• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Panduan Mahasiswa Reproductive Syst

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Buku Panduan Mahasiswa Reproductive Syst"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PRAKTIKUM ANATOMI 1 (RS1-Pr1)

kedua os coxae kiri kanan (os illii, os ischii, os pubis).

Pinggiran atas pelvis mayor dibentuk oleh basis ossis sacri, crista iliaca, spina iliaca anterior superior, eminentia iliopectinea, crista pubicum, tuberculum pubicum dan pinggar atas symphisis pubis. Apa yang dimaksud dengan pelvis mayor?

Pelvis minor dimulai dari aperture pelvis minor superior (pelvis inlet) hingga aperture pelvis minor inferior (pelvis outlet).

Carilah bagian-bagian promontorium, linea arcuata, crista pubicum, tuberculum pubicum dan symphisis pubis bagian atas. Apertura inferior pelvis minor bentuk gabungan dua buah segitiga. Carilah bagian-bagian angulus pubicum (sudut depan), spina ischiadica (sudut lateral) dan ujung os coccygeus(sudut belakang).

Jaringan otot dan dinding pelvis :

Tulang-tulang pelvis dilapisi oleh sejumlah otot-otot serta jaringan ikat lainnya. Carilah :

Ligamentum sacroiliaca, ligamentum sacrotuberosum, ligamentum spinasacralis, syndesmosis symphisis pubis dan membrane obturatoria.

Carilah otot-otot dan perhatikan arah serabut-serabutnya : gugusan M. Gluteus, M. Gemelli, M. Quadratus femoris, M. Pyriformis, M. Iliacus, M. Psoas mayor dan M. Psoas minor.

Perhatikanlah fascia yang melapisi otot-otot pelvis bagian dalam, fascia pelvis,serta lanjutannya.

Perhatikan jalannya saraf dan pembuluh darah yang berada di bawah facia pelvis, seperti : Plexus lumbalis, Plexus sacralis. - Nervus genitofemoralis, N. Femoralis, N. Cutaneus Femoralis

Lateralis, N. Obturatorius, bagian dari plexus lumbosacralis dan plexus sacrococcygeus.

- Aorta abdominalis, V.Cava Inferior, V Iliaca Communis, A-V Testicularis/Ovarica, A-A-V Iliaca Externa, A-A-V Iliaca Interna (S. Hypogastrica), V Obturatoria, V Glutealia Superior, A-V Glutealia Inferior, A-A-V Sacralis Media, A-A-V A-Vesicales, A-A-V Deferentiales, A-V Pudenda Interna.

Carilah kelenjar-kelenjar limfe serta saluran limfe dalam pelvis : gugusan limfe iliaca externa, gugusan iliaca interna dan gugusan sacralis.

(3)

Otot-otot dasar pelvis :

Otot-otot dasar pelvis terutama menutupi aperture pelvis inferior. Dasar pelvis ini terbagi menjadi dua bagian segitiga yaitu di depan Trigonum Urogenital dan di belakang Trigonum Anale. Permukaan luar dasar pelvis ini disebut region perinea.

Carilah otot-otot dasar pelvis dan pelajari arah serabut-serabut otot dasar pelvis yang terbesar :

- M. Levator ani dan M. Anococcygeus - Perineal Body

Cari dan pelajari :

- Fascia pelvis di daerah ini

- Pelajarilah arah serabut otot ini yang berhubungan dengan serabut-serabut otot-otot rectum dan sphincter ani dan yang mengelilingi otot-otot dinding vagina.

- Cari dan pelajarilah membrane urogenitalia serta M. Transversus Perinei Profundus dan superficialis.

- Perhatikan dan pelajari fascia colles pada trigonum urogenitalia serta perlekatannya di belakang M. Transversus Perinei.

- Pelajari fascia perinea yang melapisi bagian subcutis dan trigonum analis.

Fossa Ischio Rectalis :

Carilah fossa ini di sebelah lateral rectum, isinya fatty tissue, N. Pudendus dan A-V Pudendus Inetrna (Alcock).

Pelajarilah atapnya, batas depan, dan lanjutannya ke belakang fossa.

Penis ( Clitoris pada wanita) :

Bagian-bagian penis, Pars Fixum, Pars Mobile, Preputium, Glan Penis.

Cari otot-otot pada penis : M. Ishio Cavernosus dan M. Bulbo Cavernosus (berorigo dari trigonum urogenitalia).

Pelajari proses yang membuat penis dapat ereksi, adanya corpus cavernosus dan corpus spongiosum (pada glans).

Pelajari arteri dan vena pada penis, A. Dorsalis Penis, A. Penis Profunda, A. helicinae dan vena Dorsalis penis

Urethra pada pria bentuk S : pars prostatica, pars membranacea dan pars spongiosa (2,5 cm + 2,5 cm + 15 cm).

