ASMA DI RUANG ICU RSI SULTAN AGUNG
SEMARANG
Disusun oleh :
ANDANG WIRATAMA
NIM. 690150195
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
ASMA
A. PENGERTIAN
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernafasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernafasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernafasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodic berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan (GINA, 2011).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak, adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat, dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Black & Hawks, 2014).
B. PENYEBAB
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma.
a. Faktor ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
Tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2008) 2. Ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan. b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (Ward et al, 2008).
a. Faktor Predisposisi 1) Genetik
Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan dari faktor genetik, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya dengan jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Adanya bakat alergi ini menyebabkan penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentivisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi 1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti: makanan dan obat-obatan. c) Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti: perhiasan,
logam dan jam tangan. 2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan asma berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
6) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi (derajat) Asma sebagai berikut:
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis menurut PDPI (2010) adalah sebagai berikut:
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermitten Bulanan
-Gejala <1x/minggu -Tanpa gejala diluar serangan
-Serangan singkat
- < 2 kali sebulan
APE > 80%
-VEP1 > 80% nilai prediksi
-APE > 80% nilai prediksi
-Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan Mingguan
-Gejala >
1x/minggu, tetapi <1x/hari
-Serangan
- >2 kali sebulan
APE > 80% -VEP1 > 80% nilai prediksi
mengganggu aktivitas dan tidur
-Variabiliti APE 20-30%
III. Persisten Sedang Mingguan
-Gejala setiap hari -Serangan
mengganggu aktivitas dan tidur -Membutuhkan bronkodilator setiap hari
- >1x/minggu
APE < 60% -VEP1 60-80% nilai prediksi -APE 60-80% nilai terbaik
-Variabiliti APE > 30%
IV. Persisten Berat Kontinyu
-Gejala terus menerus
-Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas
- Sering
APE < 60% -VEP1< 60% nilai prediksi
-APE < 60% nilai terbaik
-Variabiliti APE < 30%
J. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal (O'donnell, & Laveneziana, 2007).
K. PATOFISIOLOGI
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Black & Hawks, 2014).
2. Asma Intrinsik
oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan (Black & Hawks, 2014).
L. PATHWAYS
Faktor Pencetus
Alergi
Edema dinding dada Sekresi mucus kenntal
didalam lumen bronkiolus Idiopatik
Spasme otot polos bronkiolus
Bersihan jalan nafas tidak efektif Diameter Bronkiolus
mengecil Menekan sisi luar
bronkiolus Ekspirasi
Ketidakefektifan pola nafas
Gangguan pertukuran gas
Perfusi paru tidak cukup mendapat ventilasi
M. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
a. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
b. Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
c. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
d. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
e. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada (Anonim, 2011)
N. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN a. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas atau dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas berbunyi
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
b) Riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan eksim)
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya pasien mempunyai riwayat alergi seperti debu serta cuaca dingin.
Ada anggota keluarga yang menderita asma
e) Riwayat psikososial
f) Kondisi rumah
Tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi
g) Terpapar dengan asap rokok
b. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk produktif, tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
b. Sistem kardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan atau neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran
d. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
e. Sistem Pencernaan atau Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
f. Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
O. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.
P. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnosa bersihan jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. 1.Mempertahank
an jalan napas paten dengan bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan
3.Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress
1. Beberapa derajat spasme bronkus biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut.
3. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
tempat tidur.
kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5. Pencetus tipe alergi pernafasan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. 2 Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan
gangguan adekuat dengan menunjukan RR: 16-20 x/menit
sehingga pasien akan bernapas lebih efektif dan efisien. 2. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pertukaran gas dengan kriteria hasil sebagai berikut: rutin kulit dan membrane
tambahan sesuai
dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Dapat memperbaiki atau mencegah
Tidak terjadinya infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut: lingkungan yang nyaman.
sputum dengan batuk atau kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
3.Untuk
mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial.
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
Kriteria hasil yang diharapkan:
Pencapaian bersihan jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.
2. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).
Kriteria hasil yang diharapkan:
Perbaikan pola nafas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR: 16-20 x/menit dan irama napas teratur.
2. Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain. 3. Pasien dapat melakukan pernafasan dalam.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).
Kriteria hasil yang diharapkan:
Perbaikan pertukaran gas dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Perbaikan ventilasi.
2. Perbaikan oksigen jaringan adekuat.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas. Kriteria yang diharapakan:
Tidak terjadinya infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi. 2. Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Anonim. 2011. Informasi Obat Nasional Indonesia. Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Black J.M & Hawks J.H. (2014). Keperwatan Medikal Bedah. Edisi 8-Buku 3. Jakarta: Salemba Medika.
GINA. 2011. At A Galance Asthma Management Reference. Diakses dari http://www.ginasthma.org/at-a-galance-asthma-management-reference pada tanggal 20 Juli 2016
Levy et al. (2009). Diagnostic Spirometryin Primary Care. Primary Care Respiratory Journal. (www.ncbi.nlm.nih.gov/) Diakses tanggal 23 Juli 2016
O'donnell, D. E., & Laveneziana, P. (2007). Dyspnea And Activity Limitation In COPD: Mechanical Factors. Journal Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 4; 225 - 236.
PDPI. 2010. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Diakses dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf pada tanggal 20 Juli 2016 Smeltzer, S, & Bare. 2008. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: Lipincot