Menentukan Nilai Reaktansi dan Impedansi Generator
Sebelum menentukan nilai impedansi keluaran generator, pertama adalah menghitung nilai
reaktansi (XL) dengan menggunakan persamaan 37. Selanjutnya menghitungan impedansi keluaran
generator dengan menggunakan persamaan 38.
XL =
XL = 4 x 1 x 4 x 3,14 x 10-7 x 50 = 8,93732 Ω
Zph = = = 9,06421 Ω
Menentukan Nilai Keluaran Tegangan Fasa
Setelah mendapatkan nilai dari tegangan perfasa (Eph), arus perfasa (Iph) dan impedansi
perfasa (Zph). Maka kita dapat menentukan nilai tegangan keluaran fasa dari generator (𝑉∅)
dengan menggunakan persamaan 39.
𝑉∅ = 𝐸𝑝ℎ - 𝐼𝑝ℎ.Zph = 255,74 – (3,63 x 9,06421) = 222,8 V
Menentukan Daya Keluaran Generator
Langkah terakhir adalah menentukan daya keluaran generator, dengan mengalikan
tegangan keluaran generator dengan arus fasa yang didapat. Berikut perhitungan untuk mencari
daya keluaran generator dengan persamaan 40.
S = V x I = 222,8 V x 3,63 = 808, 8 VA
Tabel 5. Perbandingan parameter generator
Para meter Hasil Keluaran Generator
AWG 14 AWG 15 AWG 16
Bg 0,52958 T 0,52951 T 0,52995 T
∅ 0,00119 Wb 0,00120 Wb 0,00120 Wb
Eph 255,74 V 255,74 V 255,74 V
V∅ 222,8 V 222,2 V 221,2 V
I 3,63 A 3,63 A 3,63 A
S 808,8 VA 806, 6 VA 802,9 VA
Dengan melakukan prosedur perhitungan yang sama untuk kawat belitan stator jenis AWG
15 dan AWG 16 maka akan diperoleh perbandingan nilai-nilai variabel seperti dalam Tabel 5.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan :
1. Desain generator sinkron magnet permanen fluks radial satu fasa pada arus maksimum 3,63 A
diperoleh tegangan terminal generator (𝑉∅) dan daya (S) untuk kawat email AWG 14 222,8 V
2. Semakin besar diameter kawat penghantar belitan stator semakin besar nilai tegangan terminal
dan daya yang dihasilkan.
3. Jenis kawat penghantar yang digunakan sebagai belitan stator mempengaruhi dimensi
diameter luar stator, tinggi gigi stator, panjang slot stator bagian luar dan lebar yoke stator.
DAFTAR PUSTAKA
Kasim. 2011. Analisis Pengaruh Rapat Fluks Celah Udara Terhadap Karakteristik Generator Magnet Permanen. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, vol. 12, 2011.
Irasari, P. 2012. Simulasi dan Analisis Magnetik Generator Magnet Permanen Fluks Radial Menggunakan Metode Elemen Hingga. Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology, 2012.
Herudin dan W.D. Prasetyo. 2016. Rancang Bangun Generator Sinkron 1 Fasa Magnet Permanen Kecepatan Rendah 750 RPM. Jurnal. UNTIRTA S290–S296.
Nurtjahjomulyo, A.. 2010. Rancang Bangun Generator Turbin Angin Tipe Aksial Kapasitas 200 W. Jurnal Teknologi Dirgantara.
Bahtiar, G. 2012. Simulasi Optimasi Ketebalan Magnet Pada Rotor Magnet Permanen Fluks Radial. UI.Jakarta
Ahmed, D. dan A. Ahmad. 2013. An optimal design of coreless direct-drive axial flux permanent magnet generator for wind turbine. 6th Vacuum and Surface Sciences Conference of Asia and Australia (VASSCAA-6).