(4)

Pelajari bagian-bagian dan selaput testis : Tunica Vaginalis,, Tunica Albuginea.

Polus superior, polus inferior, margo anterior (convex), margo posterior (concave=hillus).

Ukuran 5 x 2,5 x 3 cm.

Epidydymis jadi vas deferens (penyalur sperma) : - Lanjutan dari cauda epidydymis.

- Berjalan dalam Funiculus Spermaticus

- Disertai oleh A. testicularis dan Plexus Pampiniformis.

- Melalui canalis inguinalis masuk ke dalam rongga abdomen dan rongga pelvis.

(5)

PENUNTUN PRAKTIKUM HISTOLOGI 1 (RS1-Pr2)

MALE REPRODUCTIVE SYSTEM

TUJUAN PRAKTIKUM : Mengamati struktur testis, ductus epididymidis, ductus deferens, dan kelenjar prostat.

2. Ductus epididymidis MRS – 2 3. Ductus deferens MRS – 3 4. Prostate gland MRS – 4

5. Penis MRS – 5

Gambar 1 Testis (MRS-1)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. ______________________________ 4. _________________________ 2. ______________________________ 5. _________________________ 3. ______________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 1

No. Perihal Deskripsi

1. Jenis epitel

tubulus seminiferus

(6)

(sel interstisial)

Gambar 2

Ductus Epididymidis (MRS-2) 10 x 10

10 x 40

Keterangan Gambar

1. ______________________________ 4. _________________________ 2. ______________________________ 5. _________________________ 3. ______________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 2

No. Perihal Deskripsi

1. Jenis epitel mukosa

2. Stereosilia Ada / Tidak Ada 3. Ketebalan otot polos Tebal / Tipis 4. Struktur connective tissue

Gambar 3

Ductus Deferens (MRS-3) 10 x 10

10 x 40

Keterangan Gambar

(7)

3. _____________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 3

No. Perihal Deskripsi

1. Struktur mukosa

2. Stereosilia Ada / Tidak Ada 3. Struktur lamina propria

4. Ketebalan otot polos Tebal / Tipis

Gambar 4

Prostate Gland (MRS-4)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. _____________________________ 4. _________________________ 2. _____________________________ 5. _________________________ 3. _____________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 4

No. Perihal Deskripsi

1. Jenis kelenjar 2. Jenis epitel

(8)

Gambar 5 Penis (MRS-5)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. _____________________________ 4. _________________________ 2. _____________________________ 5. _________________________ 3. _____________________________ 6. _________________________

Deskripsi gambar 4

No. Perihal Deskripsi

1. Struktur

tunica albuginea 2. Struktur

corpus cavernosum 3. Struktur

(9)
(10)

PRAKTIKUM ANATOMI 2 (RS1-Pr3)

2. Pelajari vaskularisasi dan aliran limfe kelenjar mamae.

Ovarium :

Penghasil ovarium secara periodic.

Dimana tempatnya (batas-batasnya) : pada pinggir lateral aperture pelvis superior minor dengan ligamentum suspensorium ovarica, ligamentum ovarium propii.

Perhatikan besarnya (4 x 2 x 0,4 cm).

Selaput peritoneum dengan mesovarium tempat lewat arteri untuk ovarium.

Margo libra tempat pelepasan ovum (berdekatan dengan Fimbria Tubarius).

Uterus :

- Perhatikan besar dan letaknya : di belakang vesica urinaria, di depan rectum.

- Perhatikan peritoneum yang melapisisnya ( ¾ bagian depan, fundus dan seluruh bagian belakang), bagian samping selebar garis bebas peritoneum.

- Perhatikan ukurannya 7,5 x 4 x 2,5 cm

- Perhatiakn lekukan antefleksi uteri ( retrofleksi ).

- Perhatikan alat-alat fixasi uterus yang besar-besar : Ligamentum teres uteri, Ligamentum uterosacralis, ligamentum uterovesicalis.

- Apa yang dimaksud dengan Prolapsus Uteri ? - Perhatikan cavum uteri : corpus, fundus, cervix.

Tuba Uterina :

Perhatikan letaknya, arahnya, besarnya.

(11)

Vagina :

Perhatikan bagian-bagian vagina di luar : vestibulum vaginalis dikelilingi labia mayora et minora, perineal body, orifium urethra externa, introitus vaginalis dengan hymen ( kalau ada ), vagina (8 cm).

Perhatikan : letak dinding vagina, bentuk Hdan merapat. Perhatikan:

- Vagina ke depan berdekatan dengan ureter. - Ke belakang dengan cavum dauglassi dan rectum.

- Pelebaran vagina dapat mencapai tip os coccygeus (waktu persalinan); ke atas bersambung dengan lapisan cervix uteri disebut portio vaginalis.

