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

A. Perkawinan yang Hukumnya Wajib

Hukum yang bersifat wajib adalah hukum yang harus dijalani.Apabila dijalankan maka orang itu akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.Jika seseorang dianggap mampu (usia,ekonomi,biologis,psikis) untuk menikah dan ia sangat beresiko terjebak perzinaan,maka orang tersebut wajib hukumnya untuk menikah karena kita tahu bahwa zina merupakan doa besar,dan kita wajib menghindari zina yang buruk tersebut.Jika jalan satu satu satunya untuk menghindari zina adalah menikah,maka nikah menjadi wajib hukumnya dimata Islam.

B. Perkawinan yang Hukumnya Sunnah

Sunnah adalah hukum yang menganjurkan untuk melakukan amal tersebut jika dikerjakan maka memperoleh pahala .Namun jika tidak dikerjakan pun tidak akan mendapat dosa.Perkawinan dalam Islam menjadi sunnah kepada kondisi seseorang yang meskipun telah mampu untuk menikah tetapi ia masih bisa menjaga dirinya.Orang tersebut berada jauh dari resiko berzina,mungkin karena ia seorang yang soleh,yang bisa mengendalikan hawa nafsu,mungkin juga karena ia orang yang sibuk mengurusi umat sehingga tidak sempat menikah.

Meskipun hukumnya sunnah,menikah tetap dianjurkan bagi siapa saja yang sudah mampu,seperti yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW pada dua sabda yaitu :

Nabi Muhammad SAW bersabda,”Menikah adalah sunnahku.Siapa yang tidak mengamalkan sunnahku,ia bukan termasuk umatKu.Menikahlah sebab Aku akan senang dengan jumlah besar kalian dihadapan umat umat yang lain.Siapa yang telah memiliki kesanggupan,maka menikahlah,Jika

tidak maka berpuasalah karena puasa adalah benteng.” (H.R.Ibn Majah)

(8)

menikah karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan) dan barang siapa tidak mampu

menikah hendaklah ia berpuasa,karena puasa itu menjadi penjaga baginya.

(H.R Bukhari Muslim)

C. Perkawinan yang Hukumnya Makruh

Makruh artinya dianjurkan untuk tidak melakukan amal tersebut. Kondisi yang menyebabkan perkawinan dalam Islam menjadi makruh misalnya jika laki laki tidak bisa memberika nafkah kepada istri sehingga biaya biaya hidup ditanggung istri atau bisa juga karena tidak adanya kemampuan seksual.

D. Perkawinan yang Hukumnya Mubah

Hukum perkawinan dalam Islam yang mubah atau boleh jatuh Kepada orang yang berada dalam kondisi tengah tengah.Ada alasan yang mendorong dia untuk menikah dan juga ada hal hal yang mencegahnya untu menikah.Orang tersebut dianjurkan untuk menikah,akan tetapi tidak ada alas an yang melarangnya untuk menikah.

E. Perkawinan yang Hukumnya Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram biasanya karena beberapa hal misalnya apabila orang yang Yang ingin menikah tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut.Ada pula misalnya saja ada seorang wanita yang menikah dengan laki laki bukan agama Islam,maka hukum nya haram hukumnya.Kondisi lain misalnya menikahi orang yang muhrim (haram untuk dinikahi) seperti ayah,ibu,adik,sepup atau yang masih mempunyai ikatan kekeluargaan dengan salah satu pihak.

Atau bisa karena disebabnya tidak sempurnanya rukun dan syarat dari perkawinan seperti ada tidaknya wali dan saksi dan sebagainya.Bagi laki laki juga haram hukumnya menikahi seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dan wanita yang telah ditalak tiga sebelum ia menikah dan bercerai dengan laki laki lain.Selain itu pernikahan kontrak yang sekarang ini sering menjadi tren di masyarakat juga dikatagorikan sebagai perkawinan yang apabila dilakukan hukumnya haram.

2.2 Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam

(9)

agma atau nikah campur karena mereka kebanyakan mengatasnamakan cinta untuk mengusahakan apa yang mereka inginkan.Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agam Islam.

2.2.1 Pengertian Non-Muslim di dalam Islam

Sebelum kita membahas tentang pernikahan Beda musrik ialah orang orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan makhlukNYA (penyembahan patung ,berhala dsb)

b. Golongan Ahli Kitab

Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni,Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As,atau mereka yang berpegang teguh pada Kitab Injil agama Nabi Isa as.atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.

Mengenai istilah Ahli Kitab ini,terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab.Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya terdahulu)ketika diturunkan sudah memeluk agama nasrani di Indonesia berdasarkan pendapat sebagian ulama’tidak termasuk Ahli Kitab.

2.2.2 Pembagian perkawinan Beda Agama dalam Hukum Islam

Secara umum pernikahan lintas agama atau beda agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

(10)

“(Dan dihalalkan menikahi)perempuan perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan ahli kitab sebelum kamu)”

Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut yaitu :

1. Jelas Nasabnya

Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyang adalah ahli kitab.Jadi dapat dikatakan bahwa sebagian besar kaum nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan ahli kitab. 2. Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga

anaknya kelak dari bahaya fitnah.

Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khatabb,Usman bin Affan pernah berkata “pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita Muslimah”Bahkan Sahabat Hudzaifah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi pada akhirnya wanita tersebut masuk Islam.Dengan demikian ,keputusan untuk memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’(artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Al-Quran dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi)para sahabat.Tetapi dalam Kialtab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah,Ibnu Abbas pernah menyatakan ,hukum pernikahan dalam Qs.Al Baqarah ayat 221 dan Qs.Al Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh Qs.Al-Maidah ayat 5 .Karena yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab.Sedangktap diharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musrik,menurut kesepakatan para ulama’tetap diharamkan ,apapun alasannya karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah.

B. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah

(11)

permintaan sang suami yang mungkin bertentangan dengan syariat Islam,atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan.

Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang menyatakan bahwa Allah SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab tidak sebaliknya.Seandainya pernikahan ini diperbolehkan ,maka Allah SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran.Karenanya,berdasarkan mahfum al-mukhalafah,secara implicit Allah SWT melarang pernikahan tersebut.

2.3 Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum di Indonesia

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 Dan Keputusan MenteriAgama Nomor 154 tahun 1991 keluarlah KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) yang menjadi hukum positif unikatif bagi seluruh umat Islam di Indonesia dan menjadi pedoman para hakim di lembaga peradilan agama dan menjalankan tugas mengadili perkara – perkara dalam bidang perkawinan,kewarisan dan perwakafan.

Apabila dilihat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 ayat (c) yang bunyinya “Dilarang perkawinan antara seorang wanita beragama Islam dengan seorang pria tidak beragama Islam”Larangan perkawinan tersebut memiliki alasan yang cukup kuat yaitu apabila ditinjau dari segi UU perkawinan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1/1974 sudah jelas diterangkan bahwa “tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya”sehingga antara KHI dan hukum perkawinan di Indonesia memiliki kaitan dalam urusan perkawinan Beda Agama ini.Alasan yang kedua yaitu apabila dihubungkan dengan dalil – dalil hukum Islam diantaranya larangan tersebut sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kemurtadan dan kehancuran rumah tangga akibat perkawinan Beda agama tersebut.

Pada prinsipnya agama Islam melarang (haram) perkawinan antara seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak beragama Islam ( Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221),sedangkan izin kawin seorang pria Muslim dengan seorang wanita dari Ahli Kitab (Nasrani/Yahudi) ada pada surat Al-Maidah ayat 5 hanyalah dispensasi bersyarat yakni kualitas iman dan Islam pria Muslim tersebut haruslah cukup baik.karena perkawinan tersebut mengandung resiko yang sangat tinggi bagi rumah tangga nya nanti.Karena itu pemerintah berhak membuat peraturan yang melarang perkawinan antara seorang yang beragama Muslim (pria/ wanita) dengan seorang yang tidak beragama Islam(pria/wanita)apapun agamanya yang juga didukung oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 50 ayat (c) dan pasal 4

(12)

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pernikahan antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam tetapi tidak berlaku sebaliknya karena perkawinan antara pria non muslim dan wanita muslim apapun alasannya tetap diharamkan oleh Islam.Akan tetapi perkawinan beda agama antara pria muslim dan wanita ahli kitab saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan Injil.Sedangkan apabila ditinjau dari segi hukum Indonesia bahwa dalam Hukum Perkawinan pada pasal 2 ayat 1 UU nomor 1/1974 tentang perkawinan tidak dibenarkan dan dilarang adanya perkawinan beda agama karena memiliki alasan - alasan tertentu yang berkaitan dengan rumah tangga perkawinan tersebut.Sedangkan bila dilihat dari segi hukum yang berada dalam Al-Quran bahwa segala hal yang mengatur tentang perkawinan dan izin perkawinan beda agama dapat ditinjau dari surat Al-Baqarah dan surat Al-Maidah dan disesuaikan dengan Iman dan pemikiran masing masing.

5.2 Saran

Sebagaimana kita adalah umat beragama seharusnya kita perlu benar benar dapat mengerti dan memahami segala aturan yang bersifat fundamental dan yang bersifat norma yang ada dalam agama kita masing masing.Seperti halnya dalam masalah perkawinan beda agama yang penulis bahas pada kesempatan ini.Perlu diadakan suatu pembelajaran lanjutan dan kajian mengenai bagaimana sebenarnya perkawinan beda agama apabila ditinjau dari segi agama islam(perbandingan dari surat Al-Baqarah dan Maidah) dengan hukum yang ada di Indonesia sehingga pembaca dapat benar benar memahami perihal perkawinan beda agama secara mendetail lagi.

(13)

1. Siddik,Mr. Haji Abdullah, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: 1983.

2. http://myoesuf.wordpress.com/2011/02/27/hukum-pernikahan-beda-agama-dalam-islam/ tanggal 06 maret 2013

3. http://www.kabarislam.com/hukum-fiih/perkawinan-beda-agama-menurut-hukum-islam-dan-hukum-indonesia tanggal 07 maret 2013

4. http://flsafat.kompasiana.com/2011/05/31/pernikahan-beda-agama-369247 tanggal 07 maret 2013

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan yang baik tentang menarche akan mempengaruhi kesiapan remaja putri dalam menghadapi menarche , hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dengan menjaga keberlangsungan hidup maleo, secara otomatis Kakek Bahar juga dapat menjaga keberlangsungan upacara adat tumpe yang merupakan warisan dari leluhurnya.... Bab

Akhibatnya, bertumbuh subur perilaku menyimpang, seperti: bangga melanggar hukum, kurang sikap kritis, kurang jujur, kurang mengakui dan menghargai kelebihan orang

banyak karya komunitas lokal kita yang hilang oleh arus perdagangan kapitalisme yang sangat tidak berpihak pada komunitas lokal itu sendiri. Dengan perkembangan zaman

2 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Prenhallindo, 1997) h.. memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan memperkerjakan sejumlah orang yang

Semakin bertambah banyaknya jumlah dan ragam serta jenis koleksi, terutama bahan pustaka buku serta diimplementasikannya peraturan-peratuan begitu banyak pada user di

subjek yaitu pendidik dan siswa. 35) mengemukakan “ belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

antara variabel. Selain itu analisis rasio yang digunakan untuk menilai kinerja.. keuangan memiliki beberapa bagian yang berbeda menurut beberapa ahli. 2) Rasio