ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA
(Jurnal)
Oleh:
Fedri Rizki Ramadan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI KALANGAN MAHASISWA
Oleh:
Fedri Rizki Ramadan, Dr. Eddy Rifa’i S.H., M.H, Rini Fathonah, S.H.,M.H (Email: Fedririzki@gmail.com)
Pemerintah beserta kepolisian telah menempuh berbagai cara untuk menanggulangi kejahatan narkotika salah satunya dengan upaya penanggulangan yang dilakukan yaitu baik secara pre-emitif artinya melalui berbagai kegiatan sosialisasi anti narkoba, secara preventif yaitu dengan menambah jam patroli malam di wilayah kampus dan represif
melalui kebijakan penal.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat
disimpulkan: penanggualngan kejahatan penyalahgunaan narkotika di kalangan
mahasiswa belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
pengguna narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa menempati urutan ke 4 dari
12 bidang profesi lainnya Terdapat beberapa faktor penghambat dalam
penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa
yaitu: a. Faktor hukum b. Faktor aparatur penegak hukum c. Faktor budaya
hukum. d. Faktor Lingkungan. e. Faktor masyarakat.
Saran dalam penelitian ini adalah pihak kepolisian hendaknya memberikan bentuk sosialisasi yang menarik dansesuai dengan perkembangan berbagai jenis narkotika karena akhir – akhir ini banyak
sekali jenis jenis narkotika baru seperti tembakau gorilla, dan permen berbahan narkotika, dan roti brownies narkoba juga perbaikan terhadap moral aparat penegak hukum sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan narkotika di tubuh aparat penegak hukum itu sendiri
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF NARCOTICA ABROAD MARKET CRIMINAL IN COLLEGE STUDENT
By:
Fedri Rizki Ramadan, Dr. Eddy Rifa’i S.H., M.H, Rini Fathonah, S.H.,M.H (Email: Fedririzki@gmail.com)
The government and the police have taken various ways to overcome the crime of narcotics one of them with the effort to overcome the done that is both pre-emital means through various anti-drug socialization activities, preventively by adding hours of night patrol in campus area and repressive through penal policy. Based on the results of research and discussion can be concluded: penanggualngan crime misuse of narcotics among students have not run well. This can be seen from the number of users of narcotics conducted by students ranks 4 of 12 other professions There are several inhibiting factors in the prevention of narcotics abuse among students, namely: a. Legal factors b. Factor of law enforcement apparatus c. Factor of legal culture. D. Environmental factor. E. Community factors. Suggestions in this study is the police should provide an interesting form of socialization and in accordance with the development of various types of narcotics because of late a lot of new types of narcotics such as gorilla tobacco, and candy made from narcotics, and brownies drug bark also improvements to the moral apparatus Law so that there will be no abuse of narcotics in the body of law enforcement officers themselves
I. PENDAHULUAN
Penyalahgunaan narkotika sudah
semakin meluas bahkan ke wilayah
wilayah pendidikan seperti di
lingkungan Universitas Lampung
kejahatan narkotika sudah sangat
mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan barang haram yang susah untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan
sesaat sebagai efek candu dan
kenikmatan tubuh penggunanya.
Pecandu narkotika akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan barang haram ini karena narkotika memang suatu zat yang memiliki efek candu yang kuat bagi penggunanya dan efek ketergantungan yang luar biasa.
Maraknya penggunaan narkotika bahkan pengedaran narkotika di lingkungan
kampus khususnya Universitas
Lampung sangat mengkhawatirkan
dengan penangkapan sejumlah
mahasiswa unila seperti kasus dibawah ini
“Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung menangkap tujuh tersangka tindak pidana narkotika di gedung Pusat
Kegiatan Mahasiswa Universitas
Lampung (Unila), Jumat (19/8/2016) siang. Enam tersangka diantaranya
masih berstatus mahasiswa.