- Carilah fornix anterior/fornix posterior (agak tinggi).

(12)

PRAKTIKUM HISTOLOGI 2 (RS1-Pr4)

FEMALE REPRODUCTIVE SYSTEM

TUJUAN PRAKTIKUM : Mengamati struktur organ reproduksi wanita. Sediaan jaringan :

4. Mammary Glands MRS – 5

(13)

Gambar 2 Uterine Tube (FRS-2)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. _____________________________ 4. _________________________ 2. _____________________________ 5. _________________________ 3. _____________________________ 6. _________________________

Deskripsi gambar 2

No. Perihal Deskripsi

1. Jenis epitel mukosa 2. Jenis sel

pada epitel

1. 2. 3. Struktur mukosa

(14)

Gambar 3 Uterus (FRS-3)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. _____________________________ 4. _________________________ 2. _____________________________ 5. _________________________ 3. _____________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 3

No. Perihal Deskripsi

1. Jenis epitel mukosa

2. Lapisan pada uterus 1. 2. 3. 3. Struktur endometrium 4. Struktur myometrium 5. Struktur

(15)

Gambar 4

Mammary Glands (FRS-5)

10 x 10 10 x 40

Keterangan Gambar

1. _____________________________ 4. _________________________ 2. _____________________________ 5. _________________________ 3. _____________________________ 6. _________________________ Deskripsi gambar 4

No. Perihal Deskripsi

1. Struktur kelenjar 2. Struktur jaringan ikat

di sekitar alveoli 3. Struktur

sinus laktiferus 4. Struktur

duktus laktiferus 5. Struktur

(16)

PRAKTIKUM BIOKIMIA (RS1-Pr5)

I. PEMERIKSAAN PROTEIN DALAM URINE 1.1 Reaksi pemanasan

Pada percobaan ini, urine harus jernih dan bersifat asam (diperksa dengan kertas lakmus). Bila reaksinya alkalis, misalnya bila urine tersebut telah lama disimpan, maka ditambahkan dengan hati-hati asam cuka encer (+ 6 %) beberapa tetes sampai reaksinya menjadi sedikit asam.

Ambil 3 buah tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan 5 ml urine.

- Tabung I : dipanaskan sebentar, lalu tambahkan beberapa tetes larutan asam cuka 6%, kemudian panaskan kembali.

- Tabung II : tambahkan beberapa tetes larutan asam cuka 30%, jangan dipanaskan.

- Tabung III : tidak diberi perlakuan (sebagai kontrol).

Keterangan :

Cairan dalam tabung I dapat menjadi keruh karena terjadi koagulasi protein dan atau tanpa endapan phospat. Endapan phospat akan melarut kembali bila ditambahkan asam cuka, sedangkan endapan protein tetap tidak berobah. Bila dalam tabung II dijumpai endapan maka endapan tersebut merupakan acetoprecitable protein jarang ditemui. Acetoprecitable protein adalah suatu senyawa dari albumin dengan chondroitin sulfat, yang dibebaskan dari persenyawaan natrium oleh asam cuka. Acetoprecitable protein merupakan protein tunggal yang mengendap dlam milieu dingin.

Dalam tabung I , acetoprecitable protein ini dapat turut berkoagulasi dengan protein lain.

Interpretasi :

(17)

Sebagai hasilnya dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu :

1. Tabung I dan II sama keruhnya, maka hanya dijumpai acetoprecitable protein / mucine urat yang tidak mempunyai arti klinis yang penting.

2. tabung I lebih keruh dari II, maka ini berarti didalam urine dijumpai protein yang mempunyai nilai penting dalam klinis.

1.2 Reaksi didih menurut Bang

Reagensia Bang : 56,5 g asam asetat glasial dan 118 g natrium asetat yang dilarutkan dalam aqua sampai 1 liter.

Cara kerja : pada 5 ml urine yang jernih dan bereaksi asam ditambahkan 0,5 ml reagensia Bang dan dipanaskan sampai mendidih. Reaksi memberi hasil positif (+) jika terjadi kekeruhan atau endapan. Bila terjadi reaksi (+), maka harus dilanjutkan dengan meneteskan 3 tetes asam cuka 6 % kedalam urine yang mendidih tadi. Dengan penambahan asam cuka ini, maka zat-zat yang bukan protein tetap sebagai endapan.

Asam urat mungkin akan mengendap sebagai kristal bila didinginkan dan akan larut kembali bila dipanaskan.

