UNIVERSITAS INDONESIA
Makalah Pemikiran Politik Islam (PPIS):
“KEPEMIMPINAN POLITIK DALAM ISLAM : STUDI KASUS
KEBIJAKAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DI BIDANG POLITIK
DAN PEMERINTAHAN PADA ZAMAN DINASTI BANI
UMAYYAH”
Disusun oleh:
Aditya Fathurrahman Abdillah
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA ILMU POLITIK
Pendahuluan
Muhammad SAW adalah pemimpin kepala pemerintahan sekaligus pemimpin
umat Islam di muka bumi yang patut dijadikan suri teladan. Setelah beliau wafat,
kepemimpinan politik dalam islam menjadi salah satu hal yang menarik menjadi
pembahasan. Beliau tidak menunjuk atau mengisyaratkan wasiat kepemimpinannya
kepada siapapun. Di dalam Al-Quran dan Hadist Nabi pun tidak terdapat petunjuk
tentang bagaimana mekanisme menentukan pemimpin setelah Nabi Muhammad.
Yang ada hanya petunjuk bersifat umum dengan menyerukan umat-umat Islam
mencari penyelesaian dari suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama
melalui musyawarah.
Setelah Rasulullah wafat pemerintahan dilaksanakan oleh empat sahabatnya
yang dikenal dengan sebutan masa pemerintahan al-Khulafa’ al-Rasyidun yang
memiliki arti “para pengganti yang mendapatkan bimbingan kejalan lurus”. Bukan
berarti ada sebuah anggapan nepotisme dengan dasar melihat faktor sahabat dekat
Rasulullah namun, proses pergantian kepemimpinan tersebut dilakukan dengan
melalui proses pemilihan secara demokratis melalui musyawarah yang di setiap
pemilihan Khulafa al-Rasyidin memiliki ciri khas masing-masing. Pada setiap
khalifah di zaman para sahabat Khulafa al-Rasyidin juga mempunyai ciri khas gaya
kepemimpinannya masing-masing.
Selanjutnya, setelah masa kepemimpinan para sahabat Khulafa’
al-Rasyidun pemimpin Islam digantikan dengan Dinasti Ummayah. Di dalam Dinasti
ini, pemerintahan dalam keadaan kacau. Pemilihan pemimpin di Dinasti Umayyah
memakai cara warisan keluarga, tidak melalui musyawarah yang sebelumnya sebuah
cara yang digunakan oleh para sahabat nabi. Permusuhan antara kaum Ali dan
Muawaiyah semakin kompleks dan berakibat buruk terhadap konsolidasi negara.
Bahkan, sikap saling mencela antara kaum Ali dan Muawaiyah dijadikan agenda
bersifat tirani dan mengabaikan rakyatnya.1 Namun, terdapat satu khalifah yang
merubah kondisi-kondisi tersebut dan menyelamatkan umat Islam dari perpecahan
karena masalah yang terjadi pada zaman itu khusunya di bidang politik dan
pemerintahan. Khalifah tersebut bernama Umar bin Abdul Aziz yang disebut-sebut
sebagai al-Khulafa al-Rasyidin yang kelima. Muncul sebuah pertanyaan, mengapa
Umar bin Abdul Aziz bisa disebut sebagai al-Khulafa al-Rasyidin yang kelima?
Memang bagaimana kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz semasa hidupnya di zaman
Dinasti Umayyah? Bagaimana kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dalam mengatasi
masalah-masalah yang terjadi di bidang politik dan pemerintahan?. Semua pertanyaan
itu akan terjawab di dalam makalah ini.
Kerangka Teori (Kepemimpinan Dalam Islam)Dalam menjalankan pemerintahan Islam, pengangkatan amir atau ketua dari
masyarakat bertujuan agar segala macam urusan masyarakat dapat berjalan secara
teratur. Pemimpin yang ditunjuk harus memiliki karakteristik kepemimpinan Islam.