Tema: 4 (energi baru dan terbarukan)
KEMAMPUAN ISOLAT MIKROBA BELT2, BELT6 DAN MELT5
DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA
LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM
Oleh
Arum Dewi Pradini, Sukanto, Amin Fatoni, Winasis
Universitas Jenderal Soedirman, Jl. H.R. Boenyamin No.708 Grendeng,
Purwokerto 553122
e-mail : arumpradini.ibrahim@gmail.com
ABSTRAK
Energi listrik didapatkan melalui pengujian variasi jenis inokulum dari isolat mikroba BELT2,
BELT6 dan MELT5 yang ditumbuhkan pada media limbah kulit pisang. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui perbedaan energi listrik yang dihasilkan dari variasi jenis inokulum yang diberikan pada limbah kulit pisang dan menentukan energi listrik tertinggi yang dihasilkan dari jenis pemberian kultur tunggal dan campuran. Semua isolat sudah dapat menghasilkan energi listrik pada masa inkubasi 7 hari dalam shaker incubator. Pemberian variasi jenis inokulum berpengaruh nyata pada besar energi listrik yang dihasilkan. Uji BNT menunjukkan bahwa pemberian kultur tunggal BELT2 memiliki beda potensial listrik tertinggi yaitu 0,49 V dengan pH 4,93 dan biomassa
debris 0,04 gram.
Kata kunci : mikroba, kulit pisang, variasi inokulum, listrik.
ABSTRACT
Voltage can be found by inoculum variation test of microbe isolates such as BELT2, BELT6 and
MELT5 which grown in banana peel waste medium. The aims of this study were to know different
voltage of inoculum variation in banana peel waste fermentation and to determine the best treatment between single culture and mixed culture that produces the highest voltage. Variation inoculum had a significant effect to produce electricity (voltage) at 7-days incubation period in shaker incubator. Furthermore, an LSD test indicates that the best treatment was inoculation of a single culture BELT2, with resulted voltage at 0,49, pH level of medium at 4,93 and biomass a 0,04
grams debris of medium.
Keywords: microbes, banana peel, inoculum variation, voltage.
PENDAHULUAN
Mikroba penghasil energi listrik yang berasal konsorsium limbah dari Banyumas telah
didapatkan melalui proses isolasi dan skrining skala laboratorium pada pra penelitian. Berdasarkan
hasil pra penelitian yang dilakukan, didapatkan tiga jenis mikroba yang bersifat amilolitik dan
(isolat kapang). Nilai voltase dan pH yang dihasilkan masing-masing isolat tersebut adalah BELT6
= 0,5125/ pH 3,745; BELT2 = 0,3125/ pH 4,875 dan MELT5 = 1,3/ pH 3,87.
Mikroba dapat digunakan sebagai bahan bakar alami atau biofuel pengganti batubara dalam
menghasilkan listrik. Mikroba memanfaatkan materi organik media fermentasi sebagai sumber
energi dalam aktivitas metabolisme yang dimana dapat menghasilkan elektron (Sitorus, 2010).
Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan katoda rangkaian biofuel memungkinkan
terbentuknya energi listrik akibat adanya reaksi redoks, yakni pelepasan proton dan elektron oleh
senyawa metabolit yang dihasilkan mikroba dari hasil metabolisme nutrisi yang salah satunya
berasal dari limbah kulit pisang.
Menurut Zuhal (2013), kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti
karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Kulit pisang di
alam akan menyebabkan pencemaran lingkungan berupa peningkatan keasaman tanah. Selain itu,
kulit pisang juga memiliki serat kasar dengan komponen pati sehingga cocok bila dimanfaatkan
sebagai media fermentasi mikroba. Media fermentasi yang berupa polisakarida (pati) akan diubah
menjadi monomer yang lebih sederhana dalam sistem metabolisme mikroba untuk menghasilkan
senyawa metabolit asam yang mengandung ion H+ yang dibutuhkan dalam rangkaian biofuel.
Pengujian biofuel dapat dilakukan dengan pemberian variasi jenis inokulum yakni
inokulum tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012), perbedaan penggunaan kultur tunggal
maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi senyawa metabolit yang dihasilkan.
Hal ini akan mempengaruhi jumlah potensial listrik yang dihasilkan pada rangkaian prototipe
biofuel karena berhubungan dengan reaksi redoks yang terjadi dengan jumlah produksi senyawa
yang dihasilkan.
Permasalahan yang muncul berdasarkan penjelasan tersebut adalah :
1. Apakah perbedaan voltase dapat dihasilkan dari pemberian variasi jenis inokulum pada media
limbah kulit pisang.