Penangkapan ini dibenarkan Direktur
Reserse Narkoba Polda Lampung
Komisaris Besar Agustinus Berlianto Pangaribuan. “Ya tadi anggota menangkap tujuh orang. Enam orang mahasiswa dan satunya orang umum,”
ujar dia, Jumat sore. Berlianto
mengatakan, ketujuh orang itu ditangkap saat sedang memecah satu paket ganja besar menjadi paket-paket kecil di dalam ruangan di gedung PKM. “Sekarang masih dalam pemeriksaan,” ucap dia. Identitas enam mahasiswa itu adalah AQ (22), mahasiwa Komunikasi FISIP Unila; MIY (22), mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Unila; PB (22) mahasiswa Sosiologi FISIP
Unila. Selanjutnya adalah AS
mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unila; RH (23) mahasiswa Sosiologi FISIP Unila; dan RR mahasiswa Sosiologi FISIP Unila. Satu tersangka lainnya adalah MR (22), tukang parkir “. 1
.
Berita diatas hanya merupakan sebuah fenomena gunung es yang berarti masih
maraknya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika yang
dilakukan para mahasiswa, meskipun berbagai macam tindakan pencegahan telah dilakukan seperti mengadakan seminar narkoba dan tes urine yang dilakukan untuk memastikan calon mahasiswa Unila benar-benar bebas dari pengaruh narkoba sekaligus sebagai langkah antisipasi agar Unila sebagai lembaga pendidikan bebas dari pengaruh mematikan narkoba, tetapi tindakan pencegahan yang dilakukan dianggap sia-sia, kasus diatas merupakan hal yang dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kampus dimana mahasiswa tersebut menerima pembelajaran.
Peran penting pihak kepolisian dan universitas untuk memberantas kasus
kejahatan terkait narkoba harus
didukung dengan baik. Terungkapnya kasus diatas dapat menjadi indikator maraknya penyalahgunaan narkotika di lingkungan universitas lampung dan
dapat memberi petunjuk betapa
kebijakan pemerintah saat ini lemah
dalam menghadapi tersebut
Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di
atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penanggulangan
penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa?
Ruang lingkup penelitian ini termasuk ke dalam kajian Ilmu Hukum Pidana dan dibatasi pada analisis penanggulangan kejahatan narkotika pada mahasiswa Universitas Lampung yang dilakukan di lingkungan Universitas Lampung, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Penelitian ini
dilakukan di Polda Lampung Direktorat
Reserse Narkoba dan Universitas
Lampung dilakukan pada Tahun 2017
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kejahatan dan Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan
Kejahatan menurut hokum Sutherland, kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan olehNegarasebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.Kejahatan menurut hukum dikelompokkan dalam tindak pidana (diatur dalam KUHP), Kejahatan tanpa korban (perjudian, pornografi, penyalahgunaan)
Kejahatan menurut non hukum
(Kejahatan menurut sosiologis)
Kejahatan merupakan suatu prilaku manusia yang diciptakan masyarakat.
Kejahatan tidak semata-mata
dipengaruhi oleh besar kecilnya
kerugian yang ditimbulkan atau karena
bersifat amoral, melainkan lebih
dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan pribadi kelompoknya,
sehingga perbuatanperbuatan tersebut merugikan kepentingan masyharakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak
diatur dalam undang-undang pidana.2
Dalam perkembangan kriminologi,
pembahasan mengenai sebab-sebab
kejahatansecara sistematis merupkan hal
2 Abdussalam, 2007, Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, hlm.15
baru, meskipun sebenarnya hal tersebut
telahdibahas oleh banyak ahli
kriminologi. Di dalam kriminologi dikenal beberapa teori yaitu : Teori yang menjelaskan dari perspektif biologis dan
psikologis, 2) Teori-teori yang
menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologi.
B. Pengertian Penanggulangan Kejahatan
upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar hukum pidana). Upaya
atau kebijakan untuk melakukan
Pencegahan dan Penangulangan
Kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari
kebijakan yang lebih luas, yaitu
kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare policy) dan kebijakan dan upaya upaya untuk perlindungan masyarakat (social-defence policy). Dilihat dalam arti luas kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum pidana materiil, di bidang hukum pidana formal dan dan di bidang hukum pelaksanaan hukum pidana.