Dalam menjalankan pemerintahan karakteristik kepemimpinan Islam dibagi menjadi
dua bagian yaitu2 :
1. Intern Golongan Islam untuk mengakomodasi kebutuhan golongan dan menjadi pemimpin dalam membutuhkan karakteristik pemimpin seperti :
Mampu menumbuhkan sikap Tasamuh (Toleransi)
Mampu menumnuhkan kerjasama dan solidaritas sesame umat Islam
Mampu menghilangkan kultus wadah dan diganti dengan fastabiqul khairat
1 Susanti, Denny. 2010. Skripsi : Gagasan-Gagasan Dakwah Umar Dalam Menghidupkan Kembali Syi’ar Islam. Medan : Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer Trigunadarma. Hlm. 4
Bersikap terbuka
Mampu menciptakan tenaga pengganti dan berjiwa demokratis
Mampu mengatasi penyakit jahid dan jamid dalam tubuh golongan
2. Intern Umat Islam untuk mengakomodasi kepentingan umat Islam secara menyeluruh membutuhkan karakteristik pemimpin seperti :
Adil dan Jujur
Bijaksana dalam menghadapi masalah
Berpandangan luas serta tidak fanatic golongan
Berjiwa Integrasi
Wibawa dan disegani oleh semua golongan
Lebih mementingkan kepentingan ummat daripada kepentingan
golongan
Riwayat Umar bin Abdul AzizUmar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 63 H di Madinah dari ayah yang
bernama Abdul Aziz bin Marwan seorang gubernur Mesir dan ibu bernama Ummi
Ashim bin Ashim bin Umar bin Khattab.3 Sifat-sifat mulia dari Umar bin Abdul Aziz
bisa dilihat dari sifat ayah dan ibunya.
Ayah Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai gubernur yang pemurah dan
ramah di tengah Dinasti Ummayah yang berisi ambisi-ambisi politik mencapai
kekuasaan bahkan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan pada zaman itu
bisa dilakukan dengan cara cara curang dan keji. Beliau juga sesorang yang memiliki
keinginan untuk terus belajar dan bersedia dikritik. Suatu hari Abdul Aziz berbicara
pada seseorang, tetapi dia salah mengucapkan kata-kata (man khatanak menjadi man
khatanuk), Abdul Aziz malu dan memperbaikinya. Karena kejadian tersebut beliau
mengundang ahli bahasa untuk mengajarinya, sehingga menjadi seorang yang fasih
berbicara.4Abdul Aziz juga berhasil meningkatkan kehidupan warganya dengan cara
membuat jembatan di Teluk Amirul Mukmin, merenovasi Masjid Jami’ Amru,
membangun kolam air, menanam pohon korma untuk penghijauan, serta membangun
kantor pemerintahan dan Baitul Mal. Abdul Aziz juga berani untuk tidak
mengirimkan pendapatan daerahnya ke pusat hanya untuk kesejahteraan masyarakat
di daerahnya. Beliau juga dikenal dengan kejujurannya. Hal ini bisa dilihat dari
sikapnya yang tidak pernah menumpuk harta untuk kepentingan pribadinya. Selama
20 tahun beliau menjabat menjadi Gubernur Mesir kekayaannya hanya mencapai
7.000 dinar, sebuah nilai kekayaan yang terlalu kecil untuk ukuran gubernur saat itu.
Ibunya Ummi Ashim adalah seorang perempuan yang jujur dan sederhana.
Beliau adalah seorang perempuan yang patuh terhadap kebijaksanaan suaminya dan
tegas dalam mendidik anak-anaknya. Sifat bapaknya Abdul Aziz yang tekun belajar,
jujur, serta dermawan dan ibunya Ummi Ashim yang jujur, sederhana, serta taat
menjadi dasar perkembangan pribadi Umar bin Abdul Aziz yang baik.
Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di Madinah. Kondisi Madinah pada waktu
itu memberikan pendidikan agama yang baik bagi beliau. Selain mendapatkan
pendidikan dari lingkungan keluarga, beliau juga mendapatkan pendidikan dari
guru-guru besar di Madinah. Pengetahuan yang dikuasai dan diminati Umar bin Abdul
Aziz adalah menghafal al-Quran, hadist, fikih, dan ilmu kalam.