2. Perlakuan manakah antara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran pada media limbah
kulit pisang yang menghasilkan potensial listrk terbaik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan energi listrik dapat dihasilkan
dari pemberian variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang dan menentukan perlakuan
terbaik diantara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran dalam menghasilkan energi listrik.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Alat dan Bahan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah cawan petri, tabung
reaksi, labu erlenmeyer, beker glass, pipet ukur, pipet tetes, mikropipet dan tip, gelas ukur,
autoklaf, rak tabung, oven, bunsen, sprayer, botol kaca, jarum ose, neraca ukur, pH meter, LAF
(Laminar Air Flow), botol film 5 mL, mikroskop, haemocytometer, cover glass, blender, saringan,
baskom.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah isolat mikroba BELT2, BELT6
dan MELT5, media cair ekstrak limbah kulit pisang steril, media NA (Nutrient Agar), media PDA
(Potato Dextrose Agar), alkohol, akuades, nigrosin, spirtus, alummunium foil, wrapping, korek,
kertas whattman no. 41, kertas label.
Metode Penelitian
1. Persiapan Mikroba, Pembuatan Media dan Sterilisasi
Isolat mikroba yang digunakan berupa bakteri dan kapang yang masing-masing didapatkan
dari hasil pra penelitian. Isolat tersebut adalah BELT2, BELT6 dan MELT5. Pembuatan media
fermentasi dilakukan dengan cara menghaluskan 250 gr kulit pisang dengan air hingga volume
1000 ml sehingga diperoleh perbandingan 1:4, kemudian disaring hingga didapatkan ekstrak
berupa substrat cair (Zuhal, 2013).
Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan alat dan bahan yang diperlukan dimasukan ke
dalam autoklaf dengan pengaturan tekanan sebesar 2 atm, suhu 121 oC dengan waktu selama 15-20
menit (Thomas dkk, 2011).
2. Pembuatan Starter Isolat BELT2, BELT6 dan MELT5 (modifikasi Trismilah dan
Sumaryanto, 2012)
Starter BELT dibuat dengan cara merontokkan koloni bakteri yang berasal dari stok kultur
tunggal pada media NA miring yang telah diinkubasi semalaman dalam suhu ruang dengan media
fermentasi sebanyak 10 mL menggunakan jarum ose steril. Inokulum hasil perontokan koloni
disuspensikan ke dalam 200 mL media limbah cair kulit pisang dan diinkubasi sampai fase
eksponensialnya yaitu 4 jam untuk isolat BELT2 dan BELT6.
Starter MELT dibuat dengan cara merontokkan koloni kapang yang berasal dari stok kultur
tunggal pada media PDA miring dan diinkubasi selama 5x24 jam pada suhu ruang dengan media
fermentasi sebanyak 10 mL menggunakan fortex. Inokulum hasil perontokan koloni disuspensikan
ke dalam 200 mL media limbah cair kulit pisang dan inokulum dihomogenkan menggunakan
3. Penetapan Kerapatan Sel dan Inokulasi Starter pada Substrat (modifikasi
Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)
Starter yang telah diinkubasi semalam, dilakukan pengenceran dan pengamatan
menggunakan teknik langsung (haemocyt) yang sebelumnya dilakukan pewarnaan mikroba
menggunakan nigrosin. Jumlah spora yang teramati kemudian dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Kepadatan = x̄ kepadatan 5 kotak x 2,5 x 104 x fp
Inokulum yang berjumlah ≥ 109
diinokulasikan ke dalam limbah cair ekstrak kulit pisang
sebanyak 6,5 % dari volume media di dalam botol dan dihomogenkan menggunakan shaker
incubator dengan selama 5 menit. Variasi jenis inokulum dilakukan dengan mencampurkan media
fermentasi dengan starter pada volume berbeda berdasarkan jenis perlakuannya. Kemudian
masing-masing inokulum dimasukan ke dalam botol kaca sebanyak 30 mL dan diinkubasi dalam shaker
incubator selama 7x24 jam.
4. Penentuan Potensial Listrik, pH dan Biomassa yang Dihasilkan
Penentuan potensial listrik dilakukan dengan teknik MFC sederhana (Microbial Fuel Cell)
yakni mencelupkan elektroda yakni anoda yang berupa lempengan seng (Zn) dan katoda yang
berupa lempengan tembaga (Cu). Anoda dan katoda kemudian dihubungkan dengan multimeter
untuk mengetahui potensial listrik (volt) yang dihasilkan (modifikasi Kristin, 2012). Penentuan pH
dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi.
