• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ANTROPOLOGI PENDIDIKAN ( 1 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ANTROPOLOGI PENDIDIKAN ( 1 )"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropobiologi

Dosen Pengampu: NURUL HUDA, M.Pd

Disusun oleh:

Sukini NPM B2617110032

Firdah Rothul Elissah NPM B2617120041 Marjono NPM B2617120111

PG PAUD IKIP VETERAN SEMARANG

BAB. I PENDAHULUAN

Pendidikan suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap karakter positif. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan..

Kebudayaan di masa depan tidak dapat diramalkan secara pasti, sehingga dalam mempelajari kebudayaan baru diperlukan metode baru untuk mempelajarinya. Dalam hal ini pendidik dan antropolog harus saling bekerja sama, dimana keduanya sama-sama memiliki peran yang penting dan saling berhubungan. Pendidikan bersifat konservatif yang bertujuan mengumpulkan hasil-hasil prestasi kebudayaan, yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diri pada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan diluar kebudayaan serta merintis jalan untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan.

BAB. II

ANTROLOGI PENDIDIKAN (Teori Antrologi Pendidikan)

Antrpologi pendidikan mulai menampilkan dirinya sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abad-20. Pada waktu itu banyak pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan tentang sejauhmana pendidikan dapat mengubah suatu masyarakat. Sebagaimana di ketahui pada waktu itu negara maju

(2)

mengenai perwujudan kebudayaan para pengambil kebijakan pendidikan yang berorientasi pada perubahan sosial budaya mendapat perhatian.

Pada awalnya Antropologi dipandang sebagai ilmu yang menggambarkan kebudayaan masyarakat yang ada di luar Eropa. Bahan dasar pembentunkan ilmu itu dikumpulkan sejak abad ke-18 ketika banyaknya cerita-cerita orang perorangan yang kebetulan bertemu dengan kelompok suku bangsa yang kehidupannya amat unik dan bersahaja dalam perspektif bangsa Eropa. Cerita-cerita tersebut diperkuat dengan perjalanan ilmuan yang mengunjungi masyarakat kelompok tersebut, yang didukung oleh laporan administrasi pegawai colonial tentang keadaan lingkungan dan adat istiadat bangsa yang berada dikoloninya. Sejumlah informasi tersebut menjadi sekumpulan data berharga untuk menjadi bahan analisis ilmuan, termasuk pihak pemerintah colonial untuk mendorong dilakukannya serangkaian penelitian yang sistematis mengenai kehidupan bangsa diluar benua Eropa.

A. Pengertian 1. Antropologi

Antropologi adalah kajian tentang manusia dan cara-cara hidup mereka. Antropologi mempunyai dua cabang utama, yaitu antropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap lingkungan yang berbeda-beda, dan antropologi budaya yang mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaanyang sudah punah. Secara umum antropologi budaya mencakup antropologi bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk bahasa, arkeologi yang mengkaji kebudayaan-kebudayaan yang masih punah, etnologi yang mengkaji kebudayaan yang masih ada atau kebudayaan yang hidup yang masih dapat di amati secara langsung.[1]

Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentangbudaya masyarakat suatu etnis tertentu. Lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat – sifat semua jenis manusia secara lebih banyak. Antropologi yang dahulu dibutuhkan oleh kaum misionaris untuk penyebaran agama Nasrani dan bersamaan dengan itu berlangsung system penjajahan atas Negara – Negara di luar Eropa, dewasa ini dibutuhkan bagi kepentingan kemanusiaan yang lebih luas. Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di Negara – Negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi pembuatan – pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat.

(3)

dengan perkembangan ahli – ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih mamahami sifat – sifat dan hajat hidup manusia secara lebih banyak.[2]

2. Sejarah Perkembangan Antropolgi

Tahap pertama, antropologi muncul ketika orang pribumi di Asia, Afrika dan Amerika didatangi oleh orang Eropa. Orang Eropa tertarik kepada orang pribumi karena kebudayaan orang Eropa sangat berbeda dengan kebudayaan orang pribumi.

Tahap kedua, antropopologi telah berkembang dengan tujuan utama untuk mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah dan evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Tahap ketiga, pada fase perkembangan ketiga ini, antroplogi menjadi suatu ilmu yang praktis, dengan tujuannya adalah mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan kolonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.

Tahap keempat, antropologi mengalami masa perkembangan yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Pada masa perkembangan ini, antropologi mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis.

Tujuan akademis dari ilmu ini adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat serta kebudayaan, sedang tujuan praktis dari ilmu antropologi adalah mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku

bangsa itu.

Dari tahap-tahap perkembangan ilmu antropologi tampak bahwa sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain ilmu pengetahuan antroplogi pun terus mengalami perkembangan. [3]

Pada tahap awal sejarah perkembangannya, antropologi hanya bersifat deskripsi, kemudian dalam perkembangannya bahasan/ulasan antropologi disertai penjelasan atas dasar analisis dari interaksi antara manusia dengan kebudayaannya. Di samping itu, antropologi mempunyai perhatian utama adanya perbedaan dan persamaan (keanekawarnaan) berbagai manusia (ras) dan budaya di muka bumi.

3. Konsep Evolusi Manusia dalam Ilmu Biologi

(4)

seterusnya hingga dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun terjadilah jenis-jenis makhluk yang paling kompleks seperti kera dan manusia.