Umar bin Abdul Aziz lebih menghabiskan waktu mudanya untuk belajar
sungguh-sungguh, sehingga dia memiliki wawasan yang luas. Kecerdasan beliau
dalam menyerap semua ilmu pengetahuan tersebut juga diiringi dengan ketundukan
hatinya untuk mengamalkan pengetahuan yang dimilikinya. Terbukti dengan larangan
yang dikeluarkan Umar bin Abdul Aziz kepada kelompok Bani Ummayah dan Syi’ah
yang saling mencela karena menurut beliau perbuatan tersebut adalah perbuatan yang
dibenci Allah.
Umar bin Abdul Aziz menikah dengan Fatimah puteri dari khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Setelah pernikahan, Umar bin Abdul Aziz langsung dipersiapkan
oleh Abdul Malik bin Marwan sebagai penggantinya. Rencana Umar bin Abdul Aziz
sebagai pengganti khalifah bukan dikarenakan statusnya sebagai menantu khalifah,
melainkan kaena keluasan wawasan dan kemampuan memimpin yang mahir dari
sosok beliau.’
Kebijakan Umar bin Abdul Aziz di Bidang Politik dan Pemerintahan Sebelum Menjadi Khalifah
Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur di Madinah pada masa pemerintahan
Khalifah Walid.5 Selama menjadi gubernur beliau selalu memperhatikan kepentingan
rakyatnya. Hal ini bisa dilihat dari kebijakannya membuka pintu pengaduan bagi
masyarakat luas dan bertindak tegas terhadap penyimpangan yang dilakukan
bawahannya. Sayangnya perbuatan baik Umar bin Abdul Aziz menjadi senjata bagi
lawan politiknya, panglima Hajjaj, untuk menjatuhkan beliau. Panglima Hajjaj
menuduh Umar bin Abdul Aziz yang memihak kaum tertindas (mayoritas adalah
kaum Syi’ah) sebagai pelindung pemberontak Irak (kaum Syi’ah sebagian besar
tinggal di Irak). Tuduhan ini disampaikan Panglima Hajjaj kepada khalifah Al Walid
yang berujung dengan pemecatan Umar bin Abdul Aziz dipecat dari jabatannya
sebagai gubernur. Pengalaman menjadi orang yang di fitnah dalam kejadian tersebut
menjadi motivasi Umar bin Abdul Aziz untuk berusaha menghilangkan sikap saling
fitnah yang terjadi di Dinasti Umayyah.
Setelah Umar bin Abdul Aziz tidak lagi menjadi gubernur, beliau tetap
bersuara menyeruakan ketidaksetujuannya terhadap perilaku penguasa-penguasa
Umayyah. Beliau selalu mengkritik segala kebijakan yang dibuat oleh penguasa
Umayyah yang menurutnya menyimpang. Kritiknya sangat frontal, tajam dan
mendasar. Beliau sampai berani menyebut nama siapa yang dikritiknya.
Pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abd Malik, Umar bin Abdul Aziz
diangkat sebagai sekretaris khalifah. Kedekatan mereka berdua begitu erat sehingga
menumbuhkan rasa percaya dalam diri khalifah Sulaiman bin Abd Malik terhadap
Umar bin Abdul Aziz. Rasa kepercayaan tersebut membuat Khalifah Sulaiman bin
Abd Malik mewasiatkan Umar bin Abdul Aziz menjadi penggantinya bila beliau
wafat walaupun menurut ketentuan Dinasti Umayyah bahwa khalifah hanya boleh
digantikan oleh anaknya sendiri atau saudara kandungnya.