Penentuan biomassa debris dan kapang dilakukan dengan menggunakan teknik filtrasi
menggunakan kertas whattman no. 41 yang sebelumnya telah dikeringkan dalam desikator dan
ditimbang sebagai berat kering awal. Hasil penyaringan dikeringkan lagi menggunakan oven
bersuhu 50-70 oC selama ± 3x24 jam dan ditimbang sebagai berat kering akhir. Perhitungan
biomassa adalah selisih dari berat kering akhir dan awal (modifikasi Suryandari, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil beda potensial listrik yang dihasilkan dari perlakuan variasi jenis inokulum pada
Gambar 4.1. Histogram Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum pada Media Limbah Kulit Pisang
Berdasarkan Gambar 4.1., semua isolat dapat menghasilkan energi listrik pada inkubasi
hari ke-7. P1 memiliki rerata voltase tertinggi 0,49 V, hal ini dimungkinkan terjadi bila isolat
BELT2 menghasilkan produk metabolit yang mudah terionisasi dari metabolisme jenis bakteri
tertentu. Menurut Rabaey dkk (2005), terdapat jenis mikroba yang mengalami proses pemindahan
elektron dengan tingkat efisiensi sangat tinggi. Tingginya voltase P1 didukung dengan nilai pH
4,93 yang tergolong asam sehingga memiliki aktivitas redoks yang cukup tinggi. Aktivitas redoks
yang tinggi mengindikasikan banyaknya metabolit asam yang dihasilkan. Banyaknya metabolit
asam yang dihasilkan disebabkan oleh biomassa sel bakteri yang tumbuh pada media fermentasi.
Biomassa sel bakteri pada P1 (0,04 gr) < biomassa media kontrol (0,07 gr). Media kontrol
yang digunakan adalah media fermentasi steril yang tidak diinokulasikan mikroba. Media kontrol
masih mengandung material yang belum terlarut sempurna sehingga menggumpal setelah proses
sterilisasi. Biomassa kontrol digunakan sebagai pembanding setiap perlakuan. Maka, biomassa
yang didapatkan pada P1 adalah material media tersisa (debris) setelah digunakan oleh bakteri
sebagai nutrisi. Kepadatan sel bakteri dapat dihitung secara kualitatif yakni mengurangi biomassa
kontrol dengan debris.
P2 memiliki voltase lebih rendah dari P1 yakni sebesar 0,39 V, ini dapat terjadi karena
kultur P2 berbeda jenis dari P1 yakni kultur tunggal BELT6 sehingga memiliki sistem metabolisme
berbeda. Hal ini didukung dengan nilai pH P2 (6,27) > P1 (4,93) sehingga dapat diindikasikan
bahwa P2 menghasilkan jenis metabolit asam yang tidak terionisasi sempurna. Tingginya pH P2
berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan 0,005 gram. Biomassa debris
mengindikasikan bahwa kepadatan sel yang dimiliki BELT6 pada P2 cukup tinggi.
Voltase P3 (0,41 V) > P2 (0,39), perbedaan jenis kultur menjadi penyebabnya. P3
merupakan kultur tunggal kapang (MELT5) sehingga metabolismenya akan sangat berbeda dengan
isolat bakteri. Perbedaan metabolism dapat dilihat dari nilai pH P3 yaitu 3,01 yang mana tergolong
dapat menurunkan pH media dengan baik (Fardiaz, 1989). Rendahnya pH media fermentasi yang
ditumbuhi kapang didukung pula dengan pertumbuhannya yang relatif cepat (Scherllart, 1975).
Pertumbuhan kapang yang relatif cepat dapat dilihat dari biomassa yang tinggi yaitu 0,12 gram, dan
warna media yang lebih cerah daripada perlakuan menggunakan isolat bakteri mengindikasikan
bahwa kapang tidak menghasilkan debris. Menurut Siregar (2004), semakin lama waktu fermentasi
kapang, maka akan mengakibatkan semakin berkurangnya bahan kering yang terdapat pada media
fermentasinya karena terjadi perombakan.
P4 merupakan variasi jenis inokulum campuran antara isolat BELT2 dan BELT6. Hal ini
menyebabkan voltase P4 (0,37) < P1, P2 maupun P3V dengan nilai pH 6,84 yang cukup tinggi.
Rendahnya voltase berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan P4 (0,01).
Biomassa yang sangat rendah ini disebabkan karena adanya pendegradasian material media sisa
secara optimal oleh kultur campuran dari BELT2 dan BELT6. Hasil pengukuran parameter yang
didapatkan dari P4 dimungkinkan karena perbedaan senyawa metabolit dari kedua isolat bakteri
sehingga menghasilkan campuran dengan daya ionisasinya lemah, adanya kompetisi untuk
mendapatkan nutrisi dan dominasi pertumbuhan salah satu isolat bakteri.