Orang awam di Eropa Barat mula-mula sangat menentang pendirian tadi, dan walaupun sudah ada berbagai tulisan mengenai proses sejarah evolusi masyarakat manusia pada waktu itu, tetapi gagasan mengenai jenis-jenis evolusi belum dapat diterima. Hal itu di karenakan pada pertengahan abad ke-19 di Eropa ada suatu pembangkitan dan pengetatan kembali dari kehidupan keagamaan, dan gagasan-gagasan seperti gagasan Darwin itu di anggap gagasan orang kafir yang bertentangan dengan keyakinan ke agamaan yang mengatakan bahwa semua jenis mahkluk di dunia (termasuk manusia), merupakan hasil ciptaan Tuhan yang mutlak. Kecuali itu gagasan bahwa manusia dan kera merupakan keturunan dari suatu makhluk yang sama, bahkan bahwa manusia adalah keturuna Kera , merupakan gagasan yang awam terlampau sulit untuk di terima.

Di samping C. Darwin ada pula ahli biologi lain, yaitu A. Wallace (1823-1913) yang secara terpisah dari Darwin[4] telah juga mengembangkan gagasan tentang evolusi mahkluk di dunia yang sama, walaupun Wallace lebih memperluas soal proses seleksi alam dalam penentuan bentuk fisik dari jenis-jenis yang baru dalam proses evolusi. Darwin hanya menyebut mengenai seleksi alam itu secara sepintas lalu dalam ceramahnya.[5] Pada dasarnya memang tidak ada perbedaan antara teori mengenai proses evolusi dari kedua ahli biologi itu, kedua-duanya berpendirian bahwa di antara individu-individu dalam satu jenis mahluk selalu ada perbedaan-perbedaan kecil. Beberapa individu yang lemah kurang dapat bertahan terhadap tekanan-tekanan alam, lalu mati, sedangkan individu-individu yang lebih kuat dapat bertahan dan hidup langsung. Melahirkan keturunan dan mewariskan sifat-sifatnya yang kuat tadi kepada sebagian dari keturunannya. Dalam generasi berikutnya proses tadi berulang lagi, demikian seterusnya. Menurut Wallace, semakin kejam dan keras tekanan alamnya maka semakin tinggi pula mutu yang menjadi syarat bagi organisme individu-individu dari suatu jenis yang memiliki sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat-syarat alamiah itulah yang dapat bertahan untuk hidup terus. Inilah yang oleh Darwin maupun Wallace disebut “seleksi alam”[6].

4. Ilmu-ilmu Bagian dari Antropologi

Di universitas-universitas Amerika, tempat antropologi telah mencapai perkembangan yang paling luas, ruang lingkup dan batas lapangan perhatian yang luas itu menyebabkan adanya tidak kurang dari lima masalah penelitian khusus, yaitu[7]:

a. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evolusinya) dipandang dari segi biologi.

b. Masalah sejarah terjadinya berbagai ragam manusia, dipandang dari ciri-ciri tubuhnya. c. Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa diseluruh

dunia.

d. Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan di dunia.

(5)

Lapangan-lapangan penelitian yang bermaksud memecahkan kelima masalah tersebut di atas sangat luas sehingga untuk setiap masalah (yang merupakan ilmu bagian dari antropologi) diperlukan ahli-ahli yang khusus pula.

5. Objek Studi dan Pengamatan Antropologi

Objek studi antropologi dapat dipilah menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sasaran yang menjadi perhatian dalam penyelidikan. Mengingat lingkup pelajaran antropologi manusia dan budaya, maka sasaran penyelidikan sebagai objek material sangat luas.[8] Sasaran penyelidikan yang banyak tersebut pada umumnya juga menjadi sasaran penyelidikan ilmu pengetahuan sosial lainnya: maka objek formallah yang membedakan ciri ilmu pengetahuan antropologi dengan yang lain. Yang dimaksud objek formal adalah cara pendekatan dalam penyelidikan terhadap objek yang sedang menjadi pusat perhatiannya.

Ada tiga cara pendekatan dalam ilmu antropologi, yaitu:

Pertama, pengumpulan fakta. Dalam pengumpulan fakta di sini terdiri dari berbagai metode observasi, mencatat, mengolah dan melukiskan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat hidup. Sedangkan metode-metode pengumpulan fakta dalam ilmu ini adalah penelitian di lapangan (utama), dan penelitian perpustakaan.

Kedua, penentuan ciri-ciri umum dan sistem. Hal ini adalah tingkat dalam cara berpikir ilmiah yang bertujuan untuk menentukan ciri-ciri umum dan sistem dalam himpunan fakta yang dikumpulkan dalam suatu penelitian. Adapun ilmu antropologi yang bekerja dengan bahan berupa fakta-fakta yang berasal dari sebanyak mungkin macam masyarakat dan kebudayaan dari seluruh dunia, dalam hal mencari ciri-ciri umum di antara aneka warna fakta masyarakat itu harus mempergunakan berbagai metode membandingkan atau metode komparatif. Adapun metode komparatif itu biasanya dimulai dengan metode klasifikasi. Ketiga, verifikasi. Dalam kaitan ini, ilmu antropologi menggunakan metode verifikasi yang bersifat kualitatif. Dengan mempergunakan metode kualitatif, ilmu ini mencoba memperkuat pengertiannya dengan menerapkan pengertian itu dalam kenyataan beberapa masyarakat yang hidup, tetapi dengan cara mengkhusus dan mendalam.

B. Antropologi Pendidikan

G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan social budayanya.[9] Teori khusus dan percobaan yang terpisah tidak akan menghasilkan disiplin antropologi pendidikan. Pada dasarnya, antropologi pendidikan mestilah merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropolog terhadap pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan, 1989)

(6)

karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada perbandingan baru yang bersifat tentatif. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.

Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropolog menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang efektif dari media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang didapat di lapangan oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya mengeksploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.