Penanggulangan kejahatan dapat
dilakukan dengan menggunakan sarana Non Penal dan sarana Penal.
C.
Tinjauan
Umum
tentang
Narkotika
Pengertian Narkotika berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika, bahwa yang dimaksud
dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat.
D. Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan seseorang dapat diartikan
menggunakan narkotika tidak
sebagaimana mestinya, dalam hal ini tentunya di luar pengawasan seorang dokter. Terjadinya penyalahgunaan di dalam masyarakat tentunya sangat mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa pengaruh terhadap ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya kejahatan dalam masyarakat dan sebagainya. Menurut Dadang Hawari, diatara faktor-faktor yang berperan dalam penggunaan narkotika dan psikotropika adalah :
a) Faktor kepribadian anti sosial dan
Psikopatrik
b) Kondisi kejiwaan yang mudah
merasa kecewa atau depresi
c) Kondisi keluarga yang meliputi
keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, hubungan orang tua dengan anak
d) Kelompok teman sebaya
e) Narkotika dan psikotropika itu
sendiri mudah diperoleh dan
tersedianya pasaran yang resmi
maupun tidak resmi.3
III. HASIL PEMBAHASAN
A. Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika di Kalangan
Mahasiswa
Upaya penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan politik “ Politik Kriminal “ dapat meliputi ruang
3 Mardani, 2007, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, Jakarta: Raja Grafindo, hlm. 102
lingkup yang cukup luas yakni
penerapan hukum pidana, pencegahan
tanpa pidana dan mempengaruhi
pandangan masyarakat mengenai
kesejahtraan dan kepidanaan lewat media masa. Dalam hal tersebut dapat
dipahami upaya untuk mencapai
kesejahteraan melalui aspek
penanggulangan secara garis besarmya dapat dibagi menjadi 2 (dua) jalur yaitu : lewat jalur “penal” (hukum pidana) dan lewat jalur “ non penal ” (bukan / di luar hukum pidana). Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitik beratkan pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan ) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur “non penal” lebih menitik beratkan
pada sifat “preventif” (pencegahan /
penangkalan / pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan
refresif pada hakekatnya
Undang-undang dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas Upaya
penanggulangan dan pemberantasan
tindak pidana narkotika ini akan diawali dengan upaya preventif dan preemtif, yaitu berupa pencegahan / penangkalan / pengendalian) sebelum tindak pidana tersebut terjadi melalui kebijakan non
penal yang kemudian dilanjutkan
dengan upaya “penal” atau dengan
upaya repressive (penindasan /
pemberantasan / penumpasan) sesudah tindak pidana narkotika itu terjadi.
Kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara bagus, rapi dan sangat rahasia. Di samping itu
kejahatan narkotika, perkembangan
kualitas kejahatan narkotika tersebut sudah menjadi, ancaman yang serius bagi kehidupan umat manusia. Untuk lebih meningkatkan pengendalian dan pengawasan dalam upaya mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan
peredaran narkotika diperlukan upaya bersama antara aparat penegak hukum
koordinasi peredaran gelap narkotika,
masyarakat pun mulai merasakan
pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat secara nyata, bahkan dalam tingkat
ancaman berbahaya terhadap
kepentingan dan kesejateraan
masyarakat. Gejala-gejalanya antara lain narkotika sudah memasuki lingkungan keluarga, sekolah dan
lingkungan-lingkungan tradisional pun sudah
tersusupi. Penyalagunaan narkotika sebagaimana besar terjadi pada anak-anak usia sekolah maupun Mahasiswa Baru. Dimana mereka masih begitu mudah terpengaruh dan kondisi jiwa mereka yang masi belum stabil. Ini juga yang banyak terjadinya di berbagai kota yang sedang berkembang dan giat-giatnya membangun .
Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan penegak hukum dalam pemberantasan
tindak pidana penyalahgunaan
narkotika, serta konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika. Pemberantasan tindak pidana
narkotika dihubung dengan fakta – fakta
sosial. Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound membedakan pengertian Law in book’s di satu pihak dan law in action di pihak lain. Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan masalah apakah hukum yang diterapkan sesuai dengan pola -pola prikelakuan. narkotika tidak dilarang di Indonesia, yang dilarang adalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Penyalahgunaan narkotika merupakan permasalahan komplek baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan kejiwaan pelaku serta faktor
lingkungan mikro maupun makro.
Akibatnya pun sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya
tetapi juga menimbulkan beban
psikologis, sosial dan ekonomis, bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia.
Secara ekonomis, penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika
menimbulkan biaya yang sangat besar, baik terhadap pelakunya, orang tua atau
keluarganya, maupun terhadap
perekonomian nasional. Pelakunya harus mengeluarkan sejumlah besar uang
untuk membeli narkotika dan
psikotropika (narkoba) yang harganya sangat mahal untuk memenuhi ketagihan
akan narkotika dan psikotropika
(narkoba) yang terus menerus dan makin
meningkat. Seandainya yang
bersangkutan mengikuti program
perawatan dan pemulihan, maka pelaku atau keluarganya harus mengeluarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk biaya perawatan dan pemulihannya.
Disamping sangat mahal serta
memerlukan waktu yang lama, tidak ada yang menjamin pelaku dapat pulih sepenuhnya.
Pemerintah telah menegaskan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban
penyalahgunaan Narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat (1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur
wajib melaporkan kepada pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sedangkan ayat (2) Pecandu Narkotika
yang sudah cukup umur wajib
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal ini memang sangat perlu karena pengaruh narkotika
yang sangat besar terhadap
kelangsungan hidup suatu bangsa
terutama bagi generasi muda sebagai tulang punggung pembangunan bangsa. Dengan memperioritaskan penyelesaian
perkara narkotika diharapkan bisa
mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika
Menurut Rizki Pujianto Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri.
Karena manfaatnya tersebut, maka pasokan terhadap narkotika sangat diperlukan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Efek penurunan kesadaran misalnya dapat membantu pasien insomia untuk dapat beristirahat, efek penghilang nyeri juga sangat membantu pasien pasca operasi.
penyalahgunaan dalam penggunaan
narkoba adalah pemakaian obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara
terus-menerus akan mengakibatkan
ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan, Maraknya narkotika dan obat-obatan terlarang telah banyak mempengaruhi mental dan sekaligus pendidikan bagi para pelajar saat ini. Masa depan bangsa yang besar ini bergantung sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba. Narkoba telah menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh narkoba yang sering kali dapat mematikan. Sebagai makhluk Tuhan yang kian dewasa, seharusnya kita senantiasa berfikir jernih untuk
menghadapi globalisasi teknologi dan globalisasi yang berdampak langsung pada keluarga dan remaja penerus
bangsa khususnya. Kita harus
memerangi kesia-siaan yang di
akibatkan oleh narkoba. Peningkatan pengendaran dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangat diperlukan.
Berbagai kegiatan penanggulangan
kejahatan narkotika di kalangan
mahasiswa gencar dilakukan demi
menekan angka penyalahgunaan
narkotika di kalangan mahasiswa
berbagai usaha seperti mengadakan sosialisasi anti narkotika , dan sosialisasi mengenai pengenalan narkotika jenis baru seperti tembakau gorilla sudah dilakukan akan tetapi kembali pada pribadi individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan pergaulan sehari – hari,
diperlukan juga pembentukan satuan tugas anti narkoba guna memerangi
berbagai peredaran narkotika di
lingkungan kampus serta kegiatan tes urin secara berkala yang harus selalu
diadakan untuk mendeteksi bibit – bibit
pengguna narkotika.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah sosial sekaligus menjadi masalah hukum
dalam masyarakat. Penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika
dilakukan melalui kebijakan yang
terarah. Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu
adanya tujuan (goal), sasaran
(objectives) dan kehendak (purpose). Berpijak pada pendapat Friedrich ini
maka kebijakan non penal yang
dilakukan oleh Kepolisian Daerah
Lampung telah memiliki tujuan yakni menciptakan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2011 tentang Narkotika. Kebijakan non penal
ditujukan pada mahasiswa dan
atau penegak hukum melainkan kehendak seluruh masyarakat dalam menjamin keberlangsungan generasi bangsa Indonesia yang sehat.