Inokulum campuran pada P5 melibatkan isolat BELT2 dan MELT5 yang kedua berasal dari
jenis yang sangatberbeda, yakni bakteri dan kapang. Voltase P5 (0,43 V) yang terbesar kedua
setelah P1 dapat disebabkan oleh perbedaan karakter masing-masing isolat. Kultur campuran
memungkinkan terjadinya interaksi antarmikroba salah satunya adalah sinergisme (Waluyo, 2007).
Interaksi yang terjadi memungkinkan terjadi aktivitas yang tinggi dan dihasilkannya metabolit yang
lebih besar sehingga mampu menaikkan voltase. Tingginya voltase P5 didukung oleh nilai pH
(2,97) yang sangat rendah. Rendahnya pH terjadi karena sifat kapang yang memiliki daya
pengasaman media tinggi, dan dengan pertumbuhan yang relatif cepat dapat menghasilkan
biomassa 0,10 gram. Berdasarkan hasil uji kepadatan sel kultur tunggal, MELT5 memiliki
kemampuan mengurai debris lebih besar dari BELT2.
P6 merupakan inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT6 dengan isolat
kapang MELT5 dan voltase sebesar 0,40 V. voltase yang cukup besar dapat disebabkan oleh
ketepatan simbiosis antarmikroba dalam suatu media fermentasi. Biomassa yang dihasilkan dari
perlakuan ini hanya 0,04 gram yang didominasi kapang. Dominasi kapang terlihat dari uji biomassa
kultur tunggal MELT5 yang lebih besar dari BELT2 dalam mengurai debris sehingga
mengindikasikan bahwa telah terjadi kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi.
Pertumbuhan yang relatif sama cepatnya antara BELT6 dan MELT5 didukung oleh nilai pH (5,2)
yang cukup rendah.
P7 adalah jenis inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT2, BELT6, dan
isolat kapang MELT5. Percampuran ketiga isolat mikroba ini menghasilkan voltase yang cukup
semakin tinggi aktivitas dan hasil metabolisme yang dihasilkan (Kristin, 2012). Tingginya voltase
P7 berbanding lurus dengan tinggi pH (6,23). Nilai voltase dan pH yang sama tingginya
mengindikasikan adanya produk metabolit dengan pH tinggi, tetapi dapat terionisasi dengan
mudah. Biomassa P7 sebesar 0,02 gr yang tergolong cukup rendah mengindikasikan adanya
kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi dan juga debris.
Berdasarkan data voltase dari perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit
pisang, maka dapat dilakukan analisis ragam anova untuk menguji signifikansinya. Hasil analisis
ragam dari variasi jenis inokulum terhadap voltase yang dihasilkan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Ragam dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan.
Keterangan : * = berbeda nyata
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata,
dimana F hitung > F tabel yakni 3,404 > 2,57 pada tingkat kesalahan 5%. Oleh karena itu, maka
variasi jenis inokulum berpengaruh nyata dalam menghasilkan voltase karena terdapat aktivitas sel
berbeda berdasarkan perbedaan lingkungan kultur tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012),
perbedaan penggunaan kultur tunggal maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi
senyawa metabolit yang dihasilkan sehingga berimbas pada voltase yang dihasilkan.
Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata, maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Hasil
uji BNT dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2. Uji BNT Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Tegangan Listrik yang Dihasilkan Perlakuan Rata-rata selisih energi ± std. deviasi
P4 (BELT2.6) 0,3688 ± 0,06250
Hasil uji BNT menunjukan bahwa P1 inokulum tunggal BELT2 menghasilkan beda
potensial listrik yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Pemberian kultur tunggal akan
menyebabkan mikroba dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada media fermentasi secara
maksimal. Menurut Kurniawan (2011), penambahan inokulum tunggal akan lebih baik dalam suatu
media fermentasi karena tidak terjadinya kompetisi dalam memperoleh nutrisi. Terdapat beberapa
mikroba yang mempunyai metabolisme dengan redoks tinggi sehingga elektron dan proton dapat
dipindahkan langsung melalui reaksi dehidrogenasi NADH. Hal tersebut dapat mempengaruhi
voltase yang dihasilkan.
Pemberian kultur campuran menyebabkan semakin banyak mikroba yang terlibat dalam
suatu media fermentasi, sehingga kompetisi mendapatkan nutrisi media akan semakin tinggi.