Antropologi pendidikan mulai menampakkan dirinya sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abab ke-20. Pada waktu itu banyak pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan tentang sejauhmana pendidikan dapat mengubah suatu masyarakat. Sebagaimana diketahui pada waktu itu Negara maju tengah mengibarkan program besarnya, yakni menciptakan pembangunan di Negara-negara yang baru merdeka (Hadad, 1980). Antropologi pendidikan berupaya menemukan pola budaya belajar masyarakat (pedesaan dan perkotaan) yang dapat merubah perubahan social.

Demikian juga mengenai perwujudan kebudayaan para ahli mengambil kebijakan pendidikan yang berorientasi pada perubahan social budaya mendapat perhatian. Konferensi pendidikan antropologi yang berorientasi pada perubahan social di Negara-negara baru khususnya melalui pendidikan persekolahan mulai digelar. Hasil-hasil kajian pendidikan dipersekolahan melalui antropologi diterbitkan pada tahun 1954 dibawah redaksi G.D. Spindler (1963). [10]

Konferensi memberi rekomendasi untuk melakukan serangkaian penelitian antropologi pendidikan di persekolahan, mengingat jalur perubahan social budaya salah satunya dapat dilakukan dengan melalui pendidikan formal. Banyak penelitian menunjukan bahwa system pendidikan di Negara-negara baru diorientasikan untuk mengokohkan kelompok social yang tengah bekuasa.

Antropologi Pendidikan sebagai disiplin kini banyak di kembangkan oleh para ahli yang menyadari pentingnya kajian budaya pada suatu masyarakat. Antropologi di negara-negara maju memandang salah satu persoalan pembangunan di Negara berkembang adalah karena masalah budaya belajar. Kajian budaya belajar kini menjadi perhatian yang semakin menarik, khususnya bagi para pemikir pendidikan diperguruan tinggi. Perhatian ini dilakukan dengan melihat kenyataan lemahnya mutu sumber daya manusia yang berakibat terhadap rentannya ketahanan social budaya masyarakat dalam menghadapi krisis kehidupan.

(7)

masalah kebikajan social, sehingga pendidikan tidak ada lagi menjadi kebutuhan bersama. Untuk itu perlu analisa empiric tentang tugas pendidikan dalam konteks kehidupan masyarakat”[11].

Pendekatan dan teori antropologi pendidikan dapat dilihat dari dua kategori.Pertama, pendekatan teori antopologi pendidikan yang bersumber dari antropologi budaya yang ditujukan bagi perubahan social budaya. Kedua, pendekatan teori pendidikan yang bersumber dari filsafat.

Teori antropologi pendidikan yang diorientasikan pada perubahan social budaya dikategorikan menjadi empat orientasi[12]:

a. Orientasi teoritik yang focus perhatiannya kepada keseimbangan secara statis. Teori ini merupakan bagian dari teori-teori evolusi dan sejarah.

b. Orientasi teori yang memandang adanya keseimbangan budaya secara dinamis. Teori ini yang menjadi penyempurna teori sebelumnya, yakni orientasi adaptasi dan tekno-ekonomi yang menjadi andalanya

c. Orientasi teori yang melihat adanya pertentangan budaya yang statis, dimana sumber teori dating dari rumpun teori structural.

d. Orientasi teori yang bermuatan pertentangan budaya yang bersifat global atas gejala interdependensi antar Negara, dimana teori multicultural termasuk didalamnya.

C. Konsep Budaya Belajar Pendidikan Antropologi

Budaya atau kebudayaan tidak hanya berupa fenomena yang berwujud material semata, baik yang berupa benda, tindakan ataupun emosi, melainkan sesuatu yang abstrak yang terdapat dalam pikiran manusia, yaitu berupa model system pengetahuan manusia yang digunakan oleh pemiliknya untuk menafsirkan benda, tindakan dan emosi (Geodenough dalam Spradley, 1972). Tegasnya kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosio budaya yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman, lingkungannya yang menjadi kerangka landasan untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan (Suparlan: 1980). Berdasarkan konsep tersebut, maka budaya belajar juga dipandang sebagai model-model pengetahuan manusia mengenai belajar yang digunakan oleh individu atau kelompok social untuk menafsirkan benda, tindakan dan emosi dalam lingkungannya.

Cara pandang budaya belajar sebagai system pengetahuan mengisyaratkan bahwa, budaya belajar merupakan “pola kelakuan manusia yang berfungsi sebagai blueprint(pedoman hidup) yang dianut secara bersama” (Keesing & Keesing, 1971). Sebagai sebuah pedoman, budaya belajar digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, yang dapat menciptakan dan mendorong individu-individu bersangkutan melakukan berbagai macam tindakan dan pola tindakan yang sesuai dengan kerangka aturan yang telah digariskan bersama.

(8)

1) Syarat dasar alamiah, yang berupa kebutuhan biologis, seperti pemenuhan kebutuhan makan, minum, menjaga stamina, menjadikan organ-organ tubuh manusia lebih berfungsi 2) Syarat kejiwaan, yakni pemenuhan kebutuhan akan perasaan tenang, jauh dari perasaan

takut, keterkucilan, kegelisahan dan berbagai kebutuhan kejiwaan lainnya

3) Syarat dasar social, yakni kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, dapat melangsungkan hubungan, dapat mempelajari kebudayaan, dapat mempertahankan diri dari serangan musuh. (Suparlan, 1980, Bennet, 1976: 172)

Lebih lanjut Bunnet (1976) menjelaskan, bahwa adaptasi adalah upaya menyesuaikan dalam arti ganda, yakni manusia belajar menyesuaikan kehidupan dengan lingkungannya, atau sebaliknya manusia belajar agar lingkungan yang dihadapi dapat disesuaikan dengan keinginan dan tujuannya. Pada kenyataannya manusia memang tidak hanya sekedar menerima lingkungan dengan apa adanya, melainkan belajar untuk menanggapi bergabai masalah yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu, pada suatu lingkungan masyarakat terdapat ragam bentuk tindakan belajar individu atau kelompok yang pada dasarnya terdorong oleh sikap adaptif mereka. Upaya manusia melakukan belajar menyesuaikan dengan lingkungannya senantiasa berhubungan dengan pranata social, psikologis, ekonomi dan juga fisik nya. (Montagu, 1969, Smith, 1982: 85-89).