Menurut Sanusi Husin Ada kebijakan penal yang penting dalam ketentuan pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu:
1) Untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, diatur
mengenai Prekursor Narkotika
karena Prekursor Narkotika
merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan
Narkotika. Dalam Undang-undang ini dilampirkan mengenai Prekursor
Narkotika dengan melakukan
penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.
2) Diatur pula mengenai sanksi pidana
bagi penyalahgunaan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan
Narkotika. Untuk menimbulkan
efek jera terhadap pelaku
penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai
pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua
puluh) tahun, pidana penjara
seumur hidup, maupun pidana mati.
Pemberatan pidana tersebut
dilakukan dengan mendasarkan
pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.
3) Untuk lebih mengefektifkan
pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai
penguatan kelembagaan yang sudah
ada yaitu Badan Narkotika
Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan
Narkotika Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut
ditingkatkan menjadi lembaga
pemerintah nonkementerian
(LPNK) dan diperkuat
kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah
provinsi dan kabupaten/kota
sebagai instansi vertikal, yakni
BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota.
4) Untuk lebih memperkuat
kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika dan tindak pidana
pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan
pelaksanaan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
5) Untuk mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
perluasan teknik penyidikan
penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna
melacak dan mengungkap
penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
6) Dalam rangka mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang
memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam
Undang-Undang ini diatur
mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.
7) Dalam Undang-Undang ini diatur
juga peran serta masyarakat dalam
usaha pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Penghargaan tersebut diberikan
kepada penegak hukum dan
masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika. 4
Pada tahun 2016 jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja, shabu dan ekstasi. Jenis narkoba
tersebut sangat terkenal bagi
Pelajar/mahasiswa, pekerja, dan rumah tangga.Sebagian besar penyalahgunaan berada pada kelompok wiraswasta. Alasan penggunakan narkoba karena pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, dan tekanan lingkungan teman
kerja merupakan faktor pencetus
terjadinya penyalahgunaan narkoba pada kelompok wiraswasta dalam hal ini mahasiswa pun terkena dampak akan peredaran narkotika yang diebabkan
pergaulan, dan akses untuk
mendapatkan narkotika di kalnagna
mahasiswa terlalu mudah karena
kampus yang sangat terbuka ditambah lagi pergaulan mahasiswa yang begitu bebas sehingga banyak juga terdapat kasus narkotika yang kerap dilakukan
oleh mahasiswa5
4 Wawancara dengan prof. Sanusi Husin guru besar Fakultas Hukum Unila tanggal 12 maret 2017
5 Wawancara dengan bpk. Riski Pujianto Kasubag Min Ops. Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung 15 januari 2017
menurut penulis upaya yang harus
dilakukan sesuai dengan teori
penanggulangan kejahatan meliputi :
a) Upaya Pre-Emitif
Upaya Pre-Emitif adalah sebuah
upaya yang dilakukan Polda
Lampung yang dilakukan sebelum
penyalahgunaan terjadi dan
biasanya dalam bentuk pendidikan, kampanye, penyuluhan, sosialisasi,
atau penyebaran pengetahuan,
pendekatan dalam lingkungan
kampus melalui focus group