1.3 Reaksi Bodeker.

Reagensia : Asam cuka 6 %

Larutan K4Fe(CN)6 5 %

(18)

PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK (RS1-Pr6)

Pencairan Dalam waktu 20 - 60 menit

Pergerakan

Jumlah Sperma 60 – 150 Juta/ml

Jumlah Leukosit Lebih kecil 100 /ul

Morfologi

Fruktose 200 – 400 mg/dl

PENAMPUNGAN SPERMA

Setelah abstinensi (pantang) minimal 3 hari. Sebaiknya 5 hari spesimen diperoleh dengan cara masturbasi, yang sedapat-dapatnya dilakukan di laboratorium di tempat terpisah. Cara ini lebih baik dari pada cara coitus interuptus.

Seluruh spesimen ditampung dalam tempat yang bersih dan sebaiknya diperiksa dalam waktu kurang dari 1 jam setelah penampungan. Hindarkan ontaminasi dan kenaikan suhu spesimen melampaui suhu kamar (25ºC-32ºC). Disamping nama, waktu pengambilan spesimen perlu dicantumkan pada etiket. Hindarkan kontaminasi oleh diterjen dan lubrikan atau zat spermasid dalam kondom. Apabila menggunakan kondom harus dicuci.

CARA PENENTUAN

(19)

2. Jumlah semen diukur dengan gelas ukur 10 ml

3. Jumlah sperma dihitung dengan menggunakan hemositometer setelah spesimen diencerkan misalnya 200x dengan NaCl fisiologik

4. Menilai motiliti: setetes semen yang sudah cair diletakkan diatas kaca objek dan dilihat dibawah mikroskop debgan lensa objek 40x

5. Menilai morfologi sediaan apus diwarnakan (Giemsa atau metilen biru) dan dilihat dibawah mikroskop

INTERPRETASI

Volume semen lebih besar dari 5 ml sering disertai dengan berkurangnya kesuburan. Pada keadaan normal semen tidak mengandung darah, pus arau lendir. Semen yang encer memberi kesan spesimen tidak ”segar” atau komposisinya abnormal.

Apabila bekuan tidak mencair kembali setelah 60 menit maka dapat menyebabkan gangguan motaliti sperma.

Jumlah sperma lebih kecil 20 juta/ml: kesuburan sangat menurun. Penurunan persentase dari sperma yang bergerak sering disertai dengan penurunan kesuburan.

(20)

1 dan 2 Spermatozoa normal

3 Spermatozoa dengan kepala mikro 4 Spermatozoa dengan kepala makro

5 dan 9 Spermatozoa dengan kepala terato dan kelainan leher (bagian tengah) 6,7,8, dan 21 Spermatozoa dengan kepala terato

10 dan 11 Spermatozoa dengan kepala lepto (Dikutip dari Analisis Koentjoro Soehadi dan KM Arsyad,1982)

ANALISA SPERMA

Pengumpulan dan pengambilan sampel:

Abstinensi 48 s/d 7 hari, cara masturbasi, temperature sampel 20-40 celcius. Pemeriksaan makroskopis: Penampilan, volume, konsistensi,pH

Pemeriksaan mikroskopis: motilitas, jumlah sperma, dan morfologi sperma.

KOMPONEN SPERMA Testis: Spermatozoa

Vesikula seminalis: fruktosa

Prostat: Asam citrat, enzim proteolitik, asam phosphatase

Epididimis, vasa deferens, kel.bulbouretral, kel.uretral:protein untuk motiliti sperma.

VIABILITAS SPERMA Pemulasan: eosin

Prinsip : sel mati dengan membran plasma yang rusak akan dimasuki zat warna. Reagensia : 0,5% eosin dalam NaCl 0,9%

(21)

Cara : 1 tetes semen + 1 tetes eosin, baca dengan mikroskop obj.40x amati yang terwarnai dan tidak terwarnai

ANALISA BIOKIMIA

Beberapa petanda biokimia untuk fungsi kelenjar asesori.

Sekresi prostat : kadar seng, kadar asam citrat, dan fosfatase asam. Sekresi vesika seminalis: kadar fruktose.

Disgenesis kongenital (azopermia) → kadar fruktosa menurun.

SPERMA ANTI BODI

MAR test (Mixed Agglutination Reaction)

Prinsip test: sperma berikatan dengan partikel latex yang sudah diselaputi oleh Ig dan anti serum anti-human IgG mono spesifik.

Hasil: Sperma yang bergerak tidak ditutupi oleh latex → negatif. Sperma ditutupi oleh latex → positif

KRITERIA SEMEN NORMAL Volume : 2 ml atau lebih pH : 7,2 – 7,8

Jlh sperma : 20 juta/ml atau lebih Jlh sperma total: 40 juta/ejakulat

Motilitas : 50% atau lebih bergerak maju Morfologi : 50% atau lebih normal

(22)

Metode: A Rapid Latex Aglutination Slide Test.