Dalam kaitannya itu, maka budaya belajar dapat dipandang juga sebagai strategi adaptasi yang berupa model-model pengetahuan belajar yang mencakup serangkaian aturan, petunjuk, resep-resep, rencana, strategi yang dimiliki dan digunakan oleh individu pembelajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya(spradley, 1972). Resep-resep tersebut berisikan pengetahuan belajar yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan dan tata cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan sebagai pranata social selalu berbeda dalam tatanan system social masyarakat pendukungnya, yang memiliki kedudukan penting yang relative sama dengan pranata keluarga, agama dan pemerintahan dalam menentukan tata kelakuan seseorang dan kelompok. Oleh karena itu kepribadian seseorang adalah produk dari budaya masyarakat pendukung kebudayaan itu.

D. Pranata Pendidikan (Ragam dan Fungsi)

Pranata social yang ada dalam masyarakat pada umumnya memilki hubungan antara satu dengan yang lainnya, bahkan untuk fungsi tertentu sering terjadi tumpang tindih. Kadang kala pranata tertentu seolah-olah memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan lainnya, serta dalam kenyataannya dikesankan memiliki pengaruh yang kuat pula bagi lembaga lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan tingkat kesempurnaan dan keseimbangan antara pranata keluarga, pemerintahan, agama, ekonomi dan pendidikan.

(9)

perilaku agar tidak terjadi penyimpangan. Ideology yaitu pengikat suatu kelompok. Ideology memberikan aturan dalam bidang social, moral, ekonomi dan politik untuk kelompok tertentu yang umumnya diterima bersama oleh lembaga yang bersangkutan.

Dalam konteks transmisi kebudayaan, diperlukan piranti tertentu. Piranti ini adalah berbagai institusi social, baik pada lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan sekolah dan juga media masa sebagai penyalur informasi.

1) Lingkungan Pendidikan Keluarga

Lingkungan keluarga adalah unit social terkecil yang memiliki peran penting dalam internalisasi. Proses identifikasi dalam keluarga menjadikan seorang anak dapat mengenal keseluruhan anggota keluarganya, baik saudara terdekat maupun saudara jauh. Seorang ayah yang berperan sebagai kepala keluarga dikenalnya melalui tindakan-tindakannya. Demikian pun kegiatan ayah dalam pekerjaan sehari-hari memungkinkan terjadinya identifikasi (bentuk peniruan) oleh anak-anaknya. Upaya peniruan yang pada mulanya dilakukan sambil lalu ini, secara perlahan akan menjadi bagian dalam transmisi buadaya. Para orang tua berfungsi sebagai nara sumber utama.

Secara tersirat budaya belajar dari peniruan, baik secara individual maupun kelompok memungkinkan terjadinya pemahaman utuh antar genersi (orang tua versus anak). Lingkungan keluarga menjadi salah satu focus kajian antropologi pendidikan. Terutama mengenai system kebudayaan. Di dalam keluarga itulah suatu generasi dilahirkan dan dibesarkan. Mereka mendapat pelajaran pertama kali, apalagi bagi masyarakat yang belum mengenal dan menciptakan lingkungan pendidikan formal. Dalam lingkungan keluarga terdapat tiga fungsi utama dalam keluarga, yaitu: (1) fungsi seksual; (2) fungsi ekonomi; (3) fungsi edukasi.

Fungsi eduksi berkaitan dengan pewarisan budaya. Keluarga bukan hanya sebagai tempat melahirkan anak, tetapi sekaligus sebagai tempat membesarkannya. Anak dalam lingkungan keluarga belajar berbahasa, mengumpulkan berbagai pengertian serta belajar menggunakan nilai yang berlaku dalam kebudayaan. Dengan demikian, keluarga berfungsi meneruskan nilai budaya yang dimilikinya. Suasana edukasi berlangsung penuh kasih sayang, keakraban dan penuh tanggung jawab. Dengan kata lain kegiatan edukasi dilakukan secara terus-menerus dengan berbagai cara baik.

Inti dari proses pewarisan budaya dalam keluarga adalah terjadinya interaksi penuh makna dalam suasana informal. Proses pewarisan budaya di lingkungan keluarga telah banyak mendapat perhatian antropolog. Seperti yang dilakukan oleh Margaret Mead, yang meneliti adat istiadat pengasuhan anak-anak di masyarakat Manus (sebelah utara irian). Bersama F. Cooke Mac Gregor. Med mengadakan penelitian tentang gerak-gerak tubuh anak-anak Bali, yang kemudian hasilnya dibukukan dengan judul Growth and Culture (1951). 2) Lingkungan Pendidikan Masyarakat

(10)

bersama secara menetap. System perwarisan budaya lewat lingkungan masyarakat berlangsung dalam berbagai pranata social, diantaranya pemilihan hak milik, perkawinan, religi, system hokum, system kekerabatan, dan system edukasi. Sebagai suatu komunitas yang lebih luas, masyarakat memiliki struktur.