disscussions, seminar lembaga
swasta, instansi pemerintah,
advokasi, workshop mengenai
bahaya narkoba pada umumnya dan narkotika pada khususnya Pre-emtif (Pembinaan) Merupakan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan narkoba. Tindakan Polri ini dilakukan dengan melihat akar masalah penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan
melalui pendekatan sosial,
situasional dan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur potensi gangguan. Tindakan preemtif yang
dilakukan Polri dalam
menanggulangi penyalahgunaan
narkoba yaitu dengan melakukan
pembinaan kepada masyarakat
dengan cara sosialisasi, penyuluhan dan audiensi tentang bahaya dan
dampak dari penyalahgunaan
narkoba. Hal ini untuk antisipasi
dan pencegahan dini melalui
kegiatan-kegiatan edukatif dengan
tujuan menghilangkan potensi
penyalahgunaan narkoba (faktor
peluang) dan pendorong
terkontaminasinya seseorang
menjadi pengguna
b) Upaya Preventif
Dalam fakta di lapangan
dianggap efektif dalam kaitannya menekan jumlah penyalahgunaan narkotika yang terus meresahkan
masyarakat, kegiatan tersebut
dilakukan bukan tanpa alasan, semata-mata sebagai langkah untuk
setidaknya mengurangi
penyalahgunaan narkotika yang
terjadi, karena tidak dapat
dipungkiri lagi apabila kegiatan yang dilakukan tersebut tidak dibarengi dengan tindakan yang
sama dari semua kalangan
mahasiswa dan masyarakat di kawasan kampus akan sangat sulit
dalam memerangi narkotika
tersebut, peran institusi lain seperti
BNN provinsi lampung yang
senantiasa bekerja beriringan
bersama Polda Lampung sangat diperlukan, pemerintah daerah di Provinsi Lampung, bahkan lingkup ruang seperti keluarga peran nya sangat dibutuhkan apabila berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika, maka dari itu Polda Lampung berupaya dengan optimal untuk
memerangi narkotika dengan
melakukan beberapa agenda tiap tahunnya berkaitan dengan upaya preventif ini. untuk membentuk
mahasiswa yang mempunyai
ketahanan dan kekebalan terhadap
narkoba. Pencegahan
penyalahgunaan Narkoba dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan dalam keluarga,
penyuluhan oleh pihak yang
kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat
hiburan malam oleh pihak
keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang
bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba
c) Upaya Represif
Upaya represif dilakukan melalui
kebijakan penal dalam
menanggulangi tindak pidana
narkotika. Kebijakan ini dilakukan
dengan melakukan tindakan
penyelidikan dan penyidikan
terhadap tindak pidana narkotika. Penegakan hukum dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga sidang di pengadilan. Polisi juga sering kali mengadakan razia di kamar kost dan tempat hiburan malam yang diindikasi menjadi kantong-kantong
peredaran gelap narkotika di
kalnagan mahasiswa. Dalam
melakukan tindakan tersebut, aparat telah melakukan upaya-upaya paksa sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pelaku tindak pidana narkotika Saat ini Reserse Narkotika Polda
Lampung telah bekerjasama
dengan, BNN, Satuan Penganaman Kampus dan instansi terkait (jaksa dan hakim) dalam mengungkap kasus narkotika. Strategi yang dilakukan selama ini secara garis besar terdiri dari undercover buy yaitu dengan pembelian secara terselubung dimaka aparat berpura-pura menjadi pengguna dan juga dengan controled delivery yaitu dengan penyerahan narkotika yang
diawasi oleh aparat satuan
pengamanan kampus telah
menambah jam patroli malam di tempat tempat yang terindikasi
rawan penyalahgunaan narkotika. 6
B. Faktor penghambat
penanggulangan penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa
a) Faktor Hukum
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, :
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan.”
Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa narkotika
adalah zat atau obat yang sangat
penting untuk keperluan
pengobatan, tetapi justru akan menimbulkan masalah yang besar apabila di salah gunakan. Pasal 7
UU No. 35 Tahun 2009
menyatakan bahwa Narkotika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di samping itu, Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009, menyatakan bahwa penyalahguna adalah orang
yang menggunakan narkotika
secara tanpa hak dan melawan hukum. Orang yang menggunakan narkotika secara tanpa hak dan melawan hukum di sini dapat diklasifikasikan sebagai pecandu dan pengedar yang menggunakan dan melakukan peredaran gelap narkotika.
Undang-undang sudah memberikan
penjelasan yang sangat jelas.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 itu pada dasarnya mempunyai 2 (dua) sisi, yaitu sisi humanis kepada para pecandu narkotika, dan sisi yang keras dan tegas kepada bandar, sindikat, dan pengedar narkotika. Sisi humanis itu dapat dilihat sebagaimana termaktub pada Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009
yang menyatakan, Pecandu
Narkotika dan korban
penyalagunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sedangkan sisi keras dan tegas dapat dilihat dari pasal-pasal yang tercantum di dalam Bab XV UU No. 35 Tahun
2009 (Ketentuan Pidana), yang mana pada intinya dalam bab itu dikatakan bahwa orang yang tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan,
hukumannya adalah pidana penjara.
Itu artinya undang-undang
menjamin hukuman bagi
pecandu/korban penyalahgunaan
narkotika berupa hukuman
rehabilitasi, dan bandar, sindikat, dan pengedar narkotika berupa hukuman pidana penjara.
Permasalahan yang muncul adalah dari perbedaan persepsi antar para
aparat penegak hukum yang
kemudian menimbulkan
penanganan penyalahgunan
narkotika yang berbeda-beda pula. Sangat sering terjadi penyidik menggunakan pasal yang tidak
seharusnya diberikan kepada
pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika. Jaksa Penuntut Umum pun hanya bisa
melanjutkan tuntutan yang
sebelumnya sudah disangkakan
oleh penyidik, yang kemudian hal itu berujung vonis pidana penjara oleh Pengadilan (Hakim) kepada
para pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika.
Seharusnya aparat penegak hukum dapat lebih jeli lagi melihat amanat
Undang-Undang dan regulasi
lainnya yang mengatur tentang
penanganan penyalahguna
narkotika. Sudah jelas dikatakan
dalam pasal 54 yang
mengutamakan bahkan wajib
hukumnya pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, hal itu diperkuat lagi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Undang – Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 81 Tentang Narkotika berbunyi :
“Penyidik Kepolisian Negara dan
penyidik BNN berwenang
melakukan penyidikan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini”
Undang – undang diatas
memeberikan kewenangan bagi Polri dan BNN untuk melakukan
penyidikan terhadap
penyalahgunaan narkotika, akan tetapi tidak di pungkiri bahwa
masih sangat banyak aparat
penegak hukum yang menggunakan narkotika hal ini yang menjadi
salah satu hambatan bagi
penanggulangan narkotika, kualitas para aparatur penegak hukum harus ditingkatkan karena masih banyak pengguna narkotika dari kalangan penegak hukum, berbagai oknum di
tubuh aparat menyebabkan
hambatan yang berarti bagi
penanggulangan narkotika
c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan remaja menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan
dalam konteks mempengaruhi
remaja untuk mengonsumsi atau
menyalahgunakan narkotika.
Setidaknya, terdapat 3 lingkungan
yang memengaruhi remaja
menyalahgunaan narkoba, yaitu lingkunan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, ketiga lingkungan tersebut dituntut untuk peduli dalam membina remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Lingkungan yang sangat terbuka akses keluar masuknya kemudian menimbulkan sebuah hambatan yang berarti mengingat peredaran narkotika semakin mudah dan cepat.
d) Faktor Masyarakat.
Penanggulangan narkotika berasal dari masyarakat dan bertujuan
memberantas penyalahgunaan
narkotika. Oleh karena itu,
dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penyalahgunaan. Adanya dukungan
dari masyarakat dalam
penanggulangan narkotika yaitu dapat dilakukan dengan memahami
indikasi indikasi penggunaan
narkotika, masyarakat dapat turut andil melaporkan segala bentuk tindak pidana narkotika juga ikut andil dalam mengawasi pihak pihak pelaku tindak pidana narkotika maupun oknum oknum aparat yang menyalahgunakan narkotika
e) Faktor Budaya Hukum.