Mereaksikan β HCG dari urine dengan monoklonal antibodi (anti HCG) yang sudah dilapisi ke latex, yang mana akan memberikan hasil aglutinasi bila dalam urine tersebut dijumpai β HCG.

Cara pemeriksaan Bahan : urine segar

Reagen : Reagen latex yang dilapisi antibodi β HCG.

Cara kerja:

1. Letakkan satu tetes urine yang akan diperiksa diatas reaction card atau object glass.

2. Tambahkan dengan jumlah yang sama reagen latex yang dilapisi antibodi β HCG.

3. Campur merata dengan pengaduk yang disediakan sampai menutupi seluruh lapisan reaction card atau merata pada object glass selama 2 menit.

Pembacaan hasil:

Hasil positif bila dijumpai aglitinasi yang bisa dilihat dengan mata atau agar lebih jelas dapat dilihat dibawah mikroskop.

Hasil negatif jika tidak ada aglutinasi.

Metode B. Rapid Latex Agglutination Inhibition Slide Test

Prinsip pemeriksaan:

Inhibisi reaksi dari β HCG yang diikat latex dengan antibodi anti HCG oleh HCG dalam urin wanita hamil.

Cara pemeriksaan Bahan : urine segar

Reagent : Reagent latex yang dilapisi dengan antigen (HCG). Reagent Antibodi (Anti HCG)

(23)

1. Letakkan satu tetes urine yang akan diperiksa diatas reaction card atau object glass.

2. Tambahkan dengan jumlah yang sama reagent antibodi-HCG. 3. Campur merata dengan pengaduk yang disediakan.

4. Kemudian tambahkan dengan jumlah yang sama reagent latex yang sudah dilapisi HCG dan campur merata selama 2 menit.

Pembacaan hasil:

Hasil dikatakan positif bila tidak dijumpai aglutinasi yang dapat ddilihat dengan mata, tetapi agar lebih jelas dapat dilihat dibawah mikroskop.

(24)

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1 (RS2-Pr1)

FARMAKOKINETIK OBAT

Penetapan Sulfonamida di dalam Urine

Disusun oleh :

Tujuan 1. menganalisa adanya sulfonamida di dalam urine.

2. membandingkan absorbsi dan ekskresi dari 2 (dua) macam obat sulfonamida.

Materi praktikum

Bahan kimia : 1. Trichloroacetic acid 4 % 2. Sodium nitrate 0,1 % 3. Amonium sulfamat 0,5 %

4. N-(Inapthyl) Ethylene diamine dihydrochloride 1 % 5. Larutan standard sulfonamide

Alat : 1. Bejana Erlenmeyer 2. Pipet 10 cc

3. Gelas ukur 4. Tabung reaksi 5. Rak tabung reaksi 6. Kertas lakmus

Pelaksanaan Mahasiswa yang bekerja dibagi dalam dua group :

Group I : salah seorang mahasiswa diberikan 4 tablet (2 gr)

Phtalyl sulfatiazol.

(25)

Sulfadimidin.

Mahasiswa yang bekerja dibagi dalam dua group :

 Sewaktu memakan kedua macam obat tersebut, perut (lambung) harus dalam keadaan kosong (sekurang-kurangnya 2 jam sebelum percobaan, tidak boleh makan).

 Kosongkan kandung kencing (urineren) pada waktu permulaan percobaan dengan menampungnya.

26

 Makanlah obat tersebut (masing-masing group I & II) dengan meminum 300 ml air.

 Sewaktu meminumnya, mulut harus dibersihkan sehingga tidak ada bagian – bagian obat yang tak tertelan.

 Kemudian kosongkan kandung kencing setiap 20 menit, ukurlah volumenya dan tentukan konsentrasi sulfonamide yang terdapat di dalamnya dengan larutan standard.

 Lakukanlah terus pengukuran ini sampai ekskresi yang terbanyak berlalu (± 2 Jam).

 Campurlah di dalam sebuah tabung 5 cc urine dengan 5 cc larutan trichlor Acetic Acid 4 %.

 Tambahkan 1 cc larutan Sodium Nitrit 0,1 % dan dibiarkan tabung itu selama 3 menit.

 Kemudian tambahkan 1 cc larutan amonium sulfamat kocok dan biarkan selama 2 menit.

 Akhirnya tambahkan 1 cc larutan N-(Inaphtyl) Ethylene dihydrochloride 1 %.

(26)

untuk tiap pengamatan dari tiap bentuk sediaan yang dicoba, seperti aturan pembuatan makalah (lihat tata tertib praktikum).

Buatlah grafik kadar Sulfonamida pada axis vertikal dan satuan waktu pada axis horizontal.

PANDANGAN KLINIK

(27)

diserap (diabsorbsi) melalui dinding saluran pencernaan masuk ke dalam sirkulasi darah, kemudian melalui ginjal diekskresikan (dikeluarkan) bersama-sama dengan urine.