Pewarisan budaya menjadi tugasbersama bagi seluruh anggota masyarakat di lingkungannya. Bila seorang anak melakukan hubungan pertemanan, maka hubungan atau interaksi social itu menunjukan hubungan yang lebih luas. Mereka akan menerima berbagai pembelajaran nilai dan norma, memperlakukan orang lain, menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya. Mereka juga menyerap berbagai pengetahuan dari lingkungan, mendapatkan bimbingan, dan nilai-nilai lain yang berkembang pada masyarakatnya. Pada saat anak melakukan kekeliruan, maka anggota masyarakat lainnya akan memberikan nasihat atau koreksi terhadap perilakunya yang tidak sesuai tersebut. Demikian selanjutnya seorang anak diberi pelajaran dan bimbingan oleh anggota masyarakat lainnya.

3) Lingkungan Pendidikan sekolah

Sekolah adalah institusi yang diciptakan oleh masyarakat yang berfungsi untuk melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya menyampaikan pengetahuan saja yang berupa latihan untuk kecerdasan, melainkan untuk menghaluskan moral dan menjadikan akhlak yang baik. Sekolah dalam masyarakat dikategorikan sebagai pendidikan formal. Pada dasarnya lembaga sekolah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dibidang pembelajaran. Kebutuhan masyarakat tentang pembelajaran semakin hari semakin banyak. Oleh karena itu, sekolah pada dasarnya menyiapkan dan membekali peserta didik untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Pendidikan di sekolah dalam kerangka pewarisan budaya jelas sekali arahnya. Para pendidik yang bertugas sebagai guru melakukan penyampaian pengetahuan dan interaksi moral itu berdasarkan rancangan atau program yang disesuaikan dengan system pengetahuan dan nilai-nilai yang dianaut oleh masyarakat. Misalnya dalam mata pelajaran agama yang senantiasa harus diajarkan di berbagai tingkatan dan jenjang pendidikan di sekolah. Hal itu merupakan cermin dari masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.

Proses pewarisan budaya di sekolah dilakukan secara bertahap, terencana dan terus menerus. Cara pewarisan melalui lembaga sekolah ini hanya berlaku bagi masyarakat yang kebudayaannya kompleks. Di Indonesia, meskipun suku bangsa masih belum dapat dijangkau mengingat letak geografisnya yang terpencil, namun pendidikan formal ini diupayakan untuk dapat dilaksanakan, misalnya dengan pola guru kunjung. Lebih dari itu, pemerintah Indonesia telah merencanakan adanya program Wajib Belajar Sembilan tahun (Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) yang wajib diikuti oleh semua warga Indonesia yang berumur 7 sampai 15 tahun.

4) Lingkungan Pendidikan Media Massa

(11)

penyimpangan dari nilai, norma, dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan pemberitaan yang baik dan benar masyarakat menjadi tahu terhadap setiap peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar.

Salah satu fungsi media massa adalah fungsi pendidikan bagi masyarakat. Banyaknya informasi yang diberikan, baik berupa pendapat-pendapat, masalah social budaya secara langsung maupun tidak dapat memperluas wawasan para pembacanya. Melalui media massa terjalin hubungan atau kontak social secara tidak langsung antar anggota masyarakat. Keseluruhan itu menunjukan besarnya peran media massa dalam proses transformasi budaya bagi seluruh anggota masyarakat.

E. Aplikasi Pendidikan Antropologi bagi Pendidikan Multikulturan

Bagi pendidik persoalan pendidikan multicultural merupakan sesuatu yang sensitive dalam pengertian isu yang kompleks dan unik yang mesti diantisipasi. Dalam kaitannya dengan menumbuhkan kesadaran terhadap keberagaman ini, secara dini harus terjadi suasana saling memahami melalui interaksi yang bermakna anatr satu dengan yang lainnya. Dengan memperhatikan keragaman sebagai bagian dari lingkungan dan perilaku yang dibentuk oleh budaya, maka pembelajaran seyogyanya berpusat pada keragaman latar sosiobudaya.

Berdasarkan pandangan ini, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik antara lain:

1. Penyelenggaraan pendidikan bertumpu pada kesadaran adanya keberagaman

2. Memahami dan mengenai pengalaman setiap individu peserta didik berdasarkan pada etnis dan keturunan, dst.

3. Orientasi pelayanan bertolak dari kondisi keberagaman menuju keberasamaa.

4. Kiat mempromosikan perbedaan yang ditujukan untuk membangun kesamaan dan tidak memperbesar perbedaan.

5. Memahami peran organisasi termasuk pengusaha dan profesi sebagai sumber belajar potensial dalam pelaksanaan dan peningkatkan proses pembelajaran, pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan multicultural tidak hanya dimaksudkan memberikan akses kepada kelompok etnik dan minoritas untuk memperoleh akses pendidikan secara baik. Tetapi menciptakan interaksi antara individu dari kelompok tersebut agar tercipta harmoni kehidupan dalam masyarakat plural. Melalui pendekatan pendidikan multicultural akan tercipta :

a. Saling memahami perbedaan sosiobudaya.

b. Menciptakan harmoni kehidupan dalam suasana berbeda budaya, sebab kesadaran bagaimana mengelola keragaman sosiobudaya untuk harmoni kehidupan dalam masyarakat plural telah muncul sejak tahun 1900.

BAB. III SIMPULAN

(12)

adaptasinya terhadap lingkungan yang berbeda-beda, dan antropologi budaya yang mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaanyang sudah punah.

Antropologi pendidikan mulai menampakkan dirinya sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abab ke-20. Hingga kini antropologi dijadikan sebagai rujukan dalam ilmu pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT. IMTIMA 2007).

http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi.

Koenjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi” (Jakarta: Universitas Islam, 1982). Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi(Jakarta, PT Rineka Cipta, 2009).

http://id.shvoong.com/social-sciences/1827094-asik-nya-belajar-antropologi/

Manan,Imanan. Antropologi Pendidikan, (Jakarta, P2LPTK, 1989.

BAB I

PENDAHULUAN

1.