Menurut Setya dan Putra (2010), dalam kondisi tertentu, penggunaan mikroba berbeda dalam satu
media fermentasi akan mempengaruhi kondisi lingkungan selama fermentasi akibat dari perbedaan
jenis produk metabolit yang dihasilkan masing-masing mikroba.. Menurut Aditiawati dan Kusnadi
(2003), penurunan jumlah metabolit yang dihasilkan dapat terjadi karena adanya kompetisi
antarmikroba dalam memanfaatkan nutrisi. Beberapa produk yang dihasilkan mampu menghambat
reaksi penguraian substrat apabila laju pembentukannya semakin tinggi oleh masing-masing
mikroba. Menurut Yuliana (2008), faktor-faktor pertumbuhan memberikan kondisi yang berbeda
untuk setiap mikroba pada lingkungan hidupnya sehingga akan mempengaruhi kinetika fermentasi
dan perbedaan pola pertumbuhan serta metabolit yang dihasilkan salah satunya adalah perbedaan
pH media yang berpengaruh terhadap warna media yang dihasilkan. Berikut adalah warna media
yang dihasilkan dari perlakuan ini.
Gambar 4.4. Warna Media yang Dihasilkan dari Proses Fermentasi Perlakuan Variasi Jenis
Warna media yang dihasilkan disesuaikan dengan jenis isolat mikroba yang digunakan.
Perlakuan P3 dan P5 menghasilkan warna kuning karena melibatkan isolat kapang dalam variasi
inokulumnya. Menurut Dewi dan Lestari (2010), terdapat jenis fungi indigenus yang dapat
digunakan sebagai agen pendekolorisasi zat warna, namun kemampuan dekolorisasi dengan
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
kecepatan berbeda dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang
tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang berpengaruh nyata dalam
menghasilkan voltase.
2. Jenis inokulum tunggal P1 yakni isolat bakteri BELT2 adalah perlakuan terbaik yang dapat
menghasilkan voltase paling tinggi yaitu 0,49 V.
DAFTAR PUSTAKA
Aditiawati, P., & Kusnadi, 2003. Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”. Proc. ITB Sains & Teknik, Vol. 35 A(2), pp. 147-162.
Dewi, R. S., & Lestari, S., 2010. Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Menggunakan Jamur Indigenous Hasil Isolasi pada Konsentrasi Limbah yang Berbeda. Molekul, Vol. 5(2), pp. 75-82.
Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Isnansetyo, A., & Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta : Kanisius.
Kristin, E., 2012. Produksi Energi Listrik melalui Microbial Fuel Cells Menggunakan Industri Limbah Tempe. Skripsi. Jakarta : Teknologi Bioproses Universitas Indonesia.
Kurniawan, D. 2011. Pemanfaatan Limbah Cair Rumah Tangga sebagai Bahan Bakar Pembangkit Biolistrik dalam Sistem MFC. https://www.scribd.com/doc/57428347/, diakses tanggal 31 Oktober 2015.
Rabaey, K., Clauwaert, P., Aelterman, P., & Verstraete, W., 2005. Tubular Microbial Fuel Cells for Efficient Electricity Generation. Environ. Sci.Techbol., Vol. 39(3), pp. 8077-8082.
Schellart JA. 1975. Fungal Protein from Corn waste Effiuens. Wageningen: Veenman H and BS Zone D.
Setya, R. A., & Putra, S. R., 2010. Identifikasi Biohidrogen secara Fermentatif dengan Kultur Campuran Menggunakan Glukosa sebagai Substrat. Prosiding Skripsi. Surabaya : FMIPA, Institut Teknolosi Sepuluh Nopember.
Sitorus, B., 2010. Diversifikasi Sumber Energi Terbarukan melalui Penggunaan Air Buangan dalam Sel Elektrokimia Berbasis Mikroba. Jurnal ELKHA, Vol. 2(1),10 Maret, pp. 10-15.
Thomas, M., Mardiah, Mustafa & Santoso, A., 2011. Teknik Isolasi dan Kultur. Universitas Sumatera Utara: Laboratorium Terpadu Program Magister Biomedik, Fakultas Kedokteran .
Trismilah & Sumaryanto, 2012. Kinetika Pertumbuhan Beberapa Mikroba Penghasil α-Amilase Menggunakan Molase sebagai Sumber Karbon. Thesis. Jakarta : Pascasarjana Ilmu Kefarmasian, Universitas Pancasila.
Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.
Yuliana, N., 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 yang Berasal dari Tempoyak. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Vol. 13(2), pp. 108-116.