Sedangkan obat lain yang diberikan peroral dan tidak diabsorbsi akan dikeluarkan bersama-sama dengan faeces (tinja).

Pada infeksi, maka obat-obat yang diabsorbsi (diserap) mampu mengobati infeksi melalui sirkulasi darah, sedangkan obat yang tidak diabsorbsi (diserap) biasanya digunakan untuk yang bekerja lokal misalnya infeksi saluran pencernaan.

LAPORAN PERCOBAAN PENETAPAN SULFONAMIDA DALAM URINE

Tanggal :

Nama Objek I : dengan : Meja :

Nama Objek II : dengan : Kelompok :

Objek I : jam : Volume urine : cc Memakan obat, jam :

Waktu pH Volume urine Kadar sulfonamida

(28)

Waktu pH Volume urine Kadar sulfonamida 20’

40’ 60’ 80’ 100’ 120’

Tanda tangan Instruktur,

( )

(29)

PRAKTIKUM – 1 / ILMU PATOLOGI ANATOMI

1. Mahasiswa memahami kelainan dan penyakit pada organ ovarium. 2. Mahasiswa memahami kelainan dan penyakit pada organ uterus. 3. Mahasiswa memahami kelainan dan penyakit pada servik.

Tata Laksana Praktikum

1. Deskripsikan pada tempat yang telah disediakan pada halaman dibawah kelainan yang ditemukan pada sediaan makroskopik dan mikroskopik.

2. Jawablah pertanyaan yang telah disediakan untuk mencari hubungan antara gangguan organic yang ditemukan dengan timbulnya gejala klinik.

3. Bagaimana perjalanan penyakit / prognosisnya bila kelainan ini tidak ditanggulangi ?

Pendahuluan

Alat kelamin wanita terdiri atas ovarium – tuba falopii – uterus – vagina – vulva – labium minus dan mayus. Melihat deretan organ tersebut, letak serta sifat masing – masing organ , kelainan patologik akat kelamin wanita akan memberi keluhan / gejala klinik yang sangat bervariasi.

Beberapa contoh :

- perdarahan pervaginam dapat merupakan haid normal, keluhan hormonal, ancaman abortus atau bahkan radang , infeksi atau akibat proses malignansi. - Pembesaran perut bagian bawah dapat pula sebagai akibat kehamilan normal /

abnormal ( mola ), tumor – tumor kistik padat yang bersifat jinak / ganas dari uterus dan ovarium.

1.Leiomioma Uterus

(30)

Diskusi :

2.Kistadenoma Ovarium Musinosa

Tampak kista yang multi lokular ( berkamar banyak ) dengan sekat yang tipis. Isi kista berupa lendir, cairan jernih dan kadang – kadang cairan merah karena perdarahan dalam kista. Pemeriksaan mikroskopik harus dilakukan, disamping menentukan jenis epitel, juga untuk mencari keganasan epitel.

(31)
(32)

Makroskopik Mikroskopik

Diskusi

(33)

Interaksi Obat Pada Resep Polifarmasi

Disusun oleh :

Penanggung

jawab : Prof. Aznan Lelo, PhD., SpFK

Anggota : Dr. Zulkarnain Rangkuty, MSi

Dr. Tri Widyawati

Dr. Sake Juli Martina

Tujuan

Materi praktikum Pelaksanaan Pengamatan Pelaporan

Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh kita akan memberikan respon tertentu dalam tubuh. Obat adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan obat lain.

INTERAKSI FARMAKODINAMIK

(34)

5. interaksi dengan penghambat Mono Amin Oksidase (MAO)

INTERAKSI FARMAKOKINETIK

Interaksi ini terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorbsi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua akan meningkat atau menurun.

Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut. Interaksi yang termasuk dalam interaksi farmakokinetik diantaranya : 1. Interaksi dalam absorbsi di saluran cerna

2. Interaksi dalam distribusi 3. Interaksi dalam metabolisme 4. Interaksi dalam ekskresi

No Nama

Dagang

Nama Generik

Bentuk sediaan Jumlah S CPO

1 Ciprofloxacin Cipro tablet 10 3x1 oral

2 Becom C Becom-C tablet 5 3x1 oral

(35)

Karena Becom-C mengandung vit. C dan B komplek akan meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka.

Cipro adalah antibiotik yang berguna sebagai bakterisid dengan menghambat pembentukan mukopolisakarida sehingga tidak bereplikasi.

Kedua obat berinteraksi sinergisme.

 Interaksi Farmakokinetik

Becom C mempercepat absorbsi obat dalam saluran cerna dan ekskresi obat melalui urin dan efeknya saling mendukung dengan antibiotik.