LATAR BELAKANG

(13)

mengatasi ketidakcocokan. Cinta mungkin terlihat ideal, tetapi sesungguhnya

pernikahanlah yang benar-benar aktual. Ketidakjelasan antara yang ideal (apa

seharusnya) dan yang aktual (apa adanya) memang tak pernah berujung.

Statistik memperlihatkan perlunya menemukan kiat menempuh pernikahan

yang sukses. Mengajukan pertanyaan yang tepat kepada pasangan (sebelum

menikah) bisa menjadi alternatif solusi melanggengkan perkawinan yang

sehat, serasi dan bahagia.

Banyak pasangan enggan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan penting

sebelum mulai menikah karena ia takut menemukan ketidakcocokan yang

bisa jadi menggagalkan rencana pernikahannya, keterbatasan pengetahuan

dan rasa canggung yang ada. Tetapi, mengetahui hal-hal tersebut sebelum

menikah jelas lebih baik daripada harus mengalami stres setelah menikah.

Tiap pasangan biasanya mempunyai banyak alasan untuk menikah, tapi

konflik satu hal saja dapat mengarahkan mereka untuk bercerai.

Banyak pasangan yang tidak siap menikah dan mereka tidak diberi

kesempatan belajar mengenai hal-hal yang bisa melanggengkan hubungan

rumah tangga mereka, bahkan mereka juga tidak mengetahui kriteria

pasangan yang tepat untuk mereka. Pernikahan bukan sekedar perencanaan

atau seperti gambaran pengantin ideal di televisi dan di film-film.

Saat seseorang mencari pasangan, ia harus menyadari bahwa tidak ada orang

yang sempruna; setiap orang pasti mempunyai kesalahan dan kelemahan.

indahnya pernikahan justru kala menemukan suami atau istri yang dapat

menjadi teman dalam pencarian spiritual, mitra membangun hidup, dan

pelipur meskipun dia mempunya kelemahan.

1.

TUJUAN PENULISAN

2.

Mendeskripkan pengertian konseling pranikah

3.

Memahami tujuan dari konseling pranikah

4.

Memahami manfaat dari konseling pranikah

5.

Memahami aspek yang perlu diassesmen dalam konseling pranikah

6.

Menjabarkan prosedur konseling pranikah

BAB II

PEMBAHASAN

(14)

Arti konseling (

counseling

) dari kata

counsel

yang diambil dari bahasa latin,

yaitu “

consilium

” yang berarti “bersama” atau bicara bersama. Kemudian

yang dirangkai dengan “menerima” atau “

memahami

“. Sedangkan dalam

bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “

sellan

” yang berarti

“menyerahkan” atau “menyampaikan”. Dalam artian hal ini proses pemeberi

bantuan oleh konselor terhadap klien yang sedang mengalami sebauh

permasalahan.

Secara bahasa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan

melalui wawancara secara

“face to face”

oleh seorang yang ahli dalam

bidang mengkonselingi (disebut konselor) kepada individu pria maupun

wanita yang sedang mengalami sebuah problem dalam hidupnya (disebut

klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

Konseling pranikah (

premarital counseling

) merupakan upaya untuk

membantu calon suami dan calon istri oleh seorang konselor profesional,

sehingga mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang

dihadapinya melalui cara-cara yang menghargai, toleransi dan dengan

komunikasi yang penuh pengertian,sehingga tercapai motivasi keluarga,

perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.

Konseling pranikah ini dianggap penting karena banyak orang yang merasa

salah dalam menetapkan pilihannya, atau mengalami banyak kesulitan dalam

penyesuaian diri dalam kehidupan berkeluarga. Banyak orang yang

terburu-buru membuat keputusan tanpa mempertimbangkan banyak aspek

sehubungan dengan kehidupan berumah tangga. Konseling keluarga ini

diselenggarakan dengan maksud membantu calon pasangan membuat

perencanaan yang matang dengan cara melakukan asesmen terhadap dirinya

yang dikaitkan dengan perkawinan dan kehidupan berumah tangga.

Konseling pranikah merupakan prosedur pelatihan berbasis pengetahuan dan

keterampilan yang menyediakan informasi mengenai pernikahan yang dapat

bermanfaat untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan pasangan

yang akan menikah setelah mereka menikah. Konseling pranikah juga

dikenal dengan nama program persiapan pernikahan, pendidikan pranikah,

konseling edukatif pranikah, dan terapi pranikah. Konseling pranikah

diberikan oleh psikolog atau konselor pernikahan.

(15)

harapkan. Inti pelayanan konseling pranikah adalah wawancara konseling,

melalui wawancara konseling diharapkan mahasiswa dapat memperoleh

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai-nilai dan keyakinan yang

kokoh, serta membantu menangani masalah-masalah yang mengganggu

mereka menuju pernikahan yang diharapkan.

Konseling pranikah yang dimaksud, dirancang dalam sebuah sistem dengan

komponen-komponen dari aspek-aspek konseling yang diidentifikasi secara

jelas dan diorganisasikan ke dalam suatu susunan yang dapat meningkatkan

keefektifan dan keefesienan suatu pelayanan. Konseling pra nikah dalam

makalah ini, akan direalisasikan melalui pendekatan kelompok yang akan

dibahas pada bagian berikut.

Konseling pra-nikah memiliki peranan penting di dalam menciptakan

keluarga bahagia. Karena itu dalam konseling pra-nikah haruslah mencapai

tujuan konseling pra-nikah yang hendak dicapai.