Kebijakan Umar bin Abdul Aziz di Bidang Politik dan Pemerintahan Saat Menjadi Khalifah di Dinasti Umayyah
Sebelum membahas mengenai kebijakan Umar bin Abdul Aziz di bidang politik
dan pemerintahan, kita bahas dahulu bagaimana awalnya beliau menjabat menjadi
khalifah di Dinasti Umayyah. Pada tahun 99 H, Umar bin Abdul Aziz diangkat
menjadi khalifah disaat wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abd Malik.6 Tatkala
namanya dinyatakan sebagai pengganti Sulaiman, dia mulai terkulai lemas dan
berkata, “ Demi Allah, sesungguhnya saya tidak pernah memohon perkara ini kepada
Allah satu kali pun”. 7
6 dikutip dariAnonym. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. http://hizbut-tahrir.or.id/2010/10/10/khalifah-umar-bin-abdul-aziz/ (diakses pada 11 November 2013 pukul 20.48)
Kemudian Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Dan saat itu merupakan
garis pemisah antara hidupnya yang lama dan hidupnya yang baru. Beliau menyadari
tanggung jawabnya yang besar dan kezaliman-kezaliman yang banyak terjadi di masa
itu, serta resiko berat yang harus dihadapinya. Maka mulailah beliau bekerja dengan
segala kesungguhannya sejak dari saat-saat yang pertama. Peristiwa yang mula-mula
dihadapinya setelah selesai menguburkan jenazah Sulaiman bin Abd Malik, ialah
tatkala dibawakan orang kepadanya kendaraan-kendaraan kerajaan.
Kendaraan-kendaraan itu terdiri dari beberapa ekor kuda yang mengangkut barang-barang,
beberapa ekor kuda tunggangan dan beberapa ekor bagal, masing-masing lengkap
dengan alat-alat sainsnya. Umar bertanya: ”Apakah ini?” Mereka menjawab: ”Inilah
kendaraan khalifah”. Umar menyahut: “Hewanku lebih sesuai bagiku”. Kemudian
dijualnya semua hewan-hewan kendaraan itu, dan uangnya disimpan di Baitul Mal.
Begitu pula semua tenda-tenda, permadani-permadani, dan tempat-tempat kaki yang
biasanya disediakan untuk khalifah-khalifah yang baru, semuanya itu dijualnya, dan
uangnya dimasukkan ke Baitul Mal.8
Sesudah itu Umar bin Abdul Aziz mengadakan perhitungan terhadap dirinya
sendiri. Beliau menjauhkan dirinya dari segala macam kenikmatan hidup dan
dikembalikannya semua tanah-tanah perkebunan yang dulunya telah dihibahkan
kepadanya. Dilepaskannya semua tanah dan harta benda yang telah diwarisinya,
karena beliau yakin semua itu bukanlah harta yang halal dan baik. Ditinggalkannya
pakaiannya yang mahal itu, lalu digantinya dengan pakaian yang berharga hanya
delapan dirham. Ibnu ‘Abdil Hakam meriwayatkan, bahwa Umar sebelum menjadi
khalifah masih menganggap kasar pakaian yang berharga sampai 800 dirham. Dan
kini, pakaian yang hanya 8 dirham dianggapnya begitu halus, dan ia mencari yang
lebih kasar dari pada itu.
Umar bin Abdul Aziz membasuh dirinya dari bekas-bekas minyak wangi dan
dipanggilnya tukang bekam untuk memotong rambutnya yang panjang. Dijualnya
semua pakaian dan wangi-wangiannya yang ada padanya dan uangnya dimasukkan
ke Baitul Mal. Umar bin Abdul Aziz menjauhkan diri dari makanan yang lezat-lezat,
dan beliau hanya memakan makanan kering. Beliau melayani dirinya sendiri, dan
tidak membolehkan orang lain melayaninya.
Kemudian Umar bin Abdul Aziz berpaling kepada istrinya yang sebagaimana
telah disebutkan diatas dia adalah anak dari khalifah Abdul Malik bin Marwan .Dari
asal usul yang agung ini mengalirlah kepadanya beraneka ragam permata, mutiara,
barang-barang perhiasan dan prabot-prabot rumah yang amat mahal harganya. Kini
dinda boleh memilih antara dua hal, yaitu: “Memilih aku serta melepaskan semua
harta benda ini, ataukah dinda memilih harta benda ini dan aku melepaskan engkau?”.