60 II. ASAM MEFENAMAT x CIPRO

 Interaksi Farmakodinamik

Asam mefenamat adalah senyawa turunan antranilat yang berkhasiat analgesik dan anti inflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase.

Cipro menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk mensintesis dinding sel mikroba atau bakterisid.

Interaksi keduanya sinergisme.

 Interaksi Farmakokinetik

Cipro lebih baik diabsorbsi di saluran cerna. Asam mefenamat terutama diabsorbsi di lambung. Interaksinya sinergisme.

III. ASAM MEFENAMAT x BECOM C

 Interaksi Farmakodinamik

Asam mefenamat berfungsi analgesik, anti inflamasi yang khusus

digunakan untuk arthritis. Sedang Becom C untuk penyembuhan luka juga terapi anemia. Jadi Becom C menjaga supaya efek samping anemia dari asam

(36)

3 diazepam tablet 10 2x1 oral

I. KODEIN x PARACETAMOL

efek analgesik paracetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek anti inflamasinya sangat lemah. Efek samping yang paling sering adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Efek samping lain adalah gangguan fungsi tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.

Kodein merupakan agonis ringan sampai sedang pada analgesik opioid. Mempunyai kerja antitusif pada dosis yang lebih rendah dari yang diperlukan untuk efek analgesik. Karena itu dosis 15 mg cukup untuk menghilangkan batuk.

61

Maka interaksi yang terjadi antara kedua obat tersebut adalah peningkatan efek analgesik karena umumnya obat ini sering diberikan bersama-sama.

II. DIAZEPAM x PARACETAMOL

 Interaksi Farmakodinamik

Diazepam mempunyai aktifitas antispastik, yang bekerja pada semua sinaps GABA. Obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik, juga tidak menimbulkan potensi terhadap penggunaan neuromuscular dan efek analgesik narkotik.

Paracetamol (derivat Para Amino Fenol) menghilangkan /mengurangi nyeri ringan sampai sedang, menurunkan suhu tubuh dengan efek sentral.

Maka secara farmakodinamik, kedua obat ini tidak menimbulkan interaksi yang berarti.

 Interaksi Farmakokinetik

(37)

Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Diekskresikan melalui ginjal. Sebagian kecil dalam bentuk paracetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

Maka secara farmakokinetik, pemberian obat ini secara bersamaan dalam dosis tinggi atau jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kerusakan hati yang fatal.

III. KODEIN x DIAZEPAM

Kodein sebagai suatu obat penekan batuk mempunyai efek yang sangat baik guna mempengaruhi refleks batuk sepanjang saluran nafas tanpa gangguan sel-sel epitel bersilia dan sekresi dari bronki.

Diazepam menyebabkan tidur dan penrurnan kesadaran yang disertai nystagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik.

Pada pemberian bersamaan antara kodein dan diazepam pada dosis yang berlebihan dapat memperbesar efek samping yaitu mual serta mengantuk.

PENDAHULUAN

obat yang masuk ke tubuh kita baik melalui oral, sistemik maupun melalui cara pemberian lainnya akan mengalami interaksi. Interkasi yang terjadi dapat dengan makanan, zat kimia dari lingkungan maupun dengan obat lainnya. Yang akan dibahas lebih lanjut adalah interaksi antara obat yang dapat terjadi melalui pemberian obat sekaligus atau yang sering disebut juga dengan polifarmasi.

(38)

Amoksisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba (bakterisid). Obat bergabung dengan penisilin binding protein. Amoksisilin (sama dengan Ampisilin) yang masuk ke dalam empedu akan mengalami skulus enterohepatik.

Asam mefenamat merupakan turunan antranilat yang berkhasiat analgetik serta mempunyai daya inflamasi. Asam mefenamat juga menunjukkan daya antipiretika.

Maka interaksi farmakodinamika yang terjadi dari kedua obat tersebut adalah peningkatan efek hepatotoksik apabila kedua obat diberikan secara bersamaan dalam dosis tinggi atau jangka waktu yang lama.

 Interaksi Farmakokinetik

Amoksisilin dibasorbsi di saluran cerna jauh lebih baik dari Ampisilin. Dengan dosis oral, amoksisilin didistribusikan di dalam tubuh dan pengikatan dengan protein plasma 20 %. Penisilin umumnya diekskresi melalui proses sekresi tubuli ginjal. Masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh beberapa obat termasuk asetosal (aspirin).

Asam mefenamat terikat kuat dalam protein plasma. Asam mefenamat ini umumnya diabsorbsi sempurna terutama di lambung.

Maka interaksi farmakokinetik yang terjadi dari kedua obat itu adalah peningkatan jumlah amoksisilin dalam darah oleh karena terjadi peningkatan masa paruh eliminasi penisilin dalam darah oleh asam mefenamat.