Konseling pra nikah sifatnya proses pemberi bantuan yang dilakukan oleh

orang yang ahli dalam bidang mengkonselingi yaitu konselor kepada

pasangan yang membutuhkan bantuan dalam pemecahan masalah yang

sedang dihadapi pada dirinya, pasangannya, dan masalah-masalah yang

sedang diahadapi oleh keduanya. Konseling pranikah biasanya dilaksanakan

pada kedua belah pihak yang sedang mengalami ketidak harmonisan dalam

hubungannya. Dalam artian klien disini belum mampu memecahkan

masalahnya dengan sendiri sehingga membutuhkan bantuan kepada konselor

dalam penyelesaian masalah yang sedang diahadapinya. Dengan bertujuan

dari hsail konseling pranikah ini keduanya mampu menjalankan hidupnya

sebagaiman fitrah manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.

Tentunya dalam konseling pranikah ini mempunyai tujuan seperti yang

dikemukakan dalam bukunya (Latipun, 2010:154):

1.

Brammer dan Shostrom (1982) bahwa konseling pranikah adalah

membantu patner pranikah (klien) untuk mencapai pemahaman yang

lebih baik tentang dirinya, masing-masing pasangan, dan

tuntutan-tuntutan perkawinan.

(16)

1.

H.A otto (1965), yaiut membantu pasangan pranikah untuk

membangun dasar-dasar yang dibutuhkan untuk kehidupan pernikahan

yang bahagia dan produktif.

Dalam sebuah konseling tentunya mempunyai unsur-unsur atau runtutan

tentang konseling, seperti ada konselor yang ahli dalam bidang

mengkonselingi, klien, problem / masalah, media, metode direktif maupun

non direktif dan yang terakhir materi sebagai initi dari konseling yang akan

diharapkan kedepannya oleh para klien.

Dalam proses konseling pranikah, konselor perlu menanamkan beberapa

faktor penting yang menjadi prasyarat memasuki perkawinan dan berumah

tangga. faktor-faktor tesebut adalah :

1.

Faktor fiologis dalam perkawinan: kesehatan pada umumnya,

kemampuan mengadakan hubungan seksual. Faktor ini menjadi penting

untuk dipahami pasangan suami isteri, karena salah satu tujuan

perkawinan adalah menjalankan fungsi Regenerasi (meneruskan

keturunan keluarga). Pemahaman kondisi masing-masing akan

memudahkan proses adaptasi dalam hal pemenuhan kebutuhan ini.

2.

Faktor psikologis dalam perkawinan: kematangan emosi dan pikiran,

sikap saling dapat menerima dan memberikan cara kasih antara suami

isteri dan saling pengertian antara suami isteri.

3.

Faktor agama dalam perkawinan, Faktor agama merupakan hal yang

penting dalam membangun keluarga. Perkawinan beda agama akan

cenderung lebih tinggi menimbulkan masalah bila dibandingkan dengan

perkawinan seagama.

4.

Faktor komunikasi dalam perkawinan, Komunikasi menjadi hal sentral

yang harus diperhatikan oleh pasangan suami isteri. Membangun

komunikasi yang baik menjadi pintu untuk menghindari kesalahpahaman

yang dapat memicu timbulnya konflik yang lebih besar dalam keluarga.

1.

TUJUAN KONSELING PRA NIKAH

Brammer dan Shostrom (1982) mengemukakan tujuan konseling pranikah

adalah membantu partner pranikah (klien) untuk mencapai pemahaman yang

lebih baim tentang dirinya, masing-masing pasangan dan tuntutan-tuntutan

perkawinan. Tujuan tersebut tampaknya yang bersifat jangka pendek,

(17)

(1965), yaitu membantu pasangan pranikah untuk membangun dasar-dasar

yang dibutuhkan untuk kehidupan yang bahagia dan produktif.

Tujuan konseling pranikah ialah untuk meningkatkan hubungan sebelum

pernikahan sehingga dapat berkembang menjadi hubungan pernikahan yang

stabil dan memuaskan. Konseling pranikah akan membekali pasangan

dengan kesadaran akan masalah potensial yang dapat terjadi setelah menikah,

dan informasi serta sumber daya untuk secara efektif mencegah atau

mengatasi masalah-masalah tersebut hingga pada akhirnya dapat menurunkan

tingkat ketidakbahagiaan dalam pernikahan dan perceraian. Konseling

pranikah juga bermanfaat untuk menjembatani harapan-harapan yang

dimiliki oleh pasangan terhadap pasangannya dan pernikahan yang mereka

inginkan yang belum sempat atau belum bisa dibicarakan sebelumnya dengan

dibantu oleh tenaga profesional psikolog/konselor pernikahan.

1.

ASPEK YANG PERLU DILAKUKAN ASESMEN

Aspek yang perlu dipahami dan dilakukan asesmen pada saat konselor jika

melakukan konseling pranikah :

1.

Riwayat Perkenalan

Konselor perlu mengetahui riwayat perkenalan pasangan pranikah. Dimana

mulai berkenalan, seberapa perkenalan berlangsung, bagaimana mereka

saling mengetahui satu sama lain. Misalnya pembicaraan tentang nilai, tujuan

dan harapannya terhadap hubungan pernikahan, dan alasan mereka

berkeinginan melanjutkan perkenalannya kearah pernikahan.

2.

Perbandingan Latar Belakang Pasangan

Keberhasilan membangun keluarga seringkali dihubungkan dengan latar

belakang pasangan. Kesetaraan latar belakang lebih baik penyesuaian

pernikahannya dibanding dengan yang berasal dari latar belakang yang

berbeda. Konselor perlu mengungkapkan latar belakang pendidikan, budaya

keluarga setiap partner dan status sosial ekonominya sepenuhnya harus

dieksplorasi, dan perbedaan agama serta adat istiadat keluarganya.