Pengertian budaya hukum dalam konteks penulisan ini, diartikan sebagai budaya dari sikap dan pola perilaku pada aparatur penegak
hukum, khususnya pengadilan
dalam pelaksana tugas serta
wewenangnya. Budaya hukum
yang merupakan hubungan
kerjasama antar aparatur hukum sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran yang merupakan ciri dari masyarakat bangsa kita. Hubungan kerja antara satuan pengamanan dan Polisi dalam memberantas narkotika di lingkungan kampus. Rasa segan, menunggu instruksi, serta mekanisme penangkapan, atau penggrebekan, merupakan kendala dalam melaksanakan tugas.
f) Faktor sumber daya manusia
sumber daya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri
manusia untuk mewujudkan
perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri
serta seluruh potensi yang
terkandung di alam menuju
tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian
integral dari sistem yang
IV. PENUTUP
A. Simpulan
1) Penanggulangan Kejahatan
Narkotika di kalangan mahasiswa belum berjalan dengan baik jika
dilihat dari angka pengguna
narkotika setiap bulannya, berbagai
upaya telah dilakukan seperti
mengadakan tes urin bagi setiap mahasiswa baru, dan berbagai
sosialisasi anti narkoba yang
dilakukan oleh kepolisian,
penambahan jam patroli di area kampus oleh satuan pengamanan
kampus tetapi tetap saja
penyalahgunaan narkotika
dikalangan mahasiswa tetap terjadi.
2) Terdapat beberapa faktor
penghambat dalam penanggulangan
kejahatan penyalahgunaan
narkotika yaitu:
a) Faktor hukum
b) Faktor aparatur penegak
hukum,
c) Faktor masyarakat
d) Faktor budaya hukum,
B. Saran
1) Pihak kepolisian hendaknya
memberikan bentuk sosialisasi yang
menarik dan sesuai dengan
perkembangan berbagai jenis narkotika
karena akhir – akhir ini banyak sekali
jenis jenis narkotika baru seperti tembakau gorilla, dan permen berbahan narkotika, dan roti brownies narkoba sehingga para mahasiswa dapat mengerti dan menekan angka korban kejahatan narkotika
2) pemerintah hendaknya melakukan Perbaikan peraturan hukum (undang-undang) yang mengenai korban, atau pelaku tindak pidana narkotika sehingga tidak terjadi perbedaan presepsi antara
penegak hukum, Perbaikan moral
aparatur penegak hukum, yang
diharapkan dapat membuat aparat
penegak hukum tidak ikut melakukan
tindakan penyalahgunaan narkotika hal ini menjadi penting sebab aparatur penegak hukum sebagai garda terdepan
dalam melakukan penanggulangan
narkotika sehingga nantinya terjadi
penurunan angka penyalahgunaan
narkotika
3) Adanya penyuluhan narkotika bagi masyarakat agar masyarakat mengerti
dan memahami bagaimana proses
penyalahgunaan dapat terjadi dan
berbagai narkotika jenis baru sehingga lebih peka terhadap penyalahgunaan narkotika yang terjadi di sekitar, sehingga kinerja dari aparatur penegak
hukum dalam memberantas
penyalahgunaan narkotika dapat
terbantu dengan adanya dukungan dari masyarakat.
4) Perbaikan budaya hukum, dimana
budaya hukum dalam praktik
penanggulangan penyalahgunaan
narkotika di kalangan mahasiswa sangat menentukan keberhasilan dalam proses
penyelidikan hingga penggrebekan
pengguna narkotika di kalangan
mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdussalam. 2007. Kriminologi.
Jakarta: Restu Agung.
Mardani, 2007, Penyalahgunaan