II. AMOKSISILIN TRIHIDRAT x ASAM ASKORBAT

 Interaksi Farmakodinamik

Amoksisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba (bakterisid). Obat bergabung dengan penisilin binding protein. Amoksisilin (sama dengan Ampisilin) yang masuk ke dalam empedu akan mengalami skulus enterohepatik.

(39)

Maka secara farmakodinamik yang terjadi dari kedua obat tersebut adalah kedua obat ini jika diinteraksikan tidak memiliki interaksi yang berarti.

 Interaksi Farmakokinetik

Amoksisilin dibasorbsi di saluran cerna jauh lebih baik dari Ampisilin. Dengan dosis oral, amoksisilin didistribusikan di dalam tubuh dan pengikatan dengan protein plasma 20 %. Penisilin umumnya diekskresi melalui proses sekresi tubuli ginjal. Masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh beberapa obat termasuk asetosal (aspirin).

Asam askorbat atau vitamin C mudah diabsorbsi melalui saluran cerna, distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah di dalam otot dan jaringan lemak. Diekskresikan melalui urin.

Maka secara farmakokinetik yang terjadi dari kedua obat tersebut adalah kedua obat ini jika diinteraksikan tidak memiliki interaksi yang berarti.

III. ASAM MEFENAMAT x ASAM ASKORBAT

 Interaksi Farmakodinamik

Asam mefenamat merupakan turunan antranilat yang berkhasiat analgetik serta mempunyai daya inflamasi. Asam mefenamat juga menunjukkan daya antipiretika.

Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion metalnya harus berada dalam keadaan tereduksi dan dalam keadaan tertentu bersifat anti oksidan.

(40)

Asam askorbat atau vitamin C mudah diabsorbsi melalui saluran cerna, distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah di dalam otot dan jaringan lemak. Diekskresikan melalui urin.

Maka secara farmakokinetik yang terjadi dari kedua obat tersebut adalah akan mudah diabsorbsi di lambung.

PENUNTUN PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI 2 (RS2-Pr4)

ILMU PATOLOGI ANATOMI PAYUDARA

(41)

Mahasiswa memahami kelainan dan penyakit yang ditemui pada payudara secara makroskopik dan mikroskopik.

Tujuan Instruksional Khusus :

1. Mahasiswa memahami hiperplasi kistik pada payudara 2. mahasiswa memahami fibroadenoma pada payudara 3. Mahasiswa memahami karsinoma payudara

Tata Laksana Praktikum

1. Deskripsikan pada tempat yang telah disediakan pada halaman dibawah kelainan yang ditemukan pada sediaan makroskopik dan mikroskopik.

2. Jawablah pertanyaan yang telah disediakan untuk mencari hubungan antara gangguan organic yang ditemukan dengan timbulnya gejala klinik.

3. Bagaimana perjalanan penyakit / prognosisnya bila kelainan ini tidak ditanggulangi ?

Pendahuluan.

Kelainan pada payudara seharusnya tidak boleh berjalan lanjut, karena seluruh jaringan payudara terletak dipermukaan tubuh, sehingga mudah untuk mendeteksi seluruh kelainannya dalam tahap dini. Kenyataannya sebagian besar penderita dating berobat setelah timbul benjolan dengan ukuran beberapa cm s/d sebesar kelapa.

1. Hiperplasi kistik.

Tampak kista – kista besar kecil dan berganda diantara jaringan lemak payudara. Dinding kista tidak cerah dengan isi cairan yang jernih, agak keruh,

(42)

Diskusi

2. Fibroadenoma

(43)

Makroskopik Mikroskopik

(44)

Gambar

Gambar 1Testis (MRS-1)
Gambar 3Ductus Deferens (MRS-3)
Gambar 4Prostate Gland (MRS-4)
Gambar 1 Ovary (FRS-1)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dengan cara pengamatan langsung pada lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto

Jika dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh yaitu sebesar 0,000 < 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan

Waktu merupakan komponen pembentuk preferensi pembelian online yang paling krusial,oleh karena itu produsen harus memperhatikan jumlah waktu yang dibutuhkan

Berikut pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh kunjungan wisatawan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal Desa Rumbia dengan

Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, ukuran dalam dada induk Domba Priangan di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana

d) secara substansial semua kegiatan NFE terdiri dari (secara keseluruhan atau sebagian) memegang saham yang beredar dari, atau menyediakan pembiayaan dan layanan untuk,

Gönül niçin ahvâlimi bilmezsin Yürekte yaralar türlü türlüdür ö ğ ü t versem öğüdümü almazsın Yürekte yaralar türlü türlüdür Esme zülüflerim

Hasil uji Anova dari vitamin A menunjukkan bahwa suhu dan lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kandungan vitamin A buah gandaria, sedangkan interaksi kedua