(18)

Sikap keluarga terhadap rencana pernikahannya, termasuk bagaimana sikap

mertua terhadap keluarga dan sanak keluarga terhadap keluarga nantinya,

apakah mereka menyetujui terhadap rencana pernikahannya, atau

memberikan dorongan, dan bahkan memaksakan agar menikah dengan orang

yang disenangi. Sikap keluarga keduanya ini sangat penting diketahui

terutama untuk mempersiapkan pasangan dalam menyikapi masing-masing

keluarga calon pasangannya.

4.

Perencanann Terhadap Pernikahan

Perencanaan terhadap pernikahan meliputi rumah yang akan ditempati,

sistem keuangan keluarga yang hendak disusun dan apa yang dipersiapkan

menjelang pernikahan. Kemampuan pasangan untuk memperkirakan

tanggung jawab keluarga ditunjukkan oleh persiapan dan perencanaan

mereka terhadap pernikahan yang hendak dilaksanakan.oleh karena itu, perlu

dipahami apakah mereka memiliki perencanaan yang cukup realistis atau

tidak.

5.

Faktor Psikologis dan Kepribadian

Faktor psikologis dan kepribadian yang perlu diasesmen adalah sikap mereka

terhadap peran seks dan bagaimana peran yang hendak dijalankan

keluarganya nanti, bagaimana perasaan mereka terhadap dirinya (self image,

body image), dan usaha apa yang akan dilakukan untuk keperluan

keluarganya nanti.

6.

Sifat Prokreatif

Sikap prokreatif menyangkut sikap mereka terhadap hubungan seksual dan

sikapnya jika memiliki anak. Bagaimana rencana pengasuhan terhadap

anaknya kelak.

7.

Kesehatan dan Kondisi Fisik

Hal lain yang sangat penting adalah perlunya diketahui tentang kesesuaian

usia untuk mengukur kematangan emosional sevara usia kronologis,

kesehatan secara fisik dan mentalnya, dan faktor-faktor genetik.

(19)

Konseling pranikah diselenggarakan sebagaimana konseling perkawinan.

Yang menjadi penekanan pada konseling pranikah ini lebih bersifat

antisipatif, yaitu mempersiapkan diri untuk menetapkan pilihah yang tepat

sehubungan dengan rencana pernikahannya. Adapun prosedur tersebut adalah

:

1.

Persiapan, tahap yang dilakukan klien menghubungi konselor.

2.

Tahap keterlibatan (the joining), adalah tahap keterlibatan bersama

klien. Pada tahap ini konselor mulai menerima klien secara isyarat

(nonverbal) maupun secara verbal, merefleksi perasaan, melakukan

klarifikasi dan sebagainya.

3.

Tahap menyatakan masalah, yaitu menetapkan masalah yang dihadapi

oleh pasangan. Oleh karena itu, harus jelas apa masalahnya, siapa yang

bermasalah, apa indikasinya, apa yang telah terjadi, dan sebagainya.

4.

Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi untuk

penyelesaian masalah. Pada tahap ini anggota keluarga mendapatkan

informasi yang diperlukan untuk memahami masalahnya dan konselor

dapat melatih anggota keluarga itu berinteraksi dengan cara –cara yang

dapat diikuti (misalnya pelan, sederhanan, detail, dan jelas) dalam

kehidupan mereka.

5.

Tahap Konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakuratan hipotesis

dan memformulasikan langkah-langkah pemecahan. Pada tahap ini

konselor mendesain langsung atau memberi pekerjaan rumah untuk

melakukan atau menerapkan pengubahan ketidak berfungsinya

perkawinan.

6.

Tahap penentu tujuan, tahap yang dicapai klien telah mencapai

perilaku yang normal, telah memperbaiki cara berkomunikasi, telah

menaikkan

self-esteem

dan membuat keluarga lebih kohesif.

7.

Tahap akhir dan penutup, merupakan kegiatan mengakhiri hubungan

konseling setelah tujuannya tercapai.

(20)

PENUTUP

1.

KESIMPULAN

Konseling pranikah ini dianggap penting karena banyak orang yang merasa

salah dalam menetapkan pilihannya, atau mengalami banyak kesulitan dalam

penyesuaian diri dalam kehidupan berkeluarga. Banyak orang yang

terburu-buru membuat keputusan tanpa mempertimbangkan banyak aspek

sehubungan dengan kehidupan berumah tangga. Konseling keluarga ini

diselenggarakan dengan maksud membantu calon pasangan membuat

perencanaan yang matang dengan cara melakukan asesmen terhadap dirinya

yang dikaitkan dengan perkawinan dan kehiduoan berumah tangga

DAFTAR PUSTAKA

Http:// Suci-anak pertanian Urgensi Konseling Pra- Nikah.htm

Http://Layanan Konseling Keluarga dan Perkawinan _ himCayoo!.htm

Http://Konseling Pranikah _ Psikologi Kita.htm

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pada dasarnya multikulturalisme merupakan cara pandang kehidupan manusia yang relevan diterapkan dimanapun tempat, mengingat kenyataan bahwa hampir

Selain sebagai bahasa, matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola

Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu

Dalam konteks desentralisasi pemerintahan daerah ini, maka desentralisasi pendidikan mengisyaratkan bahwa Pemerintah Pusat berfungsi sebagai pengarah, pembina dan

Budaya : Berfungsi sebagai kerangka normatif dalam kehidupan manusia  menentukan perilaku Budaya berfungsi sebagai sitem perilaku Budaya hukum sangat mempengaruhi efektifitas

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mempunyai karakteristik yaitu pola-pola dari tingkahlaku sosial, ekonomi, dan budaya dari seorang individu manusia ditengah-tengah masyarakat

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena berkat restuNya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Budaya sebagai benih identitas suatu bangsa

Perumusan tentang konsep dasar dan tujuan dalam pendidikan, ditentukan oleh falsafah hidup yang melandasi pola pikir atau sudut pandang perumusannya. Sudut pandang manusia