Akhirnya ia memilih beliau dan relalah ia hidup bersama suaminya itu, dengan
kehidupan yang bersahaja, seperti yang diinginkan Umar bin Abdul Aziz.9
Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para pelayan mengira
bahwa mereka telah berkuasa terhadap rakyat. Tetapi setelah keadaan mereka begitu
jelek mereka malah menyesal atas pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai
khalifah dan mereka sama menjauhkan diri dari beliau. Umar bin Abdul Aziz
mempunyai seorang bujang yang bernama Dirham. Setelah beberapa hari Umar jadi
kholifah ia bertanya kepada Dirham: “Apa kata orang, hai Dirhan?”. Dirham
menjawab: “Apa pula lagi yang hendak mereka katakan, mereka semua baik-baik
saja, hanya aku dan Tuan yang menjadi celaka!”. Umar bertanya lagi: “Mengapa
demikian?”. Dirham menjawab: “aku mengenal Tuan sebelum jadi kholifah sebagai
orang yang parlente, berbau harum semerbak, berpakaian indah, dan suka pada
kendaraan yang tangkas, dan makanan yang lezat. Setelah tuan diangkat menjadi
kholifah aku berharap akan dapat istirahat dan melepaskan diri dari segala kesibukan.
Tapi nyatanya, pekerjaanku malah bertambah berat, aku dan Tuan jadi sengsara!”.
Umar barkata: “kini engkau merdeka, pergilah dariku dan tinggalkanlah aku dalam
keadaan begini, hingga allah memberikan jalan keluar bagiku”. Dengan demikian
jadilah Umar bin Abdul Aziz bersama istrinya dan rumah tangganya dalam keadaan
bersahaja.10
Dalam pelaksanaan kekhalifahan, Umar bin Abdul Aziz banyak mengeluarkan
kebijakan di bidang politik dan pemerintahan, sehingga di bidang ini lah yang paling
menonjol di bawah kepemimpinan beliau. Beliau mengangkat orang-orang baru
untuk menduduki jabatan yang paling penting, bukan karena mereka termasuk dalam
pihaknya, tetapi karena dia menganggap mereka tulus dan jujur. Tidak seperti para
pendahulunya yang memberikan Untuk Spanyol, dia mengangkat Samh bin Malik,
seorang bangsa Yaman, dan untuk Afrika, Ismail bin Abdullah. Umar bin Abdul Aziz
mengetahui bahwa mereka ini tidak menjadi anggota salah satu pihak, mereka sangat
pemurah terhadap orang-orang yang tertindas. Umar bin Abdul Aziz cukup baik
terhadap keluarga Ali yang pengutukan terhadapnya dilarang dalam khotbah shalat
Jumat yang telah berlangsung diseluruh kerajaan. Kebun Fedak yang dahulu dirampas
oleh Marwan dikembalikan kepada keluarga Nabi.
Dalam menyebarkan missi Nabi di Kurasan dan Asia Tengah, Umar bin Abdul
Aziz menggunakan politik baru. Politiknya ialah bahwa orang yang menerima islam
akan dibebaskan dari beban pajak dan menempatkan mereka pada pijakan yang sama.
Ketika Gubernur Mesir mengeluh mengenai turunnya pendapatan karena banyaknya
orang masuk Islam, Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Allah mengirim Nabi-nya
sebagai seorang pengumpul pajak”. Di Kurasan para pejabat biasanya menguji
ketulusan hati orang yang baru masuk islam dengan menyunat. Dia melarang hal ini
dengan mengatakan, “Muhammad Saw. Dikirim untuk menyeru manusia kejalan
agama Allah, bukan untuk menyunat mereka”. Pada waktu yang sama beliau
melindungi orang kristen, tetapi tidak mengizinkan mereka membangun kembali
gereja.
Tujuan Umar bin Abdul Aziz ialah terjaminnya konsolidasi pemerintahan.
Karena kerajaan terdiri atas berbagai bangsa, dia menyadari bahwa kerajaan nya akan
sangat lemah jika tidak berlandaskan maksud yang baik dan kerjasama semua
golongan rakyat. Mawali (orang islam yang baru) berperang dipihak umat islam,
tetapi mereka tidak diberi jaminan keuangan yang sama dengan orang arab yang
islam, dan akibatnya mereka menjauhkan diri dari pemerintah Umayyah. Masalah ini
yang akhirnya menjadi tujuan Umar bin Abdul Aziz untuk menghapuskan
kesenjangan antara orang islam Arab dengan dorang islam non-Arab.Beliau juga
memberi tunjangan kepada anak-anak para pahlawan Arab (Mukatilah) yang
sebelumnya dibatasi dan dikurangi oleh Muawiyah dan ditahan oleh Abdul Malik.
Meskipun dia seorang muslim ortodoks, dia berhasil menunjukkan kemurahan hati
dan damaskus memohon kepadanya agar mengembalikan Gereja St.John yang diubah
oleh Walid menjadi Masjid, karena tidak mampu memenuhi tuntutan mereka. Orang
kristen dari Najran mengeluh bahwa pajak yang dikenakan pada mereka sangat berat.
Umar bin Abdul Aziz, sebagai seorang penguasa adil, menurunkan pajak 2.000 helai
kain, menjadi 200 helai kain.11
Dalam pemerintahannya Umar bin Abdul Aziz melaksanakan terobosan
politik berupa menginstruksikan penarikan semua pasukan di Bizantium dan Asia
Tengah. Pasukan tersebut ditarik mundur dikarenakan penempatan pasukan di daerah
tersebut hanya unutk program gengsi dan keserakahan yang menurut beliau sangat
merugikan masyarakat. Kebijakan yang dibuat oleh Umar bin Abdul Aziz
mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat dan pasukan yang ditarik. Hal ini
disebabkan mereka sudah bosan dengan pertumpahan darah.12 Umar bin Abdul Aziz
dalam terobosan politiknya juga memecat beberapa pejabat yang zalim.
11 Adang affandi,1999, Study Sejarah Islam, Bandung: Putra A Bardim, hlm. 202-204
Kebijakan lain yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz adalah
berkomunikasi dengan ulama. Kebijakan ini dilaksanakan untuk tempat menuntut
ilmu dan meminta nasehat. Beliau tidak pernah menyuruh ulama agar mengeluarkan
fatwa menurut kemauannya sendiri, tetapi beliau mendorong para ulama untuk
berfatwa sesuai dengan perintah Allah. Umar bin Abdul Aziz akhirnya memberikan
tempat di pemerintahannya untuk para ulama sebagai penerjemah ajaran agama,
pemberi fatwa, serta menjadi pendorong dan pembimbing rakyat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan.
Dalam pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz juga melakukan usaha untuk
mendamaikan kaum Ali dan kaum Muawaiyah. Kebijakan mengenai hal ini
merupakan kebijakan yang sangat terkenal dalam kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.
Langkah pertama dalam usaha mendamaikan kedua pihak, beliau menghapus kutukan
kepada Ali bin Abu Thalib yang telah menjadi budaya di Dinasti Ummayah.
Penghapusan ini didasarkan atas Ali bin Abu Thalib bukanlah musuh umat Islam,
melainkan seorang tokoh Islam yang harus dihormati. Kebijakan yang dibuat oleh
Umar bin Abdul Aziz membuat kaum Syi’ah dan kaum Khawarij mengakui beliau
sebagai seorang khalifah yang shalih.13
Perubahan juga dibawa di bidang pemerintahan. Umar bin Abdul Aziz juga
berani merubah pola pemerintahan Dinasti Ummayah yang faternalistik dan nepotism
menjadi sistem pemerintahan yang professional. Pemerintahan yang professional ini
memprioritaskan kualitas seseorang sebagai syarat menduduki sebuah jabatan, bukan
berdasarkan pada keturunan. Syarat tersebut menjadi sarana untuk memecat
pemimpin yang bersifat tirani. Di bidang pemerintahan yang lain, beliau menjadikan
pemilihan khalifah menjadi hak rakyat.
Banyak hal yang dibawa dan diperbaharui oleh khalifah umar bin abdul aziz,
seperti menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali bin Abu Thalib dan keluarganya
yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa
potongan ayat suci al-Quran, merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan
oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal, memecat
pegawai-pegawai yang tidak profesional, menyalahgunakan kuasa dan pegawai-pegawai yang tidak
layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah, menghapuskan pegawai
peribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Beliau
hidup dengan bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan, tidak seperti khalifah
dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana
yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa. Selain daripada itu, beliau amat
mengambil berat tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga telah
menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah
menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau mau semua rakyat
dilayani sama adil tidak mengira keturunan dan pangkat supaya keadilan dapat
berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau perjuangan adalah menyamai
keadilan di zaman datuknya, Khalifah Umar Al-Khatab yang sememangnya
dinanti-nantikan oleh rakyat yang selalu ditindas oleh pembesar yang angkuh dan zalim
sebelumnya.
Dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, kerajaan Ummayah
semakin kuat tiada pemberontakan dalam, kurang berlaku penyelewengan, rakyat
mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan Baitulmal
penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mau menerima zaka
kebanyakannya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya boleh berdikari sendiri.
Semua ini adalah jasa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sangat masyhur,
adil dan warak yang wajar menjadi contoh kepada pemerintahan zaman moden ini,
hanya 852 hari dapat mengubah sistem pemerintahan ke arah pemerintahan yang
diridhoi Allah dan menjadi contoh sepanjang zaman. satu record yang sukar diikuti
Namun, kemuliaan Umar bin Abdul Aziz dalam cara memimpin menjadikan
beliau sebagai musuh para petinggi-petinggi Dinasti Ummayah sebelum Umar bin
Abdul Aziz karena para petinggi tersebut memiliki sikap vested interest dengan
keadaan sebelum Umar bin Abdul Aziz. Hal ini membuat para petinggi tersebut
meracuni Umar bin Abdul Aziz dan menjadi penyebab kematian beliau.
Kesimpulan
Latar belakang pemerintahan Bani Umayyah yang haus akan kekuasaan
menguatkan sikap dan menunjukan karakteristik Umar bin Abdul Aziz sebagai salah
satu pemimpin dengan karakteristik kepemimpinan islam yang menonjol di
kekhalifahan Bani Umayyah. Sikap dan karakteristik Umar bin Abdul Aziz yang
sesuai dengan karakteristik kepemimpinan Islam dapat dilihat dari sifat toleransi
terhadap umat maupun golongan lain, mampu menumbuhkan kerjasama antar sesama
umat Islam, adil dan jujur dalam menjalankan pemerintahan, serta memiliki aqidah
yang kuat.
Sikap dan karakteristik itu pula yang membuka kesempatan pada Umar bin
Abdul Aziz untuk masuk kedalam pemerintahan melalui kepercayaan Sulaiman bin
Abd Malik. Pengangkatannya menjadi seorang khalifah tidak menghilangkan
karakteristik kepemimpinannya yang telah lama ia bangun. Hal itu ia tunjukan
dengan mendasari pemerintahan dengan karakteristik kepeimpinannya yang
menjunjung tinggi toleransi, menguatkan kerjasama pemerintahan antar
bangsa-bangsa Islam, adil dan jujur serta memiliki sikap Zuhud yang berarti meninggalkan
kepentingan duniawi yang tidak berhubungan dengan perannya sebagai seorang
khalifah. Pada akhirnya, dibalik kepemimpinannya yang sangat sejalan dengan
karakteristik kepemimpinan Islam menimbulkan bumerang dengan banyaknya
musuh-musuh politik yang tidak menyukai cara kepemimpinannya yang islami dan
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Susanti, Denny. 2010. Gagasan-Gagasan Dakwah Umar Dalam Menghidupkan
Kembali Syi’ar Islam. Medan : Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer
Trigunadarma
Munawwir, Imam. Asas-asas Kepemimpinan Dalam Islam. Surabaya : Al – Ikhlas
Imam As-Suyuti,2010, Tarikh Khulafa, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,), Cet. 7.,
Sou’yb, Joesoef.1977. Sejarah Daulah Umayyah di Damaskus. Jakarta : Bulan
Bintang
Syalabi, Ahmad.1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Al-Huzna Zikra
Sumber Internet :
Anonym. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz.
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/10/10/khalifah-umar-bin-abdul-aziz/ (diakses pada 11 November
2013 pukul 20.48)
Ahmed, Nazeer. Omar Bin Abdul Aziz.
http://historyofislam.com/contents/the-age-of-faith/omar-bin-abdul-aziz/(diakses pada 11 November 2013 pada pukul 20.11 WIB)
Ahmad Jamil, Umar Bin Abdul Aziz, http://www.renaissance.com.pk/novletfor95.html